Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herdiantyara Mardhika
Abstrak :
Ideologi gender yang mengacu pada peran-peran gender telah dikonstruksi dan memisahkan peran laki-laki dan perempuan dengan istilah feminitas dan maskulinitas. Ketika pandangan ideologi gender dipercaya oleh masyarakat kemudian membentuk sebuah hegemoni. Hegemoni juga disebarkan melalui budaya populer film. Seringkali, film memunculkan ketidaksetaraam gender dan membentuk perempuan sebagai kaum marginal di bawah dominasi kaum laki-laki. Namun fenomena hegemoni menciptakan pihak oposisi yang disebut dengan intelektual organik yang menciptakan suatu resistensi akan dominasi yang ada melalui film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana counter-hegemony digambarkan dalam film Barbie (2023). Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif serta analisis wacana kritis yang digunakan untuk membedah teks dalam film dengan menempatkan posisi subjek-objek dan posisi penonton film Barbie (2023). Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa film Barbie (2023) menayangkan hegemoni yang terjadi ketika digambarkan oleh pemeran lawan seperti film-film pada umumnya. Kemudian muncul resistensi yang dilakukan oleh sutradara film yang juga merupakan intelektual organik melalui gagasan feminis yang disampaikan pada film Barbie dan kemudian menggambarkan counter-hegemoni stereotip gender dalam film Barbie (2023) ......Gender ideology which refers to gender roles has been constructed and separates the roles of men and women using  the terms femininity and masculinity. When the views of gender ideology are believed by society, then hegemony is formed. Hegemony is also spread through popular film culture. Often, films raise gender inequality and shape women as marginal people under male domination. However, the phenomenon of hegemony creates an opposition party called organic intellectuals who creates resistance to existing domination through film. This research aims to find out how against hegemony depicted in the film Barbie (2023). This research uses a critical paradigm, a qualitative approach and Sara Mills' critical discourse analysis which is used to dissect the text in the film by placing the subject-object position and the position of the audience in the film Barbie (2023). From the results of the analysis carried out, it is known that the Barbie film shows the hegemony that occurs when portrayed by opposing actors, like films in general. Then resistance emerged by the film director who is also an organic intellectual through the feminist ideas conveyed in the film Barbie (2023) and then depicting counter-hegemony in the film Barbie (2023).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rania Pavita
Abstrak :
Perkembangan internet menjadi ruang publik yang lebih demokratis dan inklusif membuka jalan bagi komunitas-komunitas subkultural untuk semakin berkembang. Salah satunya adalah fandom, yang mana praktik utamanya merupakan penciptaan fanwork layaknya fanfiction atau fiksi buatan penggemar, yaitu sebuah narasi yang menggabungkan kreativitas penulisnya serta sumber materi asli dari teks yang diangkat menjadi fanfiction sebagai alur cerita. Fanfiction sendiri digadang-gadang sebagai ruang produksi feminis karena demografi partisipannya didominasi oleh perempuan serta individu queer—dua populasi yang kerap tertindas dibawah hegemoni heteronormativitas dalam realitas sehari-hari. Salah satu genre paling populer dari fanfiction adalah Slash; fanfiction yang menggambarkan kedua karakter dari suatu media menjalani hubungan homoseksual, terlepas dari fakta bahwa karakter tersebut adalah heteroseksual dalam media tersebut ataupun tidak. Berangkat dari fenomena ini, peneliti pun melihat adanya indikasi bahwa fiksi slash turut berfungsi sebagai media bagi penulis yang mengidentifikasi diri mereka sebagai queer untuk menampilkan perlawanan mereka terhadap hegemoni heteronormativitas. Menggunakan konsep Hegemoni Budaya dan Kontra-Hegemoni sebagai pendekatan, peneliti menemukan bahwa kontra-hegemoni terhadap heteronormativitas ditampilkan dalam fiksi slash dengan penggambaran realitas yang bertolak belakang oleh individu queer, serta sebagai bentuk eskapisme dari realitas yang kerap mensubordinasi mereka. Penulis membentuk sebuah komunitas queer sebagai ruang aman bagi identitas queer mereka sekaligus untuk mengeksplorasi identitas gender maupun seksual dalam suatu teks media, yang mana dapat dituangkan menjadi bentuk fiksi slash yang diunggah dalam situs Archive of Our Own selaku saluran yang aman bagi penulis queer. ......The progression of the internet into a more democratic and inclusive public space paved the way for subcultural communities to thrive. One of them includes fandom, which main practice’s is the creation of fanwork such as fanfiction or fan-created fictional works, namely a narrative that combines the creativity of the author and the original source material from the text which is utilized as the basis of its storyline. Fanfiction itself is touted as a feminist production space due to women and queer individuals dominating it’s demography—none other than the most oppressed population under the hegemony of heteronormativity. One of the most popular genres of fanfiction is Slash; a fanfiction that depicts two characters from a particular medium being in a homosexual relationship regardless of the fact whether the characters are heterosexual in source material or not. Departing from this phenomenon, the researcher finds indications of slash fiction being a medium where the resistance of the writers’ towards heteronormativity is located, especially for those who identify themselves as queer. Using the concept of Cultural Hegemony and Counter-Hegemony as an approach, the researcher found that counter- hegemony towards heteronormativity is shown in slash fiction by depicting reality as the complete opposite of that in our everyday by queer individuals, as well as as a form of escapism from it which often subordinates them. Writers form a queer community as a safe space for their queer identity as well as to explore gender and sexual identity in a popular media texts, which can be transformed into a slash fiction which is uploaded on the Archive of Our Own website as a safe channel for queer writers.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Target of this reserach are: first, to know the perception of HMI MPO to Habibie transition regime in itsrelation with people. Second, to know strategy and movement manifestation of HMI MPO in conducting counter hegemony to Habibie transition regime. This research uses descriptive qualitative method. Informan technique intake use purposive sampling. Process selection use snowball sampling. Where all informan are collegiate, cadre which have been involved active, and outsider HMI which the history eyewitness personal analysis methods use interactive analysis method, and also the validity data with triangulation data. The Perception of HMI MPO to Habibie transition regime in its relation with people is that Habibie regime is regime which nonalignment at people (dhalim), hegemonic like Soeharto regime and have to be fought against. Hegemonization Habibie regime toward people strength element conducted by: policy in take process which do not populis, represif and militeristic, existence of society strength element polarization effort, its low respect to women political aspiration and existence of leting to uncertainty law to the a number of big case, especially the heavy HAM collition in Trisakti and Semanggi case
ALJUPOP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Realita Prihandini
Abstrak :
Video klip musik bukan lah hal yang asing untuk dijadikan media kritik atau media protes. Melalui video klip suatu musisi dapat menyampaikan opini, perspektif dan kritik terhadap suatu instansi atau pun organisasi. Menggunakan video klip musik, kritik dan protes dapat dengan mudah diterima dan dipahami oleh konsumen musisi itu sendiri. Oleh Karena itu, pada era globalisasi seperti dewasa ini video klip musik adalah salah satu cara yang paling mudah untuk menarik perhatian masyarakat terlebih para penikmat musik. Selain dapat menarik perhatian dari penikmat musik, musisi tersebut juga dapat mendapatkan simpatisan yang akan mendukung kritik sang musisi agar kritik dan protes tersebut dapat disuarakan lebih luas lagi. Dalam penerapannya, mayoritas kritik yang diangkat oleh musisi seperti Pussy Riot dalam video klip musiknya adalah konflik hubungan pemerintah dengan rakyatnya.Video klip Pussy Riot yang berjudul “Chaika” dirilis pada tahun 2016 adalah salah satu video klip yang mengkritik seorang jaksa Rusia bernama Yury Chaika dan pemerintahan Vladimir Putin. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis oleh Fairclough dan juga didukung oleh teori Counter-Hegemony dari Antonio Gramsci dan teori Putinisme. Hasil penelitian adalah kritik dan protes yang dilakukan Pussy Riot melalui representasi dalam video klip “Chaika”. ......Music Video is not a foreign platform to critic or to protest. A musician can express their relevant opinion or protest against an instantion or an organization through a music video. Criticism and protest can be accepted and can be understood easier by the consumers with music video as the platform. Particularly in this era of globalization music video is one of the easiest way for musicians to draw attention from the music lovers. Other than drawing attention from the music lovers, a musician can also gain more supporters who support the musician so that the criticism and protest of the musician can be heard even more. In it’s application, majority of the criticism which is voiced by musicians such as Pussy Riot, is the conflict between the Government and the citizens. Music video titled “Chaika” produced by Pussy Riot in the year 2016 is a music video that is used by the Pussy Riot to critic a Russian Prosecutor named Yury Chaika and the President Putin’s reign. The music video This research uses the method of Critical Discourse Analysis by Fairclough. Moreover this research also use the theory of Counter-Hegemony by Antonio Gramsci and Putinism theory to support the writing. The result of this research elaborates how Pussy Riot uses Music Video of “Chaika” as a platform to express Counter-Hegemony against the Putin’s reign through “Chaika” music video visual and lyrics.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Roslily Hanna
Abstrak :
Diskriminasi berbasis agama kerap menjadi isu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Masyarakat Indonesia, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Tulisan ini mengangkat cerita tentang narasi toleransi dan diskriminasi berbasis agama yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Tangerang Selatan. Bagaimana diskriminasi berbasis agama terjadi di sekolah tidak terlepas dari figure of hegemony yang ada di sekolah, terutama sebagian guru dan otoritas sekolah. Diskriminasi berbasis agama yang terjadi di sekolah juga hadir dengan berbagai bentuk yang bervariasi. Mulai dari larangan melakukan perayaan acara Natal di sekolah, sulitnya perizinan untuk menggunakan ruang kelas untuk beribadah, bias dalam mengatur aturan berpakaian di sekolah, serta menerapkan aturan-aturan tertentu dalam kegiatan dan ruang belajar di sekolah. Hegemony dalam beragama yang terjadi di sekolah tentunya juga tidak terlepas dari counter-hegemony. Pada bagian keempat tulisan ini akan spesifik menceritakan proses counter-hegemony yang terjadi di sekolah. Terutama melalui peranan guru di kelas memberikan informasi kepada siswa terkait dengan sudut pandang lain dalam melihat narasi toleransi selain dari sudut pandang hegemony, kegiatan OSIS, dan juga diskusi lintas agama antara guru dan siswa. ......Religious discrimination has long been an issue that seems near inseparable from Indonesian society, the education system being a sphere that is not exempt from that very fact. This paper aims to discuss how religious discrimination takes hold at a public high school in the city of Tangerang Selatan. Diving into how religious discrimination are inextricably linked to figures of hegemony at school, as such teachers and other school authorities. Religious discrimination at school also takes shape in a multitude of forms. From banning Christmas celebrations at school, to the difficulty of receiving permits from school authorities to use classrooms for religious prayer, biases in school dress codes, and other select rules that applied certain religious identities. Although, this religious hegemony has not stood without resistance from counter-hegemony. Counter-hegemony in this case refers to the role of teachers in the classroom informing students on different perspective to see religious discrimination other than the hegemonic point of view, student council events, and interfaith dialogue between teachers and students.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Lathif
Abstrak :
Pokok masalah penelitian ini adalah teks media massa sebagai ajang pertarungan hegemoni budaya. Apakah isi media mengandung ideologi dominan Orde yang berkuasa atau malah menjadi ajang perlawanan bagi subkultur yang didominasi ? Sebagaimana konsepsi yang diperkenalkan oleh Gramsci, bahwa Orde yang berkuasa akan berusaha mengekalkan kekuasaannya demi kelompok kepentingan kelas tertentu, dan kelompok lain dari kelas yang didominasi akan dengan sukarela berpartisipasi dalam usaha mengekalkan kepentingan tersebut. Sedangkan bagi kelas yang terdominasi akan menjadikan media massa sebagai ajang perlawanan dengan menyodorkan ideologi alternatif.

Dengan perspektif Marxis yang kritis, penelitian ini melihat isi teks media berupa sinetron Betawi yang diputar dalam masa periode akhir Orde Baru berkuasa yakni tahun 1993-1997.

Sinetron yang dimaksud adalah sinetron Betawi Immediate Model; yakni sinetron yang bercerita tentang kehidupan orang Betawi dan merupakan hasil karya seniman Betawi itu sendiri. Sinetron tersebut adalah Angkot Haji lmron I (karya Ali Shahab), Mat Angin (sutradara Daddy Mizwar), dan Nurlela (produksi Benny V. Aboebakar). Dengan memakai pendekatan model CDA (Critical Discourse Analysis) Fairclough, penelitian ini dilakukan pada tiga tingkatan diskursus yakni pada level mikro adalah teks, pada level meso diskursus praktis media yakni produksi dan komnsumsi teks, dan pada level makro adalah diskursus sosial budaya. Pada level teks, unit analisisnya adalah spoken dan visual, pada level praktis unit analisisnya adalah wawancara dengan produsen, dan sutradara sinetron tersebut, dan pada level sosial budaya wawancara dengan para pengamat Betawi.

Ditemukan bahwa sinetron Betawi immediate model ini berisi ideologi dominan. Ideologi dominan Orde Baru yang menekankan (artikulasi) pentingnya nilai pendidikan tinggi terutama pendidikan model Barat. Kaum pengusaha itu bermoral dan penolong, membuka lapangan pekerjaan. Hegemoni borjuistis ditandai dengan dimenangkannya kaum borjuis pada setiap terjadi kontlik dengan rakyat biasa. Rakyat yang digusur menjadi meningkat keadaan perekonomiannya dan bahagia hidupnya. Nilai-nilai militeristik sudah dirasakan sejak masa kanak-kanak, cita-cita menajdi militer adalah cita-cita yang mulia membela nusa dan bangsa. Orang yang pernah menekakkan Orde Baru hidupnya tertib dan berhasil, orang Jawa itu birokrat yang baik dan penolong.

Counter hegemony yang muncul adalah bahwa pendidikan Barat hanya melahirkan manusia pekerja, tidak mandiri, tidak berakhlak mulia. Ada sedikit sindiran terhadap gaya militeristik atau pendekatan keamanan yang biasa dilakukan Orde Baru. Sedangkan bagi masyarakat Betawi sendiri sebagai subkultur masyarakat Indonesia dalam konteks kekuasaan Orde Baru menjadikan agama Islam sebagai ideologi alternative, disamping ideologi Pancasila yang monolitik dan homogen. Semangat hidup mandiri atau berwirausaha sebagai alternatif daripada menjadi birokrat atau pegawai pemerintah.

Secara umum suara-suara perlawanan di sinetron ini tidak mampu mengalahkan tatanan ideologi dominan yang demikian hegemonik. Karena, aparat ideologis yakni para seniman Betawi pun telah hanyut dalam partisipasi menyuarakan kepentingan pengusaha yang borjuistis, birokrat yang militeristik, dan Jawani.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library