Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Lestari
Abstrak :
Tesis ini mengambarkan mengenai perlakuan akuntansi dan perpajakan atas piutang tidak tertagih pada perusahaan pembiayaan konsumen (consumer finance). Perumusan masalah dalam tesis ini adalah mengenai aspek akuntansi dan perpajakan yang terkait dengan piutang tidak tertagih dalam hal pencadangan piutangnya, penghapusan piutang tidak tertagih, pelunasan kembali piutang yang telah dihapuskan, serta sita jaminan. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal pencadangan piutang tidak tertagih, antara aspek akuntansi dan perpajakan terdapat perbedaan yang mencolok dimana secara akuntansi perusahaan melakukan pencadangan atas piutang tidak tertagihnya, namun secara perpajakan tidak diperkenankan sehingga terdapat beda sementara (temporary different). Dalam hai penghapusan piutang tidak tertagih terdapat juga perbedaan metode penghapusan sehingga hal ini juga mengakibatkan beda sementara (temporary different). Sedangkan apabila perusahaan menerima pelunasan atas piutang nasabah, baik secara akuntansi maupun perpajakan telah terdapat peraturan yang jelas yang mengakomodir transaksi tersebut Dalam hal sita jaminan yang dilakukan perusahaan atas agunan yang digunakan sebagai jaminan pada saat perikatan, dapat dilakukan apabila terdapat bukti positif dari pihak hukum/terkait, dan proses sita jaminan tersebut disepakati oleh kedua belah pihak (perusahaan pembiayaan dan nasabah). ......This thesis explain about accounting and tax aspect of bad debt in consumer finance company. Main problem of this thesis is how to reserve the bad debt, write off the bad debt, repayment the bad debt, and confiscate the guarantee. The method in this thesis is a literature study and based on Financial Accounting Standard and Tax Rule in Indonesia. For bad debt, the accounting and tax aspect have a different treatment. In accounting aspect, consumer finance company can reserve their customer debt, but in tax aspect the consumer finance company can’t reserve the customer bad debt, so this different make a temporary different In a write off the debt there are any different write off method and it can caused temporary different. If the consumer finance company get the repayment of bad debt from their customer, in accounting and tax aspect have a fixed rule about that transaction. For confiscate the guarantee, consumer finance company just can do that if any positive evidence from legal party, and the confiscate process is accepted by a consumer finance company and their customer.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26030
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Syabandi Doli
Abstrak :
Sektor layanan memiliki peran yang penting, perusahaan tidak dapat begitu saja menciptakan layanan dan berharap layanan tersebut menjadi terbaik. Perusahaan harus berusaha meningkatkan layanan yang mereka tawarkan ke konsumen agar dapat bersaing dan mendapatkan keuntungan yang ditargetkan. Dengan begitu, diharapkan konsumen akan puas dan akan melakukan pembelian berulang terhadap layanan yang diberikan perusahaan. Loyalitas konsumen sangatlah penting, karena konsumen dapat dengan mudah beralih ke perusahaan lain. Konsumen akan melakukan evaluasi layanan sebelum mengambil keputusan untuk mengajukan kredit kembali di perusahaan yang sama ......Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada loyalitas konsumen di industri pembiayaan kendaraan bermotor roda empat dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Faktor-faktor yang digunakan pada penelitian ini adalah service fairness, trust, consumer perceived value, perceived service quality, consumer satisfaction, consumer loyalty. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi consumer loyalty adalah consumer satisfaction dan untuk service fairness dan perceived service quality tidak mempengaruhi consumer loyalty. Faktor yang signifikan mempengaruhi consumer satisfaction adalah consumer perceived value. Service fairness mempengaruhi trust dan perceived service quality. ......Services sector has an important role, companies cannot simply create services and hope for the best. Companies must try to improve the services they offer to consumers to be competitive and profit targeted. In this way, consumers are expected to be satisfied and do repeat purchases the service of the company. Consumer loyalty is important, because consumers would switch to another company. Consumers will evaluate the service before make a decision to re-apply for credit in the same company. The purpose of this study is to find out the factors that affect consumer loyalty in automobile financing industry using Structural Equation Modeling (SEM). Factors used in this study are service fairness, trust, consumer perceived value, perceived service quality, consumer satisfaction, consumer loyalty. As a result, consumer loyalty is influenced by consumer satisfaction, service fairness and perceived service quality have no influence to consumer loyalty. For consumer perceived value influence consumer satisfaction. Service fairness influence trust and perceived service quality.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Joko Trianto
Abstrak :
Pada kenyataannya di Indonesia terdapat suatu sengketa pajak yang terjadi sehubungan dengan pemajakan atas kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan. Adapun hal yang menjadi sengketa adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan repossessed assets. Hasil analisis menunjukkan bahwa sengketa yang terjadi dilatari oleh perbedaan dasar pemikiran. Menurut perusahaan pembiayaan, seharusnya penjualan repossessed assets yang terjadi, tidak terutang PPN, karena tidak terjadi penyerahan dan bukan dilakukan dalam lingkup usahanya. Sementara itu, pihak otoritas perpajakan di Indonesia berkeyakinan bahwa atas kegiatan tersebut di atas terutang PPN. Dasar pemikiran pemeriksa pajak adalah kebalikan dari pendapat perusahaan pembiayaan. Dengan mengacu pada sengketa di atas, maka analisis berikutnya adalah bertujuan untuk menguji karakteristik kegiatan penjualan repossessed assets berdasarkan konsep taxable supplies dan menguji business activity dari kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa penjualan repossessed assets memenuhi unsur-unsur dalam teori Value Added Tax (VAT), sehingga dapat diperlakukan sebagai obyek pemajakan. Namun karakteristik penjualan repossessed assets itu sendiri bersifat sulit untuk dipajaki atau dikenal dengan istilah hard to tax yang dapat saja dipertimbangkan untuk dikecualikan dari obyek pemajakan. Selain itu menimbulkan ketidakadilan jika terdapat perbedaan perlakuan perpajakan atas transaksi yang sama dilakukan oleh bentuk usaha yang lain. Apabila ketentuan perpajakan yang ada tidak dibuat secara tegas dan komprehensif, maka akan menimbulkan ambiguitas interpretasi dari pihak-pihak yang bersengketa. Pada akhirnya akan berakibat meningkatkan cost of taxation bagi Wajib Pajak dan pemerintah, juga berdampak pada industri lain yang terkait, misalnya industri kendaraan bermotor. Penelitian ini mengusulkan suatu solusi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang terjadi. Alternatif yang diusulkan mengacu pada teori presumptive tax, untuk menetukan "dasar pengenaan pajak" yang dapat diterapkan secara adil dan memenuhi konsep "revenue productivity". Hasil penelitian ini mengusulkan suatu "tax base" berupa "nilai lain". Dengan keterbatasan yang ada, peneliti berharap agar alternatif ini dapat menjadi solusi bagi sengketa yang terjadi. Dengandemikian, dapat mendorong perkembangan industri pembiayaan dan industri lain yang terkait.
As the matter of fact, dispute lies in Indonesia in accordance with tax treatment on business activity conducted by financing company, which is Value Added Tax (VAT) imposition on sales of repossessed assets. The analysis output shows that the dispute is caused by different mindset. According to Financing Company, sales on repossessed asset are not the object of VAT as there is no transfer of ownership and not being done under its business scope. Plus, the tax imposition does not fulfill fairness because there is different treatment applied for similar business activity by different form of entity. On the other hand, tax authority in Indonesia believes that it is object of VAT. The basic principle of tax auditor is on the contrary of Financing Company"s. Thus, the next analysis is to examine characteristic of repossessed assets sales based on taxable supplies concept and to examine business activity conducted by Financing Company. Analysis results fulfillment of aspect on VAT theory by repossessed assets, so that it can be treated as tax object. But the characteristic of repossessed assets sales itself is hard to tax, which is possible to considerably be exceptional from object of tax. Aside from that, it creates unfairness since different treatment applied for similar transaction hold by different form of business entity. Clear tax regulation is required to avoid ambiguity of interpretation from conflicted parties which leads to cost of taxation increase for Tax Payer and Government. Also it may impact other related industry, e.g. vehicles industry. The observation proposes a solution as an alternative to overcome dispute. Proposed alternative is based on presumptive tax theory, to determine "tax base" which may ensure fairness and obey the concept of "revenue productivity". The output of this thesis proposes a "tax base" in a form of "other value". The writer expects the alternative will become solution for dispute appeared and stimulate the development of Financing Industry and other related industry.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Farazenia
Abstrak :
ABSTRAK
Perusahaan Pembiayaan Konsumen menggunakan perjanjian baku dalam kegiatan perusahaannya. Pada perjanjian baku perusahaan pembiayaan tersebut pada pasal yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa menentukan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan melalui pengadilan negeri. Hal ini menghilangkan hak konsumen dalam memilih forum penyelesaian sengketa konsumen karena pada dasarnya hukum sudah mengembangkan pilihan forum penyelesaian sengketa agar kasus sengketa tidak menumpuk di pengadilan negeri. Penulis melakukan peninjauan perjanjian baku tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat ditinjau melalui keadaan pengadilan maupun lembaga penyelesaian sengketa saat ini. Kemudian setelah melakukan peninjauan tersebut, dapat dipahami bahwa pembakuan pilihan penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri tidak dilarang ataupun dibatasi secara jelas dalam Peraturan Perundang-Undangan namun hal tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa Konsumen dapat menggunakan dua cara penyelesaian sengketa yaitu melalui pengadilan negeri dan di luar pengadilan negeri. Maka dari itu seharusnya para pelaku usaha dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan Konsumen tidak membakukan pilihan penyelesaian sengketa melainkan membuat ketentuan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan sesuai kondisi kedua belah pihak.
ABSTRAK
The Consumer Finance Company nowadays has been using a standardized contract in their financing business. The standardized contract in the clause which declare that a dispute resolution can only through the court, has been eliminating the consumer rsquo s rights for choosing the dispute resolution forum that the law can offer and eliminating the chance to decentralize law cases for piling up in the court. The writer will review the standardized contract by reviewing Indonesia rsquo s consumer protection act and other review that delineate the court rsquo s and the alternative dispute resolution rsquo s circumstances. After reviewing the standardized contract, shows that the constitution has not yet forbidding or limiting explicitly for standardizing a dispute resolution options. However, standardizing a dispute resolution options is not in accordance with the consumer protection act which declare that consumer has two options in resolving a dispute and those are dispute resolution through the court or the alternative dispute resolution. Therefore, The Consumer Finance Company should not standardize a dispute resolution option, instead they rather stating a clause that leave the choice wide open for both the consumer and The Consumer Finance Company themselves to choose the best dispute resolution based on both of their condition.
2017
S68656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library