Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rustono
"ABSTRAK
Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983: 97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih didalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulit daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama dan/atau prinsip kesantunan dan fungsinya sebagai penunjang pengungkapan humor di dalam wacana humor verbal lisan berbahasa Indonesia. Paparan dan argumentasi itu mencakupi pelanggaran prinsip kerja lama sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor, pelanggaran prinsip kesantunan sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang memerankan fungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, aneka implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, dan tipe humor verbal lisan yang pe ngun gk apannya ditunjang oleh implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitafif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama, teori Leech (1983) tentang prinsip kesantunan, serta teori Brown dan Levinson (1978) tentang kesantunan berbahasa. Korpus data penelitian ini berupa transkripsi 36 lakon humor verbal lisan produksi sembilan kelompok pelaku humor yang ditayangkan di televisi dari bulan Februari sarnpai dengan bulan Juni 1997. Metode perekaman dan penyimakan dengan teknik pencatatan digunakan di dalam pengumpulan data. Penetapan kelucuan data penelitian ini dilakukan dengan cara konfirmasi kepada sepuluh informan yang berasal dari sepuluh suku bangsa di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan metode analisis pragmatis dengan teknik analisa heuristik Leech (1983).
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan, terjadi pada bidal: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) relevansi, dan (4) cara. Pelanggaran bidal-bidal itu menjadi penyebab timbulnya implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Tuturan para pelaku humor yang melanggar bidal-bidal itu justru berpotensi menunjang pengungkapan humor karena berbagai implikatur yang dikandungnya itu menambah kelucuan humor. Prinsip kesantunan Leech (1983), yaitu prinsip percakapan yang melengkapi prinsip kerja sama Grice (1975) dan berkenaan dengan aturan yang bersifat social, estetis, dan moral di dalam percakapan juga banyak dilanggar di dalam wacana jenis ini. Pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada enam bidal, yaitu bidal (1) ketimbangrasaan, (2) kemurahhatian, (3) keperkenanan, (4) kerendahhatian, (5) kesetujuan, dan (6) kesimpatian dengan dua belas subbidal sebagai jabarannya juga menjadi sumber implikatur percakapan yang memiliki fungsi menunjang pengungkapan humor. Implikasi atas pelanggaran itu adalah timbulnya berbagai implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor karena kehadirannya menambah kelucuan humor. Implikatur-implikatur yang berfungsi menunjang pengungkapan humor di dalam wacana jenis ini mencakupi: (1) implikatur representatif dengan subjenis: (a) menyatakan, (b) menuntut, (c) mengakui, (d) melaporkan, (e) menunjukkan, (f) menyebutkan, (g) memberikan kesaksian, dan (h) berspekulasi; (2) implikatur direktif yang mencakupi subjenis: (a) memaksa, (b) mengajak, (c) meminta, (d) menyuruh, (e) menagih, (1) mendesak (g) menyarankan, (h) memerintah, dan (i) menantang, (3) implikatur evaluatif dengan subjenis: (a) mengucapkan terima kasih, (b) mengkritik; (c) memuji, (d) menyalahkan, (e) menyanjung, dan (f) mengeluh; (4) implikatur komisif yang meliputi subjenis: (a) berjanji, (b) bersumpah, (c) menyatakan kesanggupan, dan (d) berkaul; serta (5) implikatur isbati dengan subjenis: (a) mengesahkan, (b) melarang, (c) mengizinkan, (d) mengabulkan, (e) membatalkan, dan (f) mengangkat (di dalam jabatan atau status tertentu). Nama-nama implikatur itu sejalan dengan nama-nama jenis tindak tutur hasil taksonomi Fraser (1978). Di samping itu, di dalam wacana jenis ini ditemukan pula implikatur lain yang mencakupi: (a) menyangkal; (b) menuduh, (c) menolak, (d) menggugat, (e) meyakinkan, (f) menyatakan gurauan, dan (g) menghindar sebagai implikatur representatif tambahan; (h) memohon, (i) menawari, (j) menakut-nakuti, dan (k) mengusir sebagai implikatur direktif tambahan; (l) menghina, (m) mengejek; (n) menyombongkan diri, (o) menyatakan keheranan, dan (p) menyatakan kemarahan sebagai implikatur evaluatif tambahan; (q) mengancam sebagai implikatur komisif tainbahan; serta (r) memutuskan (hubungan sosial) sebagai implikatur isbati tambahan. Humor verbal lisan yang pengungkapannya ditunjang oleh implikatur percakapan mencakupi tipe: (1) komik, (2) humor, dan (3) humor intelektual sebagai hasil penggolongan humor menurut ada tidaknya motivasinya; (4) humor seksual, (5) etnik atau suku bangsa, (6) politik, (7) agama, (8) rumah tangga, (9) percintaan, (10) keluarga, (11) hutang piutang, (12) jual beli, (13) tingkah laku manusia, dan (14) humor pembantu sebagai hasil klasifikasi humor atas dasar topiknya; serta (15) olok-olok, (16) permainan kata, dan (17) supresi sebagai hasil pembedaan humor berdasarkan tekniknya.
Berdasarkan temuan itu dapat dinyatakan bahwa secara material bahan penciptaan humor verbal lisan yang ditunjang oleh implikatur percakapan ituberupa wujud tuturan, ekspresi para pelaku humor, dan konteks tuturan yang mendukungnya. Oleh karena kehadiran implikatur percakapan di dalam wacana jenis ini memiliki potensi menggelikan karena mengejutkan, bermakna mustahil, omong kosong, menyinggung perasaan, atau mengancam muka positif atau negatif mitra tuturnya atau pihak lain; kelucuan humor pun bertambah

ABSTRACT
A conversational implicature is the most important concept in pragmatics (Levinson 1983:97). It refers to the pragmatic implication of an utterance caused by the violations of conversational principles, namely cooperative as well as politeness principles, in a certain speech event despite the fact that it is the most important concept; few research studies on conversational implicature have been carried out. This is especially true as regards conversational implicatures as the support of humor expressions. The importance of investigating conversational implicatures lies, among other things on the fact that understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially in this kind of discourse, which is rich in puns.
The aims of this research are to explore and to explain conversational implicatures, which arise because of the violations of the cooperative principle and/or politeness principle and its function as the support of humor expressions in Indonesian oral verbal humour. The exploration and explanation encompass the violations of two pragmatic principles that give rise to the conversational implicature supporting humor expressions, the various kinds of conversational implicatures supporting humor expressions, and the types of oral verbal humor, the expression of which is supported by the conversational implicatures.
This qualitative research is based on trice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle, Leech's (1983) theory of politeness, and Brown and Levinson's (1978) theory of politeness. The source of data is the transcription of thirty-six oral verbal humors shows which were produced by nine comedian groups and broadcast on television from February to June 1997. Recordings and observations (plus note-taking) were used in collecting data. To determine whether or not there was humor, the opinions of ten informants representing ten different Indonesian ethnic groups were sought by asking them to read the transcriptions of the humor shows. The data were subjected to a qualitative and pragmatic analysis as well as Lecch's (1983) heuristic technique.
The findings of the research show that the violation of the cooperative principle occurs as regards (1) the maxim of quantity, (2) the maxim of quality, (3) the maxim of relevance, and (4) the maxim of manner as the genesis of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions. The utterances violating one or more of those maxims are very potential as the support of humor expressions because its implicatures add to the humorousness of the discourse. The politeness principle as a social, esthetic, and moral rule and as the complement of the cooperative principle was also violated in this kind of discourse. The violation of six maxims, namely (1) the tact, (2) generosity, (3) approbation, (4) modesty, (5) agreement, and (6) the sympathy maxim with its twelve sub maxims also gives rise to the conversational implicatures supporting humor expressions. The implication of a maxim violation manifests itself in various kinds of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions because they make the discourse more humorous. Such conversational implicatures include (1) representative implicatures dealing with (a) stating, (b) claiming, (e) admitting, (d) reporting, (e) pointing out, (f) mentioning, (g) testifying, and (h) speculating, (2) directive implicatures concerning (a) pleading, (b) soliciting, (c) requesting, (d) ordering, (e) demanding, (urging), (g) suggesting, (h) instructing, and (i) daring, (3) evaluative implicatures including (a) thanking, (b) criticising, (c) praising, (d) condemning, (e) applauding, and f) complaining; (4) commissive implicatures dealing with (a) promising, (b) swearing, (c) obligating, and (d) vowing; and (5) establish implicatures concerning (a) forbidding, (b) permitting, (c) granting, (d) cancelling, and (f) appointing. Those conversational implicatures refer to Fraser's (1978) taxonomy of speech acts. In addition, eighteen implicatures of the support of humor expressions were found in oral verbal humor discourse. There are (a) denying, (b) accusing, (c) refusing, (d) protesting against, (e) assuring, (joking), (g) avoiding as additional representative implicatures; (h) begging, (i) offering to, (j) frightening, (k) pursuing as additional directive implicatures; (l) humiliating, (m) mocking, (n) boasting, (o) surprising, (p) being angry as additional evaluative implicatures; (q) threatening as an additional missive implicature; and (r) severing (a social relationship) as an additional establish implicature. Based on humor motivation, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) comic, (2) humor, and (3) wit. Based on its topic, the oral verbal humor supported by conversational implicatures include (1) humor on sex, (2) ethnic group, (3) politics, (4) religion, (5) household, (6) love, (7) family, (8) debtor and creditor, (9) trade, (10) behavior, and on (11) servant. Based on the technique of creating humor, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) ridicule, (2) pun, and (3) suppression.
The general conclusion of this study is that oral verbal humor discourse is rich in conversational implicatures. Among those implicatures, there is much which function as the support of humor expressions. This study also reveals that the materials of oral verbal humor consist of utterances, face expressions, and the context of the humor. Since those conversational implicatures in this kind of discourse have humorous potentials (due to their unpredictable, impossible, and offending elements), the humor is more enhanced.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D292
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurun Nabillah
"Percakapan antara seseorang atau lebih merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Implikatur atau pengimplikasian sebuah kalimat berkaitan dalam penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikatur percakapan dan prinsip kerja sama dalam film Solino dengan menggunakan teori implikatur percakapan dari Paul Grice. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi pustaka. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan atau pelanggaran dalam prinsip kerja sama. Berdasarkan delapan percakapan antara orang tua dan anak dalam film Solino, terdapat pelanggaran prinsip kerja sama, sehingga komunikasi tidak berjalan dengan baik.

Conversation between people is something that frequently happens in everyday life. Implicature or the implication of a sentence relates on how a message is being delivered by someone. This research aims to analyze conversational implicature and the cooperative principle in Solino, a film by Fatih Akin using Paul Grice s theory. The method used in this research is qualitative approach with literature review. In addition, this research also aims to see the differences or violations in the cooperative principle. According to eight conversations between parents and their children in Solino, there are eight violations of Cooperative Principle, therefore the communication between the two of them didnt go well."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Surtiani
"ABSTRAK
Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis unsur pragmatik, yaitu implikatur percakapan dan pelanggaran maksim yang terdapat pada web drama Gogh rsquo;s Starry Night. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik kajian pustaka. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi menggunakan bahasa yang merupakan sarana efektif untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam praktiknya, penutur bahasa banyak menggunakan implikatur dan pelanggaran maksim untuk mencapai tujuan tertentu dan menyampaikan maksud tertentu secara tidak langsung. Karakter-karakter pada drama Gogh rsquo;s Starry Night banyak menggunakan implikatur percakapan dan melakukan pelanggaran maksim demi mencapai tujuan yang diinginkan. Pelanggaran maksim yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pada drama ini berupa flouting a maxim dan violating a maxim, serta pelanggaran pada maksim relevansi, maksim pelaksanaan, dan maksim kuantitas, dilakukan untuk mengecoh dan menyenangkan mitra tutur, serta untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan tanpa perlu mengatakannya secara langsung.

ABSTRACT
This journal focuses on analyzing the pragmatic elements, which are the conversational implicature and violation of maxims, from dialogues used in Gogh rsquo s Starry Night. This journal uses qualitative method with the technique of literature review. As social beings, humans are interacting with language, which is an effective way to communicate with one another. In real life, speakers use a lot of implications and maxim violations to achieve certain goals or to deliver their intentions indirectly. Characters in Gogh rsquo s Starry Night use a lot of conversational implicatures and violating maxims to attain those goals. Maxim violations which are used by the characters on this drama such as flouting a maxim, violating a maxim, and the violation of maxim of relevance, maxim of manner, and maxim of quantity, are used to deceive and satisfy the hearer, or to tell the truth without saying it directly."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kyvano Navin
"Suatu percakapan diasumsikan mengikuti prinsip-prinsip umum komunikasi dan kerja sama sebagai suatu aturan. Grice (1975) mengembangkan studi tentang prinsip kooperatif, dan merupakan kunci percakapan yang efektif. Namun, apa yang orang katakan tidak selalu apa yang sebenarnya mereka maksud, dan alasan mereka di balik itu melebihi pentingnya untuk mematuhi prinsip kerja sama Grice. Artikel penelitian ini berfokus pada tindak tutur Donald Trump karena penting untuk memahami implikatur percakapannya. Metode campuran (kualitatif & kuantitatif) dengan studi pustaka digunakan dalam penelitian ini, dan transkrip yang sesuai dengan cuplikan konferensi pers digunakan sebagai data primer. Artikel penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jenis-jenis ketidaktaatan pada maksim prinsip kerja sama Grice dalam dialog Trump dengan publik dengan frekuensinya masing-masing, dan (2) menjelaskan mengapa jenis tertentu lebih menonjol dari yang lain. Temuan menunjukkan bahwa ada limabelas ketidaktaatan terhadap maksim dengan pelanggaran maksim kuantitas (maxim of quantity) memegang frekuensi tertinggi, dan itu adalah tindakan Trump yang paling serbaguna untuk dieksploitasi. Hal ini menyimpulkan bahwa beliau mengeksploitasi prinsip kerja sama percakapan dengan tidak mengamatinya untuk keuntungan pribadinya.

A conversation is assumed to be following the general principles of communication and cooperation as such kind of a rule. Grice (1975) developed a study on the cooperative principle, and it is the key of an effective conversation. However, what people say is not always what they actually mean and their reasons for that outweighs the importance of observing the Gricean Cooperative Principle. This research article focuses on the speech acts of Donald Trump, and it is imperative to understand his conversational implicature. A mixed method (qualitative & quantitative) with additional library research is used, and the transcript corresponding to the footage of the press conference is used as the primary data. The article aims to (1) identify the types of non-observance of Gricean cooperative principle maxims in Trump`s dialogue with the public with each types` frequency, and (2) explain why a certain type is more prominent than the others. The findings show that there are fifteen non-observance of the maxims with flouting of the maxim of quantity holds the highest frequency, and it is Trump`s most versatile act for exploiting. It concludes that he exploits the maxims by not observing them for his personal benefit."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Muryantina
"Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tidak semata-mata digunakan hanya untuk menyampaikan makna tertentu pada pihak kawan bicara, tetapi juga untuk menunjukkan sikap kita terhadap kawan bicara dan topik pembicaraan. Tuturan yang mencerminkan tindakan pembicara terhadap seseorang atau sesuatu disebut "tindak tutur". Dalam tindak tutur manusia, terdapat daya pragmatik yang diharapkan terjadi setelah tuturan tersebut diujarkan. Daya pragmatik ini dapat disampaikan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dalam penuturan tidak langsung, sering terdapat implikasi makna yang sering kali tergantung pada elemen-elemen kontekstual. Salah satu konteks penting dalam memahami implikatur adalah kebudayaan.
Dalam film Everything is Illuminated (2005) terdapat banyak tindak tutur dan implikatur dalam dialog tokoh Alexander Perchov dan Jonathan Foer. Sering kali kedua tokoh ini saling tidak memahami tindak tutur dan implikatur yang mereka gunakan pada satu sama lain. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Temuan dari penelitian ini adalah perbedaan kebudayaan antara kedua tokoh sangat berpengaruh terhadap proses pemahaman dan penggunaan tindak tutur dan implikatur.

Language, in daily use, doesn't only function as a medium to communicate meanings to the addressee, but also to show the speaker_s attitudes toward the addressee and the discussed topic. Utterances that indicate the speaker's attitude towards something or someone are usually called 'speech acts'. Each of these speech acts has a pragmatic force that expects something to happen when the speech act is uttered. This pragmatic force could be expressed directly and indirectly. In implied speech acts, there are implications of meanings that often depend on contextual elements. One of the important contextual elements to understand the implicatures is culture.
In the movie Everything is Illuminated (2005), there are so many speech acts and implicatures in Alexander Perchov dan Jonathan Foer's dialogues. Both characters often don_t understand each others speech acts and implicatures. These misunderstandings happen because they have different cultural backgrounds. The finding of the research is that the different cultural background of the speakers really influences the comprehension and the using of speech acts and implicatures
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13961
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abigail Jeovannie
"Fungsi bahasa berkaitan dengan pesan dan makna kalimat yang dimaksud oleh partisipan. Makna tuturan juga diperoleh dengan mengidentifikasi implikatur nonkonvensional dengan menganalisis pelanggaran teori prinsip kerja sama Grice. Adapun pelanggaran ini dapat membedakan fungsi bahasa tertentu dari makna literal sebelumnya. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif deskriptif ini akan dianalisis jenis fungsi bahasa dalam wawancara pada film dokumenter “Onze Jongens op Java” (2019). Setiap kalimat dari perspektif veteran Belanda memiliki pesan dan fungsinya masing-masing. Penelitian ini juga menemukan bahwa implikatur berperan besar dalam mengidentifikasi fungsi bahasa. Fungsi referensial, yaitu fungsi untuk mendeskripsikan dan memberi informasi, mendominasi keseluruhan analisis. Fungsi referensial dan pengakuan veteran diperoleh dengan memahami implikatur nonkonvensional terlebih dahulu.

In every conversation, each participant uses language function which related to the sentence’s intention, message, and implication. The meaning of a speech is obtained by identifying the conversational implicature of a sentence by analyzing the violations of Grice’s principle of cooperation theory. Thus, this descriptive qualitative research has analyzed kinds of language’s functions in an interview session on a documentary film called “Onze Jongens op Java” (2019). Each sentence from the Dutch’s veterans perspectives have their own messages and functions. This research has also found out that conversational implications take a huge part on identifying the functions of language. The referential function, which is the function to describe and to give information, dominates the entire analysis. The referential function and the veteran’s confessions are obtained by comprehending the nonconventional implicature first."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Putri Ramdhani
"Instagram menjadi media bagi komikus untuk mengembangkan komik berbasis digital. Salah satu komik yang memanfaatkan Instagram dalam penyajian digital adalah Woiangok. Woiangok (Komik Sinting) adalah komik yang menceritakan kisah komedi Angok dan teman-temannya. Dalam membangun unsur humor, komik ini mengandung implikatur percakapan serta melanggar prinsip kerja sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengungkapkan implikatur percakapan yang terkandung dalam Woiangok. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Data dalam penelitian ini berupa dua belas komik digital dari akun Instagram @woiangok tahun 2021 yang mengandung implikatur percakapan. Analisis data dilakukan menggunakan teori fungsi umum tindak tutur Yule (2014), prinsip kerja sama Grice (1975), dan sifat humor Danandjaja (1988). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat jenis implikatur yang berfungsi sebagai penunjang humor dalam Woiangok, yaitu implikatur direktif, ekspresif, representatif, dan komisif. Selain itu, terdapat juga pelanggaran pada maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara sebagai faktor terjadinya implikatur. Dari hasil penelitian ini, kemunculan terbanyak ditemukan pada jenis implikatur direktif kategori penyampaian perintah, implikatur representatif kategori penyampaian fakta, pelanggaran maksim relevansi, dan humor bersifat mempunyai arti ganda.

Instagram has become a platform for comic artists to develop digital-based comics. One of the comics that utilizes Instagram for digital presentation is Woiangok. Woiangok (Komik Sinting) tells the comedic story of Angok and his friends. In constructing elements of humor, this comic involves conversational implicature and violates the principle of cooperation. This study aims to examine and reveal the conversational implicature contained in Woiangok. The method used in this research is qualitative. The data consists of twelve digital comics from the Instagram account @woiangok in 2021 that contain conversational implicature. Data analysis is conducted using Yule’s (2014) theory of the general function of speech acts, Grice’s (1975) cooperative principle, and Danandjaja’s (1988) the nature of humor. The research results show that there are four types of implicature that function to support humor in Woiangok: directive implicature, expressive implicature, representative implicature, and commissive implicature. Additionally, there are violations of the maxims of quantity, quality, relevance, and manner as factors contributing to implicature occurrence. From this study, the most common occurrences are found in the directive implicature category of issuing commands, representative implicature category of presenting facts, violations of the relevance maxim, and humor has a dual meaning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library