Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wega Sukanto
"Latar belakang: Fibrilasi atrium meningkatkan morbiditas pasien dengan penyakit katup mitral. Insidens fibrilasi atrium pada pasien dengan penyakit katup mitral cukup tinggi karena proses pembesaran atrium dan remodelling. Semakin besar atrium, semakin lanjut juga proses remodelling, keberhasilan bedah ablasi-pun semakin kecil. Populasi pasien di Indonesia memiliki dimensi atrium kiri yang sudah besar. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dimensi atrium kiri terhadap keberhasilan bedah ablasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan mengambil seluruh data 59 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dari 85 pasien yang menjalani bedah ablasi pada Januari 2012 sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data diambil dari rekam medis pasien yang menjalani operasi koreksi katup mitral dengan atau tanpa koreksi katup trikuspid dengan bedah ablasi set lesi bilateral, alat tunggal radiofrekuensi bipolar. Pengamatan irama jantung dilakukan pada minggu pertama, bulan ketiga, dan bulan keenam pascaoperasi. Analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dan logistik regresi.
Hasil: Diameter atrium kiri preoperasi pada kedua kelompok keluaran hasil bedah ablasi bulan ketiga dan bulan keenam berbeda bermakna nilai p 0,05 , bulan ketiga nilai p >0,05 , dan bulan keenam nilai p >0,05 pascaoperasi. Analisis multivariat seluruh variabel perancu pada tiap waktu pengamatan tidak didapatkan hubungan yang secara statistik bermakna. Pada kelompok pasien dengan diameter atrium kiri ge;60mm, angka konversi irama menjadi sinus 69,22.
Kesimpulan: Semakin besar diameter atrium kiri preoperasi, semakin tinggi angka rekurensi AF pada pasien penyakit jantung katup mitral. Bedah ablasi tetap dapat menjadi suatu pertimbangan terapi pada pasien dengan diameter atrium kiri yang besar diameter ge;60mm .

Backgrounds: Atrial fibrillation causing many thromboemboli complications. Incidence of atrial fibrillation is high among patients with mitral valve disease. The proccess of enlargement and remodelling of atria were believed to increase failure in ablation surgery. Patients population in Indonesia had enormous size of atria in the time of surgery. We report the correlation between preoperative left atrial dimension with the outcome of the surgery.
Methods: This is a cohort retrospective study. We collected data from medical records of all 59 patients underwent modified Cox Maze IV with single device radiofrequency bipolar and biatrial lesion with mitral valve with or without tricuspid valve intervention throughout January 2012 to October 2016. We observed the outcome in first week, third month, and sixth month after the surgery. This study based on Mann Whitney U test and logisctic regression.
Results: There is significant difference in the preoperative left atrial diameter between two outcome groups AF and non AF at third month and sixth month p value 0.05. Multivariate analysis reveals no significant correlation among confounding factors at all observation time. The successful sinus rhythm conversion among patients with preoperative left atrium diameter greater than 60mm is 69,22.
Conclusions: Preoperative left atrial diameter affects the outcome of ablation surgery. The bigger the diameter, less success rhythm conversion. But in our population, ablation surgery still can be considered among patients with big left atrial size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirya Ayu Graha
"Latar belakang: Salah satu terapi fibrilasi atrium adalah ablasi bedah yang disebut Cox-maze IV yang dilakukan bersamaan dengan operasi katup mitral (concomitant cox-maze IV). Keberhasilan Cox-maze IV di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah RSJPD Harapan kita cukup tinggi yaitu 88,13%. Penelitian ini untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral di RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV kemudian dievaluasi irama jantung 6 bulan pasca operasi. Irama yang dinilai adalah bebas fibrilasi atrium dan dinilai faktor-faktor yang berhubungan.
Hasil: Total subjek adalah 115 pasien dengan prevalensi bebas fibrilasi atrium 6 bulan pascabedah adalah 81.5%. Pascabedah mortalitas sebanyak 7 pasien (6,1%). Diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki odds ratio 2,91 artinya, pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki peluang 2,91 kali irama tetap fibrilasi atrium dibanding dengan pasien dengan diameter atrium kiri kurang dari 60 mm.
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral adalah diameter atrium. Pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki OR 2,91 tetap FA.

Introduction: One of the therapies for atrial fibrillation is surgical ablation that is known as Cox-maze IV, that is performed together with mitral valve operation (concomitant cox-maze IV). The success rate of Cox-maze IV in RSPJD Harapan Kita is quite high, which is 88.13%. This study is aimed at understanding the factors that attribute to the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients in RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Method: The study design is cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation within the period of January 2012 to December 2017 were given mitral valve operation and Cox-maze IV, then the cardiac rhythm was evaluated for 6-months post-surgery. The examined rhythm is atrial fibrillation free and we evaluated the associating factors.
Results: Total subject was 115 patients with the prevalence of atrial fibrillation free for 6-months post-surgery was 81.5%. Post-surgery mortality rate was 7 patients (6.1%). A larger than 60 mm left atrium diameter had an odds ratio of 2.91, which meant that patients with a left atrium diameter larger than 60 mm had a 2.91 higher risk of having atrial fibrillation rhythm than those with a smaller than 60 mm left atrium diameter.
Conclusion: Factors associated with the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients is atrium diameter. Patients with a left atrium diameter larger than 60 mm has an OR of 2.91 to have atrial fibrillation. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Christy
"ABSTRAK
Latar belakang: Prosedur Cox-Maze IV merupakan standar baku emas dalam terapi fibrilasi atrium (FA) secara ablasi bedah dengan keberhasilan yang tinggi. Konversi dari FA menjadi irama sinus diharapkan mengurangi komplikasi akibat dari FA, yaitu risiko terjadinya tromboemboli termasuk gagal jantung. Prosedur yang kompleks dan lama, yang menambah beban operasi, menjadi pertimbangan dokter bedah untuk melakukan tindakan ini terutama pada pasien risiko tinggi. Penelitian ini untuk menilai peran irama jantung pascaoperasi Concomitant Cox-Maze IV, serta faktor-faktor lain yang berhubungan terhadap perubahan fungsi jantung kiri.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV menggunakan single clamp radio frekuensi. Kemudian dievaluasi peran irama jantung pascaoperasi serta faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan perubahan fungsi jantung kiri.
Hasil: Total subjek adalah 73 subjek. Keberhasilan Concomitant Cox-Maze IV dengan menggunakan single clamp radio frekuensi di RS Jantung Harapan Kita mencapai 86,3%. Irama jantung pascaoperasi, baik irama sinus maupun tetap FA, juga tidak mempunyai hubungan terhadap perubahan EF (nilai p 0,792). Kelainan fungsi katup mitral (stenosis dan regurgitasi) sebelum operasi merupakan faktor yang berperan dalam perubahan EF pascaoperasi (nilai p 0,01). Berdasarkan derajat disfungsi ventrikel sebelum operasi terdapat perubahan EF bermakna (nilai p <0,0001). Pada kelompok disfungsi ventrikel kiri yang sedang (EF 36% - 45%), terdapat perbaikan EF menjadi normal, yaitu dari 43,17% ke 61,5%. Perbaikan EF lebih baik pada stenosis mitral dengan disfungsi ventrikel kiri sedang yang kembali menjadi irama sinus pascaoperasi yaitu dari 43,3 ± 2,9% ke 64 ± 10,9% dibandingkan yang tetap irama FA 42% ke 49%.
Simpulan: Irama jantung pascaoperasi concomitant Cox-Maze IV dengan metode single clamp radio frekuensi tidak mempunyai hubungan terhadap fraksi ejeksi ventrikel kiri secara statistik. Prosedur ini lebih memberi manfaat yang lebih berarti dalam perbaikan fungsi ventrikel pada fraksi ejeksi yang rendah terutama pada stenosis mitral.

ABSTRACT
Background: The Cox-Maze IV procedure is the gold standard in the treatment for atrial fibrillation (AF) by surgical ablation with high of success rate. Conversion of AF into sinus rhythm is expected to reduce complications resulting from FA, such as the risk of thromboembolism and heart failure. Complex and lengthy procedures especially in high-risk patients, which add to the burden of surgery, are considered by surgeons to perform this procedure. This study was to assess the role of postoperative heart rhythm Concomitant Cox-Maze IV, as well as other factors related to changes in left heart function.
Methods: The study design was cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation in the period January 2012 to December 2017 performed mitral valve and Cox-maze IV surgery using a single radio frequency clamp. The role of postoperative heart rhythm and the factors that can be related to changes in left heart function were then evaluated.
Results: Total number of subjects were 73 subjects. The success of the concomitant Cox-Maze IV by using a single frequency radio clamp at Harapan Kita Heart Hospital reached 86.3%. Postoperative heart rhythms, both sinus rhythm and AF, showed no relationship with EF changes (p value 0.792). Mitral valve dysfunction (stenosis and regurgitation) before surgery is a factor that plays a role in changes in postoperative EF (p value 0.01). Based on the degree of ventricular dysfunction before surgery, there was a significant change in EF (p value <0.0001). There was an improvement in EF to normal in the group of moderate left ventricular dysfunction (EF 36% - 45%), ie from 43.17% to 61.5%. Improved EF was better in mitral stenosis with moderate left ventricular dysfunction returning to postoperative sinus rhythm, from 43.3 ± 2.9% to 64 ± 10.9% compared to those that remained in AF 42% to 49%.
Conclusion: Postoperative heart rhythm after concomitant Cox-Maze IV with single frequency radio clamp method has no statistically significant relationship to the left ventricular ejection fraction. This procedure has more significant benefits in improving ventricular function in low ejection fractions, especially in mitral stenosis."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library