Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pingka Dedja Alifa
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang perkara perbuatan melawan hukum antara Koperasi Pedagang Pasar Citeureup melawan PT. Bank Bukopin Tbk dan R Kusumah Sandjoyo. Penelitian ini berfokus pada dua pokok permasalahan, yaitu tentang unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh PT. Bank Bukopin dan R. Kusumah Sandjoyo sehingga dapat digugat dan dapat bertanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum dan analisis terhadap putusan Mahkamah Agung No. 1683 K/Pdt/2007 terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Bukopin dan R. Kusumah Sandjoyo. Pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 523/Pdt.G/2003/PN.JakSel dan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 168/PDT/2005/PT.DKI, hanya R. Kusumah Sandjoyo yang dinyatakan bersalah, namun putusan tersebut dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung No. 1683 K/Pdt/2007 yang menyatakan bahwa baik PT. Bank Bukopin Tbk maupun R. Kusumah Sandjoyo bersalah dan harus bertanggung jawab.Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundang-undangan terkait.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah baik PT. Bank Bukopin Tbk maupun R. Kusumah Sandjoyo memenuhi semua unsur dan dapat bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum terhadap Koperasi Pedagang Pasar Citeureup.
This thesis discusses the tort case between Koperasi Pedagang Pasar Citeureup against PT. Bank Bukopin and R Kusuma Sandjoyo. This study focuses on two principal issues , namely the elements that must be met by PT. Bukopin and R. Kusuma Sandjoyo so it can be sued and may be liable under tort and analysis on the Supreme Court decision No. 1683 K/Pdt/2007 related tort committed by PT. Bukopin and R. Kusuma Sandjoyo. In the South Jakarta District Court decision No. 523/Pdt.G/2003/PN.JakSel and the Jakarta High Court decision No. 168/PDT/2005/PT.DKI , only R. Kusuma Sandjoyo were found guilty, but the verdict was overturned by the Supreme Court decision No. 1683 K/Pdt/2007 which stating that both PT. Bank Bukopin and R. Kusuma Sandjoyo guilty and should be held accountable. The data retrieval methods focus on the study of literature and Indonesia’s legislation.

The results of the study concluded that either PT. Bank Bukopin and R. Kusuma Sandjoyo meet all the elements and responsible for a tort against Koperasi Pedagang Pasar Citeureup.
Universitas Indonesia, 2014
S53666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muhammad Ikhsan
Abstrak :
Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur pada Pasal 22D UUDNRI 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 serta Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 2009) menempatkan kedudukan DPD tidak setara dengan Presiden atau DPR dalam hal pembentukan undang-undang. Lahirnya, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 telah merubah kedudukan dan kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang undang yaitu dengan merumuskan bahwa DPD ikut terlibat sejak tahap pengajuan undang-undang sampai dengan sebelum diambil persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3 2014) yang tidak didasarkan pada putusan Makamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Sehingga, diajukannya pengujian formil dan materiil atas UU MD3 2014 yang kemudian melahirkan putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014, membuktikan bahwa UU MD3 2014 tidak dibentuk berdasarkan arahan dari putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 karena mengatur kembali hal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Terlebih lagi, terdapat beberapa aturan lainnya pada UU MD3 2014 yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang seharusnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada Putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014. ...... DPD authority in the formation of legislation have been regulated in Article 22D UUDNRI 1945, Law No. 27 of 2009 and Act No. 17 of 2014. Act No. 27 of 2009 (Act MD3 2009) locates the position of DPD is not equivalent to the President or the House of Representatives in the formation of legislation. The Constitutional Court decision No. 92 / PUU-X / 2012 has changed his position and authority of the DPD in the formation of the legislation is to formulate that DPD is involved since the submission stage of the legislation before it is taken up by mutual agreement by the Parliament and the President. Formation of Law No. 17 of 2014 (Act MD3 2014) that are not based on the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 resulted in obscurity authority of the DPD in the formation of legislation. Thus, the filing of formal review and substantive review of the Act MD3 2014 which gave birth to the decision of the Court number 79 / PUU-XII / 2014, proving that the Act MD3 2014 are not formed under the direction of the Constitutional Court decision number 92 / PUU-X / 2012 as set back the has been declared unconstitutional by the Constitutional Court in Constitutional Court Decision No. 92 / PUU-X / 2012. Moreover, there are several other rules on MD3 Act 2014 contrary to the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 that should have been declared unconstitutional by the Constitutional Court conditional on Court Decision number 79 / PUU-XII / 2014.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Kafabih
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan hukum mengenai penetapan pengadilan atas perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung. Permasalahan tersebut dilatar belakangi dengan adanya pasangan suami isteri yang mengajukan permohonan penetapan perjanjian perkawinan yang telah dibuat sebelum perkawinan berlangsung namun belum dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Berdasarkan hal tersebut penulis mengangkat suatu rumusan masalah yaitu bagaimana kekuatan hukum penetapan pengadilan terkait perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung dan bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Notaris akan tetapi tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah perkawinan antara WNI dan WNA menimbulkan beberapa akibat hukum yang disebabkan oleh perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan setelah perkawinan berlangsung. Terutama mengenai ketentuan hak milik atas suatu tanah, maka dari itu majelis hakim harusnya meminta daftar atau list harta kekayaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut sebelum memberikan suatu penetapan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait. Kemudian pasangan suami istri sebelum memohon pengesahan perjanjian perkawinan kepada pengadilan, sebaiknya para pihak membuat surat pernyataan dari ada atau tidak adanya pihak ketiga yang tersangkut dalam pemisahan harta kekayaan perkawinan yang tertuang dalam akta notarial perjanjian perkawinan tersebut.
ABSTRACT
In this thesis, the authors raised the legal issues concerning the determination of the court of marriage agreement that is not registered in the office of religious affairs after the marriage took place. The problem is based on the presence of married couples who apply for the establishment of a marriage agreement that has been made before the marriage takes place but has not been registered in the Office of Religious Affairs. Based on it writer raised a formulation problems which are how legal force of the court ruling related agreement marriage is not registered in the office of religious affairs after marriage ongoing and and how the consequences of marriage law law made by Notary but not registered in the office of religious affairs after the marriage took place against the parties third. Research methodology used in the this is the method juridical normative with typologies research used to answer problems in this research using research is descriptive analytical. The result of this study is that marriage between Indonesian citizens and foreigners gives rise to some legal consequences caused by marriage agreements that are not registered after marriage takes place. Especially regarding the provision of property rights to a land, therefore the panel of judges should request list or list of property owned by the couple before giving a determination to provide legal certainty for all parties concerned. Then the married couple before applying for the marriage agreement to the court, the parties should make a statement of the presence or absence of a third party involved in the separation of marriage property contained in the notarial deed of the marriage agreement.
2018
T51446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Lusia Liana
Abstrak :
Sertipikat Ganda adalah sertipikat-sertipikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Faktor-faktor penyebab terjadinya sertipikat ganda, akibat hukum dari tanah yang bersertipikat ganda serta penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda, merupakan pokok permasalahan yang akan ditelaah Penulis dalam tests ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis - normatif. Dengan demikian, tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda. Permasalahan sertipikat ganda dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurang telitinya petugas pertanahan saat menjalankan mekanisme pengurusan sertipikat tanah, tanah yang bersertipikat ganda tersebut ternyata merupakan tanah yang sedang berada dalam status sengketa atau kesalahan saat pengukuran. Sertipikat ganda menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab apabila sertipikat itu digunakan untuk kepentingan tertentu, dapat menimbulkan ketidakjelasan hak dan kewajiban bagi pemegangnya dan berpotensi merugikan berbagai pihak, serta berpotensi memunculkan sengketa hukum di antara pihak yang terkait. Penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda, dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan (negosiasi, mediasi, paksaan, penghindaran, membiarkan saja, dan penyelesaian khusus. Penyelesaian melalui pengadilan ada beberapa kemungkinan, hal tersebut tergantung kepada kesalahan atau cacat pada sertipikat ganda tersebut dan kemauan para pihak. Apabila penyelesaiannya melalui pengadilan, maka bisa melalui peradilan umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung), Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Agama. Semua jalur penyelesaian sengketa tersebut akan berrnuara pada pembatalan sertipikat tanah.
Double certificate is the certificates to explain is the same of land. Factors the cause of the happening of double certificate, legal consequences of the land have double certificate and also solution of the land dispute have double certificate is problems fundamental to be analyzed the writer in this thesis. Research method the used is method research of the bibliography having the character of yuridis - normatif. Therefore, the aim of this writing is to know solution of the land dispute double certificate. Problems double certificate can because of some factors, that is less accurately of officer of land of moment run the management mechanism certificate land, the land of double certificate the actually is the land is being in dispute status or mistake of measurement moment. Double certificate create uncertainty or law, because when the certificates are used they make unclear about the rights and obligations for his owner and create disadvantages to others when selling-buying on land, and potentially increase law dispute among them. Solution of the land dispute of double certificate, can be done passing the justice and extrajudicial ( negotiation, arbitrary, by force, Avoidance, and special negotiation). Solution through justice there are some possibilities, mentioned depended to mistake double certificate the and willingness of the parties. If his solution through justice, hence can through general court ( District court, High court, and Supreme court, Government Administration Court and Religious Court). All the mention court above will come to disqualify the certificate which does not have the real authority of the law.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Rianita Rehulina
Abstrak :
Sebelum adanya Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, dalam prakteknya, Mahkamah Agung (MA) pernah menerima pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengajuan PK tersebut menimbulkan pro dan kontra karena kekaburan norma sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam implementasinya. Dalam perkembangannya, dibentuk UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan), peraturan ini memberikan kewenangan kepada JPU untuk mengajukan PK dalam perkara pidana. Munculnya UU Kejaksaan dengan tidak memperhatikan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 selanjutnya akan dilakukan pengkajian, terutama menyangkut bagaimana kekuatan final dan mengikat serta keberlakuan Putusan MK Nomor Nomor 33/PUU-XIV/2016 pasca terbitnya UU Kejaksaan. Lebih lanjut penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dengan hasil penelitian sebagai berikut: kekuatan final dan mengikat Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi hapus (tidak lagi menjadi final dan mengikat) dan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi tidak berlaku pasca diterbitkannya UU Kejaksaan sehingga yang disampaikan MK dalam pertimbangannya bahwa JPU tidak berwenang mengajukan PK dalam perkara pidana telah menjadi konstitusional dan dibenarkan menurut hukum sejak terbitnya UU Kejaksaan. ......Prior to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016, in practice, the Supreme Court (MA) had received a judicial review (PK) in a criminal case submitted by the Public Prosecutor (JPU). The submission of the PK raises pros and cons because of the ambiguity of norms, resulting in legal uncertainty in its implementation. In its development, Law Number 11 of 2021 concerning Amendments to Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office (AGO) was formed. The emergence of the Prosecutor's Law without paying attention to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 will then be studied, especially regarding how the final and binding force and the enforceability of the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 after the issuance of the Prosecutor Law. Furthermore, this research uses normative juridical law research with a statutory approach and a conceptual approach, with the following research results: the final and binding force of the Constitutional Court Decision Number 33/PUU-XIV/2016 becomes null and void (no longer final and binding) and The Constitutional Court Number 33/PUU- XIV/2016 became invalid after the issuance of the Prosecutor's Law so that what was conveyed by the Court in its consideration that the Public Prosecutor was not authorized to file a PK in a criminal case had become constitutional and justified according to law since the issuance of the Prosecutor's Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baum, lawrence
New York: A Division of Congressional Quarterly Inc, 1989
347.732 6 BAU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Indra R.
Abstrak :
Konsep welfare state mengakibatkan perluasan peran pemerintah dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang bertujuan memajukan kesejahteraan seluruh warga negara, akibatnya setiap aktivitas masyarakat akan selalu bersinggungan dengan pelaksanaan tugas dari badan atau pejabat tata usaha negara. Maka selalu terdapat berbagai bentuk variasi tindakan pemerintah baik faktual maupun berupa keputusan yuridis tidak setiap Keputusan akan diterima oleh warga negara bila menimbulkan kerugian yang mendesak, walaupun pada dasarnya setiap keputusan tata usaha negara itu adalah Presumptio justae Causa (dilaksanakan dengan seketika). keputusan yang sangat merugikan dilaksanakan tersebut dapat diminta penundaan pelaksanannya kepada pengadilan TUN yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan bila ada kepentingan mendesak/dirugikan dan tidak dikabulkan bila ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan. Dalam penelitian ini, ditemukan kepentingan penggugat yang mendesak/dirugikan itu tidak serta merta terjadi. Kepentingan umum dalam rangka pembangunan adalah merupakan kepentingan seluruh negara/bangsa bukan dalam arti kepentingan lokal yang mengharuskan gugatan ditolak. Untuk mengatasi timbulnya sengketa dikemudian yang timbul akibat ketidakcermatan mengambil keputusan, maka saran yang direkomendasikan adalah (1). Perlunya pemahaman wewenang oleh setiap badan atau pejabat TUN dalam pembuatan keputusan; (2) perlunya adanya sanksi berupa pemberian ganti rugi secara pribadi badan atau pejabat TUN yang bersangkutan. Wellfare state resulted in the concept of expending the role of government in all aspects of a society. That aims to promote the welfare of all citizens. A result that every community will always with the implementation of the tasks of the agency or official. Therefore always different forms of government action variations both factual and juridical decisions. Is that not every decisions can be received by citizens when the loss of an urgent cause although basically every decisions (can be) a decisions which is very harmfull for the delayed can be sued to court. That granted will can have an urgent interest/ injured and not granted if there is public interest in the frame work of development. In this research found that the interest of plaintif urgent/ disadvantaged not necessarily occur. Is in the public interest of all citizens/ nation as whole Rather than local interest to addres the incidence of disputes due to decisions that are carefull. the suggestion is recommended (1) The need for the authorities in decisions making (2) The need to sanction the provision of compensation from the time the guilty officials.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Harry Noviandy
Abstrak :
Surat Wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang yang telah dewasa, yang berlaku mengenai apa yang dapat dilaksanakan setelah dirinya meninggal, dalam kaitannya untuk mewariskan kekayaan yang ia miliki semasa hidup, sebelum dirinya meninggal. Retidaktahuan seseorang mengenai ketentuan hukum dalam pewarisan melalui surat wasiat, dapat menimbulkan permasalahan yang cukup rumit, terlebih apabila dibuat oleh warga negara asing yang menetap di Indonesia, dalam hal ini surat wasiat yang dibuat di Indonesia dan tidak pernah diserahkan kepada Notaris, oleh warga negara Australia yang menetap dan meninggal di Indonesia, meskipun telah mendapatkan pengesahan dari Pengadilan di Indonesia, nantun surat wasiat tersebut tetap tidak dapat dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas dari keabsahan dan pelaksanan surat wasiat, yang mana berdasarkan prinsip Nasionalitas yang dianut oleh Indonesia, harus berdasarkan hukum kewarganegaraan si pembuat wasiat (berdasarkan Wills, Probate and Adimnistration Act. 1898), sedangkan menuxut prinsip Domisili yang dianut oleh Australia, harus berdasarkan hukum di negara tempat tinggal pembuat wasiat berada (berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia). Akibat perbedaan prinsip tersebut timbul pennasalahan, bagaimanakah keabsahan surat wasiat yang dibuat sendiri oleh seorang warga negara Australia di Indonesia, dalam hal surat wasiat tersebut tidak diserahkan kepada Notaris? Selain itu bagairnanakah pelaksanaan surat wasiat ini di Indonesia? Untuk menjelaskannya, dilakukan suatu penelitian melalui metcde penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, dengan meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terkait dengan hukum kewarisan pada unurCnya maupun kewarisan berdasarkan surat wasiat, hukum kewarisan dalam Hukum Perdata Internasional, dan kompetensi lembaga peradilan, yang didukung dengan wawancara kepada para nara sumber. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif analitis melalui care berpikir deduktif, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa surat wasiat dimaksud secara substansial adalah sah, namun demikian untuk mendapatkan sifat otentik dan mempunyai kekuatan hukum, perlu pengesahan dari Pengadilan di Indonesia. Hal ini penting mengingat, Keputusan maupun Penetapan Pengadilan merupakan suatu Produk Hukum, sehingga tidak ada dasar bagi pihak lain menolak maupun tidak rnenghonmati Keputusan maupun Penetapan Pengadilan tersebut. Apabila terdapat pihak terkait yang enggan melaksanakan surat wasiat tersebut, rnaka dapat dilakukan gugatan melalui Pengadilan.
A probate is defined as a statement of an adult person's last will, containing the things to be conducted after he/she pass away, particularly regarding to the inheritance of the wealth he/she possessed during the lifetime. A person's unawareness about the legal procedure on inheritance process through a probate is to bring about a delicate problem, furthermore when it was made by a foreigner domiciled in Indonesia, in this case refers to the probate written in Indonesia and never been handed to a notary, by an Australian citizen domiciled and passed away in Indonesia. Despite it had been approved by the court in Indonesia, yet the probate still cannot be carried out, due to the rule of legality and - execution of a probate, which is based on the Principles of Nationality applied in Indonesia, that stated that it should be based on the law of the person's citizenship (in this case, it refers to the Wills, Probate and Administration Act, 1898). On the other hand, based on the Principles of Domicile applied in Australia, it should be carried out based on the law of the country where the person domiciles (that is, the Indonesian Civil Law). The difference between these principles has brought a problem, manifested in the questions like how is the legal status/validity of the self-written probate made by this Australian citizen in Indonesia, and in condition of which it was not handed over to a notary. How should the probate be executed in Indonesia? In order to explain such questions, this research is conducted by utilizing the literature study method, the legal-normative, by scrutinizing the secondary data consist of primary, secondary as well as tertiary legal materials relevant to the inheritance law in general and inheritance which is based on the probate, the inheritance law within the International Civil Law (Conflict of Laws), as well as the competence of court institution, supported with in-depth interview to the references. The data collected then analyzed descriptive-analytically through a deductive thinking framework, which has managed to bring a conclusion that the mentioned probate is substantially legal, but in order to attain a further authenticity and legal power, it should be approved by Indonesian Court. This is important since the Court Decision and Verdict is a Legal Product, which means there should be no reason for any other party to refuse nor pay no respect to them. In case the concerned party is negligent to execute the probate's content as it is stated, an appeal to sue could be conducted through the court.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>