Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruswadi
Abstrak :
Sumberdaya terumbu karang di Pulau Tidung telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan. Pada saat ini sebagian masyarakat Pulau Tidung menggantungkan hidupnya sebagai penyedia jasa kegiatan wisata yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayan. Adanya kegiatan wisata di Pulau Tidung yang tanpa terkendali yang memanfaatkan keindahan karang dapat berdampak terjadinya penurunan kualitas terumbu karang di sekitarnya. Metode pengamatan untuk mengamati tingkat kerusakan karang adalah Line Intercept Transect dan faktor lingkungan diamati dengan pengukuran berbagai parameter lingkungan perairan secara langsung di lapangan. Aspek sosial ekonomi dan pengelolaan dikaji dari berbagai peraturan yang telah ada dan wawancara secara mendalam dengan penduduk setempat dan wisatawan. Penelitian ini membahas mengenai kondisi kerusakan terumbu karang dan faktor penyebabnya baik faktor antropogenik maupun non-antropogenik serta pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung. Beberapa faktor yang diamati yaitu kondisi perairan, kondisi terumbu karang, aspek sosial masyarakat dan kebijakan pengelolaan terumbu karang. Kondisi perairan meliputi suhu, kecerahan, kecepatan arus, pH, salinitas, fosfat dan nitrat. Kondisi karang meliputi persentase tutupan karang, indeks keanekaragaman, dan indeks dominasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni – Agustus 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tidung dalam kondisi rusak - sedang dengan persentase tutupan karang hidup antara 21,41% – 30,19%. Indeks keanekaragaman tutupan berkisar antara 2,0423 – 2,1495 dan indeks dominasi tutupan berkisar antara 0,1433 – 0,1466, nilai tersebut memperlihatkan adanya keanekaragaman dan tekanan lingkungan yang sedang, dan tidak adanya dominasi tutupan karang tertentu. Parameter kualitas air laut memperlihatkan masih dalam ambang batas normal untuk kehidupan karang. Faktor antropogenik berupa kegiatan pariwisata, penambangan karang, pengeboman dan pengoperasian kapal di daerah terumbu karang diduga berperan terhadap kerusakan karang di Pulau Tidung. Pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung telah diatur melalui beberapa peraturan baik secara nasional maupun oleh pemerintah setempat, namun pelaksanaannya belum optimal sehingga diperlukan implementasi kebijakan yang lebih baik dengan menerapkan program kesadaran masyarakat, penegakan hukum dan peran masyarakat secara aktif dalam mengelola sumberdaya laut. ......Coral reef resources in Tidung Island has been used by local people for various purposes. At this time most of local people working as a travel provider or tourist guide. The existence of tourist activities in Tidung Island that utilizes the exotic of coral reefs affect the condition of coral reefs in this area. Observation method to observe the level of coral damage is Line Intercept Transect and environmental factors observed by measuring several water quality parameters. Socio-economic and management aspects examined from existing regulations and interviews with local people and tourists. The aim of this study is to discuss the coral condition and the causes of coral degradation including anthropogenic factors, non-anthropogenic and management of coral reefs in Tidung Island, Seribu Islands, north off Jakarta. Several factors were observed, namely the condition of waters, coral reefs, and social aspects and management. Water conditions include temperature, brightness, speed of flow, pH, salinity, phosphate and nitrate, and the condition of coral include life form percentage, index of diversity, and dominance index. The research was conducted during June to August 2011. The results show that the condition of coral reefs in Tidung Island was categorised bad condition to moderate with the percentage of life form ranges between 21.41% - 30.19%. Index of diversity ranged from 2.0423 to 2.1495 and dominance index ranged between 0.1433 to 0.1466. These showed ​​that the level of diversity and environmental pressures are medium, and has no a spesific type of coral cover that dominates in coral reefs. Water quality parameters are still within normal limits for coral life. Anthropogenic factors such as tourism, mining coral, destructive fishing (bombings) and the operation of ships in coral reef are thought to contribute to destruction of coral reef in Tidung Island. Management of coral reefs in Tidung Island has been governed by several regulations by both national and local government, but the implementation has not been optimized so the implementation of better policies by implementing public awareness programs, law enforcement and community participation in managing marine resources is needed.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UNESCO, [T.th.]
333.91 COR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irmadi Hahib
Cibinong, Bogor: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal, 2008
333.917 IRM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yatin Suwarno
Cibinong, Bogor: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal, 2008
333.917 YAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, 2017
R 577.789 STA
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Karang batu merupakan salah satu komponen pembentuk ekosistem terumbu karang dan peranannya sangat penting secara biologi maupun ekologi di dalam suatu perairan pesisir. penelitian terumbu karang di perairan Pulau Tanajampea, Kabupaten Selayar Sulawaesi Selatan dilakukan pada bulan Nopember 2007 dengan menggunakan transek garis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi karangbatu perairan Pulau Tanjampea. Hasil analisis meunjukkan bahwa persentase tutupan karang batu tertinggi di Pulau tanajampea yaitu 44,43% yang dijumpai di Stasiun 2 dan terendah 26,33% di Stasiun 1. nilai keanekaragaman jenis (H) karang batu tertinggi 1,04 dijumpai di Stasiun 1 dan terendah 0,83 di stasiun 4. Kemerataan jenis (j) karang batu tertinggi 0,58 dijumapi di Stasiun 3 dan terendah 0,48 di Stasiun 4. jenis karang batu diperoleh sebanyak 111 jenis yang mewakili 16 suku. Secara umum kondisi karang batu di Pulau Tanajampea masih baik dan masuk pada kategori sedang.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agdalena
Abstrak :
Indonesia is a centre of global marine bio-resources, particularly on its coral reefs ecosystem. Besides its physical ftmction, coral reefs also provide an aesthetic function. This beauty of these reefs pioneered the ornamental fish hobbyists to keep the corals and marine iish in their own aquarium tank. Marine ornamental fish trade from Indonesia to the world had started around the early of '80s and still continues to improve until today. Sustainable utilization plan in order to reduce the exploitation pressure on the reefs, particularly for aquarium industry, is done through coral captivity or known as coral culture. However, since the commencement of this activity there has been no research yet which can explain on the gap between the action regulation on coral culture for the aquarium industry and its implementation in fields.
2011
T33404
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Aju Njoman Purbasari
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang komposisi bentuk koloni (1if form) karang batu di tubir Pulau Semak Daun, Teluk Jakarta, pada bulan Januari 1991, dengan menggunakan metode transek garis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui corak komposisi bentuk koloni karang batu di Pulau Semak Daun dan untuk melihat apakah corak komposisi bentuk koloni di suatu terumbu dipengaruhi lokasi dan kedalamannya. Pengambilan data di tubir (kedalaman 1 meter) dilakukan di empat stasiun yang terletak di Utara, Selatan, Barat, dan Timur pulau tersebut dengan masing-masing tiga ulangan. Data di kedalaman 3 dan 10 meter merupakan data sekunder yang diperoleh dari P30-LIPI, hasil kerja sama ASEAN-Australia di bidang Marine Science, Coastal Living Resources, penelitian di Pulau Semak Daun pada tanggal 27 Juli dan 23 Deseinber 1987. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa corak komposisi bentuk koloni yang mencolok di tubir Pulau Semak Daun kedalainan 1 meter adalah bentuk koloni branching (575,60%), sedangkan bentuk koloni massive mencolok pada kedalaman 3 meter (53,68%) dan 10 meter (557,62%). Lokasi terumbu dan kedalaman mempengaruhi corak komposisi bentuk koloni karang batu. ABSTRACT
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Inisiatif Presiden RI untuk menggolkan program penyelamatan terumbu karang di kawasan Asia Pasifik pada pertemuan puncak forum kerjasama ekonomi Asia PAsifik (The Asia Pacific Economic Cooperation, APEC) ke 15 di Sydney pada tanggal 8 dan 9 September 2007, merupaka sebuah tonggak sejarah dan kesempatan yang dapat menghasilkan dampak positif maupun negatif, baik bagi pemerintah maupun masyarakat di sekitar ekosistem terumbu karang (ETK)......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nurranti Tjakrawiralaksana
Abstrak :
Sekitar 1,5 juts hingga 2 juta orang di dunia diperkirakan memiliki akuarium air laut. Perdagangan yang memasok kegemaran ini dengan hewan laut hidup merupakan industri global yang bernilai sekitar USS 200-300 juta per tahun, dan beroperasi di negara-negara tropis. Koral hidup yang merupakan salah satu mata dagangan daiam industri ini menunjukkan pertumbuhan ekspor sebesar 12-30 persen di seluruh dunia dari tahun 1990 hingga tahun 1999. Kebijakan kuota ditetapkan pads mata dagangan koral hidup dibuat untuk memastikan ketersediaan, dan pembatasan pemanfaatan harus ditentukan pada level berkelanjutan sesuai dengan korelasi antara populasi dan ketersediaannya di alam. Biota koral adalah hewan laut dari filum Cnidaria, yang terdiri dari polip-polip kecil serupa anemone yang membentuk koloni. Janis koral ini termasuk ordo Scleractinia yang dikenal juga sebagai stony coral dan dapat membentuk kerangka yang terhuat dari kalsium karbonat atau kerangka kapur yang mendasari terbentuknya terurnbu karang. Kemampuan memperbarui daur hidup hewan koral yang memakan waktu jauh Iebih lama dibandingkan hewan lain menyebabkan pemanfaatan yang berlebihan dapat menyebabkan kepunahan biota tersebut. Atas dasar tersebut CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) memasukkan koral ke dalam Appendix II, yaitu jenis-jenis biota yang masih dapat dimanfaatkan secara terbatas agar tidak punah. Penetapan kebijakan kuota bagi koral hidup membnkan kewenangan bagi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan untuk menentukan besamya kuota bagi pemanfaatan biota tersebut. Kuota yang ditentukan berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tersebut dibagikan kepada pengusaha dan eksportir untuk dimanfaatkan dalam kegiatan perdagangan koral hidup. Pemanfaatan biota koral di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 4471Kpts-1112003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Salwa Liar. Peredaran atau perdagangan biota karat harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen resmi yang wajib menyertai setiap pengiriman biota, balk di dalam negeri maupun di luar negeri, berupa Surat angkut Tumbuhan dan Saliva Liar (SATS-LN dan SATS-DN). Tujuh genus yang paling banyak diperdagangkan terdiri dari Trachyphyllia, Euphyllia, Goniopora, Acropora, Plerogyra, Caualaphyllia, yang meliputi 56% perdagangan koral hidup antara tahun 1988 hingga 2002. Berdasarkan data dari laporan CITES tahun 1997-2001 (Wabnitz, et. al., 2003), Amerika Serikat mengimpor 73%, sedangkan Uni Eropa mengimpor 14% sementara Jepang menempati urutan ketiga dengan 7%. Selama tiga tahun berturut-turut, yaitu tahun 2003 hingga 2005, Ditjen PHKA menetapkan kuota sebanyak rata-rata 809.200 buah per tahun, untuk sekitar 52 spesies yang dapat dimanfaatkan. Daerah pemanfaatan biota ini tersebar di 14 daerah di seluruh Indonesia. Dan data selama tiga tahun, realisasi ekspor terhadap kuota menunjukkan angka di atas 95%. Pemenuhan permintaan terhadap biota koral untuk ekspor yang dapat terealisasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar permintaan dapat dipenuhi. Realisasi ekspor terhadap kuota yang tidak mencapai 100% dapat disebabkan oleh pencatatan realisasi yang didasarkan kepada jumlah spesies yang tereantum dalam Surat Angina Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN). Menghadapi lingkungan industri perdagangan biota koral untuk ekspor ini, perlu dibuat suatu analisa tentang faktor-faktor internal dan ekstemal yang terdapat dalam industri. Untuk menganalisa faktor-faktor tersebut digunakan analisis SWOT yang membahas mengenai kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang terdapat dalam industri. Selanjutnya analisis ini digunakan untuk menentukan strategi yang paling tepat untuk digunakan dalam industri. Analisis faktor-faktor strategis baik internal maupun ekstemal dilakukan untuk mernbuat formulasi magi penentuan strategi industri. Penentuan strategi ini dibuat dengan menggunakan analisis Matriks TOWS berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan ekstemal yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk memenuhi peluang yang ada pada industri, serta pengembangan teknologi di bidang budidaya, maka diharapkan Indonesia tetap dapat memenuhi permintaan pasar ekspor tanpa harus mengorbankan kelangsungan daur hidup biota koral dan kelestarian habitat biota koral.
Approximately 1.5 to 2 million people keeps a seawater aquarium. The trade supplying this hobby with living marine creatures is a global industry worth USS 200-300 million per year, operating in tropical countries and regions. Living coral as one of the trade item has a 12-30% trade growth during 1990-1999 periods. Quota policy implied on living coral as a trade item is made to ensure the availability of the resource and regulated exploration is set on a sustainable level, according to the correlation between the coral population and its availability in nature. Coral is a marine animal from Cnidarian phylum, consisted of small polyps similar to anemones that form a colony. This kind of coral is the Scleractinian order which also known as the stony coral and has an ability to form a calcium carbonate skeleton which is the base of coral reef formation_ Coral reefs need much longer time to renew their life cycle, therefore an over exploitation will lead to extinction. Based on that, CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) cited coral in Appendix II, which lists species that are not necessarily now threatened with extinction but that may become so unless trade is closely controlled. The quota policy on living coral gives the authority to Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alain, Departemen Kehutanan to determine the quota. The quota is based on recommendation given by Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, to be distributed to exporters and companies. Coral exploration in Indonesia is regulated by the Minister of Forestry Regulation no. 447IKpts-1112003. The trade an traffic of living coral must be accompanied by legal documents on each of the shipments, within the region of Indonesia or outside Indonesia (export). The seven most traded generas are Trachyphyllia, Eupl~ylliu, Gonioporu, Acropora, Plerogyra, Catalaphyllia, consisting 56% of the world's living coral trade between 1998 and 2002, Based on data from CITES reports on 1997-2001 (Wabnilz, et al, 2003), the United States imported 73% of the total trade on coral, while European Union and Japan imported 14% and 7% respectively. During the three years period of 2003-2005, Ditjen PI-IKA determined an average quota of 809,200 pieces per year, for approximately 52 species. The three years' data shows that above 95% of the quota are realized through export. This shows that most of the demand for living coral is fulfilled. The realization does not reach 100%, as some possibilities might occur. Record keeping which is based on CITES export Permit (SATS-LN) is one of them. Facing the coral trading and export industry, an analysis of external and internal factors in the industry is made. SWOT analysis is used to analyze those factors: strength, weakness, opportunity and threat in the industry. This analysis will be used to determine the most appropriate strategy to be used in the industry. Internal and external strategic factors analysis is used to formulate the strategy. The strategy itself is formulated by using the TOWS Matrix based on the internal and external factors analysis. Using the strength in the industry to met the opportunity in the industry, and using the technology in mariculture, Indonesia will be able to fulfill the market demand without sacrificing the sustainability and the habitat of coral reef.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>