Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oktavia Maludin
Abstrak :
Tesis ini akan memfokuskan pada e-diplomasi sebagai bagian dari diplomasi publik sebagai suatu cara bagi negara dalam menjalankan diplomasinya dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan luar negerinya kepada masyarakat domestik negara itu sendiri. E-diplomasi sendiri merupakan salah satu kesempatan yang diberikan sebagai hasil dari kemajuan teknologi komunikasi global yaitu internet. Dalam diplomasi internet telah berhasil mendemokratisasikan diplomasi dalam bentuknya yang unik. Diplomasi dengan menggunakan internet sendiri merupakan salah satu cara dalam melakukan diplomasi yang pada gilirannya akan memberikan akses yang sangat luas kepada aktor-aktor lain selain negara yang sangat banyak untuk menyuarakan aspirasi mereka agar dikenal. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengapa dan bagaimana Australia melaksanakan e-diplomasinya yang proaktif melalui internet. Negara-negara juga berusaha memanfatkan akses-akses tersebut dalam melakukan diplomasi sebagai cara untuk melaksanakan kebijakan luar negerinya melalui kemudahan-kenudahan yang ada pada internet, tidak terkecuali Australia dalam Asean Regional Forum. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Image Theory M. Tehranian bahwa setengah dari politik kekuatan adalah berkisar pada masalah kesan yang ditimbulkan negara. Setiap aktor berusaha untuk menciptakan kesan yang menguntungkan bagi semua pihak termasuk lawan, kawan, atau pihak-pihak yang netral. Keaktifan diplomasi Australia sangat terasa ketika berbicara mengenai ARF tersebut. Dalam dunia Cyber, Australia berusaha menunjukan komitmennya kepada ARF melalui informasi-informasi yang tidak didapatkan dari home page negara Asean. Sebagaimana tujuan aktor-aktor non negara dalam melakukan diplomasinya melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF. Sosialisasi ARF yang diiakukan Australia melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF. Sosialisasi ARF yang dilakukan Australia melalui internet ini sebenarnya lebih ditujukan kepada pemirsa di dalam negeri Australia selain juga ditujukan kepada pemrisa di luar Australia. Keaktifan Australia dalam ARF melalui intemet hanyalah salah satu tindakan yang dapat menunjukan pentingnya kawasan Asia bagi negara itu. Letak geografis Australia yang sedemikian menjadikannya Asia sebagai tetangga abadi terdekat yang sangat strategis dan mau tidak mau harus menjadi pilar utama kebijakan luar negerinya. Peran e-diplomasi Australia sangatah penting untuk menunjukan citra/kesan yang baik dan simpatik mengenai Asia. Citra yang baik akan menguntungkan Australia dalam mencapai kebijakan luar negerinya. Untuk publik domestik Australia sendiri, sosialisasi ARF penting untuk menunjukan bahwa pemerintah Australua benar-benar serius dalam menjaga keamanan dalam negerinya melalui ARF ini dari segala ancaman multidimensional sebagai realitas yang harus dihadapi oleh negara seperti Australia sebagai kecenderungan pasca perang dingin. Hal ini penting dilakukan oleh pemerintah mengingat publik domestik Australia yang kritis dan selalu mempertanyakan upaya-upaya yang dilakukan pemerintahnya dalam mengatasi permasalahan keamanan yang semakin kompleks melalui kerjasama strategis dengan salah satu forum yang dapat menjembatani dengan kawasan yang sangat berpengaruh bagi keamanan dalam negeri Australia yaitu kawasan Asia. E-diplomasi Australia adalah pedang bermata dua yang bermuara pada satu tujuan yaitu pembentukan kesan yang positif yang akan menunjang kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Australia. Untuk pemirsa global, e-diplomasi Australia akan membentuk citra yang positif dan simpatik di mata Asia yang diharapkan berguna dalam perannya untuk mempengaruhi sasaran dan substansi ARF.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Hamidah
Abstrak :
Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu bentuk baru ancaman keamanan pasca perang dingin di wilayah Asia Tenggara. Konflik ini melibatkan enam negara sebagai pengklaim secara langsung. Hal ini disebabkan lokasi strategis Laut China Selatan dan potensi yang terkandung didalamnya. Mengingat langkah untuk menyelesaikan konflik ini perlu waktu panjang karena rumitnya permasalahan, maka diperlukan upaya yang bisa tetap menjaga kawasan tetap aman hingga terselesaikannya permasalahan klaim wilayah ini. Salah satu upaya untuk mengelola konflik tersebut adalah dengan peningkatan saling percaya (CBMs). Konsep CBMs yang dikembangkan di Asia Pasifik, adalah konsep CBMs yang unik dimana keamanan dimengerti secara konprehensif meliputi aspek militer dan non-militer. CBMs umumnya dimengerti secara longgar yang meliputi segala upaya formal dan informal pada tingkat unilateral, bilateral atau pun multilateral yang ditujukan untuk mencegah eskalasi konflik atau menyelesaikan ketidak pastian. CBMs yang dikembangkan di LCS tidak hanya terbatas pada CBMs standard yaltu melalui komunikasi, transparansi, constraint measures dan declaratory measures yang umumnya menyangkut bidang politik dan militer, tetapi mencakupkan kerjasama dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, lingkungan hidup dan lain-lainnya. Perundingan untuk pengelolaan dan upaya pencarian penyelesaian damai konflik Laut China Selatan, sejauh ini baru pada tahap disepakatinya suatu non-legally binding code of conduct antara ASEAN dengan China dengan ditandatanganinya Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea pada KTT ASEAN China, 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. ASEAN sejak awal menginginkan dikeluarkannya suatu legally-binding code of conduct for the South China Sea, namun karena adanya berbagai kepentingan yang saling tarik menarik, untuk sementara baru dihasilkan suatu 'perjanjian sementara' berupa deklarasi yang akan dijadikan sebagai 'aturan main' dalam senketa di LCS. Berdasarkan uraian diatas penulis melakukan suatu penelitian untuk mengetahui faktor apakah yang meyebabkan ketidakberhasilan ASEAN untuk menghasilkan suatu legally-binding code of conduct in south china sea, dan akan dikaji lebih jauh bagaimana mekanisme CBMs yang telah dibentuk melalui Declaration on the conduct to parties in the South China Sea ini dapat mengelola konflik Laut China Selatan dengan cara mengubah potensi konflik menjadi potensi kerjasama yang efektif. Untuk membahas pokok permasalahan dalam penulisan ini digunakan pendekatan CBMs yang akan dijabarkan sebagai definisi konseptual dan definisi operasional menjadi asumsi-asumsi dalam kerangka analisis. Metode penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa hal-hal yang ada sehingga hasil penlitian dari data-data yang telah diperoleh dapat memberikan dukungan yang kuat terhadap teori atau konsep yang digunakan dalam penulisan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berhasilnya ASEAN merumuskan suatu legally-binding code of conduct disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Keberadaan ASEAN yang lebih banyak 'dikendalikan' oleh kekerasan pendirian China yang selalu menegaskan bahwa kedaulatannya di LCS adalah sesuatu yang tidak dapat diganggu-gugat. 2. Penegasan China yang hanya akan menyepakati suatu non legally-binding code of conduct dan membatasi pada isu Spratly serta memfokuskan pada dialog untuk memelihara stabilitas dikawasan dengan pengembangan kerjasama dan tidak membahas masalah yurisdiksi kedaulatan. 3. China menunjukkan kemampuannya untuk mengkontrol negosiasi seputar konflik territorial tersebut dengan menjalin jaiur bilateral yang telah menghasilkan bilateral code of conduct. 4. Posisi tawar ASEAN yang lemah karena adanya perbedaan pandangan dikalangan ASEAN sendiri. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penandatanganan dokumen tersebut merupakan kemajuan dari upaya CBMs antara ASEAN dan China yang tengah dibangun selama ini, mengingat selama ini China hanya menginginkan pembahasan sengketa secara bilateral dan menolak segala bentuk internasionalisasi sengketa. Sebagai langkah awal deklarasi tersebut telah membawa negara-negara yang terlibat khususnya untuk memberikan komitmen dan pernyataan sikap bersama untuk menyelesaikan masalah sengketa di LCS secara damai. Deklarasi ini juga dapat dijadikan pendukung bagi pelaksanaan kerjasama yang telah dirintis melalui Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea dan starting point untuk pembentukan suatu legally-binding code of conduct. Daftar Pustaka : 24 Dokumen + 16 Buku + 23 Artikel + 3 Paper Diskusi/Seminar + 2 Disertasi + Internet
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hindiarta Kusuma
Abstrak :
Tesis ini ingin menjelaskan unsur-unsur Confidence-Building Measures (CBMs) dalam politik luar negeri Presiden Muhammad Khatami dapat mempengaruhi perubahan hubungan antara Republik Islam Iran dan negara-negara yang tergabung dalam GCC. Iran dan negara-negara tetangganya terlibat dalam kesalingcurigaan dalam kurun waktu lebih dari satu dekade ketika Revolusi Islam Iran terjadi pada tahun 1979. Retorika-retorika para pembuat kebijakan di Iran memberikan kekhawatiran yang luar biasa pada para pemimpin negara-negara GCC. Hal itu ditambah lagi dengan reputasi Iran yang mempunyai keinginan kuat untuk menjadi hegemon di kawasan, dengan tetap mempertahankan status quo teritorial dan pembangunan fasilitas pertahanan, khususnya pembuatan rudal-rudal, pembangunan pertahan maritim yang semakin kuat di Teluk dan pengejaran senjata nuklir. Rasa khawatir para pemimpin GCC terhadap Iran terus berlanjut walaupun bapak Revolusi Iran, Ayatullah Khomeini, telah meninggal dunia, dan orientasi politik luar negeri Iran cenderung pragmatis. Kesalingcurigaan tersebut pada akhirnya membuat kawasan Teluk menjadi teramerikanisasi dan membahayakan keberadaan pemerintah Iran. Apalagi ketika pasukan AS berhasil menaklukkan Irak pada Maret 2003. Persepsi pemerintah Iran dalam memandang keamanannya adalah terkepung diantara negara-negara yang berada di bawah kontrol Amerika. Perbaikan hubungan dengan Amerika Serikat sampai saat ini belum bisa diwujudkan, padahal Iran harus mencari alternatif bagi pembangunan negerinya yang membutuhkan dana yang tidak sedikit dan melindungi rezim penguasa saat ini. Pilihan strategisnya adalah pendekatan yang dilakukan pada negara-negara Teluk yang selama ini menjadi target revolusi. Presiden Khatami telah memulainya sejak memegang jabatan presiden Iran pada tahun 1997, dan sedikit banyak telah mendapat perkembangan yang baik. Konflik konservatif-reformis mendukung perbaikan hubungan ini karena negara-negara Teluk adalah negara-negara muslim juga, walaupun memiliki kerja sama keamanan dengan AS. Saling kunjung para pejabat negara diantara dua pihak telah terjadi dan itu sebagai tanda tercapainva CBMs pada tahap awal. CBMs itu masih sangat jauh membantu upaya penciptaan sistem keamanan regional yang berbasiskan pada ide-ide dan kepentingan negara-negara kawasan, karena masih adanya berbagai kecurigaan yang timbul karena sengketa yang belum terselesaikan, seperti sengketa tiga pulau strategis. Daftar Pustaka : 39 buku; 10 artikel jurnal; 34 artikel dan berita website; 2 sumber lain
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Eko Yulianto
Abstrak :
Kajian ini menganalisis kegagalan sunshine policy sebagai upaya confidence-building measures keamanan antara Korea Selatan dan Korea Utara pada masa pemerintahan Kim Dae Jung dan Roh Moo Hyun. Dengan menggunakan confidence-building measures sebagai kerangka analisis, tulisan ini akan menjelaskan variable-variabel dalam confidence-building measures yang menyebabkan sunshine policy gagal menghasilkan dalam menerapkan upaya confidence-building measures. Argumen utama tulisan ini adalah terdapat 3 faktor yang menyebabkan sunshine policy gagal sebagai upaya confidence-building measures dalam hubungan inter-Korea di Semenanjung Korea. Pertama, inkonsistensi Korea Selatan dalam menerapkan sunshine policy sebagai upaya confidence-building measures dalam bidang keamanan terhadap Korea Utara. Kedua, pengaruh Amerika terhadap hubungan inter-Korea melalui pernyataan dan kebijakan terhadap Korea Utara. Ketiga, Korea Utara yang tidak memiliki political will untuk merespon baik terhadap penerapan sunshine policy Korea Selatan sebagai upaya confidence-building measures. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode Causal Process Tracing (CPT) untuk melihat mekanisme kausal yang menyebabkan sunshine policy gagal sebagai upaya confidence-building measures. ......This study analyses the failure of the sunshine policy as an effort of confidence-building measures in the security sector between South Korea and North Korea during the reigns of Kim Dae Jung and Roh Moo Hyun. Using confidence- building measures as an analytical framework, this paper will explain the variables in confidence-building measures that cause sunshine policy to fail to produce confidence-building measures. The main argument of this paper is that there are 3 factors that cause the sunshine policy to fail as an effort to build confidence in inter-Korean relations on the Korean Peninsula. First, South Korea's inconsistency in applying the sunshine policy as an effort to confidence- building measures in the security sector towards North Korea. Second, America's influence on inter-Korean relations through statements and policies towards North Korea. Third, North Korea does not have the political will to respond well to the implementation of South Korea's sunshine policy as an effort to build confidence. This research will be conducted using the Causal Process Tracing (CPT) method to see the causal mechanism that causes the sunshine policy to fail as an effort to build confidence.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idil Syawfi
Abstrak :
Tujuan dari thesis ini adalah untuk memetakan aktifitas diplomasi penahanan Indonesia dalam kurun waktu 2003 hingga 2008. Hal ini ditujukan untuk mengidentifikasi karakter dan keluaran diplomasi pertahanan Indonesia. Pemetaan tersebut dilakukan dengan dibimbing oleh pendekatan diplomasi pertahanan yang dikembangkan secara komprehensif dengan memadukan tiga terma utama yaitu diplomacy, defense, dan development yang menghasilkan tiga kategori utama diplomasi pertahanan yaitu defense diplomacy for CBM, defense diplomacy for defense capabilities, dan defense diplomacy for industry. Penelitian ini dilakukan dengan metode case study dengan melihat fenomena diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia, serta dengan membentuk dataset mengenai aktifitas diplomasi pertahanan Indonesia. Penelitian ini telah membuktikan bahwa aktifitas diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dalam kurun waktu 2003 hingga 2008 didominasi oleh karakter defense diplomacy for CBM, serta keluaran yang dihasilkan adalah peningkatan stabilitas keamanan regional. ......The aim of this thesis is mapping Indonesia defense diplomacy activities diiring 2003 until 2008. This objective is intended to identify the character and output of Indonesia defense diplomacy. In order to gain this objective the analysis guided by defense diplomacy approach that developed comprehensively which combining three main tenns of defense diplomacy which is diplomacy, defense, and development that upshot three main categoiy of defense diplomacy consist of defense diplomacy for CBM, defense diplomacy for defense capabilities, and defense diplomacy for industiy. This thesis conducted by case study methods that oversee the phenomena of Indonesia defense diplomacy, and also creating dataset about Indonesia defense diplomacy activities. This thesis has proven that the activities of Indonesia defense diplomacy dominated by defense diplomacy for CBM character, and the output of these activities in the increasing of regional security stability.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26251
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library