Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Prihartini Endang Kusumastusti
"ABSTRAK
Berbagai penelitian akhir-akhir ini menunjukkan adanya korelasi antara budaya organisasi dengan tingkat capaian suatu perusahaan. Dengan demikian, usaha untuk mendalami lebih jauh tentang budaya organisasi menjadi semakin menarik dan relevan.
Hotel Ever Green (HEG) sebagai satu dari sejumlah hotel yang berkembang di Kawasan Puncak, sejak berdirinya pada tahun 1973, telah berupaya mengembangkan budaya organisasi yang mewujud dalam gaya kepemimpinan, situasi kepemimpinan dan iklim kerja dengan bercirikan asas sama rasa, sama kuasa dan sama rata. Walaupun demikian, dalam perkembangannya seiring dengan pergantian pucuk pimpinan, HEG telah menunjukkan adanya gejala penurunan kekuatan budaya organisasi. Berdasarkan fenomena ini, maka upaya meneliti, mengkaji, dan menganalisis berbagai hal yang berkaitan dengan perubahan tersebut, dan menelaah berbagai implikasinya bagi pencapaian organisasi/perusahaan menjadi penting. Empat masalah pokok yang dianalisis yaitu (1) bagaimana proses pembentukan budaya organisasi HEG, (2) apakah telah terjadi perubahan budaya organisasi di HEG, (3) apakah budaya organisasi di HEG sekarang ini melemah, dan (4) implikasi apa yang timbul dari keadaan budaya organisasi yang dimiliki saat ini.
Dengan penetapan responder sebanyak 58 orang yang dapat dirinci dalam dua kelompok yaitu kelompok responden kepemimpinan lama (30 orang) dan kelompok responden kepemimpinan baru (28) orang telah dikumpulkan data dengan memakai daftar kuesioner dan pedoman wawancara. Data dianalisis secara kualitatif sambil didukung oleh analisis kuantitatif berupa menghitung total skor untuk beberapa indikator.
Temuan penelitian ini dapat dirinci dalam beberapa hal berikut. Pertama, proses pembentukan budaya organisasi HEG dilaksanakan oleh pemilik sekaligus pendirinya sejak tahun 1973, proses mana dilakukan secara berangsur-angsur melalui gaya kepemimpinan, situasi kepemimpinan, dan iklim kerja berdasarkan prinsip sama rasa, sama kuasa, dan sama rata. Kedua, terdapat kesenjangan antara gambaran ideal budaya organisasi yang ingin dibentuk dengan budaya organisasi yang-berkembang dalam kehidupan organisasi. HEG sehari-hari: Ketiga, walaupun terdapat perbedaan penekanan pimpinan dalam menerapkan kepemimpinan, namun terdapat satu warna dasar kepemimpinan yang berusaha dikembangkan dalam HEG yaitu kepemimpinan sebagai pamong sekaligus sebagai satria(ing ngarso sung tolodo), pandhito (ing madyo mangun karso), dan ratu (tut wuri handayani). Keempat, perubahan budaya organisasi yang berjalan seiring dengan adanya pergantian pimpinan puncak organisasi menunjukkan adanya perbedaan kuat lemah tertanamnya budaya organisasi yang dapat ditunjukkan dengan hasil analisis kuantitatif berikut: (1) pada budaya lama (periode 1973 - 1982) pemimpin sering melakukan hal yang berkaitan dengan gaga kepemimpinan (total skor 56,87..) sedangkan pada budaya baru pemimpin jarang melakukan hal-hal yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan (total skor 42,6%), (2) pada budaya lama, bagian terbesar anggota (69,5%) mendukung hal-hal yang berkaitan dengan situasi kepemimpinan sedangkan pada budaya baru, hanya sebagian kecil anggota (48,7%) yang mendukung, (3) iklim kerja baik pada budaya lama maupun budaya baru dapat dikatakan cukup baik dengan total skor masing-masing 70,5% dan 59,5%. Kelima, kuat lemahnya budaya organisasi terbukti membawa implikasi bagi tingkat efektifitas (dilihat dari tingkat pendapatan) yang dicapai oleh perusahaan dimana pada budaya lama yang relatif kuat dapat memberikan kenaikan rata-rata 18,45% per tahun, hasil mana berbeda dengan kenaikan rata-rata yang dicapai pada budaya baru dengan cirri budaya organisasi yang relatif lemah yaitu hanya12,16% pertahun.
Dengan berbagai temuan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai sumbangsih penelitian ini. Pertama, demi penguatan kembali budaya organisasi yang kini melemah, maka perlu bagi pimpinan untuk membuka diri sehingga dapat menampung segala keluhan, hambatan kerja disamping pimpinan perlu meningkatkan perannya sebagai motivator. Kedua, perlu dilakukan perbaikan tata cara penyelenggaraan organisasi dengan melembagakan bagan struktur organisasi secara tertulis, penetapan standar penilaian prestasi kerja yang lebih transparan dan adil. Ketiga, perlu ditingkatkan pelimpahan wewenang dan tugas-tugas pekerjaan kepada karyawan tingkat staf sehingga pimpinan dapat menyeimbangkan perannya sebagai satrio, pandhito, dan ratu. Keempat, perlu dilembagakan pertemuan-pertemuan baik rutin maupun tidak guna menampung semua masalah yang berkembang khususnya yang berkenaan dengan pengoperasian HEG. Kelima, perlu diciptakan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keberanian seluruh karyawan untuk mengeluarkan pendapat, saran ataupun pemikiran lainnya sebagai perwujudan budaya organisasi yang berasaskan sama rasa, sama kuasa, dan sama rata."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Abdullah
"Society and culture can no longer be viewed as they have been in the past. Fundamental changes in group and cultural dynamics provide a new context with implications on how anthropological research must be done. A major change is the shift from the view of societies and cultures as bounded systems to the deterritorialization of culture. The author identifies three stages of change bearing upon agrarian cultures, i.e., market entry, market integration and market expansion. There is a new social reality wherein increasingly intensive mobility is enabled by transportation and communication, thus allowing movement across geographic and cultural boundaries. The author notes that the implications of this are manifold, i.e., a shift in the context for the production of meaning; the problem of the locus of culture; conventional methods of data collection that do not inform the anthropologist on how to handle data available from electronic media; the problem of representation and representativeness; and the matter of determining the unit of analysis in research."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Azis
"Tesis ini tentang Polisi dan kebijakanya dalam menangani tawuran antarkampung di indramayu. Perhatian atau fokus penelitian adalah pada Pencegahan Tawuran Antarkampung Oleh Polres Indramayu. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, yaitu dengan cara mengamati setiap gejala yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari dari obyek penelitian. Pengamatan terlibat terhadap kehidupan warga desa-desa yang pemah mengalami tawuran, kehidupan para anggota polisi pada saat dinas dan diluar jam dinas. Penelitian dengan metode Kualitatif dan pendekatan etnografi dimaksudkan untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada sesuai dengan maknanya dari sudut pandang mereka, dalam hal ini warga desa, anggota Polres dan Polsek di wilayah penelitian.
Hasil penelitian mendiskripsikan bahwa, tawuran antar kampung terjadi akibat banyaknya penyandang masalah sosial yang disebabkan oleh adanya pembangunan, dimana pembangunan memberikan perubahan sosial dan budaya pada masyarakat. Perubahan sosial dan budaya merupakan dampak dari penggunaan kemajuan teknologi dibidang transportasi, komunikasi dan teknologi dalam pembangunan, sehingga prilaku masyarakat dalam bersaing untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengarah pada konflik yang destruktif. Sebab lain adalah dad faktor sejarah, faktor sumber daya manusia yang berkualitas rendah, banyaknya angka pengangguran dan kurangnya kesempatan kerja.
Kebijakan pimpinan Polres dalam menangani tawuran antarkampung adalah dengan menyamakan persepsi tentang "tawuran" dan upentingnya keamanan", bagi daerah yang sedang membangun, kepada Pemerintah Daerah, DPRD dan Masyarakat. Mengangkat masalah tawuran menjadi masalah bersama, tawuran sebagai masalah sosial, sehingga penanganannya memerlukan keterpaduan. Keterpaduan antara Pemerintah dan Masyarakat dalam menangani tawuran, temyata mampu meredam tawuran. Hal ini disertai dengan kesadaran warga masyarakat akan kebutuhan rasa aman, sehingga warga dengan penuh kesadaran membantu pemerintah untuk mewujudkan rasa aman. Kebijakan pemolisian yang dilaksanakan oleh polres indramayu menggunakan model pemolisian reaktif, pemolisian ini dilakukan untuk menangani kejahatan yang telah muncul. Pemolisian seperti ini mengedapankan penegakkan hukum, tujuanya adalah untuk memberikan efek jera kepada para pelaku tawuran. Kebijakan tersebut telah berhasil meredam terjadinya tawuran antarkampung, tetapi belum bisa mencegah terjadinya tawuran. Kebijaksanaan Pemolisian Reaktif tidak dapat diterapkan untuk mencegah tawuran, karena kebijakan demikian hanya memberikan efek deference sesaat saja, bahkan penanganan tawuran model ini bisa menimbulkan konflik baru. Dalam melakukan pencegahan tawuran, bentuk kegiatan pemolisian yang tepat adalah comunity policing (pemolisian komuniti)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Nurul Izzati D.
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perubahan sosial budaya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Desa Klaces akibat perubahan lingkungan alam yang terjadi di kawasan Segara Anakan serta dampaknya terhadap relasi, solidaritas, dan kepercayaan trust antar masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode etnografi. Penelitian ini menunjukan bahwa meskipun telah mengalami perubahan pola hidup yang besar, tetapi masyarakat Desa Klaces memiliki modal sosial yang cukup kuat untuk mempertahankan eksistensi mereka. Relasi, kebersamaan, dan kepercayaan menjadi aspek yang disoroti untuk memahami modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Desa Klaces dan bagaimana hal tersebut membantu mereka menghadapi segala perubahan dalam kehidupan mereka.

ABSTRACT
The focus of this study is social changes in the lives of rural communities in Klaces that occurs due to changes in the natural environment at Segara Anakan, and their impact on relations, solidarity, and trust between communities. This study is an ethnography research. This study shows that although has undergone great changes in life patterns, but the villagers social capital is strong enough to sustain their existence. Relationships, togetherness, and trust becomes highlighted aspects for understanding social capital of community in Klaces and how it has helped them face all the changes in their lives."
2017
T47054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library