Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ita Afriani
Abstrak :
Penggunaan kombinasi obat pada resep racikan dapat beresiko menimbulkan interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pola resep, interaksi obat dan ketepatan dosis resep racikan di tiga apotek di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional deskriptif. Sampel yang dianalisis adalah resep racikan periode Januari 2009 di apotek X,Y dan Z. Hasil penelitian menunjukkan proporsi racikan di apotek X 4,3% (n=2410 lembar), di apotek Y 5,0% (n=3930 lembar) dan di apotek Z 24,5% (n=273 lembar). Resep racikan yang mengandung obat lebih dari 4 bervariasi, di apotek X 1,0% (n=103 resep), di apotek Y 2,5% (n=198 resep) dan di apotek Z 6,0% (n=67 resep). Golongan obat saluran nafas merupakan obat yang paling sering diresepkan sebagai obat racikan di ketiga apotek. Penggunaan obat generik sebagai obat racikan bervariasi, di apotek X 78,5% (n=177 obat), di apotek Y 93,6% (n=496 obat) dan di apotek Z 34,0% (n=139 obat). Jumlah interaksi farmakokinetika yang ditemui pada resep racikan di apotek X 66,7%, di apotek Y 7,2% dan di apotek Z 60,0%. Jumlah interaksi farmakodinamika yang ditemui pada resep racikan di apotek X 33,3%, di apotek Y 92,8% dan di apotek Z 40,0%. Ketepatan dosis pada resep racikan di ketiga apotek baik (95,1%-100,0%). Tidak ada perbedaan dalam pola peresepan, masalah interaksi obat dan ketepatan dosis pada resep racikan di tiga apotek. Ada hubungan antara jumlah obat dalam satu racikan dengan jumlah interaksi obat yang terjadi. ......Using drugs combination of compounded prescription causes risk of drug interactions. The objective of this study is to compare prescription pattern, drug interactions, and dose accuracy of compounded prescription in three pharmacies in Jakarta. A cross sectional descriptive method has been done. The analyzed samples were compounded prescription within the period of January 2009 in X, Y and Z pharmacies. The result showed that proportion of compounded prescription in X pharmacy was 4,3% (n=2410 sheets), in Y pharmacy was 5,0% (n=3930 sheets) and in Z pharmacy was 24,5% (n=273 sheets). Compounded prescription containing more than 4 drugs was varied, in X pharmacy was 1,0% (n=103 prescriptions), in Y pharmacy was 2,5% (n=198 prescriptions), and in Z pharmacy was 6,0% (n=67 prescriptions). Respiratory system drugs was most often prescribed as compounded drug in three pharmacies. The use of generic drugs as compounded drug was varied, in X pharmacy was 78,5% (n=177 drugs), in Y pharmacy was 93,6% (n=496 drugs) and in Z pharmacy was 34,0% (n=139 drugs). Amount of pharmacokinetic interactions found of compounded prescriptions in X pharmacy was 66,7%, in Y pharmacy was 7,2% and in Z pharmacy was 60,0%. Amount of pharmacodynamic interactions found of compounded prescription in X pharmacy was 33,3%, in Y pharmacy was 92,8% and in Z pharmacy was 40,0%. The dose accuracy of the compounded prescription at the three pharmacies is good (95,1-100,0%). There was no difference of prescription pattern, drug interactions and dose accuracy of compounded prescriptions in three pharmacies. There was a correlation between amount of drugs at one compounded prescription with amount of drugs interactions.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2009
S32696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaini
Abstrak :
Apotek merupakan fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan yang salah satunya adalah pelayanan untuk farmasi klinik. Kegiatan pelayananan farmasi klinik yang terdapat di Apotek adalah bagian dari kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang berhubungan langsung serta bertanggung jawab terhadap pasien. Pengkajian dan pelayanan resep merupakan salah satu pelayanan farmasi klinik yang ada di apotek. Kegiatan pengkajian Resep yang ada di apotek dibagi menjadi tiga, meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Tujuan pengkajian berdasarkan tiga aspek tersebut untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat (medication error). Ada beberapa kesalahan pengobatan atau medication error yang sering terjadi seperti pemberian obat yang tidak tepat, pemberian dosis obat yang salah, kesalahan dalam menulis atau kesamaan bunyi nama obat, kesalahan pada penggunaan serta kesalahan pada perhitungan dosis obat yang diresepkan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian 10 resep racikan dan 10 resep non-racikan yang ada di Apotek Kimia Farma 494 Beji Depok pada periode bulan April 2023. Hasil kajian dari 20 resep yang dilakukan, permasalahan yang banyak terjadi terdapat pada aspek klinisnya seperti ada interaksi obat. Terdapat 3 jenis interaksi obat pada resep racikan dan non racikan yaitu interaksi mayor, moderat, dan minor. ...... Pharmacy is a healthcare facility that provides services, one of which is clinical pharmacy services. Clinical pharmacy services in pharmacies are part of pharmaceutical services directly related to and responsible for patient care. Prescription assessment and service are among the clinical pharmacy services available in pharmacies. Prescription assessment activities in pharmacies are divided into three parts: administrative, pharmaceutical suitability, and clinical consideration. The purpose of assessing prescriptions based on these three aspects is to prevent medication errors. Several common medication errors include incorrect drug administration, wrong drug dosage, errors in writing or sound-alike drug names, errors in drug use, and errors in calculating prescribed drug doses. This study aims to assess 10 compounded and 10 non-compounded prescriptions at Kimia Farma Pharmacy 494 Beji Depok during April 2023. From the study's results, it was found that clinical aspects such as drug interactions were the most prevalent issue. There were three types of drug interactions found in compounded and non-compounded prescriptions: major, moderate, and minor interactions.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Selma
Abstrak :
Masih banyak ditemukan resep obat antituberkulosis anak dengan kombinasi beberapa obat dalam racikan puyer yang tidak sesuai standar program pemberantasan tuberkulosis (TB) paru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan permasalahan berhubungan praktik peresepan puyer sebagai obat anti tuberkulosis (OAT). Pada periode Mei hingga Desember tahun 2009, penelitian diawali dengan pengukuran persentase peracikan OAT dalam bentuk puyer, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif eksploratif. Data dikumpulkan dari rumah sakit, puskesmas, apotek dan dinas kesehatan di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makassar. Pada tiap fasilitas kesehatan, 30 sampel resep pengobatan diambil untuk pasien tuberkulosis anak usia 1 _ 12 tahun. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap dokter anak, apoteker, keluarga pasien, dan pegawai dinas kesehatan yang terkait. Penelitian menemukan persentase peracikan OAT adalah 25% untuk campuran rifampicin dan isoniazid, dan 18% untuk campuran rifampicin, isoniazid, dan pyrazinamid. Semua informan menyadari bahwa praktik peracikan puyer tergolong pengobatan yang irasional, tetapi situasi yang mereka hadapi membuat mereka terus meresepkan dan membuat peracikan puyer. Ketersediaan fixed dose combination (FDC) yang rendah untuk OAT serta harga yang mahal menjadi alasan utama. Pemerintah dan organisasi profesi perlu meningkatkan pembinaan secara terus menerus kepada tenaga kesehatan berhubungan serta meningkatkan akses masyarakat terhadap FDC untuk tuberkulosis anak.
There are still many practices of treating sick children with a mixture of several medicines for children suffering from tuberculosis, called it "puyer". It is not following the standard from Ministry of Health. This study explored the complex situation dealing with the practice of compounded medicines. It was innitially by assessment the percentage of "puyer" prescription, and followed by the qualitative study, from May to December 2009. Data were collected from hospitals, primary health cares and pharmacies in Jakarta, Bandung, Medan, and Makassar. From every health cares facilities, 30 prescriptions were collected for children age 1 to 12 years old. Then, we conducted in-depth interviews with pediatricians, pharmacist, patients? families and health officers about ?puyer? prescription for children. The prevalence of prescription consists of ?puyer? for children were 25% for isoniazid and rifampicin and 18% for isoniazid, pyrazinamid, and rifampicin. All informants knew ?puyer? prescription is irrational, because the complex situation they faced they continued to give ?puyer? to patients. Low availability and high price of fixed doses combination (FDC) are main reasons. The government and association of doctors/pharmacist should enforce discipline to their member to obey therapy standard. The government should improve access to FDC medicines for children suffering tuberculosis.
Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library