Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seshiana Sebti Pramesti
Abstrak :
Transetosom merupakan vesikel yang dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit, contohnya adalah ekstrak bahan alam. Teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) merupakan bahan alam yang mengandung katekin sebagai senyawa antioksidan. Transetosom dapat menjerap dan membantu penetrasi senyawa ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula gel transetosom yang dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Gel yang hanya mengandung ekstrak daun teh hijau juga dibuat sebagai kontrol. Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley. Epigalokatekin galat (EGCG) digunakan sebagai penanda analisis. Transetosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula yaitu dengan konsentrasi ekstrak daun teh hijau setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5% (F2), dan 2% (F3). Hasil menunjukkan transetosom F1 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, indeks polidispersitas 0,163 ± 0,03, potensial zeta -52,05 ± 1,34 mV, dan efisiensi penjerapan 58,06 ± 0,08%. Gel transetosom dan gel kontrol secara berturut-turut memiliki fluks sebesar 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.jam-1 dan 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. ......Transethosome is a vesicle that can enhance drug?s penetration into the skin, for example are extracts of natural ingredient. Green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) is a natural ingredient that contains catechins as an antioxidant. Transethosome is used to entrap the chemical compounds of green tea leaves extract and help their penetration into the skin. The aims of this study are to produce transethosome gel formula that can increase the penetration of green tea leaves extract into the skin. Gel containing only green tea leaves extract was also made as a control. Penetration test of gels performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats. Epigallocatechin gallate (EGCG) is used as a marker analysis. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulas with different concentration of green tea leaves extract which were equivalent to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) EGCG. The results showed transethosome F1 had the best characteristics, which had a spherical shape, Dmean volume 112,14 ± 2,19 nm, polydispersity index 0,166 ± 0,03, zeta potential -52,05 ± 1,34 mV, and entrapment efficiency 58,06 ± 0,08%. Transethosome gel and control gel had a flux of 61,468 ± 1,66 μg.cm-2.hour-1 and 31,694 ± 1,02 μg.cm-2.hour-1. It can be concluded that transethosome can increase green tea leaves extract penetration into the skin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Intansari Rozmiramadhani Putri
Abstrak :
Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L. Kuntze) mengandung epigalokatekin galat (EGCG) yang memiliki aktivitas antioksidan sangat poten. EGCG bersifat hidrofilik dan memiliki massa molekul yang besar sehingga sulit berpenetrasi ke dalam kulit. Untuk meningkatkan penetrasi EGCG, digunakan solid lipid nanopartikel sebagai sistem pembawa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakteristik SLN yang dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit dengan diformulasikan ke dalam sediaan gel. Gel ekstrak daun teh hijau tanpa SLN dibuat sebagai kontrol. Pada kedua sediaan gel tersebut dilakukan uji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley. SLN dibuat menggunakan metode emulsifikasi pelarut. Hasil menunjukkan formula F3 merupakan formulasi dengan karakterisasi terbaik yaitu Dmean volume 150,24±12,71 nm, nilai indeks polidispersitas 0,184±0,017; zeta potensial -41,0±0,35 mV; efisiensi penjerapan tertinggi (57,18±0,61 %) dan berbentuk sferis sehingga digunakan pada formulasi gel. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukan jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari gel SLN dan gel kontrol berturut-turut adalah 1327,69±29,58 μg/cm2 dan 438,70±22,82 μg/cm2, persentase total EGCG terpenetrasi 56,32±1,26 % dan 18,61±0,97 %, serta nilai fluks 58,35±0,94 µg/cm2jam dan 55,59±2.92 µg/cm2jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel SLN dapat meningkatkan penetrasi EGCG melalui kulit.
Green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) leaves extract contain epigallocatechin gallate (EGCG) with potent antioxidant activity. EGCG is hydrophilic with high molecular mass, making it difficult to penetrate through the skin. To increase its penetration, solid lipid nanoparticles (SLN) carrier system was used. This research aimed to determine characteristics of SLN that can increase skin penetration of green tea leaves extract which then formulated to gel formulation. Green tea extract gel without SLN was used as control. Both gels underwent in vitro penetration test employing Franz diffusion cells to the skin of Sprague Dawley female rats. SLN was prepared by emulsion-solvent evaporation method. Result showed F3 formulation was the best with Dmean volume 150.24±12.71 nm, polydispersity index 0.184±0.017, zeta potential -41.0±0.35 mV, with the highest entrapment efficiency (57.18±0.61%) and in spherical shape, enabling gel formulation. The in vitro penetration test showed the cumulative amount of EGCG penetrated from SLN gel and control gel respectively were 1327.69±29.58 μg/cm2 and 438.70±22.82 μg/cm2, total percentage of EGCG penetrated 56.32±1.26 % and 18.61±0.97 %, with flux 58.35±0.94 µg/cm2.hour and 55.59±2.92 µg/cm2.hour. In conclusion, SLN can increase the skin penetration of EGCG.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Rahayu
Abstrak :
Penelitian di bidang kultur jaringan tanaman menunjukkan bahwa sel-sel dalam kultur kalus dan suspensi sel dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang sama dengan yang terdapat pada tanaman, (Nickel, 1980; Mantel]'& Smith, 1983 dan Pawelka dkk., 1986). Ogutuga dan Nortcote telah berhasil memperoleh salah satu alkaloid yaitu kafein dari kultur jaringan teh (lihat Nickel, 1980). Analisis polifenol dalam kalus dari potongan batang teh, menunjukkan adanya katekin, leukosianin, bila potongan organ tersebut ditanam dalam medium Heller (Forrest, 1969. Salah satu klon teh yang ada di Indonesia dengan sifat tidak rentan terhadap serangan fungi dan berproduksi dengan baik adalah TRI 2025 (Setiawati & Nasikun, 1991). Untuk mengetahui pertumbuhan kalus dari teh (Camellia sinensis (0.) Kuntze) klon TRI 2025 dan kandungan tannin dari potongan daun yang ditanam dalam variasi medium, maka telah dilakukan penanaman potongan daun the (Camellia sinensis) (0). Kuntze) dalam medium, modifikasi Murashige dan, Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D: 1 dan 3 ppm serta kinetin 3 ppm. Produktivitas kalus pada umur 4bulan tertinggi pada medium MS+2;4'-D ,3 ppm (F, ) ; 1,4138 g dan pada P6 : 1,5871 g serta berat kering : 0,3892 g dan 0,4789 'g. Namun kebutuhan nutrient untuk memperoleh kalus yang meningkat sesuai, dengan umur dari 2;3 dan 4 bin adalah medium P6. Kandungan tannin dari 1 g berat basah kalus pada P6 umur 4' bin adalah 0,58030 setiap 1 g berat kering kalus sebesar 0,0917 g. Hal ini tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dengan rata-rata: 0,4801 g berat basah dan berat kering kalus: 0,,08102 g. Perbandingan antara kandungan tannin pada kalus umur 4 bulan dalam medium P6 sama dengan kandungan tannin dalam daun tanaman induknya baik dari bahan segar: 0,5803 dan 0,58171 g dan bahan kering: 0,0917 g dan 0,0987 g. Dengan demikian kandungan tannin dari semua bahan segar jauh lebih besar 58,2% daripada kandungan tannin dari bahan kering 9,27%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam langkah alternatif memperoleh senyawa metabolit sekunder dari teh.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliza Ekayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Penanganan untuk diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada hormon inkretin. Glucagon Like Peptide-1 GLP-1 dan Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP merupakan hormon inkretin utama yang disekresikan di usus. Namun, GLP-1 memiliki waktu paruh yang singkat untuk mempertahankan bentuk aktifnya diperlukan penghambatan enzim Dipeptidyl peptidase IV DPP-IV . Berdasarkan tingginya kandungan polifenol daun teh putih Camellia sinensis L. O. Kuntze DTP dibandingkan jenis teh lain dan aktivitas penghambatannya terhadap enzim DPP-IV pada ekstrak DTP, maka dilakukan pengujian aktivitas penghambatan fraksi ekstrak etanol DTP menggunakan serum darah tikus secara ex vivo, karakterisasi dan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa darah fraksi teraktif pada tikus jantan putih galur Sprague-Dawley SD yang diinduksi dengan nikotinamida dan streptozotosin. Fraksi metanol merupakan fraksi teraktif dengan nilai IC50 227 g/mL dan telah diidentifikasi terdapat senyawa golongan flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin. Kadar senyawa polifenol, flavonoid dan tanin pada fraksi metanol dihasilkan masing-masing adalah 23,03 ; 0,2 dan 0,6 . Fraksi metanol pada dosis 120 mg/Kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa pada hari ke-14 108,67 mg/dL yang secara klinis berbeda dengan kelompok kontrol negatif 335,67 mg/dL , tetapi penurunan ini secara statistik tidak berbeda bermakna.
ABSTRACT
Treatment for type 2 diabetes mellitus focuses on the incretin hormone. Glucagon Like Peptide 1 GLP 1 and Glucose Dependent Insulintropic Polypeptide GIP is the main incretin hormone secreted in the intestine. However, GLP 1 has a short half life. Inhibition of the enzyme Dipeptidyl peptidase IV DPP IV required maintaining the active form of GLP 1. Based on the highest polyphenol compound of white tea leaves extract WTE Camellia sinensis L. O. Kuntze and previous study on highest activity of DPP IV enzyme inhibition on WTE, this study was done on fraction of WTE using rat blood serum ex vivo , characterization and blood glucose activity in Sprague Dawley SD white rats induced with nicotinamide and streptozotocin from its active fraction. The methanol fraction is the most active fraction with IC50 value at 227 g mL. Flavonoid, alkaloid, tannin and saponin has been identified on its fraction with the levels of polyphenol, flavonoid and tannin compounds were 23.03 0.2 and 0.6 . The methanol fraction at 120 mg Kg BW may decrease fasting blood glucose levels on day 14 108.67 mg dL which is clinically different from the negative control group 335.67 mg dL , but statistically not significant.
2017
T48720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Ardiana Kartika Nugraheni
Abstrak :
ABSTRAK Diabetes mellitus DM adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama dan prevalensinya akhir-akhir ini meningkat secara dramatis. Teh putih merupakan jenis teh yang diharapkan dapat dijadikan alternatif penanganan diabetes mellitus karena penggunaan obat antidiabetes oral sintetik sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala terkait dengan efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui LD50 dan tingkat keamanan ekstrak daun teh putih, serta pengaruhnya terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus. Uji toksisitas akut dilakukan pada mencit jantan dan betina galur DDY dengan dosis 1,25; 2,5; 5; dan 10 g/kg bb yang diberikan dalam dosis tunggal. Uji aktivitas antidiabetes dilakukan pada tikus Sprague Dawley jantan diabetes yang diinduksi streptozotocin-nikotinamid, melalui pemberian ekstrak daun teh putih dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb yang diberikan selama 14 hari. Hasil perhitungan diperoleh LD50 pada mencit jantan adalah 4,58 g/kg bb dan 2,73 g/kg bb untuk mencit betina. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak daun teh putih selama 14 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol negatif P.
ABSTRACT Diabetes mellitus DM is a major public health problem and its incidence has increased dramatically. White tea is a type of tea is expected to be used as an alternative in treatment of diabetes mellitus because of side effect of oral synthetic antidiabetic drugs. This study aims to determine LD50 and the level of safety of white tea leaf extract, and its effect on reducing blood glucose levels in diabetic rats. The acute oral toxicity study performed at dose 1,25 2,5 5 and 10 g kg bw of male and female DDY mice in single dose administration. Antidiabetic activity study of white tea extract was performed on diabetic Sprague Dawley male rats induced streptozotocin nicotinamide, at dose 50, 100 and 200 mg kg BW for 14 days. This studies showed that the oral LD50 of white tea extract is 4.58 g kg bw in male mice and 2.73 g kg bw for female mice. The administration of white tea leaves extracts for 14 days showed decreased blood glucose level significantly compared to negative control group P
2017
T49674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Tiarani
Abstrak :
Daun teh hijau Camellia sinensis L. mengandung senyawa polifenol katekin, dengan epigalokatekin galat EGCG sebagai katekin utama. Selain berfungsi sebagai antioksidan, EGCG juga merupakan penghambat tirosinase pada proses melanogenesis. EGCG bersifat hidrofil sehingga memiliki bioavailabilitas dan daya penetrasi kulit yang rendah. Pembawa berupa vesikel fitosom digunakan untuk meningkatkan penetrasi EGCG ke dalam kulit. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula fitosom ekstrak daun teh hijau yang optimum untuk meningkatkan jumlah EGCG terpenetrasi, serta membandingkan uji iritasi dan uji efikasi pencerah kulit antara krim fitosom dan non fitosom mengandung ekstrak daun teh hijau. Empat formula fitosom ekstrak daun teh hijau dengan variasi perbandingan konsentrasi EGCG dan rasio mol ekstrak-fosfolipid dilakukan untuk mendapatkan kandungan EGCG optimal dalam fitosom. Analisis jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi ke dalam kulit dilakukan dengan metode in vitro menggunakan sel difusi Franz. Uji iritasi kulit dilakukan dengan metode uji tempel tertutup tunggal selama 24 jam, sementara uji efikasi dilakukan pada 28 orang wanita yang memakai krim fitosom dan krim non fitosom ekstrak daun teh hijau selama 28 hari. Fitosom dengan kandungan EGCG 1 dan rasio mol ekstrak:fosfolipid 1:2 menunjukkan formula fitosom optimal dengan ukuran partikel sebesar 383,76 83,83 nm dmean volume, PDI sebesar 0,265 0,01, potensial zeta sebesar -48,933 1,002 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 72,32 0,20. Uji penetrasi in vitro dengan sel difusi Franz menunjukkan jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi dari krim fitosom yang lebih besar dibandingkan krim non fitosom, masing-masing berturut-turut sebesar 5,58 0,078 g/cm2 dan 3,92 0,003 g/cm2. Hasil uji iritasi kulit memperlihatkan bahwa krim fitosom ekstrak daun teh hijau tidak menimbulkan iritasi. Hasil uji efikasi menggunakan uji-t menunjukkan penurunan indeks melanin kulit yang signifikan secara statistik p = 0,00, dimulai saat 14 hari pemakaian krim fitosom dan krim non fitosom ekstrak daun teh hijau. Tidak ada perbedaan bermakna dalam penurunan indeks melanin kulit yang ditemukan antara krim fitosom maupun krim non fitosom ekstrak daun teh hijau p > 0,05. Ekstrak daun teh hijau yang mengandung EGCG bermanfaat untuk mencerahkan kulit dan pembawa vesikel fitosom dapat meningkatkan kandungan EGCG yang terpenetrasi ke kulit.
Green tea leaves Camellia sinensis L. mainly contains catechin flavonoid, with epigallocatechin gallate as the major catechin compound. In addition to acting as an antioxidant, EGCG also inhibits tyrosinase in melanogenesis. EGCG has a hydrophilic characteristic that leads to low skin penetration and bioavailability. Carrier like phytosomal vesicle could be used for enhancing skin penetration of EGCG. The aim of this study was to achieve an optimal formula of green tea leaves extract loaded phytosome in order to increase the amount of entrapped EGCG in the phytosomal vehicle, as well as comparison of the skin irritation and skin lightening efficacy between two cream preparations containing unmodified green tea leaves rsquo extract and green tea leaves rsquo extract incorporated in phytosome GTE PC. Four formulas of phytosome were investigated based on variation in the content of EGCG and molar ratio of extract phospholipid to obtain the optimum content of loaded EGCG. The analysis of cumulative amount of EGCG penetrated into the skin was conducted by in vitro method using Franz diffusion cell. The skin irritation test was carried out by single application closed patch method for 24 hours, while the efficacy test was performed on 28 women, applying phytosome cream of green tea leaves rsquo extract for 28 days, and then compared to cream of green tea leaves rsquo extract. Phytosome containing 1 of EGCG content and molar ratio of extract phospholipid 1 2 was found to be the most favorable formula with the finest characteristic amongst other on particle size 383.76 83.83 nm dmean volume, poly dispersity index 0.265 0.01, zeta potential 48.933 1.002 mV, and entrapment efficiency 72.32 0.20. The in vitro analysis by Franz diffusion cell of phytosome cream and unmodified cream of green tea leaves rsquo extract showed higher cumulative amount of penetrated EGCG in phytosome cream than unmodified cream, 5.58 0.078 g cm2 to 3.92 0,003 g cm2, respectively. The skin irritation result using closed patch method demonstrated that phytosome cream did not induce any skin irritation. The efficacy result using a t test analysis indicated a statistically significant reduction of skin melanin index p 0.00, which began to appear after 14 days of use. No statistically significant difference on skin melanin index decrease found between phytosome cream and the conventional one p 0.05. Thus, green tea leaves rsquo extract contained EGCG has a benefit as skin lightening compound and a phytosomal vesicle carrier could enhance the penetrated extent of EGCG into the skin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T49388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goldie Aisha Wirarti
Abstrak :
ABSTRAK
Sediaan nanovesikel transdermal telah banyak digunakan untuk penghantaran obat dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat adalah daun teh hijau. Manfaat daun teh hijau dapat digunakan untuk menjaga kesehatan dan kosmetik. Epigalokatekin galat (EGCG) yang merupakan kandungan terbesar daun teh hijau bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan penetrasinya menggunakan nanovesikel lipid, yaitu etosom. Selain itu, etosom juga dapat meningkatkan stabilitas dari EGCG. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula etosom dengan karakteristik terbaik. Etosom diformulasikan dengan konsentrasi zat aktif yang berbeda; yaitu setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5% (F2), dan 2% (F3). Berdasarkan hasil karakterisasi dipilih F1 yang memiliki hasil karakterisasi terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Dmean volume 90,53 ± 0,32 nm, indeks polidispersitas 0,05 ± 0,00, potensial zeta -62,6 ± 5,05 mV, dan persentase obat terjerap paling tinggi (54,39 ± 0,03 %). Kemudian F1 tersebut dibuat menjadi gel etosom dan gel ekstrak tanpa dibuat etosom sebagai kontrol untuk dilakukan uji penetrasi menggunakan sel difusi Franz. Jumlah kumulatif EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel etosom dan gel ekstrak adalah 1364,28 ± 56,32 μg/ cm2 dan 490,17 ± 2,60 μg/ cm2. Dengan nilai fluks dari gel etosom dan gel ekstrak adalah 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.jam-1 dan 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.jam-1. Waktu tunggu yang dibutuhkan sediaan gel etosom dan gel ekstrak untuk berpenetrasi adalah 1,71± 0,05 dan 14,25 ± 0,03 jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gel etosom yang dibuat dari F1 dapat meningkatkan jumlah EGCG yang terpenetrasi.
ABSTRACT
Transdermal nanovesicles dosage forms have been widely used for natural products delivery. One of the natural products that has many benefits is green tea leaves. Benefits of green tea leaves can be used to maintain health and cosmetics. Epigallocatechin gallat (EGCG) which is the largest content of green tea leaves is hydrophilic. Therefore, the need to improve its penetration using lipid nanovesicle, namely ethosome is needed. In addition, ethosome can also improve the stability of EGCG. This study aims to get the formula of etosom with the best characteristic. Etosom were formulated with different concentrations, equal to 1% (F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) of EGCG. Based on the results, F1 has the best characterization results with spherical morphology, Dmean volume value at 90,53 ± 0,32 nm, 0,05 ± 0,00 of polydispersity index, zeta potential at -62.6 ± 5, 05 mV, and the highest percentage of drug entrapped (54.39 ± 0.03 %). Then the F1 is made into a gel etosom and extract gel that is made without etosom as control to do a penetration test using Franz diffusion cells. The cumulative amount of EGCG penetrated for ethosomal gel and and extract gel were 1364,28 ± 56,32 μg/ cm2 and 490,17 ± 2,60 μg/ cm2, respectively. With a flux value of ethosomal gel and extract gel were 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.hour-1 and 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.hour-1, respectively. The lag time required for etosom gel preparation and gel extracts to penetrate was 1.71 ± 0.05 and 14.25 ± 0.03 hours. Based on these results it can be concluded that the ethosomal gel made from F1 can increase the amount of EGCG that was penetrated.
2016
S65740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Farhana
Abstrak :
Fitosom adalah nanovesikel yang menggabungkan ekstrak tanaman dan fosfolipid untuk menghasilkan kompleks yang lebih larut dalam lemak dan memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding dengan ekstrak herbal dalam penetrasi dan absorbsinya menembus kulit dan membran lipid bilayer usus. Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol dalam jumlah besar yaitu berupa epigalokatekin galat EGCG . Namun, EGCG terlalu polar untuk dapat menembus membran lipid bilayer usus dan tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH. Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan mikrosfer fitosom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan stabilitas vesikel fitosom. Pada penelitian ini fitosom diformulasikan dengan ekstrak yang memiliki konsentrasi setara 3 EGCG, dan konsentrasi lipoid yang berbeda yaitu sebesar 2 F1 ; 3,5 F2 ; dan 4 F3 . Fitosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom selanjutnya diformulasikan menjadi sediaan mikrosfer menggunakan maltodekstrin dan gum arab dan kontrol berupa serbuk fitosom tanpa maltodekstrin dan gum arab. Hasil pengujian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula terbaik dan menjadi formula yang digunakan untuk pembuatan mikrosfer karena memiliki bentuk yang sferis, Dmean volume 42,58 nm, indeks polidispersitas 0,276, potensial zeta 48,2 1,78 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 50,61 0,93 . Mikrosfer fitosom ekstrak daun teh hijau yang terbentuk memiliki jumlah pelepasan EGCG kumulatif sebesar 85,21 pada jam ke-4. Hasil uji stabilitas fisikokimia kedua sediaan menunjukan sediaan yang stabil secara fisikokimia melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, kadar air, dan aktivitas antioksidan yang dilakukan selama 6 minggu pada berbagai suhu. ......Phytosome is a nanovesicle that combines plant extracts and phospholipids to produce more soluble fat complex and provide better penetration and absorption. The green tea leaves extract has an abundant amount of polyphenol containing Epigallocatechin gallate EGCG . However, its penetration and absorption properties are poor due to its high polarity, and it is unstable to heat, light, and pH. The purpose of this research was to formulate and produce a phytosome loaded microsphere of green tea leaves extract with good physicochemical properties so it can improve the stability of phytosome. In this research, phytosome were formulated with green tea leaves extract equal to 3 of EGCG, and different concentrations of lipoid, i.e. 2 F1 3.5 F2 dan 4 F3 . Phytosome was made using thin layer hydration method. Then, the selected phytosome was formulated into a microsphere using maltodextrin and gum arabic, and a control in form of spray dried phytosome without maltodextrin and gum arabic. The result showed that F3 was the best formula with spherical shape, Dmean volume 42.58 nm, polydispersity index 0.276, zeta potential 48.2 1.78 mV, and entrapment efficiency 50.61 0.93 . Total cumulative amount of EGCG after 4 hour dissolution test was 85,21 . Furthermore, it shows a good physicochemical stability through organoleptic, water content, and physicochemical properties study which are conducted for 6 weeks at various temperatures.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanetha Inees Merdekawati
Abstrak :
Daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze merupakan salah satu bahan alam yang mudah ditemukan dan memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. EGCG epigalokatekingalat merupakan senyawa dengan kandungan terbesar dari daun teh hijau yang memiliki aktifitas antioksidan yang sangat poten untuk tubuh, namun memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit yang rendah karena sifatnya yang sangat hidrofilik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau dengan memformulasikannya kedalam sebuah sistem pembawa obat etosom yang selanjutnya dimasukkan kedalam formulasi sediaan krim. Etosom di formulasikan dengan konsentrasi etanol yang berbeda yaitu dengan kadar 25 F1 ; 30 F2 ; dan 35 F3 . Selanjutnya, formula etosom dengan karakterisasi terbaik diformulasikan ke dalam sediaan krim. Krim ekstrak daun teh hijau tanpa etosom dibuat sebagai kontrol. Setelah itu, dilakukan uji penetrasi krim etosom dan krim ekstrak tanpa etosom menggunakan sel difusi Franz untuk melihat profil penetrasi dari sediaan tersebut. Berdasarkan hasil karakterisasi yang didapatkan, F3 memiliki karakteristik terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Z-Average 73,01 nm; indeks polidispersitas 0,255; potensial zeta -47,77 3,93 mV, dan efisiensi penjerapan obat yang paling tinggi 49,46 0,62 . Krim etosom yang dihasilkan memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 905,75 49,47 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 10 jam sebesar 25,22 12,68 g.cm-2/jam serta pada fase 2 10 ndash; 24 jam sebesar 40,96 5,56 g.cm-2/jam sedangkan krim ekstrak tanpa etosom memiliki jumlah kumulatif EGCG terpenetrasi sebesar 413,92 52,83 g/cm2 dan fluks pada fase 1 0 ndash; 12 jam sebesar 19,05 1,57 g.cm-2/jam serta pada fase 2 12 ndash; 24 jam sebesar 12,66 1,45 g.cm-2/jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim etosom mempunyai penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan krim ekstrak biasa dan etosom dapat meningkatkan kemampuan penetrasi EGCG dalam ekstrak daun teh hijau. ......Green tea leaves Camellia sinensis L. Kuntze is one of the natural ingredients that are easy to find and have many benefits for health. EGCG epigallocathechin gallat is the largest content of green tea leaves that have a potent antioxidant activity for the body, but has a low penetration capability in the skin due to its very hydrophilic characteristic. This study aimed to increase the skin penetration of EGCG in greentea leaves extract by incorporate it into ethosomal system as vehicle and generally applied into cream preparations. Ethosomes were formulated with different ethanol concentration that are 25 F1 30 F2 And 35 F3 . After that, ethosom with the best characteristic is formulated into cream preparations. Extract cream non ethosom was made as control. Thereafter, penetration test was performed using Franz diffusion cells to see the penetration profile of ethosomal cream and extract cream non ethosom. Based on the result, F3 had the best characteristic with spherical morphology, Z Average value at 73.01 nm polydispersity index at 0,255 zeta potential at 47.77 3.93 mV, and the highest percentage of drug entrapped efficiency 49.46 0.62 . Total cumulative amount of EGCG penetrated from ethosomal cream was 905.75 49.47 g cm2 with flux value on 1st phase 0 10 hours was 25,22 12,68 g.cm 2 hour and 2nd phase 10 24 hours was 40,96 5,56 g.cm 2 hours while total cumulative amount of EGCG penetrated from extract cream was 413.92 52,83 g cm2 with flux value on 1st phase 0 12 hours was 19,05 1,57 g.cm 2 hour and 2nd phase 12 24 hours was 12,66 1,45 g.cm 2 hours. Based on these result, can be concluded that the ethosomal cream had better penetration compared with the extract cream and ethosomal system could increase the skin penetration capability of EGCG in greentea leaf extract.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Desviyanti Ardi
Abstrak :
Transetosom merupakan salah satu sistem vesikular lipid yang dapat memudahkan penetrasi obat melalui kulit. Penggunaan transetosom dapat diformulakan untuk menjerap zat aktif kimia maupun herbal, salah satunya yaitu katekin pada ekstrak daun teh hijau Camellia sinensis L. Kuntze . Pada penelitian ini, epigalokatekin galat EGCG digunakan sebagai penanda analisis karena merupakan komponen utama dari katekin yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi serta diketahui memiliki penetrasi dan absorbsi yang rendah melalui kulit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formula krim transetosom yang mampu meningkatkan penetrasi zat aktif dari ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. Pada pembuatan transetosom, digunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula dengan variasi konsentrasi Span 80 dan etanol yang digunakan. Transetosom selajutnya dikarakterisasi morfologinya menggunakan Transmission Electron Microscopy TEM , ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan Particle Size Analizer PSA , dan dilakukan pengujian efisiensi penjerapan. Hasil menunjukkan transetosom F2 yang mengandung ekstrak daun teh hijau setara 3 EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 dan etanol 95 30 memiliki karakteristik terbaik yaitu berbentuk sferis, ukuran partikel 35,35 nm, indeks polidispersitas 0,319, potensial zeta -29,97 3,05 dan efisiensi penjerapan 45,26 8,15 . Uji penetrasi sediaan secara in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus betina galur Sprague Dawley sebagai membran. Krim transetosom memiliki fluks sebesar 60,56 4,52 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 23,13 1,38 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Krim non transetosom memiliki laju penetrasi sebesar 25,69 0,83 g.cm-2.jam-1 pada fase 1 dan 7,36 1,59 g.cm-2.jam-1 pada fase 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah transetosom dapat meningkatkan penetrasi ekstrak daun teh hijau ke dalam kulit. ......Transethosome is a lipid vesicle system that can enhance drug rsquo s penetration through the skin. Transethosome can be used to entrap the chemical compound or natural ingredients, one of the natural ingredients is catechin from green tea leaves extract Camellia sinensis L. Kuntze . In this study, epigallocatechin gallate EGCG used as a marker analysis because EGCG is one of the most dominant catechin compounds that has potent antioxidant activity and also has a weak penetration and absorption through the skin. The aim of this study were to formulate transethosome cream that can increase the penetration of green tea leaves extract through the skin. Transethosome were made by using thin layer hydration method in three formulation with variation concentration of Span 80 and ethanol. Transethosome characterized by morphology using Transmission Electron Microscopy TEM , particle size, polidispersity index and zeta potential by Particle Size Analizer PSA , and entrapment efficiency. The result showed transethosome F2 that contains green tea extract equal to 3 of EGCG, Lipoid P30 4 , Span 80 0,75 and ethanol 95 30 had the best characteristic, which had a spherical shape, particle size 35,35 nm, polidispersity index 0,319, zeta potential 29,97 3,05 mV and entrapment efficiency 45,26 8,15 . Penetration test of creams performed using in vitro Franz diffusion cell with the skin of female Sprague Dawley rats as a membrane. Transethosome cream had a flux of 60,56 4,52 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 23,13 1,38 g.cm 2.hour 1 at the second phase. Non transethosome cream had a flux of 25,69 0,83 g.cm 2.hour 1 at the first phase and 7,36 1,59 g.cm 2.hour 1 at the second phase. The conclusion is transethosome can increase green tea leaves extract penetration through the skin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>