Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khalid Soroinda
Abstrak :
Ketika seorang Debitor dinyatakan Pailit, maka ia akan kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya. Pengurusan terhadap harta Debitor Pailit tersebut akan dilakukan oleh Kurator. Kepailitan ini mempunyai sifat serta merta, sehingga walaupun ada upaya hukum yang dilakukan oleh Debitor Pailit, upaya hukum tersebut tidak akan menghentikan pelaksanaan dari Kepailitan tersebut. Penulisan tesis ini akan membahas mengenai apakah pembuktian secara sederhana telah memberikan perlindungan kepada Debitor dalam proses kepailitan, bagaimana pengurusan dan atau pemberesan harta Debitor yang telah dipailitkan dan bagaimana perlindungan terhadap harta Debitor (boedel pailit) yang digunakan untuk membayar biaya kepailitan oleh Kurator sedangkan pernyataan pailit tersebut dibatalkan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan hasil sifat deskriptif analitis yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan kemudian dengan cara menganalisis fakta dengan data yang diperoleh untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah melalui analisis yang telah dilakukan. ......When a debtor is declared bankrupt, then he will lose the right to control and manage their wealth. Handling of property Bankrupt Debtor will be conducted by the Curator. Bankruptcy has a nature of “uit voorbaar bij voorrad”, so despite legal efforts made by Debtor, legal efforts will not stop the implementation of the Bankruptcy. This thesis will discuss about whether the summary proof already provide protection to the Debtor in the bankruptcy process, how is the management and/or settlement of the Debtor property that has been declared bankrupt, and how is the protection of the Debtor Assets (boedel bankruptcy) that are used to pay the cost of bankruptcy by Curator while the bankruptcy was lifted on appeal in the Supreme Court. Methods used in this thesis is a normative legal research methods using secondary data, whereas the methods of data analysis using a qualitative approach. This study provides descriptive nature of the analytical results provide a broad overview of the facts underlying the issue then by analyzing the data obtained facts to provide alternative solutions to problems through the analysis has been done.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Dora Virgolin
Abstrak :

Agunan yang diambil alih (AYDA) merupakan salah satu upaya yang dilakukan Bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah yang bertujuan menurunkan rasio non performing loan (NPL) dan menjaga kualitas kredit Debitur. Dalam ketentuannya terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat dilakukan Bank dalam melaksanakan AYDA yaitu melalui lelang, penyerahan sukarela oleh pemilik agunan, atau surat kuasa menjual diluar lelang. Agunan yang di AYDA dalam pembahasan ini berupa objek Hak Tanggungan yang mana dalam proses pelaksanaanya Debitur ternyata mengalami Pailit. Permasalahan yang akan dibahas adalah implikasi hukum kepailitan tersebut terhadap Bank yang telah melaksanakan AYDA namun dalam prosesnya Debitur ternyata dinyatakan Pailit. Tesis ini bertujuan untuk meneliti kepastian hukum yang ditimbulkan pada saat Bank melaksanakan AYDA melalui mekanisme tertentu yang dipilih oleh Bank sehubungan dengan harta boedel pailit dan aset yang telah dilakukan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dengan studi kepustakaan mengacu pada data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, literature dan buku-buku yang relevan. Adapun hasil penelitian ini terhadap ketiga mekanisme AYDA tersebut ternyata memiliki implikasi hukum yang berbeda ketika Debitur dinyatakan Pailit, yaitu terhadap proses pengambilalihan melalui PPJB dan/atau Surat Kuasa menjual di Luar Lelang ternyata aset yang di AYDA melalui cara tersebut tetap dimasukkan ke dalam harta Pailit. Bank yang telah melakukan AYDA sesuai ketentuan yang berlaku membutuhkan kepastian hukum bahwa hak-haknya dilindungi dalam pelaksanaan AYDA tersebut.

 

 


Foreclosed collateral (AYDA) is one of the efforts undertaken by the Bank to settle problem loans with a non-performing loan ratio (NPL) and guarantee the quality of Debtor loans.  In order, there are three mechanism that Bank can use in AYDA through auction, voluntary surrender by the collateral owner, or selling authority letter through the auction.  The collateral in AYDA in this discussion is the object of the Mortgage which in the process of implementation The issue to be discussed is the implication of bankruptcy law against the Bank that has implemented AYDA but in the process.  The debtor is declared bankrupt.  This thesis discusses the legal protection that arises when the Bank implements AYDA through certain regulations chosen by the Bank related to bankrupt bank assets and assets that have been carried out must be transferred.  The research method used is normative legal research using laws with a literature study on secondary data such as legislation, official documents, literature, and relevant books.  The following are the results of research conducted on this AYDA that claims to have different implications from the compilation of Debtors declared Bankrupt, namely to the transition process through PPJB and/or Power of attorney selling outside the Auction, looking for assets in AYDA through this method available to each  - with the bankrupt property.  Banks that have conducted AYDA in accordance with the provisions that require legal certainty about their rights approved in the implementation of AYDA.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalahuddin Suriadiredja
Abstrak :
Peneliyian ini membahas mengenai kepailitan debitor pailit yang mempunyai asset lebih besar dari utang. Pokok permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana batas kewenangan kurator terkait pengurusan dan pemberesan harta paillit melebihi seluruh tuntutan kreditor, tujuan ialah untuk mengetahui sejauh mana kewenangan kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dapat dilakukan dalam hal harta pailit lebih besar dari utang, metode penelitian yang yang digunakan adalah penelitian hukumnormatif yaitu penelitian kepustakaan. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat kemudahan dalam menjatuhkan pailit kepada debitor. Penelitian ini juga menemukan bahwa prinsip kewajaran dapat digunakan dalam membatasi kewenangan kurator pada waktu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal hartga pailit lebih besar dari utang. ......This research examined about bankcrupt debtor's bankcruptcy which has asset bigger than it's debt. The main issues in this research is how the receivership authority in doing management and settlement of bankcuptcy assests can be limited when debtor assest is bigger than it's debt. The main purpose of this research is to know how far the receivership authority in doing management and settlement of bankcruotcy assets can be implement when the debtor assest is bigger than it's debt. The research method used in this research is normative law research which is a library research. This research found that there was simplicity in pronounce bankcrupcy verdict to a debtor. This research also found that fairness principle can be use to limitung receivership authority in doing managemennt and settlement of bancruptcy assets when the asset is bigger than it's debt.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28949
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adis Nur Hayati
Abstrak :
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah mengenai eksistensi atas berhak atau tidaknya debitor pailit mengajukan permohonan renvooi procedure dalam rapat pencocokan piutang suatu sengketa kepailitan. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan. Berdasarkan analisa yang dilakukan disimpulkan bahwa debitor pailit tidaklah berhak mengajukan permohonan renvooi procedure, hal ini karena pada saat proses tersebut berlangsung kewenangan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit tidak lagi berada pada debitor melainkan telah berpindah kepada kurator. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah sepatutnya memperjelas pengaturan terkait renvooi procedure dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
The subject matter that would be discussed in this paper is about the existence of the right or wrong of the bankrupt debtor to indict a renvooi procedure in verification meeting of debts claims of a bankruptcy dispute. The subject matter will be analyzed by using normative juridical research method which menas the research is based in regulation and library research. Based on the analysis, it is concluded that the bankrupt debtor is not entitled to indict for renvooi procedure, that is because at the time the process takes place, the authority of the management and or the settlement of bankruptcy assets is no longer on the debtor but has moved to the curator. The research results suggest that the government should improve the regulation related to the renvooi procedure in Law Number 37 Of 2004 On Bankruptcy And Suspension Of Obligation For Payment Of Debts.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Ayu Agustin
Abstrak :
Debitor pailit seringkali melakukan tindakan untuk mengakali kewajibannya dalam memenuhi pembayaran utang terhadap kreditor pailit. Salah satunya adalah dengan melakukan tindakan fraudulent transfer, yaitu tindakan pengalihan aset yang diduga sengaja dilakukan agar nilai aset debitor pailit berkurang. Atas tindakan ini kurator dapat melakukan upaya pembatalan hukum dengan melakukan gugatan actio pauliana. Gugatan actio pauliana terhadap tindakan fraudulent transfer ini dianalisis secara yuridis-normatif dengan tujuan memberikan kontribusi pada diskursus hukum kepailitan mengenai proses pembuktian suatu penerapan upaya hukum. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat bagaimana proses hakim membentuk suatu putusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuktian itikad buruk dari sisi kurator dalam gugatan actio pauliana di dalam putusan ini tidaklah kuat sehingga putusan Majelis Hakim yang memenangkan kreditor pailit tidak memenuhi asas keadilan dan perlindungan hukum. Argumentasi tersebut berlandaskan pada kenyataan bahwa Majelis Hakim hanya memperhatikan unsur legal-formal dalam proses pembuktian, tanpa melihat unsur pembuktian dan konteks subtantif-materiil yang diajukan oleh debitor pailit. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi kekuasaan kehakiman yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Intruksi Mahkamah Agung No. KMA/015/INST/VI/1998 tanggal 1998, yang menegaskan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, tidak hanya yang bersifat legal-formal, namun juga subtantif-materil. Penulis memberikan saran berupa adanya standar pengukuran untuk pembuktian itikad buruk dalam dunia hukum di Indonesia, sehingga diharapkan putusan hakim dapat memenuhi rasa keadilan dan perlindungan hukum di masyarakat. ......Bankrupt debtors often take actions to circumvent their obligations in fulfilling debt payments to bankrupt creditors. One of them is by carrying out fraudulent transfers, namely the act of transferring assets that are allegedly deliberately carried out so that the value of the bankrupt debtor's assets decreases. For this action, the curator can make efforts to annul the law by filing an actio pauliana lawsuit. Actio pauliana's lawsuit against fraudulent transfers is analyzed in a juridical-normative manner with the aim of contributing to the bankruptcy law discourse regarding the process of proving an application of legal remedies. This study also aims to see how the process of judges forming a decision. The results of the study show that the curator's bad faith evidence in the actio pauliana lawsuit in this decision is not strong so that the decision of the Panel of Judges in favor of the bankrupt creditor does not fulfill the principles of justice and legal protection. This argument is based on the fact that the Panel of Judges only pays attention to the legal-formal elements in the verification process, without looking at the elements of evidence and the substantive-material context submitted by the bankrupt debtor. This is not in accordance with the function of the judicial power which is regulated in article 5 paragraph (1) of the Law on Judicial Powers and Supreme Court Instructions No. KMA/015/INST/VI/1998 dated 1998, which emphasized that judges are obliged to explore, follow, and understand legal values and a sense of justice that lives in society, not only those that are legal-formal, but also substantive-material. The author provides suggestions in the form of a measurement standard for proving bad faith in the world of law in Indonesia, so it is hoped that the judge's decision can fulfill a sense of justice and legal protection in society.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Yunita Ilyas
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang tata cara pelaksanaan, penerapan, serta hambatan gijzeling dalam pemberesan harta pailit di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan penelitian berbentuk deskriptid analitis. Tata cara pelaksanaan gijzeling diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Perma No.1 Tahun 2000, Pasal 209 sampai 223 HIR dan Pasal 242 sampai dengan 258 RBg. Penerapan gijzeling sampai saat ini belum efektif yang penyebab utamanya adalah ketidaksempurnaan serta ketidaklengkapan peraturan dan proses pelaksanaan gijzeling itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan satu peraturan khusus yang berbentuk undang-undang untuk mengatur mengenai gijzeling di Indonesia. Selain itu, arti penting gijzeling harus disosialisasikan lebih lanjut kepada seluruh pihak yang dapat dikaitkan dalam kepalilitan.
ABSTRACT
This thesis discusses the procedure, implementation, and obstacles regarding gijzeling in bankruptcy estate settlement. This research used qualitative research methods that produce analytical descriptive study. The procedures for implementing gijzeling in Indonesia are regulated in UU No. 37 2004 which is the Regulation of Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment Debts, Perma No.1 2000, Article 209 to 223 HIR and Article 242 up to 258 RBg. The application of gijzeling is still not effective, which caused by the imperfection and incompleteness of the regulation of the gijzeling in Indonesia itself. Therefore, a special legislation is required to regulate gijzeling in Indonesia. Other than that, the importance of gijzeling should be further disseminated to all parties who can be linked in this case.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library