Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Dianita Catriningrum
"
ABSTRAKSuap yang dilakukan kepada polisi merupakan upaya masyarakat yang melanggar lalu lintas untuk memotong birokrasi pengadilan pelanggaran lalu lintas. Kerumitan dan tidak seriusnya birokrasi penegakan hukum menimbulkan anggapan bahwa lebih baik memangkas prosedurnya dengan melakukan suap kepada petugas sejak awal pelanggaran diketahui. Suap menjadi pembiasaan yang diketahui melalui proses belajar hingga akhirnya membudaya karena terdapat pemahaman kolektif akan hal tersebut, baik di kalangan pelanggar maupun polisi. Perilaku suap yang dilakukan pelanggar lalu lintas terhadap aparat penegak hukum merupakan bentuk crime in everyday life karena dilakukan secara berulang-ulang setiap kali ada fenomena serupa. Kebiasaan yang terbentuk kemudian dikategorikan sebagai crime as culture karena adanya proses belajar dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain, yang mana belajar itu sendiri terdapat dalam definisi budaya dan tindakan suap itu sendiri yang tergolong sebagai kejahatan. Kecenderungan tindakan ini untuk berulang kemudian menjadi collective meaning bagi setiap pelanggar lalu lintas. Pendekatan birokrasi yang personal juga menjadi masalah timbulnya peluang terjadi praktik suap dalam perkara pelanggaran lalu lintas, sehingga suap sebagai alternatif pemangkasan birokrasi akan dapat dikurangi ketika interaksi antara pelanggar dengan polisi tidak lagi bersifat langsung.
ABSTRACTBribery to the police is an effort done by people who have violated traffic laws to cut through the bureaucracy of traffic court. The complexity and the not serious nature of law enforcement bureaucracy resulted in the opinion that it is better to cut the procedures through bribery towards the official since the start of the known violation. Bribery becomes a norm that is known through learning process until it becomes a culture since there is collective understanding about it, both in the violators 39 case and the police itself. The bribery done by the traffic violators to the law enforcement official is a form of crime in everyday life because it is done repeatedly every time there is a similar phenomenon. The habit formed is then categorized as crime as culture because of the existence of learning process from self experience and also others 39 experience, and this learning itself is in the definition of culture and bribery itself is categorized as a crime. The inclination of this act of repeat itself becomes a collective meaning for each traffic violators. The personal approach of bureaucracy becomes an opportunity for bribery in traffic violations, thus bribery as an alternative of cutting through bureaucracy will be reduced when interaction between violators and the police is no longer direct."
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhamad Rivo Alfahrezy M
"Kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak kejahatan yang banyak terjadi di Indonesia. Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat setiap tahun memperlihatkan seolah tindak kejahatan ini telah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. Dengan menggunakan sudut pandang konsep Crime as Culture Culture as Crime, kekerasan seksual yang marak terjadi kepada anak di Indonesia dilihat sebagai tindak kejahatan yang direkonstruksi dan didekonstruksi oleh kelompok kolektif menjadi sebuah budaya. Sebagai produk budaya populer, film dapat menjadi media yang mendekonstruksikan fenomena dan budaya di mayarakat. Budaya kekerasan seksual di Indonesia didekonstruksikan melalui film Ratu Ilmu Hitam 2019. Film ini menggambarkan budaya kekerasan seksual pada anak yang dapat dikategorikan sebagai Rape Revenge Film, sebuah pembalasan dendam terhadap pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini didukung oleh data dari penelitian terdahulu mengenai kekerasan seksual pada anak yang digambarkan melalui film serta menggunakan film Ratu Ilmu Hitam 2019, sebagai bentuk penggambaran budaya kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Hasil dari kajian ini memperlihatkan dekonstruksi budaya kekerasan seksual di Indonesia dalam film Ratu Ilmu Hitam 2019 dan menunjukan bahwa sebagai penikmat produk budaya populer kita harus bijak karena film ini menunjukan kejahatan yang dibalas juga dengan kejahatan.
Sexual violence against children is a crime that occurs in Indonesia. The number of cases of sexual violence against children continues to increase every year, sexual violence against children has become a culture in Indonesian society. By using perspective of crime as culture culture as crime concept, sexual violence against children in Indonesia is seen as a crime that is reconstructed and deconstructed by collective groups into a culture. As a product of popular culture, film can be a medium that deconstructs phenomena and culture in society. Sexual violence against children culture in Indonesia is deconstructed through the Ratu Ilmu Hitam 2019. This film depicts a culture of sexual violence against children which can be categorized as Rape Revenge Film, a revenge against perpetrators of sexual violence. This research is supported by data from previous research on sexual violence against children depicted through films and using the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, as a form of cultural depiction of violence against children in Indonesia. The results of this study, deconstruct the culture of violence in Indonesia in the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, show that as connoisseurs of popular culture products we must be wise because this film shows that crime is also repaid with crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Neri Widya Ramailis
"Fenomena pelanggaran lalu lintas yang dilakukan para pengendara sepeda motor di jalan raya Jakarta merupakan suatu pola perilaku kebiasaan yang dibiasakan, dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi setiap hari, sehingga membentuk sebuah budaya menyimpang. Kemudian, di lain hal fenomena pelanggaran lalu lintas juga dilihat sebagai kondisi demoralisasi, yang di artikan sebagai bentuk terjadinya penurunan terhadap nilai-nilai, moralitas dan norma di masyarakat. Dimana, masyarakat dalam hal ini paham dengan aturan dan hukum yang berlaku, namun, peraturan tersebut tidak diamalkan dengan baik dalam kehidupan seharihari.
Tesis ini mencoba menjelaskan bagaimana cultural criminology melihat fenomena perilaku pengendara sepeda motor dalam dimensi crime in everyday life dan crime as culture. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analis visual kriminologi yang dikembangkan oleh Cecil E. Greek dengan menampilkan gambar/foto terkait pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengendara sepeda motor. Kesimpulan dari tesis ini adalah perilaku pengendara sepeda motor dalam hal ini hadir sebagai bentuk fenomena kejahatan dalam kehidupan sehari-hari (crime in everyday life), dan fenomena kejahatan dan budaya (crime as culture).
The phenomenon of traffic violations made by motorcyclists on the road Jakarta is a pattern of behavior that is accustomed habit, done repeatedly and happen every day, so as to form an aberrant culture. Then, in another case of traffic violation phenomenon is also seen as a condition of demoralization, which is interpreted as a form of the decrease to values, morality and norms in society. Where, in this case the people familiar with the rules and laws that apply, however, the rules are not well practiced in everyday life. This thesis tries to explain how cultural criminology see motorcyclists behavioral phenomena in everyday life dimension in crime and crime as culture. The method used in this research is a visual analyst criminology developed by Cecil E. Greek to display an image / photo related traffic offenses committed motorcyclists. The conclusion of this thesis is the behavior of motorcyclists present in this case as a form of crime phenomena in everyday life (crime in everyday life), and the phenomenon of crime and culture (culture as crime)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41895
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library