Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Asti Werdhani
"Pengelolaan hipertensi dan diabetes melitus yang memerlukan pengelolaan terkoordinasi, menjadi perhatian karena prevalensinya semakin meningkat. Kemampuan dokter sebagai care coordinator tidak terlepas dari kemampuan kepemimpinan, dan belum ada penilaiannya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan intrumen penilaian kinerja dokter di layanan primer sebagai care coordinator dan kaitannya dengan kepemimpinan.
Pendapat pakar dan metode Delphi digunakan untuk mengembangkan dimensi dan butir penilaian. Validasi instrumen dilakukan dengan analisis faktor eksplorasi. Kurva ROC digunakan untuk mencari titik potong skor care coordinator pada pasien hipertensi atau DM terkontrol dibandingkan tidak terkontrol. Korelasi Pearson dilakukan untuk melihat korelasi antara skor care coordinator dengan skor kepemimpinan klinis, kepemimpinan transformasional, komitmen, kepuasan kerja, dan budaya organisasi, serta faktor-faktor sosiodemografis dokter dan praktik keprofesian.
Pengumpulan data dilakukan selama periode April−November 2015. Melalui penggalian pendapat 19 orang pakar (akademisi, praktisi, pengandil), 2 kali putaran Metode Delphi (110 sampel dan 81 sampel), dan 249 sampel analisis faktor, didapatkan instrumen penilaian kinerja dokter pengelola kasus PTM di puskesmas sebagai care coordinator yang terdiri dari 11 dimensi dan 33 butir penilaian dengan koefisien alpha sebesar 0,94 dan korelasi butir penilaian dengan dimensinya lebih dari 0,4. Terdapat perbedaan skor care coordinator antara pasien hipertensi atau diabetes terkontrol dan tidak terkontrol (p = 0,02) dengan titik potong sebesar 7,7. (skor maksimal 9). Terdapat korelasi positif antara skor kepemimpinan klinis, skor kepemimpinan transformasional, skor kepuasan kerja, usia dokter, lama lulus dokter, lama bekerja di puskesmas, pelatihan dokter keluarga, dan status kepegawaian terhadap skor care coordinator. Faktor yang paling berperan terhadap peningkatan skor care coordinator adalah skor kepemimpinan klinis dan skor kepemimpinan transformasional (R square 0,47).
Telah dikembangkan instrumen penilaian kinerja dokter sebagai care coordinator di layanan primer yang valid dan handal. Walaupun dokter pengelola kasus dalam kesehariannya berinteraksi dengan pasien dan tidak menduduki jabatan struktural sebagai pimpinan, namun mereka harus tetap memiliki kemampuan kepemimpinan klinis serta kepemimpinan transformasional untuk menunjang kinerja sebagai care coordinator dalam pengelolaan masalah kesehatan pasien.

Hypertension and Diabetes Mellitus management that need coordination of care is vital because of their increasing prevalence. To become care coordinator, primary care physician should have leadership capabilities. However, there is no instrument available to measure care coordination and leadership for primary care physician in Indonesia. This research aims to develop instruments for primary care physician's performance as care coordinator in primary care facilities and its correlation with leadership.
Data collection was conducted from April to November 2015. Expert opinion and Delphi method were conducted to develop dimensions and item indicators. Exploratory Factor Analysis was performed for instrument validation. ROC curves were used to gain cut-off point of care coordinator's score from controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patient. Pearson correlation was conducted to determine correlation between care coordinator score and clinical leadership, transformational leadership, commitment, job satisfaction, and organizational culture, as well as doctor's sociodemographic factors and professional practice.
Nineteen experts panel (academics, practitioners, health policy makers), 110 participants of 1st round Delphi Method, 81 participant of 2nd round of Delphi Method, and 249 samples for factor analysis were gathered to create 11 dimensions and 33 items with loading factors at least 0.4 and alpha cronbach as high as 0,94. There was care coordinator score difference between controlled and uncontrolled hypertension or diabetes mellitus patients (p = 0.02) with cut-off point 7,7 (maximum score 9). There was positive correlation between care coordinator score and clinical leadership score, transformasional leadership score, satisfaction score, age, graduation period, working period, family medicine training, and employment status. Dominant factors correlate to care coordinator score were clinical leadership score and transformational leadership score (R square 0.47).
A valid and reliable instrument of care coordinator performance for Indonesian primary care physician has been developed. Although the main activity of practitioner is very much relate to patient interaction, they should also have leadership capacities to support their role as care coordinator for patient?s health management."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasti Ristina Sari
"ABSTRAK
Nama : Hasti Ristina SariNPM : 1106004563Program Studi : ApotekerJudul : Praktek Kerja Profesi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara Periode Bulan Januari Tahun 2016Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, terutama pada bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Farmakmin . Selain itu, mahasiswa juga melakukan kunjungan ke Puskesmas Kecamatan Penjaringan guna mengetahui dan memahami pekerjaan kefarmasian di puskesmas. Tugas khusus yang diberikan berjudul Peran Pemerintah dalam Perkembangan Industri Farmasi. Tujuan dari tugas khusus ini adalah agar mahasiswa mengetahui peran pemerintah dalam mendukung implementasi roadmap industri farmasi nasional.Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara, Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman Tugas Umum : xiv 42 halaman; 1 tabel; 3 lampiranTugas Khusus : iii 11 halaman; 1 tabelDaftar Acuan Tugas Umum : 16 1945 ndash; 2014 Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 1945 ndash; 2014

ABSTRACT
Name Hasti Ristina SariNPM 1106004563Program Study Apothecary professionTitle Internship at Regional Health Department of North Jakarta Period January 2016Internship in Regional Health Department of North Jakarta aims to make the pharmacists may know and understand the main tasks and function of Regional Health Department of North Jakarta as well as to know and understand the main tasks and function of Coordinator of The Pharmaceutical Food and Beverage. In addition, internship facilitates the pharmacists to visit Puskesmas Kecamatan Penjaringan that aims to understand and obtain practical experience in pharmaceutical care. Given the special assignment entitled The Roles of Government in The Development of Pharmaceutical Industry. The purpose of this special assignment is to know and understand the roles of government in supporting the implementation of the national pharmaceutical industry roadmap.Keywords Internship, Regional Health Department of North Jakarta, Coordinator of The Pharmaceutical Food and BeverageGeneral Assignments xiv 42 pages 1 table 3 appendicesSpecific Assignments iii 11 pages 1 tableBibliography of General Assignment 16 1945 ndash 2014 Bibliography of General Assignment 7 1945 ndash 2014 "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Sulistyanto
"Usaha perdagangan kakilima merupakan salah satu bidang usaha dalam sektor informal yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar, hal ini disebabkan sektor usaha tersebut tidak memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, modal yang tidak besar dan waktu yang tidak terikat. Sehingga usaha ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai kemauan melakukan usaha dalam sektor ini.
Di Jakarta khususnya di Pasar Minggu usaha ini dilakukan tidak saja oleh warga Jakarta tetapi juga banyak dilakukan oleh para pendatang dari luar Jakarta yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan berjualan sebagai pedagang kakilima. Mereka menempati suatu lokasi tertentu ditempat umum membentuk sebuah lingkungan pasar kakilima, yang didalamnya mempunyai corak masyarakat yang majemuk baik dari jenis kegiatan usaha yang dilakukan maupun daerah asal kedatangan atau kesuku bangsaannya.
Kemajemukan jenis kegiatan usaha ini mewujudkan suatu hubungan sosial yang bersifat komplementer dan simbiotik. Sedangkan kemajemukan suku bangsa mewujudkan suatu pengelompokan pedagang berdasarkan daerah asal atau suku bangsanya yang juga merupakan pengelompokan dari jenis barang dagangan yang diperjual belikan. Adanya pengelompokan kesukubangsaan ini maka timbul suatu ikatan kelompok suku bangsa yang memiliki seorang Ketua Kelompok Suku Bangsa yang dipilih oleh warga suku bangsa tersebut sebagai seorang yang dituakan dan dihormati. Hubungan antara Ketua Kelompok dengan warga dalam kelompoknya tersebut merupakan hubungan patron - klien yang bersifat hubungan bapak - anak.
Dalam kehidupan kelompok tersebut timbul suatu kesepakatan-kesepakatan tentang bagaimana menjalankan usaha perdagangan dengan baik, upaya menghindari persaingan dan perselisihan sesama pedagang serta usaha-usaha mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan warganya yang dipimpin oleh Ketua kelompoknya. Sehingga dengan berbagai upaya tersebut maka para warga kelompok tersebut merasa bergantung kepada ketuanya. Walaupun terjadi pengelompokan yang demikian namun dalam kegiatan perdagangan mereka tidak menonjolkan kebudayaan sukubangsanya tetapi lebih menggunakan aturan-aturan yang berlaku umum lokal dalam lingkungan pasar kakilima tersebut.
Salah satu sifat pedagang kakilima dalam melakukan usahanya adalah dengan menyongsong pembeli sehingga mereka banyak menempati lokasi di tempat-tempat umum dan dipinggir jalan raya. Keberadaan mereka di tempat tersebut melanggar Peraturan Pemda DKI No.11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum, menimbulkan kemacetan arus lalu lintas, menimbulkan sampah yang mengganggu kebersihan dan menjadi tempat rawan terjadinya tindak kriminalitas. Dengan kondisi yang demikian ini khususnya untuk mengantisipasi tindakan penertiban maka muncul pelindung yang memberikan jasa keamanan kepada para pedagang yang disebut dengan Koordinator Pedagang yang secara tidak resmi ditunjuk oleh aparat setempat untuk mengelola pedagang kakilima. Sebagai Koordinator maka ia membuat aturan-aturan dalam kegiatan perdagangan kakilima yang menyangkut perolehan lokasi, pengaturan posisi berdagang, pembayaran cukai dan sebagai perantara ( brokerage ) bila ada masalah antara pedagang dengan aparat. Hubungan yang terjadi antara pedagang kakilima dengan Koordinator pedagang ini merupakan hubungan patron-klien dimana sebagai klien maka para pedagang merasa tergantung kepada patron mengenai kegiatan usahanya tersebut. Sebagai timbal balik atas jasa patron ini maka para pedagang membayar uang cukai kepada Koordinator pedagang ini.
Dengan adanya aturan-aturan yang terbentuk tersebut baik yang bersumber dari kesepakatan dalam kehidupan kelompok suku bangsa maupun aturan yang diciptakan oleh Koordinator, yang diikuti dan dijadikan pedoman oleh para pedagang dalam melakukan kegiatan berdagangnya, maka mewujudkan suatu tindakan berpola atau pola kegiatan-pola kegiatan dalam kehidupan pedagang kakilima. Dengan adanya pola kegiatan-pola kegiatan tersebut maka hal itu merupakan suatu keteraturan sosial dalam kehidupan pedagang kakilima, yaitu merupakan suatu aturan atau pedoman kegiatan yang berwujud perilaku individu, kelompok atau masyarakat dalam melakukan kegiatan berdagangnya dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
Corak keteraturan sosial dalam kehidupan pedagang kakilima di Pasar kota pasar Minggu tersebut adalah adanya ketergantungan klien pada patron baik Koordinator Pedagang maupun ketua Kelompok suku bangsa. Pedagang kakilima sebagai masyarakat yang lemah merasa memerlukan perlindungan agar usahanya dapat berjalan dengan baik dan hal ini mereka dapatkan dengan adanya perlindungan dari Koordinator Pedagang. Sedangkan untuk menjamin kelancaran usaha dan menghindari persaingan yang tidak sehat serta meningkatkan kesejahteraan dan bantuan modal, mereka peroleh dari kegiatan Kelompok Suku Bangsa yang dpimpin oleh Ketua Kelompok Suku bangsa. Keberadaan kedua patron tersebut mampu menghindarkan terjadinya konflik antar suku bangsa dalam lingkungan pasar kakilima karena adanya kesadaran untuk mengikuti aturan-aturan yang berlaku umum dan lokal serta menekan kemenonjolan identitas suku bangsanya.
Corak keteraturan sosial yang berlaku dalam masyarakat berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya dengan kata lain setiap masyarakat memiliki corak keteraturan sosial masing-masing. Dengan demikian dalam upaya pembinaan kamtibmas yang dilakukan oleh Polri tidak bisa memberlakukan pola yang sama untuk seluruh masyarakat tetapi harus sesuai dengan corak keteraturan sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu dalam melakukan pembinaan tidak dapat menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Markas Besar Polri yang berlaku seragam secara nasional tetapi harus dijabarkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta corak keteraturan sosial yang berlaku dalam masyarakat yang dibina. Sehingga upaya pembinaan yang dilakukan dapat efektif dan efisien dan harus didukung dengan sarana dan prasarana yang mencukupi baik sumber daya manusianya, dukungan materiil dan anggaran yang cukup."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Zannah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit tular vektor. Pada tahun 2021 Indonesia memiliki IR 11,48/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate sebesar 0,89%. Pada tahun 2021 Depok memiliki kasus tertinggi sebanyak 3.155 kasus (IR= 75,24/100.000 Penduduk). Pencegahan DBD dilakukan dengan dibentuknya Kordinator kader jumantik tiap RT untuk meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ baik jika ≥ 95%. Peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) dipengaruhi oleh pengetahuan dan peran koordinator kader jumantik . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan peran koordinator kader jumantik terhadap angka bebas jentik (ABJ) di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok tahun 2022. Penelitian kuantitatif menggunakan data primer yaitu kuesioner yang telah dimodifikasi dari arahan Kemenkes RI dan penelitian sebelumnya. Desain penelitian cross sectional, sampel penelitian 101 responden. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan terdapat hubungan yang signifikan Peran Koordinator Kader Jumantik yaitu Pemantauan Jentik Berkala (PJB) terhadap Angka Bebas Jentik (ABJ).

Dengue hemorrhagic fever is a vector-borne disease. In 2021 Indonesia has an IR of 11.48/100,000 population and a Case Fatality Rate of 0.89%. In 2021 Depok has the highest case of 3,155 cases (IR = 75.24/100,000 Population). Prevention of DHF is carried out by establishing a jumantik cadre coordinator for each RT to increase the larva-free rate (ABJ). ABJ is good if 95%. The increase in larva free rate (ABJ) is influenced by the knowledge and role of the jumantik cadre coordinator. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge and the role of the jumantik cadre coordinator on the larva-free rate (ABJ) in Tugu Village, Cimanggis District, Depok City in 2022. This quantitative study used primary data, namely a questionnaire that had been modified from the direction of the Indonesian Ministry of Health and previous research. The research design is cross sectional, the research sample is 101 respondents. The results of the study showed that there was a significant relationship between knowledge and the larva-free rate (ABJ) and there was a significant relationship between the role of the Jumantik Cadre Coordinator, namely Periodic Lartic Monitoring (PJB) on the larva-free rate (ABJ)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library