Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thomi Hawari
Abstrak :
Pati merupakan sumber gula yang sering digunakan oleh manusia. Beberapa penyakit seperti diabetes dan obesitas berhubungan dengan berlebihnya kadar gula dalam darah. Pati termodifikasi dibuat untuk dapat mengontrol kadar gula dalam darah sehingga menurunkan resiko dari kedua penyakit tersebut. Penelitian ini telah berhasil melakukan modifikasi pada pati tapioka dengan heat moisture treatment (HMT) dan ikat silang menggunakan asam sitrat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan yang dihasilkan dari modifikasi ganda dengan HMT dan ikat silang. HMT dilakukan dengan memvariasikan waktu modifikasi dan ikat silang dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi dari asam sitrat yang digunakan. HMT menghasilkan perubahan atau penyusunan ulang struktur kristral yang diidentifikasi menggunakan mikroskop. Ikat silang menambahkan ikatan kovalen antar rantai pati yang dapat diidentifikasi menggunakan FTIR. Setelah modifikasi, diamati perubahan dari sifat fisikokimia dari pati. Kecenderungan yang terjadi setelah modifikasi adalah penurunan swelling power dan kelarutan, penurunan kejernihan pasta, peningkatan viskositas pasta, peningkatan ketahanan termal. Daya cerna pati mengalami penurunan yang signifikan pada pati dengan modifikasi ganda. Akibat perubahan perubahan yang terjadi diperlukan studi yang lebih lanjut untuk dapat bisa mulai mengaplikasikan produk yang dihasilkan. ......Starch is a common resource of sugar for human. Some diesease like diabetes and obesity is related to the high level of sugar in blood. Starch modication is conducted to gain control over sugar in blood to reduce the risk of the disease. This study was succesful in modifying tapioca stach with heat moisture treatment (HMT) and crosslinking with citric acid. The obejective of this study is to analyze the changes happend after the modification. HMT is conducted by varying treatment time and crosslinking is conducted by varying concentration of citric acid used. HMT will generate rearrangement on starch crystal structure and could be indetified with microscope while crosslinking will generate new covalent bond on starch chain and could be inditified with FTIR. After modification changes in physicochemical properties are observed. The trend of alteration are decrease in swelling power and solubility, decrease in paste clarity, increase in paste viscosity, and increasing thermal resistance. Digestibility of starch also observed as significant decrease on dual treated starch. As a result for many changes happened in treated starch futher study is needed to make modified starch is applicable.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Bintang Perdana, autho
Abstrak :
Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi dan memerlukan penanganan yang efektif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Salah satu metode yang potensial adalah penggunaan local drug delivery film kitosan dengan penambahan glutaraldehid sebagai agen crosslinking untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi perlakuan uap glutaraldehid terhadap sifat mekanik dan perilaku swelling film kitosan. Film kitosan diproduksi menggunakan metode solvent casting dengan komposisi 1% propolis dan gliserin sebagai plasticizer, kemudian dilakukan crosslinking dengan larutan glutaraldehid 0,5% pada suhu 37°C dengan variasi waktu perlakuan 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Karakterisasi film dilakukan menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM), analisis swelling, dan uji tarik. Interaksi kimia antara kitosan dan glutaraldehid ditunjukkan dengan puncak dan shoulder peak pada 1651 cm-1 dalam FTIR, mengindikasikan pembentukan ikatan imina (Schiff base) yang mempengaruhi sifat mekanik dan stabilitas film serta menandakan proses crosslinking berhasil dilakukan. Hasil penelitian swelling menunjukkan peningkatan waktu crosslinking mengurangi derajat swelling film hingga 80,27%, dengan film yang diberi perlakuan glutaraldehid menunjukkan derajat swelling lebih rendah (17,50-12,12%) dibandingkan film tanpa perlakuan. Waktu crosslinking juga meningkatkan sifat mekanik film, dengan kekuatan dan kekakuan meningkat hingga 662,3% (566,7 MPa) pada 12 jam, 725,1% (620,3 MPa) pada 24 jam, dan 1061,2% (907,9 MPa) pada 48 jam, dibandingkan film tanpa glutaraldehid (85,6 MPa). Dengan demikian, durasi perlakuan glutaraldehid optimal untuk film kitosan dalam aplikasi penyembuhan periodontitis adalah 12 jam. Durasi ini menghasilkan film kitosan dengan derajat crosslinking yang optimal, derajat swelling terkontrol, dan peningkatan sifat mekanik yang signifikan, memungkinkan film mudah disisipkan ke dalam kantong periodontal dan memberikan penghantaran obat yang efektif tanpa menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan akibat pembengkakan. ......Periodontitis is a chronic inflammatory disease affecting the supporting tissues of teeth, requiring effective intervention to prevent further damage. One potential method is the use of local drug delivery chitosan films with the addition of glutaraldehyde as a crosslinking agent to enhance their mechanical properties. This study aims to evaluate the influence of glutaraldehyde vapor treatment duration on the mechanical properties and swelling behaviour of chitosan films. Chitosan films were produced using the solvent casting method with a composition of 1% propolis and glycerine as a plasticizer, followed by crosslinking with 0.5% glutaraldehyde solution at 37°C with treatment durations of 12 hours, 24 hours, and 48 hours. The characterization of the films was conducted using Fourier Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, Scanning Electron Microscope (SEM), swelling analysis, and tensile testing. Chemical interactions between chitosan and glutaraldehyde were indicated by peaks and shoulder peaks at 1651 cm-1 in the FTIR analysis, suggesting the formation of imine bonds (Schiff base), which affect the mechanical properties and stability of the film, indicating successful crosslinking. The swelling results showed that increasing the crosslinking duration reduced the swelling degree of the film by up to 80.27%, with glutaraldehyde-treated films showing a lower swelling degree (17.50-12.12%) compared to untreated films. Crosslinking time also enhanced the mechanical properties of the film, with strength and stiffness increasing up to 662.3% (566.7 MPa) at 12 hours, 725.1% (620.3 MPa) at 24 hours, and 1061.2% (907.9 MPa) at 48 hours, compared to untreated chitosan films (85.6 MPa). Thus, the optimal glutaraldehyde treatment duration for chitosan films in periodontitis treatment applications is 12 hours. This duration produces chitosan films with optimal crosslinking, controlled swelling, and significant improvements in mechanical properties, allowing the film to be easily inserted into periodontal pockets and provid.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Dwi Yanti
Abstrak :
Roti sebagai pengganti makanan pokok digemari karena kandungannya yang memenuhi kecukupan gizi sebagai sumber energi dan praktis untuk dikonsumsi. Umumnya roti berbahan dasar tepung terigu yang mengandung karbohidrat tinggi yang mudah dicerna oleh tubuh dan cepat berubah menjadi glukosa sehingga menyebabkan kadar gula darah yang tinggi. Pati kentang dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu, tetapi sifatnya yang terbatas sehingga perlu dilakukan modifikasi supaya digunakan secara luas dalam pengolahan makanan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh modifikasi ikat silang pada pati kentang menggunakan natrium tripolifosfat (STPP). Pati termodifikasi dikarakterisasi oleh FTIR, diuji swelling power, kelarutan, dan daya cerna pati. Pati termodifikasi diaplikasikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan roti serta dilakukan uji sifat fisik dan daya cerna roti. Pati kentang berhasil dimodifikasi ikat silang dengan menghasilkan penurunan sifat fungsional, daya cerna pati hingga 30,2% dan daya cerna roti hingga 37,7%, meningkatkan kadar fosfor dan derajat substitusi. Roti dengan substitusi pati kentang termodifikasi menurunkan volume spesifik adonan dan volume spesifik roti, merubah tekstur menjadi lebih kasar dan berpori serta tidak merubah aroma dan rasa dari roti. ......Bread as a substitute for staple foods is popular because of its nutritional content as a source of energy and practical for consumption. Generally, bread made from wheat flour contains high carbohydrates that are easily digested by the body and quickly turn into glucose, causing high blood sugar levels. Potato starch can be used as a substitute for wheat flour, but its properties are limited so it needs to be modified so that it is widely used in food processing. This research was conducted to study the effect of crosslinking modification on potato starch using sodium tripolyphosphate (STPP). The modified starch was characterized by FTIR and tested for swelling power, solubility, and digestibility of starch. Modified starch was applied as an additive in bread making and the physical properties and digestibility of bread were tested. Potato starch was successfully crosslinked by reducing functional properties, digestibility of starch up to 30.2%, and digestibility of bread up to 37.7%, increasing phosphorus content and degree of substitution. Bread with modified potato starch substitution decreased the specific volume of dough and specific volume of bread, changed the texture to become coarser and more porous, and did not change the aroma and taste of the bread.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nuraliyah
Abstrak :
Penggunaan lipase untuk skala komersial masih terbatas karena alasan ekonomis dimana lipase memiliki harga yang mahal dan sulit dipisahkan. Imobilisasi enzim secara adsorpsi-crosslinking dengan menggunakan lipase yang diproduksi secara fermentasi solid-state (SSF) merupakan solusi permasalahan tersebut. Penelitian ini diawali dengan membandingkan hasil imobilisasi lipase non komersial (crude powder A. niger) dan komersial (C. rugosa dan A.niger) pada support komersial (resin) dan non komersial (limbah pertanian). Semua support yang digunakan terlebih dilapisi dengan kitosan. Crude powder lipase A.niger diproduksi secara fermentasi solid state menggunakan limbah pertanian. Selanjutnya imobilisasi enzim juga dilakukan menggunakan support limbah pertanian. Hasil penelitian Menunjukkan bahwa limbah pertanian terbukti dapat dijadikan sebagai substarat untuk produksi lipase maupun sebagai support untuk imobilisasi. Produksi lipase A.niger secara fermentasi solid state menggunakan substrat ampas tahu menghasilkan aktivitas optimum sebesar 14,14 U/g dss. Aktivitas hidrolisis yang diperoleh dari pemanfaatan support resin XAD7HP dan MP-64 masing-masing untuk C. rugosa (18,21 dan 24,69 U/g support), A. niger (28,3 dan 29,41 U/g support) dan crude A.niger 6,33 U/g support MP-64. Aktivitas sintesis fatty acid methyl ester (FAME) dari pemakain support resin masing-masing diperoleh sebesar 62% (C. rugosa), 83% (A. niger) dan 56% untuk crude A. niger. Pemanfaatan support kulit jagung dari C.rugosa dan crude A. niger diperoleh aktivitas hidrolisis masing-masing sebesar 20,83 dan 6,33 U/g support serta aktivitas sintesis biodiesel sebesar 59% untuk C. rugosa dan 50% crude A. niger. Berdasarkan studi ini, lipase yang diproduksi melalui metode fermentasi solid state menggunakan substrat limbah pertanian mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai enzim yang dapat diimobilisasi pada support yang mudah diperoleh dan tidak beracun (limbah pertanian). ......The use of lipase for commercial scale is still limited due to economic reasons, since lipase is expensive and difficult to separate. Adsorption-crosslinking enzyme immobilization using lipase produced by solid-state fermentation (SSF) is the solution of the problem. This study began by comparing the results of non-commercial (A. niger) and commercial (C. rugosa and A. niger) lipase immobilization in commercial (resin) and non-commercial support (agricultural waste). All supports used were dilapisi with chitosan. A. niger lipase crude powder was produced by solid state fermentation using agricultural waste as the substrate. In addition, enzyme immobilization was also carried out using agricultural waste as the support. The results showed that agricultural waste was proven to be used as the substrate for lipase production and immobilization support. Production of A. niger lipase by solid state fermentation using tofu pulp substrate, obtained an optimum activity of 8.48 U/mL. The hydrolysis activity were obtained using XAD7HP and MP-64 support resins for C. rugosa (18.21 and 24.69 U/g supports), A. niger (28.3 and 29.41 U/g supports), and crude A. niger (6.33 U/g supports MP-64). The fatty acid methyl ester (FAME) synthesis activity obtained using resin as the support were 62% (C. rugosa), 83% (A. niger) and 56% (crude A. niger). The utilization of corn husk as the support for C. rugosa and crude A. niger lipase, obtained the hydrolysis activity of 20.83 and 6.33 U/g support, respectively and fatty acid methyl ester synthesis activity of 59% for C. rugosa and 50% for crude A. niger. Based on this study, lipase produced by the solid state fermentation method using agricultural waste substrates has the potential to be developed as an enzyme that can be immobilized in an easily available and non-toxic support (agricultural waste).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
LIza
Abstrak :
Separator baterai ion litium berbasis poliolefin memiliki wettability yang buruk dan porositas rendah, sehingga menurunkan kemampuan untuk mempertahankan larutan elektrolit dan mempengaruhi kinerja baterai terkait transportasi ionik dalam separator. Oleh karena itu, pengembangan separator dengan wettability dan porositas yang lebih baik telah menarik minat signifikan untuk meningkatkan kinerja baterai. Penelitian ini menyintesis dan mengkarakterisasi membran separator berbasis selulosa asetat yang di-crosslinking dengan asam sitrat menggunakan metode Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS). Selulosa asetat dan DMSO dicampur dan dituang ke pelat kaca, kemudian membran yang dicetak dievaporasi dan direndam dalam bak koagulasi air sebagai non-pelarut. Waktu evaporasi bervariasi pada 90, 120, 150, dan 180 menit untuk mempelajari pengaruhnya terhadap struktur pori membran. Hasil menunjukkan bahwa membran dengan waktu evaporasi 120 menit memberikan keseimbangan optimal antara struktur kimia, kemampuan pembasahan, dan sifat mekanik. Membran ini memiliki porositas 1,28%, sudut kontak terendah (45,1°), konduktivitas ionik yang baik sebesar 0,0276 mS/cm, dan kekuatan tarik 38,987 MPa. Terlebih lagi, membran ini memiliki nilai electrolyte uptake tertinggi sebesar 43,31% dan stabilitas termal yang baik dengan penyusutan yang rendah yaitu sebesar 14,61%. Selain itu, Uji EIS membuktikan bahwa membran berbasis selulosa asetat memiliki kinerja elektrokimia yang unggul dibandingkan separator berbasis poliolefin karena memiliki konduktivitas ionik yang lebih tinggi. ...... Polyolefin-based lithium-ion battery separators have poor wettability and low porosity, which can reduce their ability to retain electrolyte solution, thereby affecting battery performance due to ion transport within the separator. Therefore, developing separators with better wettability and porosity has attracted significant interest to enhance battery performance through improved ionic transport. This study synthesizes and characterizes cellulose acetate-based battery separators crosslinked with citric acid using the Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS) method. Cellulose acetate and DMSO were mixed and cast onto a glass plate, then the cast membrane was evaporated and immersed in a coagulation bath of water as the non-solvent. The evaporation time varied at 90, 120, 150, and 180 minutes to study its effect on membrane pore structure. The results show that the membrane with an evaporation time of 120 minutes provides an optimal balance between chemical structure, wettability, and mechanical properties. This membrane has a porosity of 1.28%, the lowest contact angle (45.1°), a good ionic conductivity of 0.0276 mS/cm, and a tensile strength of 38.987 MPa. Furthermore, this membrane has the highest electrolyte uptake value of 43.31% and good thermal stability with low shrinkage of 14.61%. In addition, EIS testing proves that the cellulose acetate-based membrane has superior electrochemical performance compared to polyolefin-based separators due to its higher ionic conductivity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Natasya Dianti
Abstrak :
Dampak waktu pengikatan silang glutaraldehida (GA) pada morfologi, sifat kimia, dan perilaku pembengkakan komposit spons gelatin / monetit yang digunakan untuk aplikasi hemostatik. Glutaraldehid meningkatkan integritas struktural matriks gelatin dengan membentuk ikatan kovalen, menciptakan jaringan tiga dimensi yang meningkatkan sifat mekanik. Analisis SEM menunjukkan bahwa variasi GA mempengaruhi struktur berpori komposit. FTIR mengkonfirmasi bahwa glutaraldehida bereaksi dengan gugus amina gelatin untuk membentuk jaringan kovalen yang stabil. Partikel monetit yang terdispersi secara seragam meningkatkan kekuatan mekanik dan osteokonduktivitas. Tes pembengkakan menunjukkan pembengkakan awal tertinggi pada sampel Non-GA (~ 350%) dalam waktu 20 menit, diikuti oleh GA-12 (~ 320%) dan GA-24 (~ 300%). GA-48 menunjukkan pembengkakan yang lebih lambat, mencapai puncaknya sekitar 250% setelah 40 menit. Temuan ini menyoroti peran penting konsentrasi GA dalam menentukan karakteristik komposit, sehingga cocok untuk regenerasi tulang dan rekayasa jaringan. ......The impact of glutaraldehyde (GA) crosslinking time on the morphology, chemical properties, and swelling behavior of gelatin sponge/monetite composites used for hemostatic applications. Glutaraldehyde enhances the gelatin matrix's structural integrity by forming covalent bonds, creating a three-dimensional network that improves mechanical properties. SEM analysis showed that GA variations affect the composite's porous structure. FTIR confirmed that glutaraldehyde reacts with gelatin's amine groups to form a stable covalent network. Uniformly dispersed monetite particles enhance mechanical strength and osteoconductivity. Swelling tests revealed Initial swelling is highest in the Non-GA sample (~350%) within 20 minutes, followed by GA-12 (~320%) and GA-24 (~300%). GA-48 exhibits slower swelling, peaking at about 250% after 40 minutes. These findings highlight the crucial role of GA concentration in defining the composites' characteristics, making them suitable for bone regeneration and tissue engineering.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Anyelir Nursan
Abstrak :
Produk headliner mobil dapat diperoleh dari pengembangan pengolahan busa poliuretan dan limbah kulit udang yang mengandung kitosan. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan metode pencelupan memiliki tujuan untuk memodifikasi sifat elastis menjadi kaku. Pengujian tarik menunjukkan peningkatan kekakuan, sedangkan Thermogravimetric Analysis (TGA) menunjukkan peningkatan suhu degradasi menjadi 295°C untuk tahap pertama, 309°C untuk tahap kedua, dan 372°C untuk tahap ketiga. Proses curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang fisika berupa ikatan hidrogen, kemudian peningkatan waktu curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang kimia berupa ikatan kovalen sehingga menyebabkan struktur menjadi homogen dan halus yang ditunjukkan oleh Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). Namun, suhu curing yang terlalu tinggi atau waktu curing yang terlalu lama menyebabkan ikatan hidrogen bahkan ikatan pada rantai utama terputus sehingga sifat mekanik dan termalnya menurun. Pembentukkan hubung silang fisika dibuktikan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) yaitu peningkatan intensitas ikatan O-H, N-H, dan C=O berikatan hidrogen, sedangkan peningkatan intensitas ikatan C-N dan C-O-C mengindikasikan hubung silang kimia. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan proses curing pada 100°C selama 120 menit memiliki kekuatan tarik maksimum 5,56 kgf/cm2, elongasi 7%, dan densitas 28,9 kg/m3 yang mendekati spesifikasi sifat mekanik dan fisika produk headliner pada umumnya.
Car headliner can be obtained from the development of processing polyurethane foam and shrimp skin waste containing chitosan. Polyurethane foam coated by chitosan using immersion method has purpose of modifying elastic become stiff. Tensile testing showed the increasing of mechanical properties, while Thermogravimetric Analysis (TGA) showed the increasing of degradation temperature to 295°C for the first stage, 309°C for the second stage, and 372°C for the third stage. Curing process can add the number of physical crosslinking in form of hydrogen bonds, then the increasing of curing time can add the number of chemical crosslinking in form of covalent bonds, causing the structure become homogeneous and smooth as indicated by Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). However, if curing temperature is too high or curing time is too long, it will cause hydrogen bonds even main chain to be severed so that its mechanical and thermal properties decrease. The formation of physical crosslinking is evidenced by the Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), which is increasing the intensity of O-H, N-H, and hydrogen-bonded C=O bonds, while increasing the intensity of C-N and C-O-C bonds indicates chemical crosslinking. Polyurethane foam coated by chitosan and then cured at 100°C for 120 minutes has an ultimate tensile strength of 5.56 kgf/cm2, elongation of 7%, and density of 28.9 kg/m3 which is close to the specification of mechanical and physical properties of headliner in general.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Gianirfan Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK

Plastik konvensional merupakan senyawa polimer berbahan dasar minyak bumi yang sulit terdegradasi bahkan dengan mikroorganisme sekalipun. Plastik dieksploitasi secara besar-besaran akibat sifatnya yang unggul, seperti harganya yang ekonomis, kuat, ringan, dan mudah dibentuk. Kesulitan dalam degradasi plastik konvensional memunculkan masalah sampah plastik yang bersifat beracun. Penelitian mengenai plastik yang dapat terdegradasi telah banyak dilakukan, salah satunya adalah poli(vinil alkohol) (PVA). PVA memiliki kekuatan yang dapat bersaing, namun harganya kurang ekonomis dan sifatnya sangat hidrofilik sehingga mudah larut dalam air. PVA dapat dicampur dengan pati demi menekan harga dan meningkatkan biodegradabilitas dari campurannya. Namun, pencampuran pati ini dapat menurunkan kekuatan dari PVA sehingga masih belum dapat mengungguli sifat dari plastik konvensional. Penelitian ini mencoba untuk mencari informasi mengenai modifikasi PVA/pati yang tepat, sehingga dapat bersaing dengan plastik konvensional. Modifikasi yang dilakukan berupa penambahan crosslinker asam sitrat untuk menaikkan berat molekul yang berarti menurunkan kelarutannya dalam air sekaligus menutupi sebagian gugus hidroksil pada PVA/pati agar lebih hidrofobik, serta penguatan dengan selulosa. Pemanfaatan selulosa sangat menjanjikan karena ketersediaannya yang tinggi. Selulosa yang digunakan dimodifikasi untuk meningkatkan sifat hidrofobik campuran, yaitu dengan menggunakan metode grafting asam palmitat. Karakterisasi dilakukan dengan metode spektroskopi FTIR, XRD, dan SEM. Sampel bioplastik juga diuji kekuatan tarik yang mengacu pada ASTM D882 menggunakan UTM, uji kemampuan swelling, dan uji kelarutan. Modifikasi selulosa menghasilkan yield sebesar 61 ± 14%. Transparansi dari plastik menurun setelah ditambahkan pati dan crosslinker. Crosslinking dan penambahan selulosa mampu mengurangi kemampuan swelling dan kelarutan. Namun, penambahan selulosa yang dimodifikasi tidak dapat meningkatkan kemampuan swelling dan kelarutan. Kekuatan  tarik dari plastik PVA/pati crosslinked mengalami penurunan sebanyak 45% dari plastik PVA dan terus mengalami penurunan seiring penambahan selulosa dan selulosa yang dimodifikasi.


ABSTRACT


Conventional plastics are petroleum based polymeric compounds that are difficult to decompose even by microorganisms. However, because of its advantages, such as being very economically friendly, strong, light weight, and easy to mold, the production of plastics has become very exploited in our society. Because of their non-biodegradable properties, plastics has developed waste problems especially plastics that are toxic. There has been plenty of studies exploring biodegradable plastics, one of them is poly(vinyl alcohol) (PVA). However, PVA price is expensive and its hydrophilicity makes it very soluble in water. In order to bring material cost down and to add a more biodegradable ingredient to the mixture, PVA could be mixed with starch. Unfortunately, the addition of starch will decrease the strength of the plastic and so is yet to surpass the characteristics of conventional plastics. This study tries to provide information about the right modification of PVA/starch composite that will make it able to compete with conventional plastics. Modifications were carried out in the form of adding citric acid as a crosslinker to increase the molecular weight which at the same time convert some of the hydroxyl groups on PVA/starch to make it more hydrophobic, and then reinforced with cellulose to increase its strength. The use of cellulose is very promising because of its high availability. Cellulose was modified to improve the hydrophobicity of the mixture by grafting with palmitic acid. Characterization was carried out by FTIR, XRD, and SEM spectroscopy methods. In addition, an ASTM D882 tensile test using UTM, swelling test, and solubility test was also carried out. Cellulose modification produced a yield of 61 ± 14%. Transparency of PVA film increased after crosslinking with starch. Crosslinking and cellulose was able to reduce swelling and solubility. However, the addition of modified cellulose was unable to improve swelling and solubility. The tensile strength of PVA/starch crosslinked plastics decreased by 45% from PVA plastic and continued to decrease with the addition of cellulose and of modified cellulose.

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Villojody Radyasthira
Abstrak :
uperabsorbent polymers (SAP) dapat dihimbau mendapatkan minat yang meningkat dari berbagai industry yang berbeda dalam beberapa tahun terakhir. Namun, mayoritas dari SAP diproduksi menggunakan petroleum sebagai bahan baku yang merupakan sebuah ancaman bagi lingkungan dikarenakan masa degradasi yang panjang. Polimer yang diproduksi dari selulosa merupakan sebuah alternatif yang menjanjikan dikarenakan properti biodegradasi. Efek dari crosslinking untuk biodegradasi SAP diuji terhadap beberapa properti yang berbeda. Literatur yang telah tercetak menunjukkan bahwa dengan crosslinking yang lebih kuat, maka daya tahan biodegradasi akan menjadi lebih tinggi. Namun, eksperimen pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda. Selulase dari Trichoderma reesei di-analisa menggunakan beberapa teknik yang berbeda. Hasil analisis menunjukkan sebuah kecenderungan dimana biodegradasi terjadi lebih cepat di sampel yang telah di-crosslink. Alasan untuk hal tersebut, namun, tidak dapat ditentukan dikarenakan diluar cakupan riset. ......Superabsorbent polymers (SAPs) have seen an increase in interest from various different industries within the past few years. However, a majority of SAPs are produced using petroleum-based polymer which poses as a major environmental threat due to its long degradation period. SAPs produced from cellulose is a promising alternative due to its sustainable characteristics as well as its ease of biodegradation. The effect of crosslinking on the biodegradation of SAPs was tested. Current literature has shown that crosslinking increases stability and resistance to biodegradation. Nanocellulose foams, synthesized through a TEMPO-mediated oxidation process, were crosslinked using Hexamethylenediamine (HMDA) and tested through different analysis methods. UV-Vis spectrophotometry was used to analyse enzymatic activity, gas chromatography was used to test microbial activity, and high-performance liquid chromatography (HPLC) was used to analyse biodegradation testing. Cellulose from Trichoderma reesei was used as the enzyme for an enzymatic biodegradation process. The experimental results showed a trend which sees a higher rate of biodegradation in chemically crosslinked samples. This result may prove to be significant as it contradicts established literature. Experimental results, however, was unable to prove a possible reason relating to enzymatic activity due to unreproducible results. Other possible reasons were explored which includes HMDA crosslinking affecting the crystallinity and hydrophobicity of nanocellulose foam. These reasons have yet to be tested as it is outside the scope of research, however further research might prove beneficial as it may bring significant insight regarding crosslinking.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Prilia Muthoharoh
Abstrak :
Hidrogel superabsorben dapat menyerap dan menahan sejumlah besar larutan. Polimer superabsorben berdasarkan hidrogel kitosan disintesis dengan mengikatsilang kitosan dengan agen pengikat silang yang berbeda, yaitu Formaldehid, Asetaldehid, dan Glutaraldehid. Kemampuan swelling hidrogel kitosan terikat silang dilakukan dengan merendam gel dalam media cair dan pengaruh agen pengikat silang terhadap daya absorbsi air telah diamati. Hidrogel kitosan terikat silang dengan asetaldehid memperlihatkan rasio swelling paling tinggi hingga 350%. Pengaruh luar yang mempengaruhi seperti pH dan suhu media swelling diamati. Hidrogel memperlihatkan perilaku yang khas terhadap pH dan suhu media seperti pada media pH rendah (pH 4) dan suhu tinggi (55oC) swelling maksimal sedangkan pada pH tinggi (pH 10) dan suhu rendah (35oC) memperlihatkan swelling minimal. Film hidrogel kitosan terikat silang dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). ......Superabsorbent hydrogels are able to absorb and retain large amounts of aqueous fluids. Superabsorbent polymer based crosslinked chitosan hydrogels were synthesized by crosslinking chitosan with different crosslinking agents, i.e. formaldehyde, acetaldehyde and glutaraldehyde. The Swelling behavior of the crosslinked chitosan hydrogels was measured by immerse the gels and the effect of crosslinking agent on water absorbency has been investigated. The crosslinked chitosan hydrogel by acetaldehyde exhibited a higher swelling ratio up to 350%. The influence of external stimuli such as pH and temperature of the swelling media has been observed. Hydrogels showed a typical pH and temperature responsive behaviour such as low pH (pH 4) and high temperature (55oC) has maximum swelling while high pH (pH 10) and low temperature (35oC) show minimum swelling. The film of crosslinked chitosan hydrogels were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42009
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>