Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bondhet Suryonurwendo
"Pengangkatan anak antarnegara memerlukan pengaturan dan pengawasan yang ketat untuk menghindari penculikan dan kejahatan-kejahatan lain. Hal inilah yang menyebabkan pengangkatan anak dilakukan melalui pengadilan. Penelitian ini terkait dengan putusan-putusan pengangkatan anak dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama serta pengakuan putusan di luar negeri. Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan metode normatif deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya perbedaan pendapat mengenai kompetensi Pengadilan Agama terkait pengangkatan anak antarnegara, selain itu berdasarkan kasus yang dianalisis, Amerika Serikat dan Australia mengakui putusan pengangkatan anak antarnegara yang dikeluarkan pengadilan Indonesia selama putusan dibuat sesuai dengan hukum Indonesia. 

Intercountry adoption in Indonesia needs a strict regulation and supervision to avoid kidnapping and other crimes related to trafficking. Hence intercountry adoption in Indonesia are done through court. This study is associated with intercountry adoption awards finalized in Disctrict Court and Religous Court and its recognition abroad . This study used normative-descriptive methode to solve the problems. This study discovered that there are different oponions regarding Religious Court competence in granting intercountry adoption awards. Through case analysis, this study also discovered that USA and Australia recognise Indonesia intercountry adoption awards as long as the awards were finalized in accordance with Indonesia law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamidah Izzatullaili
"Dewasa ini, banyak jurits Indonesia menegaskan formasi sosial dominan ulama tradisional terhadap kecenderungan afirmatif bahwa beda agama nienjadi salah satu kendala (mani') untuk waris mewarisi tidak lagi relevan dengan kondisi multi kultur dan multi agama masyarakat Indonesia. Sebagai gantinya, mereka menyatakan bahwa disparitas perolehan harta warisan secara kuantitas berdasarkan perbedaan agama (religion disaggregated) secara perlahan akan luntur sesuai dengan tingkat kemajemukan masyarakat Indonesia yang tinggi. Dan seyogyanya beralih, melalui tindakan kebijaksanaan hukum (legal policy) negara Indonesia ke antitesisnya, yaitu beda agama bukan halangan mendapat hak waris secara resiprokal.
Terkait dengan itu, politik hukum pentndang-undangan Indonesia di bidang perdata Islam tidak melegalkan waris beda agama. Sebaliknya hukum perdata adat dan Barat yang masih berlaku di Indonesia mengakui praktek pemberian hak waris beda agama. Fenomena pernberlakuan beberapa sistem hukum ini mengurai fakta adanya perbedaan materi hukum perdata secara konseptual dari sudut yuridis normatif. Hai ini pada tahap selanjutnya berpotensi menciptakan kondisi tidak sehat daiam masyarakat dan chaos dalam pelaksanaan hukumnya (law enforcement).
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menggambarkan secara deskriptif dan melacak faktor-faktor penyebab konflik yang kerap kali terjadi di bidang hukum perdata Indonesia terutama yang terkait dengan hak waris beda agama dan lantas memproyeksikan formasi sosial yang mampu melakukan konstruksi makna (signifrkansi) tentang waris beda agama secara verbal dalam suatu cara yang dapat. diterima oleh masyarakat dan persepsinya terhadap realitas pluralitas dan heterogenitas struktur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan model pengkajian kualitatif deskriptif dengan pemilihan studi kasus (case study) sebagai strategi penelitian.
Adapun pengumpulan data dibatasi pada dari data-data yang terdapat pada Mahkamah Agung yang mengulas secara khusus tentang putusan kasus gugatan waris beda agama dari tahun 1990-2000. Sedangkan karakteristik data tersebut berupa data dokumen dan data kasus. Adapun strategi analisis bukti studi kasus dikembangkan dengan mengikuti proposisi teoritis dan mengembangkan deskripsi kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksinkronan elemen-elemen sistem hukum bukan merupakan satu-satunya faktor yang mengakibatkan muncul konflik. Tetapi konflik pada mulanya muncul akibat ketimpangan pemenuhan kebutuhan primordial yang dilakukan dengan mengorbankan pemenuhan hak orang lain, Dengan demikian, konflik dalam sistem hukum dilatarbetakangi oleh konflik lain di luar hukum. Bahwa upaya penyelesaian persoalan di luar jalur hukum, negosiasi misalnya, belum tercapai.
Secara khusus, konflik dalam sistem hukum terjadi karena dua hal yang saling berkaitan, pertama, adanya dua sistem hukum atau lebih yang berbeda secara diametral, dan kedua, beberapa sistem hukum tersebut mempunyai kedudukan yang sederajat dan menguasai peristiwa hukum. Adapun konkretasi bentuk-bentuk konflik dapat dideskripsikan dalam tiga pointer, pertama, konflik dalam tingkat struktur hukum (legal structure), kedua, konflik dalam tingkat substansi hukum (legal substance) dan ketiga, konflik dalam tingkat budaya hukum (legal culture). Bertolak dari konsepsi hukum sebagai sistem, konflik secara spesifik diakibatkan oleh (1) masalah interpretasi; (2) masalah yurisdiksi; (3) masalah legitimasi; dan (4) masalah sanksi. Selain itu, konflik juga terjadi akibat pengaruh historis tarik ulur beberapa sistem hukum yang dilakukan oleh penjajah kolonial. Akhirnya, persoalan peinberian hak waris beda agama tidak selalu ditimbulkan oleh degradasi kesadaran terhadap hukum tetapi oleh tuntutan menegakkan keadilan bagi manusia.

Formerly, there are a lot of Indonesian juries which emphasized that dominant social formation of traditional ulama is no longer relevant to assess that diversity on religions affirmatively become an obstacle (mani') in heir system of Indonesian multi culture and religion. Therefore, they stated that their quantity disparity on subject to religion disaggregated is changeable along with higher Indonesian complexity society.
In line to that case, Indonesian law policy of Islam civil justice did not legalize heir in religion diversity. On the contrary, western and traditional law still recognized and legalize heir in religion diversity. This phenomenon is potentially creates unhealthy situation on civil society and probably become source of chaotic situation on law enforcement manners.
This study tries to describe and tracing conflict causal factors often happened in Indonesian civil justice, specially hooked with heir in religion diversity. These research also projected on how social formation able to signified heir law on Indonesian plurality. Therefore, this study used descriptive qualitative examination model and case study as research strategy. This study use document from High Court specifically reviewed religions diversity hair cases from 1990 to 2000.
Research found that failure on synchronization of law system elements was not the only factors to determine conflicts. Conflict arises as consequences of failure to occupy primordially needs by sacrifice other rightful authority. Therefore, conflict in law system surrounded by outer law issues backgrounds.
Specifically, conflict in law system occurred as per two bounded causes. First, the existence of two or more law difference systems. Second, these differences law system has equal degree and dominating law affair.
Furthermore, conflict shapes could be describes on three points; legal structure, legal substance, and legal culture. Underpinned from law as law concept, conflict also specifically caused by (1) interpretations predicament; (2) justice predicament; (3) legitimate predicament and (4) sanctions predicament. Besides that, conflicts also accomplished as the effect of historical resistance of some different law system by colonizer.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Enrico
"ABSTRAK
Dalam dimensi sejarah, perluasan kewenangan Peradilan Administrasi dilakukan
oleh para hakim peradilan administrasi, sebagai bagian dari proses penemuan
hukum (judicial activism) untuk mengisi keterbatasan-keterbatasan UU. No.
5/1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (atau UU. No. 51/2009 dalam
perubahan terakhirnya). Namun, perluasan kewenangan absolut peradilan
administrasi melalui praktek peradilan berjalan diametral dengan politik hukum
kebijakan legislasi. Dalam penelitian ditemukan disharmoni kebijakan politik
hukum di bidang pengaturan eksistensi dan fungsi kompetensi absolut Peradilan
Administrasi, hal ini disebabkan karena tidak adanya grand design dari para
pembuat kebijakan, khususnya di bidang legislasi, untuk membangun suatu sistem
peradilan administrasi yang efektif, berwibawa dan kuat sesuai dengan cita negara
hukum Indonesia. Kelemahan aturan hukum seringkali disikapi bukan dengan
memperhatikan keselarasan sistem, namun menggunakan pendekatan-pendekatan
reaktif, yakni berorientasi membuat aturan dan lembaga baru, untuk menata
sistem hukum yang terganggu atau bermasalah. Dalam penelitian ini dibahas pula
beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang secara langsung akan
mempengaruhi fungsi peradilan administrasi ke depan, disamping menganalisis
sinkronisasi kebijakan legislasi dan regulasi dari lima undang-undang mutakhir
yang memperluas/menegaskan kewenangan Peradilan Administrasi dalam sistem
hukum nasional yaitu : 1) UU. Keterbukaan Informasi Publik; 2) UU. Pelayanan
Publik; 3) UU. Pemilu Anggota DPR/D dan DPD; 4) UU. Pengelolaan
Lingkungan Hidup; 5) UU. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Pada
akhirnya, Peneliti berkesimpulan bahwa politik hukum yang mengatur dan
mengelola sistem penyelesaian sengketa antara warga masyarakat atau badan
hukum dengan pemerintah dalam kebijakan legislasi maupun regulasi harus
disusun dalam suatu grand design perubahan yang mencerminkan hakikat
perlindungan hukum kepada masyarakat. Namun perlindungan hukum ini akan
lebih bermakna apabila kompentensi peradilan administrasi tidak dibatasi oleh
ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 9 UU PERATUN, maupun
pembatasan-pembatasan hukum lainnya, namun mencakup semua tindakan
hukum publik administrasi pemerintahan.

ABSTRACT
In historical dimension, the extension of the administrative courts jurisdiction is
exercised by administrative judge as part of the judicial activism to strengthen the
weakness of the Administrative Court Act no. 5/1986 (last revised on the Act no.
51/2009). Unfortunately, the extension of the administrative court jurisdiction has
been diametrically opposed with the legal policy of legislation. The analysis will
demonstrate disharmony of the effectiveness legislation of judicial administrative
court power, due to the lack of lawmakers grand design to build a effective and
strong judiciary system of administrative court based on the idea of Indonesian
rule of law. The defective of the laws and regulations tends to be faced in reactive
approach for building new regulation or institution. Realizing the lack of political
will of the lawmakers to build a effective and strong administrative court power,
the reseacher propose some ideas and arguments to optimalize the power of
administrative court by systematizing and re-thingking some actual legal issues
relating the future of administrative court jurisdiction (ius constituendum).
Relating to this topic, the researcher examine as well some of the draft bills whose
impact to the future of the administrative court function, besides analyzing current
policies which has been expanding the administrative court jurisdiction in national
law system namely : 1) Freedom Information Act; 2) Public Service Act; 3)
Legislative and Senate Election Act; 4) Enviromental Protection and Management
Act; 5) Land Acquistition For Public Purposes Act. Finally, the researcher has a
conclusion that legal policy which regulates and operates national legal system of
the conflict resolution between the government and the citizen must be composed
and designed based on a supporting grand design to promote and guarantee legal
protection for citizens. This protection would be more meaningful if the
jurisdiction of the administrative court are not limited only to the specific criteria
of the administrave court decision according to article 1 figure law 9 Law No.
51/2009, including another legal exemption, but also cover all the public legal
action of administrative authority."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Irianto
"ABSTRAK
Secara garis besar penelitian ini menjelaskan mengenai bagaimanakah budaya hukum dan sub-budaya hukum (kepentingan) masyarakat Batak Toba pada umumnya, yang tidak menempatkan perempuan sebagai ahli waris dengan berbagai dampaknya bagi perempuan, menyebabkan kelompok perempuan tertentu mcnciptakan budaya hukum dan sub budaya hukumnya sendiri, hal mana tercermin melalui cara perempuan memilih institusi peradilan dalam proses penyelesaian sengketa waris
Janda dan anak perempuan Batak membawa sengketa ke pengadilan negara dengan alasan dan latar belakang yang berbeda. Janda baru membawa sengketa ke pengadilan sebagai the last resort, sedangkan dibawanya sengketa ke pengadilan oleh anak perempuan lebih merupakan pilihan (choice). Keberanian anak perempuan untuk berperkara di pengadilan dengan risiko social loss yang besar, menjadikan mereka agent of change dalam hal waris di kalangan masyarakatnya. Para pihak yang terlibat dalam sengketa dan para hakim menggunakan hukum adat dan hukum negara secara bergantian. Dengan demikian sebenarnya para pihak tunduk sebagian kepada institusi hukum negara, dan sebagian pada hukum adat (borrowing), atau kadang-kadang ?mengemas? substansi hukum adat melalui institusi hukum ncgara (neo-traditional norms). Terdapat variasi hasil akhir dari konflik individual yang berlangsung bersamaan dengan konflik institusional, yaitu: kemenangan bagi perempuan, atau win-win solutions bagi semua pihak, atau kekalahan bagi perempuan. "
2000
D111
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library