Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"Sejak VOC menguasai wilayah Hindia Timur, banyak masalah tidak pernah ditangani secara tuntas oleh pemerintah. Masalah-masalah itu antara lain pemberantasan korupsi, penyuapan kepada penguasa dengan dalih pemberian hadiah, atau penyelewengan lain yang merugikan pemerintah. Masalah itu seakan telah mengakar dan "membudaya", sehingga sulit untuk diatasi. Upaya mengatasi penyelewengan itu pernah dilakukan. Namun, sejak kapan upaya untuk mengatasi masalah-masalah itu pernah dilakukan, merupakan pertanyaan yang dapat dijawab oleh sejarawan, khususnya yang mempelajari sejarah kolonial.
Berkaitan dengan upaya menertibkan sistem administrasi pemerintahan pada masa kolonial, diketahui bahwa pembenahan itu pernah dilakukan dan dimulai pertama kali oleh Gubemur Jenderal Herman Willem Daendels (selanjutnya disebut Daendels) yang menjabat Gubernur Jenderal di wilayah koloni Hindia Timur dari tanggal 14 Januari 1808 hingga 16 Mei 1811 (3 tahun 4 bulan). Daendels melakukan upaya itu dalam rangka melaksanakan perintah yang diberikan oleh Napoleon Bonaparte kepadanya, yang saat itu menguasai Belanda.
Daendels disebut sebagai "orang asing" oleh orang Eropa yang bertugas di Batavia. Hal ini disebabkan karena sebelum kedatangannya di Jawa, ia belum pemah bekerja atau bahkan belum pernah mengunjungi wilayah koloni ini. Daendels tidak memiliki pengalaman karir kolonial. Padahal, telah menjadi kebiasaan di koloni Hindia Timur, yang menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Timur adalah para pejabat Eropa yang telah bertugas di wilayah ini, khususnya kelompok penguasa di Batavia. Mereka itu biasanya menjadi sumber bakal calon Gubernur Jenderal dan Gubernur.
Selain disebut sebagai "orang asing", Daendels juga disebut sebagai seorang "revolusioner" oleh para sejarawan. Sebutan itu diberikan kepadanya karena sebelum ditugaskan menjadi Gubernur Jenderal, ia menjadi bagian dari penganut paham Revolusi Prancis yang sangat dikaguminya. Ia adalah pemimpin patriot, bahkan bersama dengan pasukan Prancis, ia menyerbu Belanda dan berhasil menggulingkan Republik Belanda Bersatu (Republiek der Verenigde Nederlanden) yang dianggap bersekutu dengan pihak Inggris dan Prusia Daendels juga membantu upaya Prancis dalam mendirikan Republik Bataf di Belanda (Ong Hok Ham 1991:107)
Ong Hok Ham juga menyatakan bahwa Republik Bataf memiliki ciri pemerintahan yang sentralistis dan birokratis. Dikatakan sentralistis karena semua hal yang berkaitan dengan kenegaraan diatur oleh pusat, sementara disebut birokratis karena pemerintahan dijalankan oleh pegawai pemerintah yang memiliki hirarki dan jenjang jabatan. Dengan pemerintahan seperti ini, Belanda dan Prancis dianggap sebagai dua negara pertama di Eropa yang menerapkan birokrasi modern. Belanda meniru Republik Prancis yang baru, khususnya setelah kemenangan kelompok Unitaris, yang menggunakan sistem pemerintahan yang sentralistis dan demokratis.
Pada tahun 1806, Republik Bataf dibubarkan. Sebagai gantinya, didirikan pemerintahan kerajaan di bawah kekuasaan Raja Belanda Louis Napoleon, adik kandung Napoleon Bonaparte. Ia menjadi Raja Belanda dari tahun 1806 hingga 1810. Setelah penandatangan kesepakatan Rembouillet (Juli 1810), negara Belanda dijadikan bagian dari kekaisaran Prancis di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte.
Konflik antara Prancis dan Inggris tidak dapat dilepaskan dari sejarah kedua bangsa Eropa itu. Konflik yang sering diikuti dengan perang bermula dari abad XIV, sejak Prancis diperintah oleh raja Charles VII (1403-1461). Konflik antardua negara ini terus berlangsung sarnpai masa Napoleon Bonaparte berkuasa. Bahkan hingga akhir abad XX, hubungan kedua negara itu masih sering menemui kendala. Oleh karena itu, untuk memahami pembenahan yang dilakukan oleh Daendels dan kebijakannya di Hindia Timur dari tahun 1808-1811 hal itu hanya bisa dipahami dalam konteks sejarah Eropa pada awal abad MX."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
D544
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
"ABSTRAK
Dalam kajian ini telah dilakukan pembahasan mengenai kebijakan Gubernur Jenderal Daendels selama menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Jawa tahun 1808-1811. Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini. Untuk menjawab permasalahan pertama penelitian ini, yakni adakah kaitan antara sistem pemerintahan Napoleon Bonaparte dan pemerintahan Daendels di Jawa, berdasarkan penelitian arsip dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan yang erat"
2005
D1593
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2019
959.802 HIS d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Janitra Wardhana
"Makalah ini menjelaskan kaitan antara Revolusi Perancis dengan kedatangan Daendels ke Jawa. Daendels menerapkan sistem sentralisasi pemerintahan di Jawa. Beberapa kebijakan Daendels yang diterapkan adalah pengubahan hubungan horizontal menjadi hubungan vertikal, antara raja penguasa dengan pemerintahan Belanda khususnya dengan Daendels; pemindahan ibukota; pembagian daerah di Jawa serta pembangunan De Grote Postweg. Kebijakan Sentralisasi pemerintahan ini memberikan dampak positif maupun negatif.
This paper explains the link between the French Revolution with Daendels 39 arrival to Java. Daendels implemented centralized system of govermment in Java. Some policies implemented by Daendels were changing the horizontal relationship into a vertical relationship between teh king and the Dutch goverment, especially with Daendels the displacement of capital city the division of areas in Java as well the construction of De Grote Postweg. Centralized policy of this goverment give positive or negative impacts."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rousan Ilmy Hustamely
"Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai sebuah bangunan yang terasa memiliki suatu pengaruh kuasa terhadap lingkungan sekitarnya, seperti yang dapat kita temui pada monumen dan istana. Hal ini menjelaskan bahwa dalam arsitektur, kuasa dapat hadir melalui bentuk-bentuk dan elemen-elemen tertentu yang ada pada sebuah bangunan. Mengetahui bagaimana hubungan antara arsitektur dengan kuasa merupakan tujuan dari skripsi ini. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan studi berbagai referensi terkait representasi kuasa melalui bentuk simbolis, dengan studi kasus Istana Daendels di Weltevreden, Batavia. Gaya Empire pada bangunan tersebut akan dianalisis sebagai suatu bentuk simbolis dalam merepresentasikan kekuasaan Belanda-Perancis di Batavia pada masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels di awal abad ke 19. Bagaimana sebuah karya arsitektur dapat menjadi simbol kekuasaan, elemen arsitektur apa saja yang dapat menunjukan kuasa pada sebuah bangunan, dan bagaimana peran bentuk simbolis dalam merepresentasikan kuasa tersebut; dengan mengkaitkannya dengan teori mengenai kuasa dan simbol, kemudian akan dianalisis dan ditarik kesimpulan mengenai bagaimana hubungan antara arsitektur dengan kekuasaan.

Sometimes, we encounter a building that emits the sense of power over its surrounding environment, such as monuments and palaces. It explains that in architecture, power can be presented through some forms and certain elements of a building. The objective of this work is to know how the relations between architecture and power. The study is conducted by literature reviews about power representation through symbolic forms, with a case study of Daendels Palace in Weltevreden, Batavia. Empire style of the building will be analyzed as a symbolic form in representing the Dutch-French authority in Batavia at the reign of Governor General Herman Willem Daendels in the early 19th century. How an architectural work can be a symbol of power, what architectural element that can demonstrate power in a building, and how the role of symbolic form in representing the power; by linking with the theories about power and symbol, will then be analyzed and drawn a conclusion about how the relationship between architecture and power.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Anggari Harapan
"Disertasi ini membahas perkembangan konflik dan polarisasi politik Eropa pada awal abad XIX pasca Revolusi Prancis 1789 yang berimbas ke wilayah Hindia Timur, koloni Belanda, sekutu terkuat Prancis. Perseteruan kedua kubu berujung pada Perang-perang Koalisi yang meminta banyak korban. Traktat Amiens yang ditandatangani pada tahun 1802 merupakan upaya untuk mewujudkan perdamaian di Eropa. Traktat ini berisi kesepakatan penguasaan atas wilayah pihak-pihak yang berseteru, termasuk Hindia Timur sebagai wilayah koloni Belanda yang terbawa ikut dalam perseteruan antara Prancis-Belanda dan Inggris. Namun perang pecah kembali, sehingga Prancis dan Belanda berupaya untuk mempertahankan Hindia Timur dari serangan Inggris sementara Inggris berusaha untuk merebut Hindia Timur agar posisinya di Asia aman dari ancaman Prancis dan Belanda. Daendels pun dikirim ke wilayah koloni dengan tugas pokok mengamankan Jawa dari serangan Inggris. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi di Hindia Timur tidak terlepas dari situasi yang berkembang di Eropa, meskipun kemudian tampuk pimpinan dialihkan kepada Janssens yang akhirnya menyerah kepada Inggris tujuh bulan kemudian

This dissertation analyzes the development of conflicts and political polarization in early 19th Europe and its impact of this development on the Dutch colony, the East Indies. France and Great Britain were involved in conflict following the French Revolution in 1789 and declared war against each other. The Dutch Republic sympathized with France and became its strongest ally. The warring countries tried to make peace in the form of the Treaty of Amiens in 1802. The agreement covered a wide territory in Europe, Asia and America, including the East Indies. When war broke out again between France and Great Britain, Daendels was sent to the colony to defend it from the British. But after just three years he was called back to Europe and succeeded by Janssens who nullified Daendels rsquo; earlier efforts to defend Java and his own efforts when it fell to the British seven months later."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2487
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library