Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Musfiroh
Abstrak :
Sebagai negara dengan perekonomian yang berada di ranking keenam belas di dunia pada tahun 2018, kerjasama perdagangan internasional merupakan hal penting bagi Indonesia. Kerjasama perdagangan internasional pada awalnya hanya difokuskan pada negara-negara yang menjadi mitra dagang utama saja, baik dalam skala global maupun regional seperti ASEAN. Pada perkembangannya, Indonesia juga membuka diri dengan menjalin kerjasama perdagangan bebas atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan negara lain di luar kawasan yaitu Chile yang terletak di kawasan Amerika Latin. Akan tetapi jika ditinjau dari perdagangan internasional, nilai perdagangan antara Indonesia dan Chile tidak signifikan dibanding dengan negara lainnya yang berada di kawasan tersebut seperti Brazil dan Argentina. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Indonesia justru menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Chile dalam skema Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA)? Melalui pendekatan kualitatif (studi literatur dan wawancara) dengan menggunakan teori pemilihan Mitra FTA oleh Solis dan Katada (2008), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motif keterlibatan Indonesia dalam IC-CEPA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tiga motif atas keterlibatannya dalam IC-CEPA. Pertama, motif ekonomi, yakni untuk mendapatkan akses pasar bagi produk manufaktur khususnya produk unggulan alas kaki dan menghindari adanya trade diversion. Kedua, motif politik yaitu untuk meningkatkan status Indonesia melalui upaya menjadi trade hub bagi kawasan Amerika Latin di Asia Tengara. Ketiga, motif leverage yakni untuk meningkatkan kapasitas Indonesia di sektor pertanian mengingat Chile merupakan salah satu negara memiliki sistem pengelolaan sektor pertanian yang terbaik di dunia. ......As a country with sixteenth economic ranking in the world (2018), international trade is important for Indonesia. The cooperation is initially focused on countries which become the main trading partners, both on a global and regional scale such as ASEAN. On its development, Indonesia also opened up by establishing a Free Trade Cooperation (FTA) or Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) with other countries outside the region such as Chile in which it's located in Latin America. However, in terms of international trade, the total value of trade between Indonesia and Chile is small and unlike the trading with other countries in the same region. This matter then raises question, why Indonesia establish free trade cooperation with Chile in the Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA) scheme? Through a qualitative approach (literature study and interview) using the theory of FTA partner selection by Solis and Katada (2008), this study aims to analyze the Indonesian motives behind its involvement and its decision to sign the IC-CEPA cooperation with Chile. The results of this study find that Indonesia has three motives for its involvement in IC-CEPA. First, economic motives, those are the need to export its manufactured products, particularly footwear and to avoid trade diversion. Second, political motive, that is to improve Indonesia's status through its efforts by becoming a trade hub for the Latin America countries in Southeast Asian regions. Third, leverage motive, that is to build Indonesia's capacity in the agricultural sector, considering that Chile is one of the countries with the best agricultural sector management system in the world.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitri Puspitawati
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Pada Ekspor Perdagangan Rumput Laut Dan Ganggang Di Indonesia, kemudian penelitian ini juga bersifat yuridis normatif. Selanjutnya, penulisan ini juga didapati bahwa hasilnya ialah Ekspor Perdagangan Rumput Laut dan Ganggang di Indonesia setelah Indonesia meratifikasi RCEP dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2022 Tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement “RCEP” (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional) meningkat karena manfaat dari RCEP itu sendiri ialah dengan memberikan suatu keuntungan yang nyata bagi negara-negara RCEP melalui peningkatan akses pasar, fasilitasi perdagangan yang lebih koheren dan menggagas adanya peraturan-peraturan yang saling menguntungkan yang selanjutnya dapat diharapkan untuk mampu memberikan suatu kepastian dan keseragaman dari aturan perdagangan serta dapat meningkatkan ekspor barang terutama dalam rumput laut dan juga ganggang yang memiliki berbagai manfaat untuk bahan pangan, kosmetik, obat-obatan dan rumput laut dan ganggang juga merupakan komoditi yang unggul di dalam perdagangan dunia terutama ekspor dari indonesia terhadap negara-negara ASEAN dan mitra RCEP, peluang bagi Indonesia dalam memanfaatkan RCEP ini ialah dengan memudahkan bagi suatu negara anggotanya untuk mendapatkan suatu bahan baku industri yang lebih efesien serta dalam hal ini liberalisasi perdagangan barang dalam lingkup ASEAN juga akan menjamin adanya kelancaran suatu arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non tarif sudah tidak ada. Dalam hal ini akses pasar pada RCEP mengenai ekspor perdagangan Rumput laut dan ganggang ialah RCEP dapat bertambah peluang dan kesempatan pada akses pasar produk-produk Indonesia, maka akan bertambah peluang dan kesempatan akses pasar produk-produk Indonesia salah satu negara di Asia yaitu Tiongkok merupakan negara paling banyak menerima ekspor Rumput laut dan ganggang dari Indonesia. ......This thesis discusses the Implementation of the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) on the Export Trade of Seaweed and Algae in Indonesia, then this research is also normative juridical in nature. Furthermore, this writing also found that the result was that the Export Trade of Seaweed and Algae in Indonesia after Indonesia ratified the RCEP in Law Number 24 of 2022 Concerning Ratification of the Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement "RCEP" (Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement) increased due to the benefits of RCEP itself is to provide a real advantage for RCEP countries through increasing market access, facilitating trade that is more coherent and initiating mutually beneficial regulations which can then be expected to be able to provide certainty and uniformity of trade rules and can increase exports of goods, especially in seaweed and algae which have various benefits for food, cosmetics, medicines and seaweed and algae are also superior commodities in world trade, especially exports from Indonesia to ASEAN countries and RCEP partners, the opportunity for Indonesia to take advantage of this RCEP is to make it easier for a member country to obtain a more efficient industrial raw material and in this case the liberalization of trade in goods within the scope of ASEAN will also ensure a smooth flow of goods for the supply of raw materials and finished materials in the region ASEAN because tariff and non- tariff barriers no longer exist. In this case, market access to RCEP regarding the export trade of seaweed and algae is that RCEP can increase opportunities and opportunities for market access for Indonesian products, so there will be increased opportunities and opportunities for market access for Indonesian products, one of the countries in Asia, namely China is a country Indonesia receives the most exports of seaweed and algae.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gridanya Mega Laidha
Abstrak :
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional dibidang ekonomi yang mana didalamnya memuat pengaturan penanaman modal (investment chapter) yang digunakan oleh berbagai negara di dunia dalam mengatur penanaman modal asing, termasuk Indonesia. Adapun masalah yang akan dibahas antara lain bagaimana pengaturan penanaman modal dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia dan CEPA Indonesia-EU dengan menggunakan FTA EU-Singapura dan Model BIT India sebagai pembanding, dan kemudian berdasarkan perbandingan tersebut manakah pengaturan yang sebaiknya dimuat dalam CEPA Indonesia-EU. Untuk menjawab masalah tersebut digunakan pendekatan komparatif dan konseptual. Pendekatan komparatif digunakan untuk melihat bagaimana pengaturan penanaman modal yang ada dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia, FTA EU-Singapura, dan Model BIT India untuk memberikan gambaran mengenai pengaturan yang sebaiknya diatur dalam CEPA Indonesia-EU. Pendekatan konseptual digunakan untuk melihat substantial obligations yang terdapat dalam perjanjian investasi internasional tersebut sebagai faktor pembanding yang meliputi standard of treatment (yang terdiri dari national treatment, most favoured nation treatment, fair and equitable treatment, serta full protection and security, performance requirements, expropriation, dan penyelesaian sengketa. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat persamaan dan perbedaan dari masing-masing perjanjian investasi internasional yang ada, dan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada Model BIT India merupakan perjanjian yang paling ideal untuk diadopsi Indonesia dalam CEPA Indonesia-EU.
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) is a form of international agreement in the field of economics which contained investment chapter used by various countries in the world in regulating foreign investment, including Indonesia. The problems that will be discussed within this paper include how foreign investments are regulated in the investment chapter on CEPA Indonesia-Australia and the CEPA Indonesia-EU using the FTA EU-Singapore and Model BIT India as a comparison, and then based on these comparisons which provision should be included in the CEPA Indonesian-EU. To answer this problem, a comparative and conceptual approach is used. A comparative approach is used to see how the investment provision exist in the investment chapter of the CEPA Indonesia-Australia, the EU-Singapore FTA, and the Indian BIT Model to provide an overview of the provisions that should be regulated in the Indonesia-EU CEPA. The conceptual approach is used to view the substantial obligations contained in the international investment agreement as a comparison factor in which includes the standard of treatment (which consists of national treatment, most favorite nation treatment, fair and equitable treatment, and full protection and security), performance requirements, expropriation, and dispute resolution. The conclusion of the research conducted is that there are similarities and differences from each of the existing international investment agreements, and based on the similarities and differences that exist, the Model BIT India is the most ideal agreement to be adopted by Indonesia in the CEPA Indonesia-EU.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Mahendra
Abstrak :
This thesis is aimed to discuss the arrangement of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements.The agreements are the Bilateral Investment Treaty ("BIT") and the Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement (" IC-CEPA ”) which involves the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia as parties to both agreements. This research is a normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the ISDS mechanism settlement at BIT was not much different when compared to the mechanism settlement at the IC-CEPA even though both of them appointed ICSID and UNCITRAL as international arbitration institutions for ISDS. However, with the enactment of IC-CEPA which replaced BIT, it will guarantee legal certainty for both partiesespecially related to avoiding claims that are filed separately but contain the same substance.
Tesis ini akan membahas pengaturan penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement (“ISDS”) dalam perjanjian investasi internasional, dalam hal ini the Bilateral Investment Treaty (“BIT”) serta Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement(“IC-CEPA”) yang melibatkan Republik Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kedua perjanjian tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa ISDS pada BIT tidak banyak perbedaan jika dibandingkan dengan pengaturan mekanismenya pada IC-CEPA meskipun keduanya sama-sama menunjuk ICSID dan UNCITRAL sebagai institusi arbitrase internasional bagi ISDS. Namun demikian, dengan diberlakukannya IC-CEPA yang menggantikan BIT, akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi kedua pihak terutama terkait menghindari gugatan yang diajukan secara terpisah namun berisi substansi yang sama.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library