Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Puspita Sari
Abstrak :
Pembagian, pemanfaatan, dan pengelolaan satuan unit lanskap masyarakat suku Dayak Ngaju, khususnya di Kecamatan Mantangai merupakan strategi masyarakat lokal untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Lokasi penelitian berada di Desa Tumbang Muroi, Tumbang Mangktup, dan Katimpun, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada Juli-Agustus 2018. Penelitian bertujuan untuk mendokumentasikan secara ilmiah pengetahuan lokal masyarakat dalam membagi unit-unit lanskap dan menganalisis pemanfaatan serta pengelolaan unit lanskap berbasis kearifan lokal masyarakat. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, observasi langsung, dan studi literatur, sementara data kuantitatif diperoleh melalui Pebble Distribution Method yang dianalisis menggunakan Local Users Value Index (LUVI) dan struktur komunitas yang diperoleh melalui analisis vegetasi. Hasil menunjukkan bahwa masyarakat suku Dayak Ngaju membagi sembilan unit lanskap yaitu batang danum (sungai), lewu (permukiman), parakayu lindung (hutan lindung), parakayu desa (hutan desa), parakayu adat (hutan adat), teluk pipit dan keramat baga (tempat keramat), kabun gita (bekas kebun karet), tana (ladang pertanian), dan bahu rambung (bekas ladang). Pengetahuan lokal masyarakat membentuk heterogenitas terhadap komposisi unit lanskap sebagai proses adaptasi masyarakat. Struktur komunitas tumbuhan yang terbentuk adalah hasil dari intensitas pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal dan kondisi lahan yang ada di masing-masing unit lanskap. Nilai pemanfaatan satuan unit lanskap oleh laki-laki dan perempuan pada masing-masing desa sangat beragam. Pemanfaatan unit lanskap tertinggi bagi laki-laki terdapat pada hutan lindung, sungai, dan permukiman, sedangkan bagi perempuan tertinggi yaitu sungai dan bekas kebun karet. Hasil LUVI menunjukkan setiap kategori guna dapat ditemui sesuai dengan lokasi pemanfaatannya. Pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat merupakan kepercayaan dan keyakinan masyarakat itu sendiri sehingga mampu memengaruhi presepsi masyarakat terhadap pemanfaatan dan penggunaan setiap satuan unit lanskap. Kearifan lokal masyarakat dalam mengelola lingkungan secara lestari dapat terlihat dari aturan dalam pengklasifikasian unit lanskap yang terbagi menjadi sembilan. Bentuk praktik konservasi tradisional terhadap pelestarian lingkungan meliputi sistem penebangan pohon dan pemeliharaan tempat keramat (teluk pipit dan keramat baga). Strategi pengelolaan berbasis tata nilai masyarakat suku Dayak Ngaju telah terwariskan secara turun temurun dan diharapkan mampu menjaga sumber daya alam secara berkelanjutan di masa mendatang.
The division, utilization and management of landscape units of the Dayak Ngaju tribe, especially in Mantangai Subdistrict, is a strategy of local communities to maintain their survival. The research sites were in the villages of Tumbang Muroi, Tumbang Mangktup, and Katimpun, Mantangai Subdistrict, Kapuas District, Central Kalimantan in July-August 2018. The study aimed to record scientifically the local knowledge of the community in dividing landscape units and analyzing the utilize and management of landscape units based on the local wisdom of the community. Qualitative data were obtained through semi-structured interviews, direct observation, and literature studies, while quantitative data were obtained through Pebble Distribution Method and analyzed using Local Users Value Index analysis (LUVI). The results show that local community divided into nine units of landscapes as a place to fulfill the daily needs of the Dayak Ngaju communities. The unit landscapes are batang danum (rivers), lewu (villages), parakayu (protected forest), parakayu (customary forest), parakayu (village forest), teluk pipit and keramat baga (sacred place), kabun gita (ex-rubber plantation), tana (fields of vegetables and rice plants), and bahu rambung (ex-fields or field that has not been used for a certain period of time). Local knowledge of the community forms heterogeneity in the composition of landscape units as a process of community adaptation. The plant community structure formed is the result of the intensity of the use of plants by local people and the condition of the land in each landscape unit. The value of the utilization of landscape units based on sex in each village is heterogeneous. The highest utilization of landscape units for men is in protected forests, rivers, and settlements, while for the highest utilization of women are rivers and rubber plantations. Based on analyzes results of LUVI shows that each category of use can be found according to the location of its utilization. Local knowledge owned by the community is the belief and it can influence the perception of the community towards the utilize of each unit of landscape based on the utilize category. The local wisdom of the community in managing the environment sustainably can be seen from the rules in classifying landscape units which are divided into nine. Traditional forms of conservation practices for environmental conservation include tree felling systems and the maintenance of sacred places (Teluk pipit and Keramat baga). The value-based management strategy of the Dayak Ngaju tribe community has been inherited from generation to generation and is expected to be able to sustain natural resources in a sustainable manner in the future.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Sudiharti
Abstrak :
Pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom telah mengawali asas desentraslisasi. Sebagai konsekuensi dari diimpiementasikannya kebijakan desentralisasi I otonomi daerah tersebut sejak tahun 2000, secara umum telah terjadi perubahan ditandai dengan pemberian sejumlah kewenangan yang dulunya ditangani oleh pemerintah pusat menjadi berkurang dan berpindah kepada pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan perundang - undangan tersebut sejak bulan Juni tahun 2002 Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi. Walaupun sudah berjalan selama dua tahun, namun penyelenggaraan pelayanan tersebut belum berjalan optimal. Berangkat dari keingintahuan " kenapa belum berjalan optimal ", maka dilakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara langsung kepada pejabat terkait, studi literatur serta data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada implementasi kewenangan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar ini adalah masih terdapatnya ketidak jelasan kewenangan yang diberikan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam penanganan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar baik secara vertikal antar level pemerintah (Dinas dengan Balai Konservasi Sumber Dalam Alam) maupun secara horizontal antara Dinas dengan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan provindi DKI Jakarta itu sendiri, sehingga memungkinkan adanya interpretasi ganda antara provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta. Faktor struktur organisasi belum mampu mendukung kinerja organisasi secara optimal. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, tidak mencukupi untuk mengelola kapasitas kerja yang bertanggung jawab dalam memberikan jasa pelayanan kepada para pengusaha tumbuhan dan satwa liar, baik di kantor maupun untuk di lapangan. Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu adanya konfirmasi dari pemerintah pusat untuk kejelasan pembagian kewenangan dalam PP 25 tahun 2000 dan pembuatan standar pelayanan yang jelas dan rinci; segera melakukan klarifikasi kepada Menteri Kehutanan, berkenan dengan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar yang tidak dilindungi. Menteri Kehutanan atau Departemen Kehutanan harus memberikan penjelasan kepada provindi karena keputusan menteri (Kepmen) tersebut seolah mencabut PP 25 tahun 2000; Pemerintah Daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah (PERDA) pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Struktur organsiasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta sebaiknya di evaluasi kembali I dibenahi kembali secara matang melalui aktivitas peningkatan mekanisme kerja yang ada sehingga unit-unit organisasi mampu berfungsi secara optimal sesuai dengan tugas pokoknya, terutama mengenai Polisi Hutan (Polhut) dan penyuluh yang berada di kantor maupun di lapangan.
Determining of Regulation No. 22 year 1999 about Local Regulation and Government Regulation No. 25 year 2000 about Government Authority and Province as Autonomy Region have early ground of decentralization. As consequence of its implementation of regional decentralization 1 autonomy policy since year 2000, in generally there is alteration marked by a number of authority which is before handled by Central Government will become decrease and change to Local Government. Base to that Role and regulation then since June 2002, the Agriculture and Forestry Agency of Province DKI Jakarta carry out licensing service of plants and wild animal, which do not protect. Although it run for two year, but management service is not optimal. In Accordance to recognize "why is not yet an optimal", then it's conducted by research. This research is use qualitative research method with data collecting technique by direct interview to related officer, study literature and also secondary data. The Result of research indicate that problems at implementation authority of licensing service of plants and wild animal is still overlapping and unclear in determining of authority, there is overlapping in handling of authority licensing service of plants and wild animal in accordance to vertical between governmental level (Agency and Bureau of Natural Resource Conservation) and also with horizontal between Agency and SubAgency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta province itself, so that enable to occurring of double interpretation between Province and Bureau of Natural Resource Conservation of DKI Jakarta Province. Organizational Structure factor not yet to support organizational performance as optimally. Abilities factors of Human Resource (HR) is still lower, less to support and manage of job capacities in charge to give services to all entrepreneurs of plants and wild animal, either in office or the in the field. Some implication from result of this research is needing the existence of confirmation of Central Government for clarify of the division authority in Government Regulation No. 25 year 2000 and setup standard service as by clear and detail, and immediately, its clarify to Ministry of Forestry, in accordance to the publication of the Ministerial Decree (Kepmen) No. 447 year 2003 about Arranging Effort in take or catch and circulation of Plants and Wild Animals which do not protect. Ministry of Forestry or Department Forestry have to give clarification to province because ministerial decree (Kepmen) likely cancel to Government Regulation No. 25 year 2000; Local Government have to immediately compile by Regional Law (PERDA) about management of plants and wild animal. Organization Structure on the Agency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta Province, its better to evaluate 1 re corrected by maturely through activity in increasing of existing job mechanism so that organizational units to function by optimal in according to duty essence, especially regarding to Forestry Police (Polhut) and Forestry Trainer in the office and also in the field.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library