Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
JK 10:3 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Barak, Aharon
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012
342 BAR p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
JK 8:5 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Nur Fauzi Ramadhan
"Sejak sekitar 20 tahun pendiriannya, Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat sudah beberapa kali mengubah pendiriannya ketika menilai kedudukan hukum pembayar pajak (tax- payer). Hal tersebut disebabkan karena beberapa alasan, salah satunya ialah tidak adanya indikator yang tegas ketika menilai dalil tax-payer. Kondisi tersebut ditambah dengan berubahnya komposisi majelis hakim yang berpengaruh pula terhadap konfigurasi penilaian MK. Selain itu, ketika menilai suatu perkara sering kali terjadi campur baur penalaran antara kedudukan hukum dan pokok perkara. Untuk menilai hal tersebut, tidak dapat terlepas dari latar belakang dan nuansa kebatinan ketika MK mengadili suatu perkara. Di awal berdirinya MK, kecenderungan yang terjadi ialah MK membuka seluas mungkin kedudukan hukum tanpa terkecuali tax-payer untuk mengajukan perkara baik pengujian formil maupun pengujian materil. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut ialah adanya motif untuk memperluas kewenangan yang dimiliki oleh MK dalam melakukan pengujian undang-undang. Dalam periode selanjutnya, MK cenderung membatasi pemberian kedudukan hukum tax-payer dengan cara memperketat persyaratan yakni hanya dapat diberlakukan pada undang-undang yang berkaitan langsung dengan keuangan negara, perpajakan, ataupun APBN. Bahkan, di rentang 2019-2022 MK cenderung tidak menilai dalil tax-payer selama terdapat dalil lain yang dapat dijadikan sebagai pintu masuk pemberian kedudukan hukum. Bangun argumentasi MK ialah dalil tax payer yang terlalu general sehingga tidak terdapat kerugian spesifik yang diderita oleh pemohon. Penelitian ini akan menguraikan pola dan latar belakang kasus per kasus terhadap penilaian dalil tax-payer oleh MK. Pendekatan yang digunakan ialah doktrinal, dengan menganalisis sekitar 50 putusan MK yang terdapat dalil tax-payer dalam pertimbangan hukum pada putusan MK sejak 2003-2023. Kemudian, penulis mencari keterkaitannya dan dianalisis dengan menggunakan perspektif hak konstitusional sebagaimana yang telah menjadi pendirian MK dalam menilai pemberian kedudukan hukum. Penelitian ini menawarkan konstruksi baru penilaian terhadap dalil tax payer dengan adanya tiga syarat yang harus dibuktikan yakni undang-undang yang diujikan apakah berkaitan dengan statusnya sebagai tax-payer, adanya kerugian yang diderita dengan statusnya sebaagai tax-payer dengan keberlakuan undang-undang tersebut, dan apakah dalil tax-payer merupakan dalil satu-satunya untuk memulihkan kerugian yang ditempuh melalui jalan yudisial.
Since its establishment about 20 years ago, the Constitutional Court (MK) has changed its stance several times when assessing the legal standing of tax-payers. This is due to several reasons, one of which is the absence of strict indicators when assessing tax-payer arguments. This condition is coupled with the changing composition of the panel of judges which also affects the configuration of the Court's judgment. In addition, when assessing a case, there is often a mix-up of reasoning between the legal standing and the subject matter. To assess this, it cannot be separated from the background and nuances when the Constitutional Court hears a case. At the beginning of the establishment of the Constitutional Court, the tendency that occurred was that the Constitutional Court opened the widest possible legal standing without exception for tax-payers to file cases both formal and material testing. The reason behind this is the motive to expand the authority possessed by the Constitutional Court in examining laws. In the next period, the Constitutional Court tended to limit the granting of tax-payer legal standing by tightening the requirements, which could only be applied to laws directly related to state finances, taxation, or the state budget. In fact, in 2019-2022, the Court tends not to assess the tax- payer's argument as long as there are other arguments that can be used as an entry point for granting legal standing. The Constitutional Court's argument is that the tax-payer argument is too general so that there is no specific loss suffered by the applicant. This research will describe the pattern and background of case-by-case assessment of the tax- payer argument by the Constitutional Court. The approach used is doctrinal, by analyzing around 50 Constitutional Court decisions that contain tax-payer arguments in legal considerations in Constitutional Court decisions from 2003-2023. Then, the author looks for the connection and analyzes it using the perspective of constitutional rights as has become the Constitutional Court's stance in assessing the granting of legal standing. This research offers a new construction of the assessment of the tax payer's argument with the existence of three conditions that must be proven, namely the law being tested whether it is related to his status as a tax-payer, the existence of losses suffered by his status as a tax-payer with the enactment of the law, and whether the tax-payer's argument is the only argument to recover losses through judicial channels."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rafi Eltharik Sofyan
"Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik dinyatakan secara tegas maupun tersirat. Hak tersebut berbeda dengan hak asasi manusia maupun hak hukum. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018, terdapat larangan bagi pengurus partai politik untuk menjadi calon anggota DPD. Meskipun putusan tersebut dapat diargumentasikan berpengaruh positif dalam mengembalikan lembaga Dewan Perwakilan Daerah kepada maksud asli pembentukannya serta mencegah representasi ganda dengan Dewan Perwakilan Rakyat, namun putusan tersebut tidak mempertimbangkan berbagai hal secara komprehensif. Penelitian ini menawarkan perspektif lain dalam mengkaji Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUUXVI/2018, yaitu dengan menggunakan pendekatan hak konstitusional yang sama sekali tidak dibahas dalam pertimbangan hukum putusan. Penelitian ini mengkaji tinjauan umum mengenai hak konstitusional, sejarah lembaga Dewan Perwakilan Daerah, serta perbandingan hak konstitusional pengisian jabatan anggota kamar kedua di negara-negara lain. Pada akhirnya terdapat kesimpulan bahwa larangan bagi pengurus partai politik dalam pengisian jabatan anggota Dewan Perwakilan Daerah terindikasi bertentangan dengan hak konstitusional yakni hak untuk dipilih dan memilih serta hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Selain itu, pembatasan terhadap hak konstitusional yang dimaksud oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 juga tidak sesuai dengan ketentuan mengenai pembatasan terhadap hak konstitusional.
Constitutional rights are the rights regulated in the Indonesian 1945 Constitution, both expressly and implicitly. These rights are different from human rights nor legal rights. After the Constitutional Court Decision Number 30/PUU-XVI/2018, there is a ban for political party administrators to become candidates for Regional Representatives Council members. Although it can be argued that the decision has a positive effect in returning the Regional Representatives Council institution to its formation original intent and preventing double representation with the People's Representatives Council, the decision does not consider various matters comprehensively. This study offers another perspective in reviewing the Constitutional Court Decision Number 30/PUU-XVI/2018, namely by using a constitutional rights approach that is not discussed at all in the legal considerations of the decision. This study examines an overview of constitutional rights, the history of the Regional Representatives Council, and a comparison of constitutional rights to fill the position of second chamber member in other countries. In the end, there is a conclusion that the prohibition for political party administrators to fill the positions of Regional Representatives Council members is indicated to violate constitutional rights, namely the right to be elected and to elect and the right to obtain equal opportunities in government. In addition, the restrictions on constitutional rights referred to by the Constitutional Court Decision Number 30/PUU-XVI/2018 are also not in accordance with the provisions regarding restrictions on constitutional rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library