Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Adinda Permata Putri
"Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh berbagai wilayah di Indonesia. Tidak terkecuali Ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta, dari tahun 2016 hingga 2019, menempati posisi pertama dengan jumlah kasus kekerasan terhadap anak tertinggi se-Jabodetabek. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya penanganan tindak kekerasan terhadap anak dalam mendukung kota layak anak di DKI Jakarta dengan menggunakan konsep collaboration dynamics. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta yang dilihat dari konsep collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) memiliki kesesuaian. Secara keseluruhan indikator dari subdimensi collaboration dynamics terpenuhi, namun belum optimal karena terdapat temuan penelitian yang menjadi hambatan dalam proses kolaborasi. Hambatan para aktor dalam proses kolaborasi di antaranya: masih adanya miskomunikasi, kemungkinan terdapat duplikasi tugas, tidak adanya pelaporan rutin, terdapat ego sektoral, SOP kolaborasi yang belum terintegrasi. Selain itu juga masih terdapat aktor yang belum sepenuhnya yakin dengan kesiapan fasilitas yang dimiliki aktor lainnya serta faktor sumber daya baik dari segi kuantitas dan kualitas yang belum optimal
Cases of violence against children are still a problem faced by various regions in Indonesia. The capital city of the Republic of Indonesia, DKI Jakarta, from 2016 to 2019, was in the first position with the highest number of violent cases against children in Jabodetabek. Cross-sector collaboration is one of the efforts of the DKI Jakarta Provincial Government in dealing with cases of violence against children. This study was conducted to describe efforts to handle violence against children in supporting child-friendly cities in DKI Jakarta using the concept of collaboration dynamics. This study uses a post-positivist approach with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The results showed that in handling violence against children in DKI Jakarta, which was seen from the concept of collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) had conformity. Overall indicators of the collaboration dynamics sub-dimension are met but not optimal because research findings become obstacles in the collaboration process. Barriers to the actors in the collaboration process include: there is miscommunication, the possibility of duplication of tasks, the absence of routine reporting, and still sectoral egos, collaboration SOPs that have not been integrated. In addition, some actors are not entirely convinced of the readiness of the facilities owned by other actors and resource factors both in terms of quantity and quality that are not yet optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adinda Permata Putri
"Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh berbagai wilayah di Indonesia. Tidak terkecuali Ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta, dari tahun 2016 hingga 2019, menempati posisi pertama dengan jumlah kasus kekerasan terhadap anak tertinggi se-Jabodetabek. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya penanganan tindak kekerasan terhadap anak dalam mendukung kota layak anak di DKI Jakarta dengan menggunakan konsep collaboration dynamics. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta yang dilihat dari konsep collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) memiliki kesesuaian. Secara keseluruhan indikator dari subdimensi collaboration dynamics terpenuhi, namun belum optimal karena terdapat temuan penelitian yang menjadi hambatan dalam proses kolaborasi. Hambatan para aktor dalam proses kolaborasi di antaranya: masih adanya miskomunikasi, kemungkinan terdapat duplikasi tugas, tidak adanya pelaporan rutin, terdapat ego sektoral, SOP kolaborasi yang belum terintegrasi. Selain itu juga masih terdapat aktor yang belum sepenuhnya yakin dengan kesiapan fasilitas yang dimiliki aktor lainnya serta faktor sumber daya baik dari segi kuantitas dan kualitas yang belum optimal.
Cases of violence against children are still a problem faced by various regions in Indonesia. The capital city of the Republic of Indonesia, DKI Jakarta, from 2016 to 2019, was in the first position with the highest number of violent cases against children in Jabodetabek. Cross-sector collaboration is one of the efforts of the DKI Jakarta Provincial Government in dealing with cases of violence against children. This study was conducted to describe efforts to handle violence against children in supporting child-friendly cities in DKI Jakarta using the concept of collaboration dynamics. This study uses a post-positivist approach with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The results showed that in handling violence against children in DKI Jakarta, which was seen from the concept of collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) had conformity. Overall indicators of the collaboration dynamics sub-dimension are met but not optimal because research findings become obstacles in the collaboration process. Barriers to the actors in the collaboration process include: there is miscommunication, the possibility of duplication of tasks, the absence of routine reporting, and still sectoral egos, collaboration SOPs that have not been integrated. In addition, some actors are not entirely convinced of the readiness of the facilities owned by other actors and resource factors both in terms of quantity and quality that are not yet optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizky Moelana Poetra
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Tebing Tinggi berdasarkan konsep Joined-Up Government (JUG) dari Ling (2002), yang menekankan pentingnya integrasi lintas sektor dan level pemerintahan dalam pelayanan publik yang kolaboratif dan responsif. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode kualitatif, melalui teknik wawancara mendalam terhadap pengelola MPP, petugas gerai, pengguna layanan, akademisi, serta lembaga terkait seperti Kementerian PAN-RB dan Ombudsman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat dimensi utama JUG, MPP Kota Tebing Tinggi baru mencerminkan sebagian aspek secara terbatas. Pada dimensi New Ways of Working Across Organisations dan New Types of Organisations, kelembagaan lintas sektor dan integrasi sistem belum terbentuk secara memadai. Dimensi New Accountabilities and Incentives belum sepenuhnya mendorong kolaborasi nyata antar instansi. Sementara itu, dimensi New Ways of Delivering Services sudah terlihat secara fisik melalui model one-stop shop, namun belum didukung oleh integrasi proses pelayanan. Penyelenggaraan MPP sejauh ini masih menonjol secara administratif, namun belum mencerminkan pemerintahan terpadu secara substansial. Reformasi kelembagaan dan penguatan koordinasi lintas sektor diperlukan agar MPP dapat berkembang menjadi model pelayanan publik yang terintegrasi dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat
This study aims to analyze the implementation of the Public Service Mall (MPP) in Tebing Tinggi City based on the Joined-Up Government (JUG) concept by Ling (2002), which emphasizes the importance of cross-sector and multi-level integration in delivering collaborative and responsive public services. The research adopts a post-positivist approach with a qualitative case study method, collecting data through in-depth interviews with MPP managers, service desk officers, service users, academics, and related institutions such as the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform and the Ombudsman. The findings reveal that among the four main dimensions of JUG, the implementation of MPP in Tebing Tinggi only partially reflects the intended principles. The dimensions of New Ways of Working Across Organisations and New Types of Organisations show the absence of strong cross-sectoral institutions and integrated systems. The New Accountabilities and Incentives dimension has not yet fully encouraged meaningful inter-agency collaboration. While the New Ways of Delivering Services dimension is visible physically through the one-stop shop model, service delivery processes remain fragmented. Overall, MPP implementation is still dominated by administrative and structural aspects, rather than substantive integration. Institutional reform and stronger inter-agency coordination are required for MPP to function as a fully integrated and citizen-oriented public service model."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library