Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Curry, William Sims
"Suitable for state and local agencies, this work guides them through the arduous contracting process. It also includes techniques and tools to assist agencies in improving their services contracting programs."
Boca Raton: CRC Press, 2009
352CURC001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Radian Syam
"Masa transisi demokrasi sejak pengunduran diri Presiden Soeharto tahun 1998 membawa perubahan terhadap struktur ketatanegaraan Republik Indonesia melalui empat kali perubahan (amandemen) terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan dalam sistem pemerintahan daerah. Berbeda dengan masa pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik, sistem pemerintahan daerah pada masa reformasi cenderung diarahkan pada makin menguatnya otonomi pemerintahan daerah.
Penguatan otonomi pemerintahan daerah ditandai pula dengan pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota secara langsung berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."
Pemilihan kepala daerah secara demokratis ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerahnya berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi:
"Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan."
Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2005, diawali dengan pemilihan bupati Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah dilangsungkan pada tanggal 2 Juni 2005. Untuk tahun 2005 terdapat 226 kepala daerah yang harus segera diganti, terdiri dari 11 Gubernur, 180 Bupati dan 35 walikota, pada tahun 2006 hingga 2008 terdapat 21 provinsi dan 202 kabupaten/kota yang harus melaksanakan pemilihan kepala daerah, dan pada tahun 2009 segera diikuti oleh 1 provinsi dan 39 kabupaten/kota. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2009 nanti seluruh rakyat di pelosok negeri secara politik akan sangat disibukkan oleh 33 pemilihan Gubernur dan 434 pemilihan Bupati/Walikota yang dilakukan secara langsung."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Program Raksa Desa di Desa Jayamukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, yang bertujuan memahami upaya pemberdayaan masyarakat melalui program, manfaat program, dan kendala dalam implementasi program. Penelitian ini mempunyai arti penting, karena program dimaksud merupakan program baru yang digagas dan diluncurkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di era Otonomi Daerah secara luas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tabun 1999, yang mulai dilaksanakan tahun 2003 dan direncanakan diberlakukan bagi seluruh desa dan kota di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2007. Sebagai program baru, dimungkinkan terjadi kekeliruan khususnya dalam implementasi yang merupakan tahap esensial dalam upaya pemberdayaan.
Untuk itu, hasil penelitan ini dapat berfungsi sebagai input bagi policy maker guna melakukan perbaikan implementasi program berikutnya. Pendekatan dan Janis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu informasi tentang pemahaman, pandangan, dan tanggapan para informan dilapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran nyata pelaksanaan program secara sistematis dan faktuaI. Data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, disamping studi dokumentasi, dan observasi. Penentuan informan di lakukan secara purposive sampling (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa para informan mengetahui secara balk pemasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Pokmas; Ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Desa, Sarjana Pendamping, unsur Pemuka Masyarakat, dari unsur 13adu.i Perwakilan Desa (BPD).
Sebagai alat analisis hasil penelitian lapangan, digunakan kerangka teori pemberdayaan untuk memahami program dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian komunitas sasaran, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Konsep pemberdayaan juga digunakan untuk melihat bagaimana kelompok mampu memfasilitasi para anggota untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, dan bagaimana masyarakat mengorganisir diri melalui kelembagaan Satlak Desa yang dikembangkan. Perhatian juga diarahkan pada keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan kegiatan kelompok serta dalam kelembagaan Satlak Desa untuk mengetahui proses pemberdayaan melalui implementasi program.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan tidak terjadinya upaya pemberdayaan melalui Program Raksa Desa, karena tidak ada partisipasi dan kemandirian dari masyarakat khususnya komunitas sasaran yang rnerupakan prasyarat bagi upaya pemberdayaan. Hal itu terlihat dari sejak awal kegiatan (persiapan dan perencanaan), yang antara lain adalah kegiatan sosialisasi program melalui forum musyawarah desa, dimana komunitas sasaran tidak dilibatkan. Forum dimaksud hanya dihadiri oleh alit desa, yaitu unsur pemuka masyarakat, perangkat desa, dan unsur BPD, disamping tentunya pengurus lembaga Satlak Desa. Demikian halnya pada implementasi program, yaitu pelaksanaan pembangunan prasarana desa dan penyaluran modal bergulir kepada komunitas sasaran, serta pemantauan, pengawasan, dan evaluasi, masyarakat khususnya komunitas sasaran tidak terlibat secara aktif, dimana dalam konteks pemberdayaan, keterlibatan masyarakatlkomunitas sasaran merupakan elemen penting.
Hasil program memang telah dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas sasaran, baik pembangunan prasarana yang antara lain menambah kelancaran transportasi dan komunikasi antar warga, serta penyediaan air bersih bagi warga, maupun bantuan pinjaman modal bergulir yang antara lain untuk menambah modal usaha dan juga sebagai Modal awal usaha. Akan tetapi, unsur penting dalam upaya pemberdayaan, yaitu proses belajar sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan baik kebutuhan diri, keluarga, kelompok, dan masyarakat, maupun proses belajar memecahkan masalah tidak berlangsung. Kendala dalam implementasi program antara lain adalah kctidaktahuan di kalangan masyarakat sendiri dan kecenderungan prilaku aparat pemerintah yang masih bersifat paternalistik feodalistik (birokrasi tradisional).
Rekomendasi yang diajukan adalah: (a) perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan pemantapan secara intensif bagi para pelaksana program mulai tingkat propinsi hingga tingkat lapangan (desa), dalam upaya peningkatan pemanaman mereka balk mengenai teknis operasional dan manajemen penyelenggaraan program maupun perspektif pembangunan berpusat pada manusia; (b) perlu dilakukan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi oleh para pelaksana program mulai tingkat propinsi sampai tingkat lapangan secara profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya melibatkan komunitas sasaran dalam rangkaian kegiatan dimaksud sejak assesment hingga evaluasi; (c) perlu kecermatan penanggungjawab program dalam merancang program pemberdayaan secara profesional, dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, antara lain adalah ketersediaan dana dan kesiapan sumber daya manusia yang cakap, terampil, dan berdedikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifuddin Fahmi Abdillah
"ABSTRAK
Tarekat Alawiyah merupakan salah satu tarekat mu rsquo;tabarah yang berkembang di Indonesia. Perkembangan tarekat ini dapat dilihat melalui respon positif masyarakat Indonesia terhadap majelis-majelis zikir dan selawat yang diadakan di pelbagai tempat, salah satunya di Desa Bedug, Tegal. Habib Sholeh Al-Attas sebagai tokoh tarekat Alawiyah di Tegal, menggunakan majelis zikir dan selawat sebagai media berinteraksi antara tarekat Alawiyah dengan masyarakat di Desa Bedug. Selain itu, Habib Sholeh mendirikan pesantren Ribath Nurul Hidayah untuk masyarakat yang ingin lebih mengenal dan mendalami ajaran-ajaran tasawuf di dalam tarekat Alawiyah. Artikel ini mendeskripsikan mengenai integrasi ajaran tarekat Alawiyah melalui pondok pesantren serta pengaruhnya dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Bedug. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode kualitatif, melalui wawancara dan perolehan data di lapangan. Wawancara dilakukan terhadap narasumber yang dianggap memiliki informasi dengan perkembangan tarekat Alawiyah di Desa Bedug Tegal. Kehadiran tarekat Alawiyah di Desa Bedug sejak tahun 2008 dianggap telah mengubah kondisi sosial ke arah yang lebih baik, sehingga dapat dikatakan bahwa tarekat Alawiyah mampu menjadi agen perubahan moral bagi masyarakat di Desa Bedug Tegal.. Habib Sholeh Al-Attas mampu menjadi tokoh penting dalam perubahan tersebut, sehingga dapat dijadikan acuan dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat yang ingin menerapkan nilai-nilai moral agama dalam kehidupan sehari-hari.

ABSTRACT
Tarekat Alawiyah is the one of tarekat that has a legitimate mu rsquo;tabarah and still growing in Indonesia. The growth of this tarekat can be seen through a positive response of Indonesian people towards majlis of zikr and invocation shalawat which is often held in some places, especially in Bedug Village, Tegal Regency. Habib Sholeh Al-Attas, as a figure of tarekat Alawiyah there, uses a majlis of zikr and shalawat as a medium interaction between tarekat Alawiyah and people on there. Furthermore, he has built the Pondok Pesantren Ribat Nurul Hidayah for common people who want to learn about Sufism in tarekat Alawiyah. In this article will describe the integration of tarekat Alawiyah through Islamic boarding school and the impacts towards a social life of the society in Bedug Village. The method used in this article is a qualitative method, by interviewing some informants who have information about tarekat Alawiyah rsquo;s growth in Bedug Village. The appearance of the tarekat Alawiyah is considered to have changed the social environments of society to be a better, and it can be said that tarekat Alawiyah can be an agent of moral change. Habib Sholeh can be an important figure for the society rsquo;s moral change. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arpaio, Joe, 1932-
"Outspoken, no-nonsense and eminently fascinating, Joseph M. Arpaio has captured the public's imagination from his first day as sheriff of Maricopa County, Arizona, in 1992. He has become an icon, not only in his own state, but all over the world. For almost 15 years, he has maintained an unprecedented 80 per cent approval rating. Famous for his 'get smart and get tough' approach to jails, Arpaio conceived The Tent City Jail where he houses his inmates in surplus army tents left over from the Korean War. Known as the 'Alcatraz of Arizona,' the jail features chain gangs, discipline, and a complete absence of luxuries of any kind. By eliminating all comforts for his inmates, he has managed to shave $500,000 annually from the cost of keeping prisoners.To his ardent followers, he is a hero, for both his toughness on crime and his humane touch. While his opponents decry him for his iron-fisted approach, especially regarding prisoners, no one can deny that Sheriff Joe is one of the country's most respected and innovative elected officials. "Joe's Law" is an uncensored account of the man himself. With candor and insight, he reveals his views not only on criminal justice, but on some of the most seminal issues that affect our country today. As the first law enforcement official in the country to place arrested illegal immigrants in jail pending trial, Arpaio tackles the issue of illegal immigration head on, which he argues, affects every other aspect of law enforcement as well as broader problems, from health care to education and taxes.Despite his tough-as-nails reputation, Arpaio offers innovative and fair ways to solve crime and save taxpayer's money in his own state and shows how they can be applied to solve our own nation's problems. Compelling and courageous, this is an unflinching look at some of America's most pressing social problems, and one man's revolutionary vision for eliminating them."
New York: American Management Association, 2008
e20448840
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
George, Carol V. R.
"What can the small Mt. Zion methodist church in rural Mississippi teach us about the American dilemma over race? Quite a lot, it turns out. Founded by reconstruction methodists in 1879, Mt. Zion would later endure decades of harsh control by the white supremacist state. Segregated by Jim Crow laws and attitudes, Mt. Zion was also separated from its parent religious body, the Methodist denomination, between 1939 and 1968, as white Methodists created the segregated Central Jurisdiction for its black members: the move appeared as church-mandated Jim Crow. Mt. Zion survived the attacks by the state, and the benign neglect of the Methodists, maintaining its belief in an inclusive society by hosting the civil rights workers of freedom summer, who planned a school for black voters at the church. The church was drawn into the Klan conspiracy that included the murder of the three civil rights workers, the burning of Mt. Zion, and the beating of some of its members. Instead of grieving, the members of Mt. Zion began an annual ceremony that commemorated the death of the three and their mission to advance black rights, especially voting. The commemorative service is now an integral part of state and local efforts to create something new in this very red state, an alternate Mississippi that is inclusive, modern, and open."
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470021
eBooks  Universitas Indonesia Library