Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Schabas, William A.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2011
345.01 SCH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gray, Christine D.
Oxford: Clarendon Press, 1987
341.552 GRA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Junaedi
"The law on human rights court has brought the new hopes for certain people have suffered because of the human rights violation happened in the past government (before the law enacted in the years of 2000). The demand for justice does not only focus on human rights violations, which occurred in the past but also similar human rights violations that will occur in the future. The existence of a permanent Human Rights Court seems to imply that human rights will be upheld and protected. The resolution of past human rights violations through extra-judicial organizations is an advanced step towards resolving the case, whereas a conflict approach can be used to settle the case. The existence of the Human Rights Law provides a new frontier in implementing the principle of restorative justice in the approach of case settlement. It is hoped that such restorative justice can create a political balance between the past and the future.

Undang-undang tentang Pengadilan HAM telah membawa harapan baru bagi orang-orang tertentu yang menderita karena pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam pemerintahan masa lalu (sebelum hukum diberlakukan pada tahun 2000). Tuntutan keadilan tidak hanya fokus pada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu, tetapi juga pada pelanggaran HAM serupa yang akan terjadi di masa depan. Keberadaan Pengadilan HAM permanen tampaknya menyiratkan bahwa hak asasi manusia akan dijunjung tinggi dan dilindungi. Resolusi pelanggaran HAM masa lalu melalui organisasi ekstra-yudisial merupakan langkah maju menuju penyelesaian kasus ini, sedangkan pendekatan konflik dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus ini. Keberadaan UU Hak Asasi Manusia memberikan sebuah perbatasan baru dalam melaksanakan prinsip keadilan restoratif dalam pendekatan penyelesaian kasus. Diharapkan bahwa keadilan restoratif tersebut dapat menciptakan keseimbangan politik antara masa lalu dan masa depan."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Din
"ABSTRAK
Sistem Peradilan Pidana terdiri dari sub sistem Polisi, Jaksa Penuntut Umum, Hakim, dan Lembaga Pemasyarakatan. Bekerjanya Sistem Peradilan Pidana ini harus terpadu dan saling mengisi antara sub sistem. Sub sistem Polisi sebagai sub sistem hulu atau sebagai gerbang berkenalannya seseorang dengan Sistem Peradilan Pidana sangat menentukan untuk proses selanjutnya, kernampuan teknik keresersean yang dimiliki oleh Polisi (penyidik) harus didukung dengan teknik yuridis dari Jaksa Penuntut Umum, sehingga diperlukan koordinasi. KUHAP sebagai induk dasar berpijaknya Sistem Peradilan Pidana telah mengatur koordinasi tersebut berupa:
pemberitahuan dimulainya penyidikan, petunjuk penuntut umum dalam pemeriksaan tambahan (Prapenuntutan), perpanjangan penahanan, dan pemberitahuan penghentian penyidikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, apa hambatan dalam melakukan koordinasi, kebijakan apa yang telah ditempuh dalam menanggulangi hambatan itu dan bagaimana pengawasan penuntut umum terhadap berkas perkara yang dikembalikan kepada penyidik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi antara penyidik dan penuntut umum belum berjalan sebagaimana yang di.tentukan oleh KUHAP. Hambatan yang paling mendasar adalah menyangkut sarana telekomunikasi, karena jarak antara Polsek dengan kejaksaan Negeri relative Jauh. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah dengan terus meningkatkan koordinasi dan mengadakan gelar perkara."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Arnold
"Upaya hukum pengajuan keberatan merupakan hak dari setiap pelaku usaha yang tidak menerima Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat secara sederhana mengatur pengajuan keberatan bagi pelaku usaha yang tidak dapat menerima sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU. Karenanya, pada tanggal 18 Juli 2005, Mahkamah Agung Republik Indonesia menetapkan sebuah peraturan yang sangat penting bagi perkembangan dan penegakan hukum persaingan di Indonesia. Peraturan tersebut adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Lahimya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2005 ini setidaknya dapat mengatasi ketidakjelasan mengenai tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap Putusan KPPU yang selama ini memang masih menimbulkan polemik dan ketidakseragaman dari setiap Pengadilan Negeri yang rrmenangani kasus keberatan terhadap putusan KPPU. Namun demikian, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 ini tidak seluruhnya dapat dikatakan sempuma dari segi substansi yang diaturnya, karena masih terdapat beberapa kelemahan, seperti: kurang komprehensifnya aturan-aturan hukum yang ada di dalamnya, perbedaan interpretasi antara Majelis Hakim Pengadilan Negeri dengan KPPU, dan kurangnya pemahaman Majelis Hakim Pengadilan Negeri mengenai hukum persaingan usaha. Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 masih memerlukan perbaikan lebih lanjut, karena ternyata terdapat beberapa permasalahan yang timbul akibat undang-undang tidak mengatur upaya hukum apa yang seharusnya ditempuh oleh pelaku usaha yang diperiksa oleh KPPU, dan bagaimana proses beracara untuk kasus persaingan usaha di Pengadilan Negeri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salviadona Tri P.
"Asas legalitas merupakan suatu asas yang utama dalam hukum pidana. Asas ini berlaku secara universal karena diakui dan dianut oleh semua sistem hukum di dunia. Salah satu yang terpenting dalam elemen asas legalitas adalah larangan pemberlakuan surut (non retroaktif) suatu peraturan perundang-undangan. Asas ini dianut dan diterapkan telah begitu lama di hampir semua sistem hukum termasuk di Indonesia. Pengakuan atas prinsip ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP serta dalam Pasal 28 I UUD 1945 Amandemen Kedua. Sejalan dengan prinsip tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 013/PUU-I/2003 menyatakan bahwa Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan Konstitusi serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Akibat hukum atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap proses pemeriksaan para tersangka, terdakwa dan terpidana Bom Bali adalah semuanya harus dinyatakan batal demi hukum. Atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013/PUU-I/2003, maka muncul hak-hak bagi para tersangka, terdakwa dan terpidana bom Bali. Pelaku yang masih berstatus tersangka mempunyai hak untuk tidak diproses secara hukum baik materiil maupun formil dengan menggunakan Undang-Undang tentang Pemberantasan Terorisme. Namun dalam pelaksanaannya Putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak ditaati dan dilaksanakan oleh lembaga yang terkait dengan sistem peradilan pidana. Faktor yang menyebabakan tidak ditaati dan dilaksanakannya Putusan Mahkamah Konstitusi adalah karena Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi tidak mengatur mengenai konsekwensi atau akibat hukum yang harus dilaksanakan apabila suatu Undang-Undang dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library