Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspla Dirdjaja
Abstrak :
Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi perubahan mendasar mengenai pengetahuan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya di bidang Administrasi Pemerintahan rnaupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dikenal sebagai Otonomi Daerah. Dalam era Otonomi Daerah yang sekarang ini, Daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antara daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Penyusunan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian keduanya dikenal sebagai Undang-undang otonomi Daerah, adalah dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efisien, efektif, akuntabel. Hal ini dapat diperhatikan dalam penjelasan Undangundang tersebut yang menyatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokratis, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah perlu ada dukungan berupa kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengkturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, Berta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsekuensi dari penyerahan kewenangan yang demikian besar sudah barang tentu adalah tanggung jawab yang semakin besar pula terutama dalam hal penyelenggaraan seluruh kewenangan sehingga pemberdayaan, kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci bagi setiap daerah otonom. Kecuali dari dana perimbangan ataupun dana yang dikeluarkan Pemerintah Pusat, Daerah harus mampu mencari sumber-sumber pembiayaan melalui Sumber-sumber Pendapatan Daerah termasuk Pendapatan Asli Daerah. Disinilah sebenarnya terletak peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan pendapatan melalui salah satu Sumber Pendapatan Asia. Daerah (PAD) yaitu aset daerah. Penyerahan kewenagan yang berimplikasi pada membengkaknya aset daerah di satu sisi dapat menguntungkan Pemerintah Daerah, namun di sisi lain dapat menjadi beban bagi pemerintah jika tidak dikelola dengan baik. Disinilah letak perlunya pengelolaan aset daerah secara hati-hati dan baik. Karena tak jarang dijumpai adanya pengelolaan aset seperti aset properti (tanah, bangunan dan infrastruktur) yang pada umumnya merugikan. Tantangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola dan memastikan agar aset Pemerintah Daerah tidak lagi menjadi beban keuangan, tapi sebaliknya menjadi sumber pendapatan. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya pelimpahan kewenangan yang telah diberikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, maka dalam rangka memenuhi dari segi pembiayaan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas di bidang pemerintahan tersebut, dapat terpenuhi dengan adanya kewenangan pemerintah daerah mencari sumber-sumber pembiayaan lain untuk pelaksanaannya yang didukung oleh perangkat peraturan Perundang-undangan Daerah yang berkenaan dengan hal dimaksud, terutama yang berkenaan dengan kerjasama dengan pihak ketiga, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal, baik dari segi pemanfaatan aset maupun pemasukan terhadap pendapatan daerah.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanggi Maharani
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kedudukan hukum perjanjian kerjasama rekanan dalam pembuatan akta notaris A dan pengaruh perjanjian kerjasama antara Notaris A dengan PT. Bank X terhadap jabatan notaris. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kedudukan hukum perjanjian kerjasama rekanan mempengaruhi dalam pembuatan akta Notaris. Pengaruh perjanjian kerjasama rekanan Notaris dengan Bank terhadap jabatan Notaris dalam pembuatan akta dapat melahirkan adanya intervensi dari bank. Dalam pembuatan akta oleh Notaris, Notaris menjadi tidak mandiri dan berpihak. Perjanjian kerjasama rekanan tersebut melanggar ketentuan Undang- Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Sebaiknya perjanjian kerjasama rekanan antara Notaris dengan Bank yang dibuat tidak mempengaruhi pembuatan akta oleh Notaris. Notaris harus menjunjung tinggi kemandirian dan ketidakberpihakan dalam pembuatan akta dan dalam pemberian pelayanannya, dan seharusnya pemerintah membuat peraturan mengenai perjanjian kerjasama rekanan antara Notaris dan Bank untuk menutup kemungkinan adanya monopoli dalam pembuatan akta untuk kepentingan Bank oleh Notaris tertentu.
ABSTRACT
This thesis discusses about the legal position of cooperation agreement of partner in making notary deed A and the effect of cooperation agreement between Notary A and PT. Bank X against the position of notary. The research method used is normative juridical which focuses on document study by using secondary data. The result of this research is that the legal status of the partnership agreement affect the making of Notary Deed. The influence of the cooperation agreement between a Notary Partner and a Bank to the position of Notary in making the deed may result in an intervention from the bank. In making a deed by a Notary, Notary becomes non-independent and aligned. The partnership agreement violates the provisions of the Notary Law and Notary Code. It is advisable that the cooperation agreement between a Notary and a Bank made does not affect the making of a Notary by the Notary. A Notary must uphold the independence and impartiality of the deed and in its provision of services, and the government should have made a regulation concerning the cooperation agreement between the Notary and the Bank to cover the possibility of a monopoly in the making of a deed for the benefit of the Bank by a Notary.
2017
T48322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti
Abstrak :
Komponen dalam kerjasama yang berpotensi menimbulkan permasalahan hukum salah satunya adalah pemberian kuasa, dalam pemberian kuasa ini dilaksanakan melalui proses hukum yang dapat melibatkan peran Notaris untuk membuat akta kuasa secara autentik. Dalam hal ini, Penulis mengangkat dua permasalahan yaitu: kesatu, bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta kuasa? Kedua, bagaimanan dampak Akta Pencabutan Kuasa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 22/Pdt.G/2015/PN Bna? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan, Penulis menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa selama Notaris menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan prosedur, maka dalam hal ini Notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya karena Notaris bukan pihak dalam Akta tersebut. Tetapi pencabutan kuasa ini harus dilakukan oleh para pihak atau melalui pengadilan. Sedangkan, jika dalam kuasa tersebut belum ada pemenuhan prestasi, maka pada prinsipnya kuasa tersebut dapat dicabut. Dampak dari pembuatan Akta Pencabutan Kuasa yang dibuat oleh Pemberi Kuasa tanpa persetujuan Penerima Kuasa, dalam hal sudah ada prestasi yang dilakukan oleh Penerima Kuasa, maka merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga, Pemberi Kuasa dapat dimintakan tanggung jawab berupa ganti rugi.
The component in cooperation that has the potential to cause legal problems one of them is the granting of Authority, in the granting of this Authority is carried out through legal process that may involve the role of notary to create a deed of Authorization systemically. In this case, the Author raises two issues, namely, first, how the responsibility of the notary in creating the law construction of Authorization Deed, second, how the effect of the revocation of the Authorization Deed based on the Verdict of Banda Aceh District Court Number 22/Pdt.G/2015/PN.Bna. The type of this research method is normative juridical research method, the Author uses the type of secondary data which is obtained from literature study. The results of this study convey that during this notary can not be asked a responsibility because notary is not a party on the deed. but the revocation of the Authorization Deed must be done by the parties or through the District court. Whereas, if on that Authorization Deed has no obligation compliance yet, so in the principle, the Authorization Deed can be revoked. The effect of the revocation of the Authorization Deed which is made by the grantor without the consent of the proxy in the event of an obligation compliance which has been performed by the proxy, so that case means unlawful action. Therefore the grantor may be liable for a compensation.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihabudin
Abstrak :
The purpose of development rs to reach justice and prospenty in all aspects of lite by establishing amongst others small and medium companies both private and state companies. Therefore, certainty of law and adequate protection are needed to support their activities and consequently law must be obeyed by all stakeholders. Establishing a company needs capital for all its business activities. The opportunity to get capital for small and medium companies differ from/that of big companies. Since, the bigger ones have many sources to obtain capital, the smaller ones have not many options to enlarge their capital. This condition brings in balance and thus unfairness when small companies are dealing with big ones. Venture capital is one of the altematives to help small and medium companies to get proper sources of capital. The development of venture capital in indonesia is meant to open new opportunities to all business stakeholders for enlarge their companies, as they usually face many obstacles when borrow from a bank. Therefore, the existence of venture capital should be supported especially by government and business stakeholders as well as society at fast better the venture capital is growing the more small and medium companies can be helped by preserving capital for them. The system of finance order of the venture capital can be done by depositing capital into an investee company so that investment law and banking law will apply on those activities. The venture capital is based on the future prospect of the company rather than the collaterals. Consequently the venture capital has greater risk that ordinary loans, but also opens new market opportunities for the investor/lender. Administrative law has regulated the venture capital as a financing institution by enacting President's Decree No. 61/1988. However, the substantive law still uses the KUH Perdata (Civil Code). On the other hand venture capital agreements usually use standard contract which has not yet been regulated by the civil code, eventhough the regulation No. 8/1999 concern Consumers Protection has been regulated in a simple way. Therefore both our contract law as well as our corporate law need improvement. Cooperation agreement between the venture capital (venture capitalist) and the investee company is a mutual agreement, whereby the bargaining position of both the parties are not equal. The venture capitalist who has capital has a stronger position than the investee company who is the borrower whereas freedom of contract can only be applied properly when both parties have equal positions. The venture capitalist, however, tends to protect his interest (capital) by special clauses, inciuding his/her responsibilities thereby disturbing the equilibrium even further. Therefore, our laws should protect the weaker party but the govemment should also supervise and guard for such unscrupulous practices, like providing a ?black list" or "grey list" of such speciai clauses, condemning them nuii and void or voidabie (as the case may be) such as is done by the New Civil Code of the Netheriands on ?Algemene Voorwaarden".
Depok: Universitas Indonesia, 2003
D721
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choky Risda Ramadhan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21549
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Widhasthiti
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovani Dewi Swantika
Abstrak :
ABSTRAK
Bahwa penulisan skripsi ini membahas mengenai analisis terhadap perjanjian kerja sama bagi hasil usaha di Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang, dimana perjanjian ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak pemilik usaha Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang sebagai pihak pemberi kerja dan pihak pekerja di Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang sebagai pihak penerima kerja berdasarkan sistem kerja sama bagi hasil usaha dengan proporsional bagi hasil usaha sebesar 50% : 50%. Bahwa berdasarkan perjanjian ini para pihak memposisikan hubungannya sebagai mitra, karena mempunyai kedudukan yang setara, namun dalam praktiknya pihak pekerja mempunyai hubungan sub ordinasi dengan pihak pemilik usaha. Kemudian, dalam aktualisasinya terdapat perbedaan antara pengaturan yang diatur dalam perjanjian ini dengan pengaturan yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana keabsahan dari berlakunya perjanjian ini ditinjau dari aspek hukum perdata, kemudian apa saja kelebihan dan kekurangan dari aturan dalam perjanjian ini serta bagaimana pertanggungjawaban hukum yang diterapkan, apabila pekerja di Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga. Bentuk penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan cara menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini diperoleh hasil bahwa keberlakuan dari perjanjian kerja sama bagi hasil usaha yang diterapkan di Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang adalah tidak sah menurut hukum dan perjanjian ini menjadi batal demi hukum. Kemudian, kelebihan dari aturan dalam perjanjian ini adalah pihak pekerja merasa ikut memiliki dan menjadi bagian dari usaha yang dikelola oleh pihak pemilik usaha, sedangkan kekurangan dari aturan dalam perjanjian ini adalah rentan melanggar hak-hak dari pihak pekerja. Selanjutnya, apabila pihak pekerja di Restoran ?SEDERHANA? Masakan Padang melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga, maka pihak pemilik usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh pihak ketiga tersebut.
ABSTRACT
In this thesis writing will be discussed about analysis of profit and loss sharing cooperation agreement at Restaurant ?SEDERHANA? Padang Cuisine, where this agreement executed by the two parties, that the owner of the business as employer and the workers as employee based on a profit and loss sharing cooperation system in proportional of 50%: 50%. Based on this agreement the parties positioning as partner relationship, because have an equal position, but in practies the workers have a subordination relationship with the owner of the business. Then, in the implementation, the rule arranged in profit and loss sharing cooperation agreement at Restaurant ?SEDERHANA? Padang Cuisine have a different with Act No. 13/2003 in Labor Law. It is then raises the question of how about the validity of profit and loss sharing cooperation agreement at Restaurant ?SEDERHANA? Padang Cuisine based on civil law aspect, then what the advantages and disadvantages of the rule in this agreement and how about implementation of legal liability, if the workers at Restaurant ?SEDERHANA? Padang Cuisine make a mistakes that cause loss to third parties. The form of research in this thesis is a judicial normative with using approach of legislation. In this thesis writing obtained result that the validity of profit and loss sharing cooperation agreement at Restaurant ?SEDERHANA? Padang Cuisine is not valid according the law and this agreement be a null and void. Then, the advantages of the rule in this agreement is the workers feel a sense of belonging and be a part of the business managed by the owner of the business, whereas the disadvantages of the rule in this agreement is susceptible violates the rights of the workers. Furthermore, if the workers at Restaurant SEDERHANA Padang Cuisine make a mistakes that cause loss to third parties, then the owner of the business should be responsible for losses suffered by third parties.
2017
S65976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library