Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Florensia Pratiwi
Abstrak :
Utang piutang adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada orang lain. Utang piutang dalam KUHPerdata disebut dengan perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam pasal 1754. Utang piutang diawali dengan perjanjian yang disebut perjanjian utang piutang antara dua subjek hukum yang disebut dengan debitur dan kreditur, kemudian dibarengi dengan penyerahan benda sebagai jaminan. Faktanya di dalam masyarakat masih banyak di temukan benda yang dijadikan jaminan bukan benda miliknya tetapi benda milik orang lain. Adakalanya pemilik tidak mengetahui benda tersebut dijadikan sebagai jaminan dalam utang piutang. Penelitian ini menggunakan  metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif. Menurut sifatnya, penelitian yang akan dilakukan memiliki tipe penelitian deskriptif analisis dengsn jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian hutang piutang dapat menggunakan objek jaminan milik orang lain/ pihak ketiga apabila pihak ketiga tersebut menyetujui digunakannya objek tersebut menjadi jaminan hutang piutang. Penandatanganan akta notaris (partij acte) oleh para penghadap secara bersama-sama dan dihadapan notaris merupakan syarat mutlak yang ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7) UUJN, dimana jika tidak dipenuhi maka akta notaris akan kehilangan otentisitasnya (akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan), kecuali ada halangan untuk membubuhkan tanda tangan dengan tetap memperhatikan pasal 44 ayat (1) dan (2) UUJN (surrogat).Terhadap pembuatan aktanya notaris dapat diminta pertanggungjawaban baik secara administratif, perdata maupun pidana. ......Debt is money borrowed from others and lent to others. Debt in the Civil Code is called a loan and loan agreement regulated in article 1754. Debt begins with an agreement called a debt agreement between two legal subjects called the debtor and creditor, then accompanied by the handover of objects as collateral. There are still many people found in objects that are used as collateral, not their belongings, but objects belonging to others. Sometimes the owner does not know the object is used as collateral in the debt. This study uses a juridical-normative research method. The study was a descriptive-analytical study uses secondary data, and data obtained by the documents or library materials. Based on the study, the debt agreement can use the collateral object owned by another person / third party if the third party agrees to use the object as collateral for the debt. The signing of the notary deed (partij acte) by the viewers together and before the notary is an absolute requirement specified in article 16 paragraph (1) letter m and paragraph (7) UUJN, where if not fulfilled, the notary deed will lose its authenticity (deed only has the evidentiary power as a deed under the hand), unless there is an obstacle to affix a signature while paying attention to article 44 paragraph (1) and (2) UUJN (surrogat). Accountability can be requested both administratively, civilly and criminal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Fransisca Christy Manga
Abstrak :
Perjanjian hutang piutang dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, yang kerap terjadi adalah para pihak mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian hutang piutang secara lisan membentuk suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas objek yang dijadikan jaminan perjanjian hutang piutang lisan yang bersangkutan, sebagaimana terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2288/K/PDT/2020. Permasalahan utama yang diangkat adalah terkait dengan kedudukan hukum perjanjian hutang piutang lisan berdasarkan hukum pembuktian dan akibat penyelundupan hukum perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2288/K/PDT/2020. Guna menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian doktrinal, dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa perjanjian hutang piutang lisan in casu terbukti dengan alat bukti persangkaan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 173 HIR, yang ditarik dari alat bukti saksi, dan tertulis seperti Akta PPJB dengan klausul hak membeli kembali dan laporan appraiser atas objek sengketa yang menyatakan perbedaan nilai ril objek sengketa dengan harga yang diperjanjikan dalam Akta PPJB dan telah dibayar lunas 2,5 (dua setengah) bulan sebelum pembuatan Akta PPJB. Perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB yang memuat klausul hak membeli kembali adalah suatu penyelundupan hukum karena telah memenuhi unsur penyelundupan hukum dan telah melanggar syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berangkat dari itu, Akta PPJB in casu harusnya batal demi hukum. ......Debt agreements can be made either in an unwritten or written format. However, what often happens is that parties that bind themselves into an unwritten debt agreement would then form a Sales and Purchase Agreement Deed on the object used as a collateral in the previous unwritten debt agreement, as happened in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. The main issues raised are related to the legal position of an unwritten debt agreement based on the law of evidence, and the consequences of legal evasion in an unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to a Sales and Purchase Agreement Deed in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. To provide answers for the issues above, a doctrinal research method is used, with a qualitative analysis method. The results found that the unwritten debt agreement in this case is proven by the judge’s presumption as stipulated in Article 173 of the HIR, that is drawn from witness evidence and written evidence, such as the Sales and Purchase Deed with the right to repurchase clause, and the appraiser’s report on the disputed object, which states the obvious difference between the real value and the agreed value that had been fully paid 2,5 (two and a half) months prior to making the Sales and Purchase Agreement Deed. The unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to the Sales and Purchase Agreement Deed containing the right to repurchase clause is a form of a legal evasion, because it has fulfilled the elements of legal evasion and has violated one of the objective requirements for the validity of an agreement which is regulated in Article 1320 of the Civil Code. Therefore, the Sales and Purchase Agreement Deed in this case should be null and void.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library