Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini berfokus pada studi kebijakan pemasyarakatan yang terkait langsung dengan kebijakan terhadap pelaku tindak pidana extraordinary crime yakni Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan kedua atas peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Penolakan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 hingga saat ini memperlihatkan hubungan erat antara peraturan pemerintah dengan kondisi di dalam Lapas dan sistem pemasyarakatan serta tidak kondusifnya sistem hukum nasional dalam penanganan extraordinary crime. Tujuan penelitian untuk mencari penyebab mengapa terjadi paradoks dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 terhadap prinsip pemasyarakatan yang ada dalam prespektif pemasyarakatan. Pendekatan penelitan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan yaitu content analisis analisis isi . Teknik pengumpulan data menggunakan bentuk analisis data kualitatif berupa pengumpulan data primer melalui studi dokumen dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara membangun argumentasi atas evaluasi permasalahan kebijakan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 yang dalam implementasinya menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat bertentangan dengan konsep, prinsip dan tujuan sistem pemasyarakatan.
ABSTRACT
This thesis focuses on the study of penal policies directly related to the criminal policy against extraordinary crime that ldquo Government Regulation No.99 of 2012 rdquo on Second Amendment of ldquo ldquo Government Regulation No.32 of 1999 rdquo about Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage of Corrections. Rejection of ldquo Government Regulation No. 99 of 2012 rdquo to the present shows the close relationship between government regulation with the conditions in the prisons and the correctional system and not conducive to the national legal system in handling extraordinary crime. The research was aimed to find the cause of why happen paradox with the enactment of ldquo Government Regulation No.99 of 2012 rdquo on the principles contained in the correctional perspective. Research approach uses a qualitative approach. Data collection technique used form of qualitative data analysis collecting primary data through the study of documents and interviews. Data analysis was done by building an argument on the evaluation of policy issues issuance of ldquo Government Regulation No.99 of 2012 rdquo . The results can be concluded that the ldquo Government Regulation No.99 of 2012 rdquo in implementation raises the pros and cons of society that does not comply with the principles and goals of the concept of correctional system.
2016
T46840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyadi
Abstrak :
Pemenuhan Hak Asimilasi dan Integrasi pada hakekatnya merupakan satu tahapan dari proses pelaksanaan pidana penjara dan pembinaan pelanggar hukum berdasarkan sistem pemasyarakatan. Tahapan dimaksud merupakan rangkaian penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan kejahatan dan pembinaan pelanggar hukum dalam system peradilan pidana. Sebagai suatu sistem, maka secara operasional sub-sub sistem dalam peradilan pidana harus bekerja secara integral. Petugas pelaksana hukum ( Polisi, Jaksa, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan), organisasi dan manajemen, sarana dan prasarana serta masyarakat harus bekerja secara sistemik dalam rangka memenuhi hak asasi manusia, dan hak-hak narapidana. Namun, dalam implementasinya di Lapas/Rutan Wilayah DKI Jakarta, menunjukkan, adanya ketidak-terpaduan dalam pengelolaan dan manajemen administrasi system pemasyarakatan, khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak asimilasi dan integrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa system administrasi pembinaan dan penghitungan tatap-tahap pembinaan belum dilaksanakan sesuai ketentuan,. Demikian pula sistem komunikasi dan informasi tentang hak-hak narapidana belum dilaksanakan secara transparan, akibatnya terjadi diskriminasi dan pemenuhan hak asimilasi dan integrasi menjadi kurang optimal. Dalam subsistem pelaksana hukum, terdapat kecenderungan makin meningkatnya sikap egosentrisme diantara aparat pelaksana hukum. Dan dalam aspek organisasi dan manajemen ditandai dengan buruknya system pelayanan dan pengelolaan administrasi pembinaan, sarana dan prasarana yang jauh dari memadai, serta dalam subsistem masyarakat adalah rendahnya tingkat partisipasi dan dukungan masyarakat dalam pembinaan pelanggar hukum. Salah satu aspek yang sangat penting yang berkaitan dengan pemenuhan hak asimilasi dan integrasi adalah bahwa secara faktual, fungsi﷓fungsi manajemen dan system administrasi pembinaan narapidana belum dilaksanakan dengan baik. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya mutu keterampilan teknis petugas pemasyarakatan, rendahnya integritas moral sumber daya manusia, kurang disiplin, system birokrasi yang berbelit-belit, buruknya system administrasi peradilan, rendahnya komitmen kepemimpinan, over kapasitas, rendahnya pengawasan,dan rendahnya partisipasi masyarakat, serta minimnya sarana dan prasarana. Ketidak-serasian dalam pelaksanaan proses pemasyarakatan dan pembinaan pelanggar hukum tersebut menunjukkan bahwa penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia belum menjadi pertimbangan utama dalam penegakan hukum, dan ini berarti bahwa system belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, dan jika kondisi tersebut tidak diadakan perbaikan, justru dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kejahatan, dan mengganggu stabilitas keamanan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah memperbaiki manajemen system pemasyarakatan, peningkatan mutu ketrampilan sumber daya manusia dan melakukan optimalisasi pengawasan berdasarkan pendekatan system.
The accomplishment of the Assimilation and Reintegration Rights intrinsically represent a process of the execution of sentencing and the treatment of the offenders, in pursuant to the correctional system. Such step represents one segment of the criminal justice system. As a system, the operation of such sub - system in the criminal justice have to work integrally. The criminal justice officers (Police, Prosecutors, Judges, and Correctional Officials), the organizational and the management, the facilities and also the society, have to work systematically in order to fulfilling the human right. and the inmate's rights. But, its implementation in the Jakarta Correctional Institution/Detention Center has shown the existence of improper administration management of such correctional system, especially related to the accomplishment of the assimilation and reintegration rights. The result of this research indicates that the treatment administration system and the calculation of the treatment process have not conducted in accordance to the rule. Also, the communications and information system about the inmate's rights has not conducted transparently, and had resulted discrimination. Thus, the accomplishment of inmate's assimilation and reintegration has become less optimal as well. In the sub-system of the sentence execution, there are tendency toward the increasing of egocentrism attitude among the criminal justice officers. And the organizational and management aspect is marked by the obsolesce of the service and the treatment administration management, as well as its facilities which are still far from adequate, also the lack of the society participation and support in the process of offender's treatment. One of the important aspect related to the accomplishment of the assimilation and reintegration rights is, by factual, the management functions has not conducted properly. This situation is caused by the low quality of technical skill of the correctional officer, the low of human resource moral integrity, less discipline, the complicated bureaucracy system, the obsolesce of jurisdiction administration system, no leadership commitment, over capacities, the minimum of society controls and participation, and also the minimum facilities. The un-inwrought in the execution of the correctional process indicate that the respect and the protection to human right has not become important consideration in accordance to the law, and this means that such system has not imposed as we might expected, and if the such condition is not performed a reformation, it would become a factor that cause a violation of criminal law and effecting the security stability.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Manthovani
Abstrak :
Sistem kepenjaraan telah bertransformasi menjadi sistem pemasyarakatan yang menjadikan narapidana sebagai subjek dalam pemidanaan. Sebagai subjek ia memiliki hak dan kewajiban, salah satu haknya adalah menerima pengurangan masa hukuman atau remisi, namun hak ini bukanlah hak yang otomatis dapat diperoleh karena memiliki syarat-syarat tertentu. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan telah menambah syarat remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), yaitu korupsi, narkotika-prekursor narkotika, psikotropika, terorisme, kejahatan keamanan negara dan kejahatan HAM berat lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menunjukkan adanya penambahan syarat remisi bagi narapidana tindak pidana luar biasa tersebut dilakukan guna memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Hal ini mengingat sebelum peraturan pemerintah a quo ini terbit, pemberian remisi cenderung mencerminkan ketidakadilan, terutama apabila melihat keistimewaan pemberian remisi kepada narapidana kejahatan luar biasa, dan hal tersebut menyebabkan pesan penegakan hukum tidak sampai kepada narapidana dan masyarakat.
The punishment system has been transformed into a correctional system that makes inmates as subject in a criminal prosecution. As the subject, they have rights and obligations. One of the rights is to receive a sentence reduction or a remission, but this is not a right which is automatically obtained because it needs certain requirements. The Government Regulation No. 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Government Regulation No. 32 of 1999 on the Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage of Corrections has added some requirements for inmates of extraordinary crime in order to get remission, those are consists of inmate who are accused of corruption, narcotics-precursors of narcotics, psychotropic substances, terrorism, state security crimes and other serious human rights violations. This study uses a qualitative method. This research shows that the additional of remission requirement for inmates of extraordinary crime were supposed to give a sense of justice to the people. In this regard, before this government regulation is published, the remissions tend to reflect unfairness, especially when granted to the prisoners of extraordinary crime, so that makes the society and inmates did not truly get the message of law enforcement.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library