Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firli Marcelia
Abstrak :
Peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja telah berimplikasi pada peningkatan dual-earner couple di Indonesia. Beberapa penelitian yang dilakukan di negara lain, seperti Australia dan Amerika, menemukan bahwa dual-earner couple berisiko mengalami berbagai tekanan yang dapat membuat mereka mengalami marital burnout lebih tinggi dibandingkan dengan single-earner couple. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan marital burnout antara dual-earner couple dengan single-earner couple, dan perbandingan suami atau istri dari dual-earner couple dengan suami atau istri dari single-earner couple, serta perbandingan marital burnout antara suami dan istri dari dual-earner couple. Terdapat 382 responden yang terdiri atas 191 suami, dan 191 istri yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dual-earner couple memiliki marital burnout yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan single-earner couple, suami dari dual-earner couple memiliki marital burnout yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan suami dari single-earner couple; dan istri dari dual-earner couple memiliki marital burnout yang tidak lebih tinggi dibandingkan dengan istri dari single-earner couple. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik dari responden dan faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. ...... Increase in women rsquo s labor force participation has been implicated in the increase in dual earner couple in Indonesia. Several studies conducted in other countries, such as Australia and America, found that dual earner couple at risk of developing a variety of pressures that can make them experience higher marital burnout than single earner couple. This research is aimed to compare the marital burnout among dual earner couple with a single earner couple, and a comparison of the husband or wife of a dual earner couple with the husband or wife of a single earner couple, as well as marital burnout comparison between a husband and wife from dual earner couple. There were 382 respondents consisted of 191 husbands and 191 wives who participated in this study. The results of this study indicate that marital burnout in dual earner couple was not higher than single earner couple, marital burnout in husband in dual earner couple is not higher than husband in single earner couple and marital burnout in wife in dual earner couple was not higher than wife in single earner couple. This could be due to the characteristics of participants and other factors that may affect the results of this study.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Renaningtyasari
Abstrak :
Keberanekaragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia tidak menghilangkan kebutuhan penduduk Indonesia untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Akibat dari interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan pasangan beda agama di Indonesia. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana pelangsungan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya Cianjur, apakah akibat hukum dari perkawinan pasangan beda agama tersebut dan apakah masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis sosiologis. Pelaksanaan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya dengan cara salah satu dari pasangan yang berbeda agama berpindah agama terlebih dahulu menyesuaikan dengan pasangan yang lain dan mereka melaksanakan perkawinan menurut ajaran agama yang telah mereka sepakati. Bila dalam perjalanan rumah tangga salah satu suami/istri berpindah ke agama semula maka sah atau tidaknya perkawinan mereka menurut negara, ditentukan oleh hukum agama yang dipakai pada saat pelangsungan perkawinan. Masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang terjadi bila dalam suatu perkawinan terdapat pasangan yang berbeda agamanya. Selain itu sudah saatnya diberi perumusan yang lebih luas pada Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana tidak hanya mencakup ?dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia" saja tetapi juga mencakup "dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan agama.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Ekoriano
Abstrak :
Studi ini menganalisis pengaruh perkawinan pasangan suami istri berbeda etnis dan migrasinya terhadap fertilitas (rata-rata ALH) di seluruh wilayah di Indonesia dengan menggunakan data pasangan (couple) yang bersumber dari Sensus Penduduk 2010. Studi ini fokus menganalisis kepada 4 (empat) etnis yaitu Aceh, Batak, Minangkabau dan Bugis dengan unit analisis berdasarkan istri yang beretnis Aceh, Batak, Minangkabau dan Bugis. Hasil studi ini menunjukan bahwa perkawinan pada pasangan suami istri berbeda etnis cenderung menurunkan fertilitas sedangkan perkawinan pada pasangan suami istri sesama etnis mempunyai fertilitas paling tinggi diantara etnis lainnya. Faktor migrasi juga turut menyebabkan fertilitas pasangan suami istri cenderung menurun dibandingkan tidak bermigrasi. Namun jika etnis tersebut bermigrasi ke wilayah dengan fertilitas yang tergolong tinggi maka fertilitasnya secara konsisten relatif tinggi. Hasil analisis ini menujukan bahwa perkawinan berbeda etnis dan migrasinya merupakan faktor yang dapat menentukan fertilitas.
The objective of this research is to analyze the effect of marriage couple with different ethnic and their migration on fertility (average of children ever born) in all regions in Indonesia by using the pair (couple) from Population Census 2010. This study is focus in four (4) ethnic, such as Aceh, Batak, Minangkabau and Bugis with the unit of analysis which is based on their wife ethnic Aceh, Batak, Minangkabau and Bugis. The results show that marriage between couples of different ethnicities have tend to lower fertility but if couples (husband and wife) marriage with intra-ethnic have the highest fertility among the other ethnic groups. The migration factors also contribute to the fertility of married couples who tend to decline fertility than not to migrate. But if the ethnic migrate to their regions with relatively high fertility, the fertility is consistently relatively high. The results of this analysis show that couple married with different ethnic and their migration are factors which can determine fertility size.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taibbi, Robert
New York: The Guilford Press, 2009
616.891 562 TAI d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mey Sugijanto
Abstrak :
Penelitian komunikasi antarbudaya dan antarpribadi ini mengambil responden 7 (tujuh) pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya antara etnis Jawa dengan etnis Minangkabau. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata cara adat maupun sistem kekerabatan atau kekeluargaannya tentulah berbeda, pada budaya Jawa lebih bersifat patrilineal sedangkan di budaya Minangkabau bersifat matrilineal. Meskipun kedua budaya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak mempunyai konflik. Secara mikro, angka perkawinan pasangan suami-isteri yang berbudaya Jawa dengan Minangkabau pastilah banyak, meskipun secara pasti penulis tidak mengetahuinya. Pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini secara teoritis sangatlah dekat dengan aspek-aspek budaya, sehingga terjadi proses asimilasi budaya. Meskipun kedua budaya ini termasuk ke dalam rumpun budaya high contextnya Edward T. Halt (1977), tetapi menurut M. Budyatna (1993) dalam high context itu sendiri terdapat high-high context, high-medium context dan high-low context. Pada budaya Jawa lebih kental dengan high-high context, sedangkan budaya Minangkabau dekat dengan high-medium context. Meskipun terdapat perbedaan dalam tataran budaya keduanya, kebanyakan pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya tidak terjadi kerenggangan. Pendekatan dalam penelitian dipergunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapannya, yaitu Orientasi, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997 : 323-324). Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993: 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri". Adapun hasil-hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami-isteri melalui tahapan-tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu yang bervariatif, meskipun pada pasangan ketiga tidak melalui tahap orientasi. Dalam masing-masing tahapan tersebut, terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional. Sebagai kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, ketujuh pasangan sebagai responden atau informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
Abstrak :
Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.

Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)
In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.

This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)
2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Easter Borny uliarta
Abstrak :
The research is aimed at finding out the love relation between Indonesian homosexuals with their foreign couples in Yogyakarta. Besides, the research is also conducted to seek some information on how love penetration among them transferred. Finally it is also purposed to dig out some factors that trigger the love relation. The research applied social penetration theory (Altman and Taylor, 1973). The theory is consisted of development phase's happened in homosexual's love relation, orientation to affective explorative, affective explorative to exchange of affective, exchange of affective to an already stable exchange of affective. There are some obstacles faced by homosexual?s couple in orientation phase. One of them is that they have to confront the act of prejudice from Indonesia society toward them. Thus, the society in which they live can not tolerate and support the homosexual manner. It makes them difficult to get a long each other in a public. Love relation among homosexual starts in affective explorative and affective phases. In these two phases homosexual couple starts to express their feeling by sharing some certain selective topics. They tried to focus on higher level on intimacy (Budyatna, 1993). They are resembled to heterosexual couple in this phase. In subsequent phase, a stable exchange of affective, the couples concentrate on the openness of mind, supportive each other in loneliness and emptiness. The equal and positive feelings are followed by the highest level o intimacy. In this phase, homosexual couples decide to live together and share thee room apartment. Even, they decide to get married. Self disclosure is the most difficult phase for homosexual couples. Telling other or proclaiming their identity are done in a secret and personal way. Self disclosure is the most crucial phase for homosexual couple to build a more intimate relation (Taylor and Peplau 1997). Finally, the research is somehow a qualitative one in which the approach is focused on the individual back ground of homosexual by using symbolic interaction perspective. The data are descriptive, gathered from close observations and depth interviews.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T 9164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Permata Kusumastuti SR
Abstrak :
Pokok permasalahan penelitian ini adalah : bagaimanakah proses tahap-tahap hubungan (Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange) antara pasangan suami-istri berbeda budaya berlangsung, berdasarkan teori Penetrasi Sosial; bagaimanakah hasil pertukaran hubungan komunikasi yang terjadi di antara pasangan suami-istri tersebut dilihat dari ukuran kedalaman (depthness) dan keluasan (wideness) informasi yang dipertukarkan melalui proses pengungkapan diri ( self disclosure); dan bagaimanakah pasangan suami-istri berbeda budaya yang masing-masing membawa serta mempertahankan budayanya yang memiliki keunikan menjadi keintiman dalam mengadakan komunikasi antarpribadinya. Penelitian komunikasi antarpribadi dan antarbudaya ini mengambil 4 (empat) pasangan menikah atau suami-istri yang berbeda budaya antara budaya Amerika dengan Indonesia. Yang diteliti adalah keanggotaan individu dalam dua kelompok budaya yang berbeda, yaitu kultur Amerika dengan kultur Indonesia. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata Cara adat maupun sistem kekeluargaannya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak memiliki konflik. Disamping itu, kedua budaya yang berbeda negara ini memiliki keunikan tersendiri pada kultur masing-masing serta dilihat dari dimensi komunikasi konteks rendah (Amerika) dan komunikasi dimensi konteks tinggi (Indonesia) nya Edward T. Hall (1977). Pendekatan penelitian ini menggunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapan, yaitu Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997: 323 - 324). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993 : 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri". Hasil penelitian ini memperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami istri tersebut melalui tahapan-tahapan teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu bervariasi. Dimana terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/ keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional. Kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, keempat pasangan sebagai informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini. Juga setidaknya ada pengaruh budaya pada masing-masing pasangan menikah atau suami-istri tersebut seperti misalnya dalam hal tata cara sopan santun, menjalankan agama, mendidik anak dan berbahasa.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarkadi
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana hubungan keakraban yang terjadi pada mantan pasangan kawin muda dan cerai dini. Serta mengungkap berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya kawin muda dan cerai dini. Penelitian ini dilakukan di daerah Indramayu selama satu tahun lebih. Diambilnya daerah Indramayu karena kasus kawin muda dan cerai dini banyak terjadi di daerah ini. Informan meliputi empat mantan pasangan suami istri, orang tua dari masing-masing pasangan, penghulu desa, dan tokoh masyarakat. Tipe penelitian yang di pergunakan adalah deskriptif dan ekspalanatif dengan pendekatan kualitatif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua macam teori. Teori penetrasi sosial dipergunakan untuk menganalisis awal hubungan dan masa pacaran, dan teori pertukaran sosial dipergunakan untuk menganalisis hubungan selama masa perkawinan. Sedangkan analisis terhadap kawin muda dan cerai dini disesuaikan dengan kajian teori (literatur) yang relevan. Hasil analisis data pada awal hubungan menunjukkan bahwa hubungan romantis yang dibuktikan dengan akad nikah, ternyata dalam perkembangan hubungannya tidak sepenuhnya sesuai dengan teori penetrasi sosial. Hal ini terbukti dengan banyak munculnya perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diatasi pada masa perkawinan, yang justru tidak dimunculkan saat mereka pacaran. Sedangkan hasil analisis data pada masa perkawinan ternyata dari empat mantan pasangan tidak ada yang masuk dalam hubungan pertama dan kedua (perkawinan yang memuaskan dan stabil). Demikian pula tidak ada yang masuk ke dalam hubungan keenam (perkawinan yang memuaskan dan tidak stabil). Mereka lebih banyak masuk ke dalam hubungan ketiga, keempat, dan kelima (perkawinan yang tidak memuaskan dan tidak stabil). Semua itu terjadi karena kurangnya komunikasi diantara mereka, baik pada saat mereka pacaran maupun setelah mereka menikah. Pada saat mereka pacaran hal-hal yang dibicarakan selalu yang baik-baik saja demi menjaga kelangsungan hubungan. Dan pada saat mereka sudah menikah ketika muncul konflik, mereka lebih baik memperturutkan hawa nafsu, sehingga berakhir dengan perceraian. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor yang banyak menyebabkan terjadinya kawin muda dan cerai dini di daerah ini adalah kondisi alam dengan musim panen dan masa paceklik, pemahaman yang keliru dari orang tua tentang konsep kedewasaan yang hanya diukur dari sisi pisik semata, sebagai batu loncatan untuk tujuan lain, tingkat pendidikan yang rendah, pemahaman ajaran agama yang kurang, dan kebiasaan tiru-meniru yang kuat. Dan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran yang diajukan perlu adanya penelitian lain sejenis yang menggunakan method of difference untuk mengkaji masalah hubungan keakraban suami istri bukan hanya dari kasus pasangan yang sudah bercerai, namun perlu juga dikaji pasangan yang belum bercerai dengan karakteristik yang sama.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrishianie
Abstrak :
Kepuasan pernikahan merupakan pandangan subjektif, dimana pasangan merasa puas dan terpenuhi dalam hubungan pernikahan, serta prediktor pernikahan dapat berjalan stabil dan bertahan. Resolusi konflik dinilai menjadi prediktor penting pada kepuasan pernikahan pasangan. Konflik merupakan suatu hal yang normal dan alami dari kehidupan berkeluarga, bahkan individu dapat menggunakan konflik untuk membantu hubungan menjadi lebih berkualitas, apabila konflik dapat dikelola dengan baik. Adapun, kecenderungan umum atau pola respon untuk menghadapi konflik dalam berbagai situasi dikenal dengan istilah gaya resolusi konflik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya resolusi dalam memprediksi kepuasan pernikahan diri sendiri maupun pasangan pada pasangan commuter marriage. Pemilihan commuter marriage sebagai fokus penelitian ini dikarenakan fenomena pasangan commuter marriage terus meningkat seiring perubahan zaman dan sudut pandang dalam pernikahan. Responden penelitian ini berjumlah 66 pasangan suami-istri yang sedang menjalani commuter marriage. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini tergolong teknik convenience sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan pernikahan menggunakan Couple Satisfaction Index (CSI) dan gaya resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). Analisis data menggunakan teknik Structural Equation modeling (SEM) menunjukkan hasil Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1,00; dan Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0,0004. Hasil ini menunjukkan bahwa model fit, sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya resolusi konflik dinyatakan sebagai prediktor terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage. ......Marital satisfaction is a subjective view, in which the couple feel satisfied and fulfilled in the marriage relationship, and the predictor of marriage stable and survive. Conflict resolution is considered to be an important predictor of partner marital satisfaction. Conflict is a normal and natural thing of marriage life, even individuals can use conflict to enriched the relationships, when conflict can be managed properly. The general trend or response pattern for dealing with conflicts in various situations is known as conflict resolution. This study aims to determine the effect of conflict resolution styles in predicting of marital satisfaction in commuter marriage couple. The selection of commuter marriage as the focus of this research is due to the commuter marriage couple's phenomenon keeps increasing with the changing of time and point of view in marriage. Respondents of this study consisted of 66 couples who are undergoing commuter marriage. Sampling used in this research pertained convenience sampling technique that is sampling based on the willingness of respondents. Measurement of marital satisfaction using Couple Satisfaction Index (CSI) and conflict resolution style using Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). Data analysis using Structural Equation modeling (SEM) technique showed Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1.00; and Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0.0004. These results indicate that the model fit, so it can be concluded that the conflict resolution style is a significant predictor of marital satisfaction in the commuter marriage couple.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>