Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sekti Widihartanto
Abstrak :
Perdagangan berjangka (futures trading) sebagai salah satu jenis transaksi derivatif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kebutuhan untuk melakukan lindung-nilai terhadap sejumlah asset/komoditi di samping sebagai sarana investasi/spekulasi. Transaksi perdagangan berjangka komoditas (disingkat PBK) di Indonesia dimulai sejak Desember 2000. Hingga saat ini belum terdapat ketentuan per pajakan -khususnya Pajak Penghasilan- yang secara khusus mengatur mengenai aspek perpajakan dari transaksi (PBK) ini. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yang bertujuan untuk mennberikan gambaran yang utuh mengenai transaksi PBK, industrinya dan perlakuan perpajakannya di Indonesia. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan transaksi PBK yaitu : PT. Bursa Berjangka Jakarta, Bappebti, Perusahaan Pialang dan otoritas pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak. Pajak yang akan ditanggung oleh masyarakat Wajib Pajak idealnya adalah Pajak Penghasilan. Penghasilan yang nnerupakan obyek Pajak Penghasilan sedapat mungkin merujuk kepada konsep Penghasilan yang telah diterima umum, khususnya di kalangan ahli ekonomi perpajakan (fiscal economist) yaitu konsep penghasilan menurut Schanz-Haig-Simon atau SHS Concept of Income yang telah dimodifikasi vier jadi realized income. Hal ini agar secara praktis pernungutan pajak dapat lebih mudah dilaksanakan (easy of the administration). Undang-Undang Nomor- 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang 17 Tahun 2000 nnengadopsi pengertian Penghasilan tersebut sebagaimana tercantum pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh : "... setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (realized or recognized income), baik yang berasal dart Indonesia maupun dari loan Indonesia (world-wide income), yang dapat dipakai untuk konsuinsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form principle)... ". Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BBJ, Bappebti, Pialang maupun Ditjen Pajak diketahui bahwa hingga saat belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai pengenaan pajak penghasilan dari transaksi PBK dan berbagai aspek yang terkait dengan transaksi PBK Dengan demikian berarti ketentuan yang bersifat umum yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pula bahwa penghasilan dari transaksi PBK dihitung dan diakui secara harian (marked-to-market daily) melalui suatu mekanisme yang disebut penyelesaian kas harian (daily cash settlement) yaitu dengan mendebet atau mengkredit rekening nasabah pada rekening Pialang di bank tertentu yang telah dipisahkan (segregated account). Berdasarkan analisis diketahui bahwa transaksi PBK seperti halnya transaksi derivatife pada umumnya, memiliki keunikan dan komplekritas yang berbeda. Keunikan tersebut terletak pada hal-hal : (a) tujuan dari transaksi PBK yaitu sebagai sarana lindung nilai (hedging) dan sebagai sarana investasi/spekulasi; (b) kapan dan bagaimana keuntungan atau kerugian dari transaksi PBK dihitung (measured) dan diakui (recognized) yang berarti masalah metode pengakuan penghasilan; (c) biaya terkait dengan transaksi PBK; (d) kapan dan bagaimana pajak penghasilan dari transaksi PBK dikenakan, yang berarti masalah penentuan saat terutang pajak dan teknis pemungutannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa : (1) transaksi PBK sebagai sarana lindung nilai dan spekulasi memungkinkan pelakunya untuk memperoleh keuntungan atau kerugian, (2) keuntungan (kerugian) dihitung dan diakui setiap Irani dan ditambahkan kepada atau dikurangkan dari rekening investor,(3) kriteria pengakuan penghasilan sebaiknya dikaitkan dengan tujuan bertransaksi PBK, yaitu untuk tujuan hedging (dengan matching principles) dan untuk tujuan speculative (dengan realization principles), (4) terdapat sejumlah biaya yang harus dikeluarkan investor dalam rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan, (5) transaksi PBK di Indonesia memiliki potensi untuk berkembang di masa datang mengingat masih terbatasnya jumlah komoditas yang diperdagangkan dan belum mennasyarakatnya pengetahuan mengenai transaksi berjangka yang tercermin masih relatif kecilnya jumlah volume transaksi. Mengingat keunikan transaksi perdagangan berjangka komoditas maka disarankan untuk disusun suatu ketentuan yang paling sedikit mengatur mengenai : (a) hakekat atau tujuan dari transaksi PBK serta cara mernbedakannya, yaitu dengan test jumlah transaksi (the number of transaction test) dan test organisasi (the organization test); (b) kapan dan bagaimana keuntungan atau kerugian dari transaksi PBK dihitung (measured) dan diakui (recognized) yang berarti masalah kriteria pengakuan penghasilan; (c) biaya terkait dengan transaksi PBK yang dapat dikurangkan dari penghasilan; (d) kapan dan bagaimana pajak penghasilan dari transaksi PBK dikenakan, yang berarti masalah penentuan saat terutang pajak dan teknis pemungutannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Revaldi Akbar
Abstrak :
Pertumbuhan volume transaksi perdagangan berjangka komoditi Indonesia menunjukkan tren yang positif sejak tahun 2016-2020. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berwenang melakukan pembinaan, pengaturan, pengembangan, dan pengawasan terhadap mekanisme dan pelaku perdagangan berjangka komoditi. Perdagangan berjangka komoditi merupakan kegiatan yang berisiko, kompleks, dan fluktuatif, sehingga perdagangan berjangka komoditi Indonesia membutuhkan pengaturan tata kelola yang kuat, khususnya yang terkait dengan pialang berjangka dan pedagang berjangka (penyelenggara sistem perdagangan alternatif) dalam rangka perlindungan terhadap nasabah. Oleh karena itu, penulis melakukan evaluasi pengaturan tata kelola pelaku perdagangan berjangka komoditi Indonesia (pialang berjangka dan pedagang berjangka (penyelenggara sistem perdagangan alternatif)) dalam perlindungan terhadap nasabah serta melakukan perbandingan dengan prinsip-prinsip/best practice global seperti G20 High-Level Principles on Financial Consumer Protection. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dan sumber data yang digunakan yaitu kajian literatur (teori, informasi, dan data) dan wawancara dengan Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Bappebti untuk mengkonfirmasi daftar rekomendasi perbaikan yang ditawarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tata kelola pelaku perdagangan berjangka komoditi Indonesia (pialang berjangka dan pedagang berjangka (penyelenggara sistem perdagangan alternatif)) telah memenuhi sebagian prinsip-prinsip perlindungan terhadap nasabah serta sebagian sudah setara dengan best practice. Namun, masih terdapat sebagian prinsip-prinsip perlindungan terhadap nasabah yang belum terpenuhi dan sebagian belum setara dengan best practice. Bappebti sebagai regulator sebaiknya menerapkan daftar rekomendasi yang ditawarkan untuk memperkuat pengaturan tata kelola pelaku perdagangan berjangka komoditi Indonesia (pialang berjangka dan pedagang berjangka (penyelenggara sistem perdagangan alternatif)) dalam perlindungan terhadap nasabah. ......The volume of Indonesian commodity futures trading transactions has shown significant positive growth from 2016 to 2020. The Commodity Futures Trading Regulatory Agency (CoFTRA) has the authority to guide, regulate, develop and supervise the commodity futures trading mechanisms and their actors. This activity is risky, complex, and volatile hence it needs strong governance arrangements, especially those related to futures brokers and futures traders (alternatives trading system providers) in the context of consumer protection. Therefore, this study evaluate the governance arrangements for Indonesian commodity futures trading actors (futures brokers and futures traders (alternative trading system providers)) in consumer protection and make comparisons with global principles/best practices, such as the G20 High-Level Principles on Financial Consumer Protection. This is a qualitative research (case study approach) with data collected through literature reviews and interviews with the Bureau of Legislation and Enforcement in to confirm the list of recommendations for improvement being offered. The results showed that governance arrangements for Indonesian commodity futures trading actors (future brokers and futures traders (alternative trading system providers)) are in accordance with some principles of consumer protection and best practices. However, there are still some principles of consumer protection that have not been fulfilled and some are not on par with best practice. CoFTRA as a regulator, should implement the recommendations offered to strengthen governance arrangements for Indonesian commodity futures trading actors (futures brokers and futures traders (alternative trading system providers)) in consumer protection.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library