Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Infusia Damayanti
Abstrak :
Mata uang Rupiah (IDR) mengalami ketidakstabilan nilai tukar terhadap mata uang Dolar AS (USD) selama satu dekade terakhir. Perubahan tersebut telah mempengaruhi keadaan keuangan PT XYZ yang sebagian besar kewajibannya adalah dalam USD sedangkan sebagian besar pendapatan usahanya dalam IDR. Untuk memenuhi kewajibannya dalam USD dan sekaligus mengelola fluktuasi nilai tukar, PT XYZ melakukan lindung nilai dengan cara melakukan transaksi derivatif yang salah satunya adalah opsi mata uang. Suatu Opsi dapat dinilai menggunakan model Garman-Kohlhagen yang merupakan pengembangan model Black-Scholes. Dengan melakukan perhitungan Opsi mata uang mengunakan model tersebut, PT XYZ dapat melakukan penilaian atas nilai kontrak Opsi yang dimiliki saat ini. Dalam tesis ini dijelaskan lebih lanjut mengenai proses penilaian atas kontrak Opsi PT XYZ menggunakan model Garman-Kohlhagen. Dengan menggunakan model Garman-Kohlhagen, hasilnya adalah nilai kontrak Opsi PT XYZ dengan pihak ABC adalah sebesar USD11,961,628 dan jika dibandingkan dengan premi yang harus dibayar oleh PT XYZ sebesar USD9,500,000 maka kontrak Opsi tersebut 25.91% lebih murah. Nilai kontrak Opsi dengan pihak DEF adalah masing-masing sebesar USD3,077,236, USD3,014,418, USD4,304,332 dan jika dibandingkan nilai sekarang dari premi yang harus dibayar masing-masing sebesar USD2,252,946, USD7,658,350, USD4,521,879, maka kontrak Opsi tersebut masing-masing 36.59% lebih murah, 60.64% lebih mahal, 4.81% lebih mahal. Nilai kontrak Opsi dengan pihak GHI adalah sebesar USD4,363,843 dan jika dibandingkan dengan nilai sekarang dari premi yang harus dibayar sebesar USD4,347,124 maka kontrak Opsi tersebut 0.38% lebih murah.
Within the past decade, the Indonesian Rupiah (IDR) has been subjected to currency exchange volatility particularly towards US Dollars (USD). This condition has been affecting PT XYZ financials as most of the Company?s obligations are denominated in USD, while its revenue denominated in IDR. In meeting its USD obligations and at the same time managing the currency exchange volatility, PT XYZ hedges its USD denominated obligations (exposure) through derivative transactions which includes currency option. An option can be valued using the Garman-Kohlhagen (G-K) model which essentially is an extension of the Black-Scholes model. By using G-K model, PT XYZ is enabled to value its current portfolio of currency option. This thesis will explain further the process of evaluating the value of PT XYZ?s portfolio currency options using G-K model. By using Garman-Kohlhagen model, the value of option contract with ABC amounted to USD11,961,628 which means that the option contract is underpriced by 25.91% when compared to the premium paid of USD 9,500,000. The value of option contracts with DEF are respectively USD3,077,236, USD3,014,418, and USD4,304,332, which means that the option contracts are respectively 36.59% underpriced, 60.64% overpriced, and 4.81% overpriced when compared to the present value of premiums paid of respectively USD2,252,946, USD7,658,350, and USD4,521,879. The value of option contract with GHI amounted to USD4,363,843 which means that the option contract is underpriced by 0.38% when compared to the present value of premium paid of USD4,347,124.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T27301
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Delivanis, Dimitrios
Bloomington: Indiana University, [date of publication not identified]
332.494 95 DEL g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London : George Allen & Unwin, 1956
332.401 AME r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Susanto Pratomo
Abstrak :
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan hukum primier, sekunder dan tersier, termasuk hasil wawancara dengan nara sumber. Adapun fokus penelitian terutama pada permasalahan mengenai perlu tidaknya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus tentang mata uang dan pokok-pokok materinya. Adapun pokok-pokok materinya merupakan unifikasi dan penyempurnaan ketentuan mata uang yang saat ini berlaku, sepeti pengaturan ciri minimal uang; pengeluaran uang khusus; pembatasan uang logam sebagai legal tender; kewenangan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang termasuk mencetak uang rupiah; kewajiban layanan penukaran uang oleh bank umum kepada masyarakat; perlindungan hukum atas penggunaan desain uang; pembentukan pusat data dan analisa uang palsu; dan ketentuan pidana terkait dengan kejahatan uang rupiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai pelaksanaan dari amanat amandemen UUD 1945 dan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia terdapat semangat untuk melakukan unifikasi terhadap pengaturan mata uang dalam suatu undang-undang tersendiri. ......This thesis is written using a normative legal research method using primary, secondary and tertiary legal materials and including the results of interviews with resources persons. The research is focused primarily on the neccessity for Indonesia to have a specific currency regulation and the main points of its regulation material. The research shows that as mandated in the amendment of the 1945's Constitution of Republic of Indonesia and the amendment of Bank Indonesia Act, there is a spirit to legislate the unification of the currency regulatins that currently apply, such as the minimum arrangement of currency characteristic; the issuance of commemorative coins/banknotes; the limitation of coin-made-payment as legal tender; the authority of Bank Indonesia in the field of currency circulation, including Indonesian Rupiah; the obligation to exchange rupiah as a service from commercial banks to the public; legal protection of Rupiah designs; establishment of counterfeit data and analysis center regarding to currency crimes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26776
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa Aulia Falianty
Abstrak :
Pembentukan suatu currency union adalah tahap terakhir dari langkah kebijakan menuju integrasi regional. Currency union biasa didefinisikan sebagai suatu area di mana mata uang tunggal beredar. Perdebatan mengenai adopsi dari common currency oleh negara-negara anggota ASEAN mulai bermunculan terutama sejak terjadinya krisis Asia 1997 dan setelah Euro menjadi kenyataan pada awal tahun 1999 dan tetap bertahan dengan baik sampai sekarang. Keinginan untuk membentuk currency union di Asia Timur dan ASEAN juga dipicu oleh semakin meningkatnya integrasi dalam perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA). Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kemungkinan pembentukan currency union di ASEAN. Penelitian mengenai currency union pada umumnya dibagi menjaji tiga bagian besar, yaitu kemungkinan pembentukan dilihat dari beberapa prasyarat pembentukan currency union (properti dari Optimum Currency Area), penghitungan Indeks Optimum Currency Area (OCA Index), dan endogeneitas dari indikator OCA. Disertasi ini merupakan studi komprehensif dari ketiga bagian besar penelitian pembentukan currency union di ASEAN tersebut. Hasil studi mengenai prasyarat pembentukan currency union (indikator OCA) menunjukkan bahwa negara yang optimal membentuk currency union adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Baik dengan menggunakan metode pairwise maupun dengan menggunakan metode clustering didapatkan kesimpulan yang sama bahwa tidak semua negara anggota ASEAN-5 optimal dalam membentuk currency union. Hanya tiga negara anggota ASEAN-5 yang optimal membentuk currency union, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. Perhitungan indeks OCA juga menunjukkan hasil yang konsisten bahwa Singapura, Malaysia, dan Thailand layak untuk membentuk currency union karcna mcmiliki indeks OCA yang terendah. Dua prasyarat OCA yang penling adalah korelasi shocks yang positif dan upah yang fleksibel. Dua prasyarat tersebut dibutuhkan sebagai konsekuensi dari currency union di mana nilai tukar antar negara anggota bersifat fixed. Dalam studi mengenai andogeneitas shocks dan upah menjadi variabel endogen. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan evidence bahwa terdapat endogeneitas dari czsynnnetric shocks sebagai prasyarat pembentukan currency union. Peningkatan dalam infra-industry trade dapat menurunkan asymmetric shocks di antara negara anggota. Sedangkan untuk upah ditemukan weak evidence bahwa terdapat endogeneitas dari upah sebagai prasyarat pembentukan currency union. Upah menjadi lebih prosiklus pada rezim nilai tukar yang lebih fixed. Dengan ditemukannya evidence mengenai adanya endogeneitas dari asymmerric shocks maka terdapat harapan bagi pembentukan currency union untuk negara ASEAN-5. Negara ASEAN-5 perlu melakukan koordinasi dalam kebijakan ekonomi untuk lebih meningkatkan konvergensi dari perekonomiannya agar tercipta siklus bisnis yang lebih sinkron dan menurunkan asymmetric shocks. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara anggota ASEAN-5. Peningkatan trade intensity yang disertai peningkatan intra-industry trade-lah yang akan menurunkan asymmetric shocks. Negara Singapura, Malaysia, dan Thailand bisa segera mempersiapkan diri dengan lebih serius ke arah pembentukan currency union di antara mereka karena mereka relatif lebih siap secara ekonomi dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya. Sedangkan untuk negara Indonesia dan Filipina, jika ingin bergabung dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand harus melakukan usaha yang lebih keras dalam rangka mencapai harmonisasi perekonomian dengan ketiga negara tersebut. Dengan memperbaiki kinerja ekonominya, diharapkan kedua negara dapat menurunkan OCA Index-nya dan meningkatkan benefit dari optimum currency area.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
D667
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa Aulia Falianty
Abstrak :
Pembentukan suatu currency union adalah tahap terakhir dari langkah kebijakan menuju integrasi regional. Currency union biasa didefinisikan sebagai suatu area di mana mata uang tunggal beredar. Perdebatan mengenai adopsi dari common currency oleh negara-negara anggota ASEAN mulai bermunculan terutama sejak terjadinya krisis Asia 1997 dan setelah Euro menjadi kenyataan pada awal tahun 1999 dan tetap bertahan dengan baik sampai sekarang. Keinginan untuk membentuk currency union di Asia Tintur dan ASEAN juga dipicu oleh semakin rneningkatnya integrasi dalam perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area (AFTA) Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kemungkinan pembentukan currency union dl ASEAN. Penelitian mengenai currency union pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu : kemungkinan pembentukan dilihat dari beberapa prasyarat pembentukan currency union (properti dari Optimum Currency Area), penghitungan indeks Optimum Currency Area (OCA index). dan endogeneitas dari indikator OCA. Paper ini akan memfokuskan pada studi empiris mengenai OCA index dari endogenitas dari prasyarat pembentukan currency union. Indikator-indikator OCA dapat menjadi endogen terhadap variabel -variabel lain. Hal ini disebut sebagai endogeneitas dan indikator- indlkator prasyarat pembentukan currency union. Asymmetric shocks sebagai salah satu indikator OCA endogen terhadap variabel perdagangan. Menurut Frankel dan Rose (1998), semakin tinggi level bilateral trade semakin besar korelasi siklus bisnis antar negara dan semakin kecil ketidaksimetrisan antar negara dalam menghadapi guncangan (sttocks). Menurut Fidrmuc (2001), konvergensl siklus bisnis terjadi melalui jalur intra industry trade. Dengan menggunakan Structural VAR dan Kalman Filler akan diteliti mengenai endogeneitas dari asymmetric shocks di ASEAN terhadap variabel perdangangan Kutman Filler akan digunakan vniuk menghitung time varying coorelation antara negara-negara anggota ASEAN. Filter ini menggambarkan bagaimana time path dari parameter model
2006
JEPI-VI-2-Jan2006-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Herman Sulistyo
Abstrak :
Hubungan dinamis antara pasar modal suatu negara dan pergerakan nilai tukar mata uang negara tersebut menjadi bahan studi yang menarik untuk diteliti. Topik tersebut menjadi makin menarik untuk diteliti setelah adanya krisis ekonomi yang dialarni oleh negara-negara di kawasan asia pasifik. Krisis tersebut diawali dengan jatuhnya mata uang baht thailand pada bulan agustus 1997, yang juga mengakibatkan runtuhnya pasar modal di negara tersebut, yang akhirnya menyebar ke negara-negara tetangganya sehingga mengakibatkan hampir semua negara di kawasan tersebut mengalami krisis moneter. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki dan menguji adanya hubungan kesetimbangan jangka pendek dan hubungan kesetimbangan jangka panjang (short run and long run equilibrium relationship) serta menyediakan bukti empiris terhadap hubungan Pasar Modal Indonesia dengan alat tukar rupiah terhadap beberapa mata uang negara-negara asia pasifik (USA, Jepang, Malaysia, dan Thailand) berkaitan dengan dampak krisis moneter. Pengujian hipotesis dilakukan dengan pendekatan unit root, cointegrasi, impulse response, variance decomposition, Vector Error Correction Model (VECM), dan Vector Auto Regressive (VAR). Fenomena krisis yang melanda di kawasan Asia Pasifik temyata ditanggapi secara berbeda oleh otoritas moneter di negara-negara tersebut. Respon yang diberikan pemerintah Indonesia dan Thailand umumnya seragam yaitu menerima kehadiran IMF, mengambangkan kurs mata uangnya (floating exchange rate) dan melepaskan batas kepemilikan bagi investor asing di pasar modal. Walaupun sesama anggota ASEAN, respon yang diberikan oleh otoritas moneter Malaysia temyata sangat bertolak belakang dengan kedua negara tetangganya tersebut. Kebijakan yang ditempuh malaysia adalah menolak kehadiran IMF, melakukan kontrol devisa, dan tetap mematok nilai tukar ringgit malaysia terhadap US dollar. Fenomena inilah yang menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai pergerakan kurs di kawasan ASEAN (atau Asia Pasifik bila melibatkan US dan Jepang) terutama dalarn merespon krisis ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan kekuatan ringgit malaysia dalam mempertahankan nilainya terhadap mata uang negara lain. Lebih jauh menunjukkan bahwa ringgit malaysia sudah mulai mampu menggerakkan pasar (seperti US dollar) khususnya di Asia Tenggara. PVECM di saat sebelum terjadi krisis menunjukkan adanya fenomena yang sangat menarik dimana hanya Dbaht (nilai tukar rupiah terhadap baht Thailand) dan Dusd (nilai tukar rupiah terhadap dollar US) yang menunjukkan pergerakan jangka pendek yang signifikan. Sedangkan variabel yang lain {Dihsg (indeks barga sabam gabungan indonesia), Dyen (nilai tukar rupiah terhadap yen Jepang), Dring (nilai tukar rupiah terhadap ringgit Malaysia) } sama sekali tidak menunjukkan pergerakan yang signifikan dalam jangka pendek. Hipotesis awal yang diajukan adalah bahwa pada masa sebelum krisis (5 januari 1996 - 8 Agustus 1997) , pergerakan mata uang baht Thailand sudah mempengaruhi ketidakseimbangan jangka pendek antar negara (Indonesia, Jepang, Malaysia), sedangkan mata uang yang lain tidak terlalu ekspansif dalam pergerakan antar negara (lebih banyak bergerak di dalam negeri). Lebih jauh penulis ingin mengatakan bahwa fenomena krisis yang diawali dari merosotnya nilai tukar baht Thailand terhadap US dollar Amerika kemungkinan sudah bisa diramalkan dari agresifnya baht thailand dalam mempengaruhi ketidakseimbangan jangka pendek antar negara. Apabila hipotesis ini temyata terbukti benar, maka model PVECM ini dapat digunakan sebagai `peringatan dini' terhadap krisis (preliminary warning system) untuk melihat kesetimbangan / ketidaksetimbangan suatu kawasan (antar negara). Dari test weak erogeneity menunjukkan hasil yang cukup konsisten dimana exchange rate menunjukkan hasil yang lebih kuat daripada pasar modal. Untuk ketiga periode yang dilakukan tes menunjukkan bahwa ihsg adalah weak exogen. Sedangkan usd dan ringgit Malaysia menunjukkan pengaruh yang dominan dalam memberikan kontribusi pada persamaan jangka panjang. Hal itu mendukung kesimpulan bahwa: exchange rate adalah leading indikator terhadap pasar modal. Dalam analisis ketidaksetimbangan jangka pendek (short-run disequilibrium relationship) menggunakan PVECM (Parsimonius Vector Error Correction Model) menunjukkan fenomena yang berbeda-beda tergantung dari periode pengamatan. Basil PVECM pada periode total menunjukkan adanya trivariate granger causality pada model antara Dusd, Dying dan Dbaht dengan arah dan besarnya koefisien regresi (magnitude of regression coefficients) yang jauh sangat berbeda. Adanya fenomena trivariate granger causality pada PVECM ini menimbulkan hipotesa (dugaan) penulis bahwa ada hubungan yang menarik antara mata uang ketiga negara tersebut sebagai dampak dari krisis moneter: Amanita sebagai faktor yang menggerakkan pasar (faktor yang sangat dominan dan merupakan negara donor utama IMF), Thailand sebagai negara yang tertnnpa krisis moneter pertama kali (negara yang rrienyebarkan `contagion effect' ke negara-negara tetangganya), menerima kehadiran IMF, menghapus kurs tetap, meliberalisasi pasar modalnya dan Malaysia sebagai negara yang berperilaku berbeda (menyimpang) dengan negara tetangga lainnya yaitu menolak kehadiran IMF, menerapkan kurs tetap dan kontrol devisa. Dalam ketidaksetimbangan jangka pendeknya, krisis yang melanda thailand segera menyebar (`contagion effect') dan mempengaruhi hubungannya dengan negara tetangganya (termasuk malaysia, indoonesia). Sedangkan aliran dana US dollar clan amerika ke IMF selanjutnya ke Thailand direspon oleh negara-negara di kawasan tersebut Sedangkan kebijakan otoritas moneter Malaysia yang berbeda dengan negara lain, direspon secara langsung oleh negara¬-negara di sekitarnya. Dan hipotesis tersebut menunjukkan bahwa suatu krisis, aliran dana, suatu inforrnasi, ataupun suatu sikap/kebijakan yang berbeda dari otoritas moneter dapat mempengaruhi kesetimbangan jangka pendek pada suatu kawasan. Apabila dianalisis lebih lanjut menunjukkan bahwa respon Dring Malaysia selalu berbeda (berlawanan arah) dengan gerakan yang dilakukan oleh Dusd. Hal ini menunjukkan bahwa Dying Malaysia selalu melawan pengaruh kebijakan yang dilakukan oleh Dusd Amerika. Analisis terhadap Dyen menunjukkan bahwa Dyen tidak punya pengaruh sama sekali dalam jangka pendek. Ada hipotesis yang diajukan penulis bahwa perekonomian Jepang sudah lama stagnant (memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah), sehingga mata uangnya =darting tidak menimbulkan gejolak dibandingkan mata uang negara lain. Sedangkan pergerakan jangka pendek ihsg adalah sangat kecil pengaruhnya (koefisien regresinya) bila dibandingkan nilai tukar mata uang negara lain.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Juwita Patty
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem pembayaran saat ini berkembang dengan cepat, mulai dari alat pembayaran konvensional seperti transfer tunai dan kartu kredit sampai kepada metode pembayaran baru yang berbasiskan internet, seperti bitcoin dan virtual currency lainnya. Bitcoin adalah serangkaian kode pemograman yang kemudian diamankan menggunakan kriptografi yang oleh komunitas tertentu digunakan sebagai alat pembayaran. Akan tetapi, sampai saat ini Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran belum bertindak tegas dalam mengatur bitcoin dan virtual currency lainnya. Walaupun sudah ada PBI Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, namun masih tetap dalam posisi grey area. Bank Indonesia saat ini masih mempelajari perkembangan dari bitcoin wait and see . Bitcoin dan virtual currency lainnya dapat diatur sebagai alat pembayaraan, sehingga PJSP termasuk bitcoin exchange diperbolehkan untuk memproses semua transaksi bitcoin dan virtual currency lainnya. Tujuan dari pengaturan tersebut, yaitu untuk mencegah bitcoin dan virtual currency lainnya digunakan dalam tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme oleh karena transaksinya yang bersifat pseudonymous. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana mengatur bitcoin dan virtual currency lainnya dengan memperbandingkan pada aturan yang berlaku di negara Amerika Serikat, Cina, dan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan comparative. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Kata Kunci: Bitcoin, virtual currency, peraturan
ABSTRACT
Currently, a payment method develops significantly, from conventional such as cash transfer and credit card to new technological innovations internet based payments, such as bitcoin and other virtual currencies. Bitcoin is a type of unregulated, digital money, which is issued and usually controlled by its developers, and used and accepted among the members of a specific virtual community as a payment. Bank Indonesia issued statement related to bitcoin and other virtual currency on 6 February 2014. In view of the Act No. 7 Year 2012 concerning Currency and Act No. 23 Year 1999 which has been amended several times, the latest with Act No. 6 Year 2009, Bank Indonesia stated that bitcoin and other virtual currency are not currency or legal payment instrument in Indonesia. Any risk associated with utilization of virtual currency shall be borne solely by the user. On 19 November 2016, Bank Indonesia issued PBI Number 18 40 PBI 2016 on the Implementation of Payment Transaction Processing ldquo Regulation rdquo . The regulation prohibits Payment System Service Providers to use virtual currency as a payment tool, and does not regulate activities such as bitcoin mining and trading. Those using bitcoin as a payment method become user rsquo s own risk. However, Bank Indonesia remains in grey area position. Bitcoin and other virtual currencies are potentially abused for terrorism financing and money laundering. Therefore, they need to be regulated comprehensively, bitcoin and other virtual currencies companies shall report to Bank Indonesia. The research will discuss how to regulate bitcoin and other virtual currencies compared to regulation in the United States, China, and Japan. Descriptive comparative studies and normative legal research will be used to construct a legal framework with a qualitative approach. Key Words Bitcoin, Virtual Currency, Regulation.
2018
T51066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novilia Tjhiayadi
Abstrak :
Tesis ini membahas pelaksanaan transaksi pertukaran mata uang asing (sharf) yang dilakukan dalam perbankan syariah di Indonesia berdasarkan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) serta peranan bank syariah dalam transaksi pertukaran mata uang asing (sharf) tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Pelaksanaan transaksi pertukaran mata uang asing (sharf) dalam perbankan syariah di Indonesia harus terbebas dari unsur riba, masyir, dan gharar; harus ada ijab-qabul; dilakukan secara tunai (bai' naqd); tidak boleh memberikan syarat; dan objek mata uang yang dipertukarkan harus sudah ada. Bank syariah termasuk didalamnya Bank Syariah Mandiri memiliki peranan yang berarti dalam transaksi pertukaran mata uang asing (sharf), yang diimplementasikan melalui produk jasa penukaran uang yang disediakan oleh bank tersebut, baik itu penukaran secara tunai ataupun melalui transfer.
This thesis contains a research output and conclusion of foreign exchange currencies transactions (sharf) in Indonesian sharia banking based on sharia principles, related official regulations, fatwa of Indonesian Nationwide Sharia Council (DSN) No. 28/DSN-MUI/III/2002 about Foreign Exchange (Al-Sharf) and role of sharia bank itself in those transactions where is uses qualitative approach and descriptive design to analyze all aspects of implementation. Those foreign exchange transactions in Indonesian sharia banking must be fulfill any implementation prerequisites such as physically available, free of riba, masyir, gharar and any added conditions, there is an ijab-qabul and must in form of cash transaction (bai' naqd). Conclusion of this research explains that Indonesian sharia banking, where including Bank Syariah Mandiri plays an important role in foreign exchange currencies transactions (Sharf) by provided foreign exchange service as their products, either in form of cash or by transfer.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27860
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Jee Lien
Abstrak :
Currency options adalah suatu kontrak yang terjadi antara pembeli dan penjual yang memberikan hak pada pembeli untuk menukarkan satu mata uang dengan mata uang lain pada harga yang telah ditentukan. Dalam skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan atas transaksi currency options, perlakuan akuntansi dan pemeriksaannya untuk memperkenalkan produk baru tersebut: Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan diskusi informal. Skripsi ini membahas jenis-jenis kontrak currency options, posisi ekonomis yang berlawanan atas pembeli dan penjual currency options, sifat options, perbandingan options dengan kontrak valuta asing lain, konsep-konsep premium, mekanisme transaksi currency options yang mencakup pihak yang terlibat dalam operasi, prosedur operasi, resiko-resiko, strategi yang dapat dilakukan bank, perlakuan akuntansi dan pemeriksaannya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>