Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nieke Dewi Sulistiyani
Abstrak :
Pada asasnya Kepailitan merupakan suatu bentuk sita umum yang mencakup seluruh harta kekayaan si debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Melalui sita umum ini, akan dapat dihindari dan diakhiri sita dan eksekusi yang dilakukan oleh para kreditur secara sendiri-sendiri, kecuali apabila diberikan pengecualian oleh Undang-Undang seperti kreditur Pemegang Hak Tanggungan yang haknya didahulukan. Hak Tanggungan itu ialah suatu hak jaminan istimewa yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi para pemegang Hak Tanggungan tersebut. Jika debitur cidera janji, para kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak untuk mengeksekusi obyek Hak Tanggunggannya berdasarkan kekuatan eksekutorial yang disebut dengan "parate executie" atau menjualdengan kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur yang lain. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 21 UUHT dan Pasal 55 ayat (1) Undang¬undang No.37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi kepailitan, kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Disini, kreditur pemegang Hak Tanggungan, kedudukannya ialah sebagai kreditur seperatis, yaitu kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan sehingga tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debiturnya dinyatakan pailit. Dengan demikian, maka obyek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada kreditur-kreditur lain dari pemberi Hak Tanggungan. Meskipun secara prinsip, kepailitan tidak menghalangi dilaksanakannya eksekusi atas jaminan preferent, akan tetapi demi kepentingan boedel pailit dan selama kurator dapat memberikan jaminan perlindungan yang wajar bagi kreditur, berdasarkan pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004, hak eksekusi kreditur pemegang Hak Tanggungan dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Keberadaan pasal 56 Undang-Undang No.37 tahun 2004 ini merupakan salah satu pilihan hak yang dimiliki oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, maka keberadaan pasal 56 ini tidak serta merta mengikat para kreditur pemegang Hak Tanggungan. Sebab selaku pemegang Hak Tanggungan, mereka tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya, meskipun debiturnya dinyatakan pailit, sebagaimana diatur dalam pasal 21 UUHT jo pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Jika dilihat dari pihak kreditur pemegang Hak Tanggungan, pilihan untuk memailitkan debitur pemberi Hak Tanggungan adalah tidak menguntungkan. Sebab mereka tidak dapat melakukan eksekusi atas tanah agunannya, dikarenakan hak eksekusi mereka ditangguhkan selama 90 hari, sehingga mereka tidak segera memperoleh pengembalian piutangnya dan selain itu sangat beresiko pula pada berkurangnya hasil likuidasi barang jaminan untuk memenuhi klaim dari kreditor lain.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Iriawan
Jakarta: Djambatan, 2005
346.07 WAW c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Didik J. Rachbini
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001
330 DID e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Ramadhani
Abstrak :
Tesis ini meneliti mengenai terbitnya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditandatangani di atas akta yang tidak memenuhi persyaratan dan akta ini tidak dikehendaki oleh salah satu pihak. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan akta, Notaris telah salah dalam menerapkan suatu perbuatan hukum sehingga tidak memenuhi syarat sah nya suatu perjanjian dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan dalam penelitian ini terkait dengan terbitnya Akta PPJB yang didasarkan oleh Hutang Piutang dengan Jaminan dan akibat hukum Akta PPJB yang terbit berdasarkan Hutang Piutang. Metode yang digunakan adalah Yuridis-Normatif dengan tipe penelitian yang bertujuan mengidentifikasi masalah (problem identification) dengan cara melakukan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder dan analisis dilakukan melalui pendekatan kualitatif sehingga menghasilkan bentuk hasil penelitian analisis-deskriptif. Dari hasil analisa data dapat diketahui bahwa Notaris telah salah dalam menentukan penerapan hukum yang dituangkan ke dalam akta, Akta PPJB yang digunakan sebagai pengikatan jaminan dalam Perjanjian Hutang Piutang tidaklah tepat karena PPJB bukan merupakan lembaga jaminan. Notaris telah salah dalam menentukan konstruksi hukum yang terjadi. Dalam pembuatan aktanya, Notaris juga tidak melakukan penyuluhan hukum dan tidak memenuhi syarat verleden karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 42 ayat (1) UUJN yang berdampak pula pada kewajiban pembacaan akta. Akibat dari terbitnya PPJB tersebut adalah kekuatan pembuktiannya terdegradasi menjadi akta dibawah tangan dan berakibat batal dan batal demi hukum, sehingga harus mengajukan permohonan pembatalan aktanya ke pengadilan. Hal ini dikarenakan Notaris tidak membacakan akta sesuai ketentuan yang berlaku serta akta PPJB tersebut tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian yaitu kata sepakat, dikarenakan salah satu pihak tidak menghendaki pembuatan PPJB tersebut. Selain itu, akta PPJB tersebut juga tidak memenuhi syarat objektif perjanjian yaitu sebab yang halal, karena adanya larangan untuk memperjanjikan kepemilikan jaminan oleh pemberi pinjaman ......This thesis examines the issuance of a Sale and Purchase Agreement Deed (PPJB) signed on a deed that does not meet the requirements and this deed is not desired by either party. This is because in making the deed, the notary has wrongly applied a legal act so that it does not meet the legal requirements of an agreement and does not meet the provisions of the Law on Notary Position (UUJN) and the prevailing laws and regulations. The problem in this research is related to the issuance of the PPJB Deed which is based on Accounts Payable with Collateral and the legal consequences of the PPJB Deed issued based on Accounts Payable. The method used is Juridical-Normative with the type of research that aims to identify problems (problem identification) by conducting document studies to obtain secondary data and analysis is carried out through a qualitative approach so as to produce descriptive-analysis research results. From the results of data analysis, it can be seen that the Notary Public has made a mistake in determining the application of the law as stated in the deed, the PPJB Deed which is used as a guarantee binding in the Accounts Receivable Agreement is not correct because PPJB is not a guarantee institution. The notary was wrong in determining the legal construction that occurred. In making the deed, the Notary also does not provide legal counseling and does not meet the requirements verleden because it does not comply with the provisions of Article 42 paragraph (1) of the UUJN which also impacts on the obligation to read the deed. As a result of the issuance of the PPJB, the evidentiary power was degraded into underhand deeds and resulted in null and void by law, so one had to submit a request for cancellation of the act to the court. This is because the notary does not read out the deed according to the applicable provisions and the PPJB deed does not meet the subjective requirements of the agreement, namely the agreement, because one of the parties does not want the PPJB to be made. In addition, the PPJB deed also does not meet the objective requirements of the agreement, which is a lawful cause, because of the prohibition of agreeing on collateral ownership by the lender
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dati Fatimah
Yogyakarta: Yayasan Litera Indonesia, 2001
336.3 NES
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fithra Hastiadi
Gemany: LAP Lambert, 2008
336.34 FIT r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Buchanan, James M.
Indianapolis: Liberty Fund, Inc., 2000
R 320.01 BUC c (XIV)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Sasmito
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang hak istri dalam bertransaksi setelah terjadinya pernikahan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Pada penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah apabila transaksi menimbulkan hutang piutang yang melibatkan harta bersama. Lalu bagaimana kedudukan istri dalam melakukan tindakan hukum yang melibatkan harta kekayaan bersama dalam keluarga dan apakah suami harus bertanggung jawab atas hutang yang dibuat oleh istri tanpa izin dari suami? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Terdapat perbedaan pandangan mengenai harta bersama dalam perkawinan. Hukum positif Indonesia menjelaskan bahwa Harta bersama secara hukum artinya adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami istri. Akan tetapi dalam hukum islam, harta bersama tidak diatur secara jelas, bahkan beberapa ahli berpendapat bahwa harta suami adalah milik suami begitupun harta istri adalah milik istri sehingga disini tidak ada percampuran harta antara suami istri. Hal ini menjadi permasalahan karena hutang piutang yang dibuat akan berkaitan langsung dengan harta yang dimiliki oleh suami ataupun istri. Dari penelitian yang telah diuraikan, seorang istri memiliki kedudukan yang seimbang dengan suami, dan istri diperbolehkan melakukan utang piutang tanpa izin dari suami.
ABSTRACT
This thesis discusses about the wife rights in transactions after the wedding, especially in the fulfillment of family economic needs. In this study, the main problem is if the transaction generates debt accounts involving joint property. Then how the position of wife in taking legal action involving joint wealth in the family and whether the husband should be responsible for the debt made by the wife without permission from the husband This research uses normative juridical method. There are different views on joint property in marriage. Indonesia 39s positive law explains that Joint treasures by law means that the wealth collected during marriage is the right of married couples. But in Islamic law, the common property is not clearly regulated, even some experts argue that the husband 39s property is the property of the husband as well as the wife 39 s property is the property of the wife so there is no mixing of wealth between husband and wife. This becomes a problem because the accounts payable made will be directly related to the property owned by the husband or wife. From the research that has been described, a wife has a balanced position with the husband, and the wife is allowed to do debts without the permission of the husband.Keywords Marriage, Joint Property, Debts and Receivables
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayodhia Primadarel
Abstrak :
Penulisan ini menganalisis putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2009. Terdapat sebuah perkara utang-piutang yang terjadi antara P.Suparmo, Sisnawati, Surya Teja, dan David Hamadi sebagai kreditur dan Ny.Susanti sebagai debitur. Sebagai debitur, Ny.Susanti telah lalai dalam melunasi utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Belum lagi Ny.Susanti melunasi utang-utang tersebut, dirinya meninggal dunia dan meninggalkan tiga orang ahli waris. Untuk melindungi kepentingan para kreditur, mereka mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap boedel waris dan juga para ahli waris untuk melindungi piutang mereka yang ada di dalam harta kekayaan Ny.Susanti. Tulisan ini akan menganalisis mengenai kapasitas ahli waris dalam menggantikan kedudukan dari pewaris sebagai debitur ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan juga Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu juga mengenai upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan baik oleh kreditur maupun oleh debitur. Permasalahan-permasalahan yang akan dibahas disini menggunakan metode penelitian normatif yang menghasilkan kesimpulan bahwa walaupun debitur telah meninggal dunia, namun kreditur masih memiliki perlindungan hukum terhadap piutang nya dan salah satu perlindungan hukum tersebut adalah melalui permohonan pernyataan pailit. ......This thesis analyzes supreme court judgement on 2009. There was a doubtful debts case between P.Suparmo, Sisnawati, Surya Teja, and David Hamadi as creditors and Mrs.Susanti as a debtor. As a debtor, she has neglected to pay her debts which has been due. However, before she paid off her debts, she passed away and left three of her heirs. To protect the interests of creditors, they filed a petition for bankruptcy declaration on Mrs. Susanti?s inheritance and the heirs. They filed the petition to protect their credits which were on Mrs. Susanti?s inheritance. This thesis will analyze the capacity of the heirs to substitute the position of Mrs. Susanti as a debtor reviewed by Civil Code and Law of The Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts. Furthermore, it will analyze the alternatives which can be done by creditors and also debtors. Problems which will be discussed in this thesis are using normative research method which concludes that even though the debtor has passed away, but the creditors still have a legal protection for their credits and the one of the protections is they can file the petition for bankruptcy declaration.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Tjaraka
Abstrak :
Dewasa ini, aktivitas usaha yayasan sangat beraneka ragam tetapi salah satunya yang menonjol adalah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Di bidang nernaiakan, vavasan sebagai salah satu bentuk organisasi yang mempunyai kedudukan sama dengan unit ekonomi lainnya. Persamaan kedudukan ini terlihat dalam TJU Pajak baru, yang rnulai berlaku sejak 1 Januari 1995. Hal ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, antara lain : pada umumnya telah berubah identitas yayasan saat ini, yaitu tadinya berorientasi pada kepentingan umum atau sosial menjadi aktivitas bisnis untuk kepentingan komersial, dan selama ini tidak didukung dengan penyelenggaraan pembukuan secara teratur dan transparan serta taat azas sesuai UU Pajak, serta adanya pihak tertentu yang memanfaatkan atau menumpang nama yayasan dengan tujuan menghindari pajak yang seharusnya.disetor ke kas negara. Oleh karena itu perlu suatu tindakan perencanaan perpajakan bagi yayasan pendidikan agar dapat meminimalkan jumlah pajak terutang secara legal.

Permasalahan yang ditemui adalah : (a) bagaimana persepsi Wajib Pajak (WP) yayasan pendidikan di Surabaya terhadap implementasi perencanaan perpajakan, dan (b) apakah WP Yayasan Pendidikan di Surabaya telah mengimplementasikan perencanaan perpajakan sebagai upaya legal dalam rangka meminimalkan jumlah pajak terutang.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris deskriptif yang bersifat eksploratif. Dalam penelitian ini menggunakan variabel mandiri yaitu persepsi, tanpa menghubungkan dengan variabel lainnya. variabel ini dijabarkan ke dalam 30 butir pemyataan yang terbagi dalam 3 faktor, yang diajukan kepada 40 responden yang telah terdaftar di 6 KPP Surabaya, yang ditetapkan dengan Metode Non Probability Sampling, khususnya Quota Sampling, dan ternyata hanya 30 kuesioner yang diterima untuk layak diuji. Jawaban dari responden kemudian diukur dengan menggunakan teknik Skala Likert.

Dari hasil analisis, diketahui bahwa persepsi WP Yayasan Pendidikan di Surabaya terhadap implementasi perencanaan perpajakan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor tarif pajak, ketentuan atau peraturan perpajakan yang berlaku dan kebijaksanaan yayasan. Ternyata sekitar 80 % responden menyatakan setuju bila implementasi perencanaan perpajakan benar-benar dijalankan dan sisanya menyatakan tidak setuju. Walau 80 % responden menyatakan setuju, tetapi sekitar 80 % responden menyatakan belum mengimplementasikan perencanaan perpajakan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dan sisanya menyatakan telah mengimplementasikan perencanaan perpajakan. Hal ini disebabkan oleh belum sepenuhnya pemahaman WP Yayasan Pendidikan terhadap UU Pajak, tidak tahunya terhadap teknik perencanaan perpajakan, tidak didukung dengan pegawai yang khusus menangani pajak serta tidak adanya dukungan dari pengurus yayasan. Untuk itu perlu peran serta dari aparat pajak khususnya Kantor Penyuluhan Pajak untuk secara lebih intensif memberikcan penyuluhan atau penyebar luasan informasi perpjakan yang baru terutama berkaitan dengan yayasan pendidikan sehingga mereka diharapkan bisa menjadi lebih memahami ketentuan UU Pajak dan bisa menjalankan teknik perencanaan perpajakan dengan baik. Hal ini juga harus diikuti dengan kewajiban penyelenggaraan pembukuan secara teratur dan transparan serta taat azas sesuai UU Pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>