Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Parjono Widodo
Abstrak :
Penyelamatan arsip sebagai bukti otentik bukan semata-mata untuk memperpanjang usia fisik dan kandungan informasinya, tetapi juga agar arsip tersebut dapat didayagunakan untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam fungsi kultural pengelolaan arsip dirancang untuk memberikan bukti-bukti otentik sebagai upaya mengenal jati diri bangsa. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap upaya pelaksanaan kebijakan penyelamatan arsip sebagai bukti otentik seiring dengan pemberdayaan otonomi daerah, jika ditinjau dalam perspektif ketahanan budaya. Data penelitian dikumpulkan melalui pengamatan dokumen, wawancara dengan para informan yang terlibat dalam pengambilan keputusan di lembaga-lembaga maupun pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam objek tersebut dan terkait dengan upaya pemberdayaan otonomi daerah. Teknik analisa data yang digunakan adalah content analysis dimulai dengan menelaah seluruh data yang dituangkan dalam bentuk narasi deskriptif. Hasil analisis dan interpretasi yang dilakukan diperoleh kesimpulan: (I) Kebijakan penyelamatan arsip sebagai bukti otentik membentuk model inkremental yang memerlukan integrasi dan variasi dari kebijakan yang telah ada sebelumnya, serta terfokus kepada visi arsip sebagai simpul pemersatu bangsa, dengan misinya untuk melestarikan memori kolektif bangsa, karena itu keotentikan arsip bukanlah prioritas dalam kegiatan penyelamatan arsip tetapi prioritas ditujukan kepada arsip-arsip yang informasinya berdampak luas dan berarti bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan; (2) Implementasi penyelamatan arsip yang dilakukan selama ini telah dilaksanakan secara kontinyu dan bertahap, namun langkah pendekatan 'policy' yang bersifat reaktif terhadap suatu peristiwa (terutama ketika periode sebelum berlakunya Undang-Undang Kearsipan) lebih baik dari langkah pendekatan hukum (ketika berlakunya Undang-Undang Kearsipan), terbukti dari khazanah arsip yang berhasil diselamatkan memperlihatkan jati diri bangsa Indonesia semasa kolonial lebih terungkap dibanding ketika masa kemerdekaan dan pembangunan; (3) Upaya kebijakan penyelamatan arsip sehubungan dengan otonomi daerah, di satu sisi memberi peluang keleluasaan kepada setiap daerah untuk melengkapi memori kolektif daerahnya, namun kendala yang menyangkut kelembagaan dan SDM yang tidak teratasi berakibat tidak dimilikinya memori kolektif daerahnya sehingga memupuskan pengenalan jati diri daerahnya; (4) Dalam perspektif ketahanan budaya, fungsi strategis penyelamatan arsip sebagai bukti otentik melalui pendekatan budaya mewujudkan adanya keterkaitan antara khasanah arsip sebagai warisan budaya terhadap keutuhan wilayah, sehingga mengintegrasikan kemajemukan tiap-tiap daerah dalam satu simpul Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Analysis of Archives Safety as Authentic Evidence in Cultural Resilience Perspective; Study of Local AutonomyArchives safety as authentic evidence is not just to prolong the age of physical information but also the archives can be used for public interest. In cultural function the management of archives was designed to produce authentic evidences as effort to recognize nation identity. This study use descriptive qualitative method by means to describe the effort of archives safety policy as authentic evidences to escort the empowerment of local autonomy. The data used was collected by document observation and interview to the informants in institutions involved in the decision making in the effort of empowerment local autonomy. Data analysis technique used content analysis with narration descriptive. Conclusion of the result of analysis and interpretation are: (l) The policy of archives safety as authentic evidence to make incremental model that need integration and variation from former policy, and focus to the vision that archives as tie the unity of nations, with the mission to preserve the collective memory of nation. That is why authenticity of archives is not priority in archives safety but to the archives that information give wide impact and meaningful to nationality; (2) Implementation of archives safety that had been done before was done continuously and step by step, but the step with policy approach and reactive to an action (especially in period before the archive law) is better than law approach (when archive law active). It was prove from the archive collection that have been saved that show identity of Indonesian at colonial era is better than developing era; (3) Effort in archives safety policy concerning in local autonomy, in one side give a chance to every region to complete collective memory of its region. But obstacle with institution and human resources give impact that is not collective memory in every to vanish recognition local identity; (4) In perspective cultural resilience, strategically function of archives safety as authentic evidence by cultural approach, create a tie between archives collection as cultural heritage to the unity of territory to integrate the diversity every region in a tie of United of Republic of Indonesian.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wika Rahmi
Abstrak :
Tesis ini membahas upaya pelestarian batik Betawi serta faktor pendukung dan penghambatnya; cara para pelaku pelestarian mempertahankan eksistensi; dan tinjauan upaya pelestarian dari perspektif ketahanan budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif dan studi kasus pada sanggar batik Betawi di Jakarta Selatan. Upaya pelestarian batik Betawi dilakukan melalui dua bentuk: (1) revitalisasi, dengan cara menghidupkan pengrajin batik asli Betawi; memberikan modal peralatan dan bahan baku; memberdayakan masyarakat setempat; membentuk paguyuban pengrajin dan tempat belajar, berbagi, dan berdiskusi; membantu pemasaran; dan mendirikan koperasi; (2) rekacipta, dengan cara: recreated tradition, yaitu mempertahankan motif batik lama yang dimodifikasi dan diberi fungsi baru; dan invented tradition, yaitu menciptakan motif batik kreasi baru dan fungsi baru dengan menggali dan mengkaji khazanah suku Betawi untuk mengembangkan dan memperkaya motif. Faktor pendukung: motivasi kuat; pembinaan berkelanjutan; keterlibatan orang-orang non-Betawi; peran media massa; dukungan moril masyarakat dan pemerintah setempat; dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 209 Tahun 2012 tentang Pakaian Dinas. Faktor penghambat: keterbatasan dalam modal, SDM, lahan, dan pemasaran. Para pelaku pelestarian dapat mempertahankan eksistensi mereka karena mampu menerapkan fungsi adaptation/adaptasi, goal attainment/pencapaian tujuan, integration/integrasi, dan latent pattern maintenance/pemeliharaan pola. Ditinjau dari ketahanan budaya, upaya pelestarian batik Betawi mampu memenuhi aspek pelestarian yang dinamis dan kreatif; perwujudan identitas dan eksistensi pemilik kebudayaan; serta edukasi, sosial, dan ekonomi, yang dapat mendukung ketahanan budaya.
This thesis discusses an efforts to preserve batik Betawi along supporting and inhibiting factors; method of preservation actors maintain their existence; and review preservation of efforts from the perspective of cultural resilience. This research uses qualitative method with descriptive analysis approach and cases on the batik Betawi studios in South Jakarta. The efforts to preserve batik Betawi are through two forms: (1) revitalization, are the way turning the native craftsmen of batik Betawi; providing a capital equipment and a raw materials; empowering a local communities; establish a community and a learning center for sharing and discussing; help to find market; and establish a cooperatives; (2) recreative by recreated tradition, which maintain the old motif have been modified and having a new function; and invented tradition, which is creating new creation of batik and new function by explore and assess the Betawinesse literatures to develop and to enrich the motive. Supporting factors: strong motivation; sustainable development; the involvement of the non-Betawi people; the role of the mass media; supporting moral between communities and local government; and Governor of Jakarta Regulation No. 209 of 2012 about uniform. Inhibiting factors: capital constraint; human resources; land; and marketing. Preservation actors can maintain their existence because they apply the function of adaptation, goal attainment, integration, dan latent pattern maintenance. Reviewed from cultural resilience, the efforts to preserve batik Betawi able to fulfill the aspects of preservation which are dynamic and creative; embodiment of the identity and the existence of culture owners; and educational, social, and economic, which can support cultural resilience.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Novia Sapphira
Abstrak :
Perkembangan teknologi digital membawa dampak yang signifikan terhadap pola kehidupan manusia, terutama yang berkaitan dengan daya apresiasi masyarakat Indonesia terhadap seni. Lahirnya beragam alternatif seni, seperti seni populer dan seni industri kreatif, menggeser minat masyarakat yang mulanya mencintai dan menghargai kesenian tradisional menjadi lebih cenderung tertarik dengan alternatif seni yang kontemporer. Tesis ini, membahas praktik-praktik resiliensi dalam upaya pelestarian kesenian wayang kulit di tengah disrupsi digital. Informan dalam penelitian tesis ini, meliputi: Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Dinas Kebudayaan Yogyakarta, para dalang, seniman, budayawan, maupun masyarakat Yogyakarta yang tergabung dalam komunitas pecinta kesenian wayang kulit. Data diperoleh menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, dan pengamatan. Tujuan penelitian ini ingin menjelaskan fenomena transformasi kebudayaan yang dapat ditemukan dalam perkembangan kesenian wayang kulit di Daerah Istimewa Yogyakarta. Disrupsi di era digital, menyebabkan pertunjukan wayang kulit pun masuk ke dalam ruang pertunjukan yang non konvensional. Praktik digitalisasi pada dasarnya menawarkan keterbukaan informasi serta mengaburkan segala bentuk batas ruang dan waktu.  ......The development of digital technology has had a significant impact on the pattern of human life, especially those related to the Indonesian people's appreciation of art. The birth of various alternative arts, such as popular art and creative industrial art, has shifted the interest of people who initially loved and appreciated traditional art to become more interested in alternative contemporary art. This thesis discusses resilience practices in the effort to preserve shadow puppetry in the midst of digital disruption. Informants in this thesis research include: Keraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Dinas Kebudayaan Yogyakarta, puppeteers, artists, cultural experts, and and the people of Yogyakarta who are members of the community of shadow puppet art lovers. Data were obtained using a qualitative approach through in-depth interviews and observations. This research aims to explain the phenomenon of cultural transformation that can be found in the development of shadow puppetry in the Special Region of Yogyakarta. Disruption in the digital era has caused shadow puppet shows to enter non-conventional performance spaces. The practice of digitalization basically offers information openness and blurs all forms of space and time boundaries. At the end of the conclusion of this thesis, there is something that needs to be emphasized, namely the reality that something traditional is not the enemy of modernization in the digital era.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Prasetyo Jati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi inovasi komunitas agar produksi makna yang disampaikan melalui setiap simbol seni dan budaya tetap lestari. Penelitian juga bertujuan untuk mengetahui upaya komunitas budaya dalam mengembangkan media komunitas berbasis daring. Dalam beberapa tahun terakhir, media komunitas berkembang dengan memanfaatkan media daring sebagai konsekuensi atas globalisasi dan digitalisasi. Studi ini mempelajari komunitas budaya Bali Buja di Klaten, Jawa Penelitian ini mengacu pada strategi etnografi (mengamati media komunitas, menghadiri kegiatan komunitas, wawancara dengan pengelola komunitas) untuk mengeksplorasi penggunaan media komunitas oleh Bali Buja. Hasil wawancara dan observasi penelitian dielaborasikan dengan penggunaan film dokumenter. Film dokumenter dalam penelitian ini tidak hanya menjadi data analisis, melainkan sebagai upaya proyek kolaborasi komunitas. Film dokumenter menjadi strategi baru untuk penelitian kualitatif. Penggunaan dokumenter berbasis penelitian digunakan untuk memenuhi tujuan pendekatan penelitian yang mendalam. Hasil penelitian ini adalah: pertama, komunitas mengandalkan partisipasi masyarakat yang secara kooperatif membangun inovasi teknologi media. Kedua, media hiperlokal dikembangkan untuk tujuan menjangkau warga komunitas yang berada di luar wilayah geografis mereka. Ketiga, peran aktor sosial memengaruhi usaha komunitas dalam mempertahankan aksi pelestarian budaya. Berlandaskan falsafah kehidupan Jawa seperti memayu hayuning bawana dan ngeli ning ora keli, komunitas budaya berupaya mewujudkan ketahanan budaya. ......This study aims to explore community innovation so that the production of meaning conveyed through every artistic and cultural symbol remains sustainable. The research also aims to find out the efforts of cultural communities in developing online-based community media. In recent years, community media has developed through online media due to globalization and digitalization. This study draws on ethnographic strategies (observing community media, attending community activities, and interviews with community managers) to explore Bali Buja's use of community media. The results of interviews and research observations were elaborated with documentary films. The documentary film in this study is not only a data analysis but also a community collaborative project effort. Documentary films are a new strategy for qualitative research. Research-based documentaries are used to fulfil the objective of an in-depth research approach. The results of this study are: first, the community relies on community participation which cooperatively builds media technology innovation. Second, hyperlocal media were developed to reach community members outside their geographic area. Third, the role of social actors influences community efforts in maintaining cultural preservation. The cultural community seeks to create cultural resilience based on Javanese life philosophies such as memayu hayuning bawana and ngeli ning ora keli.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library