Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusnul Nur Kasanah
Abstrak :
Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menghadapi berbagai permasalahan dalam pengembangan geowisata di Geopark Gunung Sewu yang menunjukkan adanya keterbatasan sumber daya pemerintah daerah, sehingga mendorong Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul membangun tata kelola kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Menggunakan pendekatan postpositivism dan metode kualitatif, penelitian ini menjawab bagaimana proses tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan pariwisata Geopark Gunung Sewu di Kabupaten Gunungkidul dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses tata kelola kolaboratif telah terbangun antara Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Desa setempat, Kelompok Masyarakat Pengelola Geosite, dan Perguruan Tinggi karena adanya kepercayaan dan kesetaraan pemahaman tentang konsep pengembangan geopark, komitmen yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam proses kolaborasi, serta hasil yang sudah dirasakan oleh pemangku kepentingan, sedangkan dialog menjadi media untuk membangun kepercayaan, pemahaman, komitmen, dan mencapai hasil antara. Keterlibatan swasta dalam proses tata kelola kolaboratif masih terbatas, belum terbangun secara luas, dan kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri belum direalisasikan. Faktor ketokohan dan keberadaan pemimpin organis ditingkat kelompok masyarakat menentukan jalannya proses tata kelola kolaboratif. Penelitian juga menemukan bahwa budaya masyarakat Gunungkidul dan teknologi komunikasi menjadi faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif. Inklusifitas forum sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif diupayakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dengan menginisiasi pembentukan PHRI dan HPI Cabang Gunungkidul, serta Forum Promosi Pariwisata Daerah yang diikuti oleh lintas pelaku. Kelembagaan Badan Pengelola Geopark Gunung Sewu yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171 Tahun 2017 belum efektif mendorong tata kelola kolaboratif antara tiga kabupaten, karena tidak memiliki instrumen untuk menyatukan komitmen.
The Gunungkidul Regent`s Tourism Office has been dealing with various problems in geo tourism management of Geopark Gunung Sewu, mainly caused by the local government`s limited resources, which in turn prompting the government to establish solid collaboration with relevant stakeholders. The study adopts a postpositivism approach using qualitative methods and will address the issue on a collaboration process of tourism management and other factors affecting it in Geopark Gunung Sewu in the Gunungkidul Regency. The result reveal that collaborative governance processes has been established between the Gunungkidul Regent`s Tourism Office, the local Village Government, the Geosite Management Community Group, and the College Academics, because they shared the mutual beliefs and understanding of geopark development concepts, demonstrated their commitment by fully involved in the collaborative process, and acknowledged the results, while using dialogue as a medium to build trust, understanding, commitment, and achieve intermediate outcomes. Private involvement in collaborative governance processes is still limited, not yet widely established, and cooperation with the Pacitan Regent`s Tourism Office and Wonogiri Regent`s Tourism Office has not been realized. The leadership factor and the presence of organic leaders at the community level determined the process of collaborative governance. The study also found out that the community culture of Gunungkidul and communication technology has become a factor affecting collaborative governance process. The inclusiveness of the forum as one of the factors influencing the collaborative governance process was endeavored by the Gunungkidul Regent`s Tourism Office through the initiation of the formation of PHRI and HPI Branch of Gunungkidul, as well as the Tourism Promotion Forum of the Region joined by cross stakeholders. The establishment of Geopark Management Board of Gunung Sewu, which was formed by the Decision of Bupati of Gunungkidul Number 171 of 2017, has not been effective in promoting collaborative governance between the three regents, as it has no instruments to unite the commitments.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T53632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Amri
Abstrak :
Tesis ini membahas komodifikasi lingkungan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di dalam pengelolaan ekoturisme. Ekoturisme sebagai bentuk wisata alam dengan tujuan utama pelestarian alam pada akhirnya justru menimbulkan masalah dalam proses konservasi yang dijalankan dan bahkan menjadi ancaman terhadap keberlangsungan lingkungan alam di TNGGP. Di samping itu, permasalahan di TNGGP tidak hanya menyangkut bahasan lingkungan, tetapi juga pembahasan mengenai strategi dalam bernegosiasi dan berkontestasi di antara para pemangku kepentingan di dalam ruang yang menjadi kawasan ekoturisme. Data diperoleh dengan pendekatan etnografi termasuk wawancara mendalam di kawasan Cibodas dan Gunung Putri sebagai pintu masuk pendakian, dan di Gunung Gede, selama bulan April-Mei 2017. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana praktik berjualan yang berkontestasi terhadap otoritas Balai Besar di TNGGP setidaknya berperan sebagai alternatif pendapatan masyarakat sekitar kawasan konservasi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pekerjaan yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, masyarakat sekitar melalui negosiasi dan resistansi dapat menutupi celah yang ditinggalkan oleh pemangku kepentingan yang mempunyai otoritas karena terbatasnya sumber daya manusia dalam mengelola ekoturisme pendakian gunung. Masyarakat sekitar menunjukkan bagaimana mereka mempunyai peran-peran yang cukup signifikan dalam pengelolaan pendakian gunung dan menjaga taman nasional.
This research discusses the commodification of environment in Mount Gede Pangrango National Park on ecotourism management. Instead of to conserve nature, ecotourism carried out in TNGGP causes problems on conservation proses and even becomes a threat to the sustainability of nature in TNGGP. Moreover, problem in TNGGP is not only about environment issues, but also discussions about strategies in negotiating and contesting among stakeholders in the space that become ecotourism area. The data was collected by ethnography approach including in depth interview in Cibodas and Gunung Putri area as climbing entrance, and on Mount Gede, on April-May 2017. The results show how the practice of selling which contested the authority of Balai Besar in TNGGP at least become an alternative income for the community around conservation area to divert their attention from jobs that damage the environment. Beside that through negotiation and resistance, the surrounding communities can cover the gap left by stakeholders who have authority because of limited human resources in managing mountaineering ecotourism. Surrounding community showed that they have significance roles in managing mountaineering and preserving national park.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barcelona: Gustavo Gili, 1966
658.8 ARC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ghofari Azzahra
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan collaborative dynamics di Kelurahan Tegal Alur melalui program Kota Tanpa Kumuh KOTAKU . KOTAKU merupakan program yang bertujuan untuk mewujudkan permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha kumuh tanpa menggusur. Teori yang digunakan adalah collaborative dynamics yang dikemukakan oleh Emerson, Nabatchi Balogh 2011 . Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Adapun pihak yang berkolaborasi dalam Program KOTAKU adalah masyarakat dan pemerintah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 10 sub-dimensi dari 12 sub-dimensi yang terpenuhi yakni 1 penemuan, 2 definisi, 3 pertimbangan, 4 penentuan, 5 kepercayaan, 6 legitimasi, 7 prosedur dan pengaturan kelembagaan, 8 kepemimpinan, 9 pengetahuan, dan 10 sumber daya.Kata Kunci: Collaborative dynamics; collaborative governance; masyarakat; pemerintah; permukiman kumuh.
ABSTRACT
This research aims to describe collaborative dynamics in Tegal Alur Urban Village through Kota Tanpa Kumuh KOTAKU program. KOTAKU is a program is that aims to realize settlements that are habitable to reach 0 Ha slum without displacing. This research uses Emerson, Nabatchi, Balogh rsquo s theory 2011 . Research approach is post positivist that utlizes in depth interview and literature study. The people who take side at collaboration KOTAKU rsquo s Program Planning are community and government. The result shows that there are 10 sub dimensions of 12 sub dimensions that are fulfilled which is 1 discovery, 2 definition, 3 deliberation, 4 determination, 5 mutual trust, 6 legitimacy internal, 7 procedural institutuional arrangements, 8 leadership, 9 knowledge, and 10 resource. Keywords Collaborative dynamics collaborative governance community government slum settlement
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Saputra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya membangun collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data dengan: (1) data primer melalui wawancara mendalam dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, serta pihak pengembang perumahan atau stakeholders di Kota Depok yang terkait dengan permasalahan penelitian. Kemudian (2) data sekunder melalui literatur dan dokumentasi di lokasi penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok belum efektif, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Tidak Adanya Insentif Stakeholders untuk Berpartisipasi; (2) Kepemimpinan Fasilitatif yang Tidak Efektif; (3) Desain Kelembagaan yang Kurang Inklusif; dan (4) Uncontrol Komersialisasi/ Privatisasi yang tinggi. Untuk membangun collaborative governance dalam penataan ruang di Kota Depok sulit dilaksanakan, dikarenakan pemahaman stakeholders mengenai collaborative governance yang tidak merata. Upaya membangun kolaborasi dalam penataan ruang di Kota Depok dengan: (1) Melakukan dialog tatap muka secara berkala dan berkelanjutan setiap tahun untuk memastikan suara stakeholders terwakili dalam perumusan kebijakan; (2) Membangun kepercayaan antar stakeholders dengan adanya transparansi proses dari pemerintah maupun stakeholders, adanya sikap saling membutuhkan sehingga tidak ada yang terabaikan, serta sikap keprofesionalan dari stakeholders itu sendiri; (3) Membentuk komitmen pada proses kolaborasi dengan adanya kepercayaan antar stakeholders, sikap saling memiliki dan saling ketergantungan, adanya sikap saling menghormati hingga pemahaman bersama diantara stakeholders; (4) Dukungan politik menjadi sangat penting untuk melancarkan anggaran stakeholders dan pemerintah dalam mencapai tujuan bersama; (5) Dukungan masyarakat dengan  melibatkan dan memberdayakan masyarakat menjadi inti membangun kolaborasi; (6) Ketercukupan sumber daya menjadi objek yang krusial, tanpa sumber daya yang cukup, membangun kolaborasi susah terlaksana. ......The aims of the study are to analyse efforts to build collaborative governance in spatial planning in the Depok city. This research used post-positivist approach with qualitative data collection method. The data consists of: (1) primary data were collected through in-depth interviews with Public Works and Spatial Planning Department, Development Planning Board, and the developer of housing or stakeholders in Depok related to the research problem, and (2) secondary data were collected through the literature and documentation at the research site. This research indicates that the collaborative governance in Depoks spatial planning has not been built, which is influenced by several factors: there is no incentive for stakeholders to participate, ineffective facilitative leadership, not inclusive of institutional design, and the high of uncontrol commercialization. To build a collaborative governance in spatial planning in Depok City is difficult to implement, it because understanding of stakeholders regarding collaborative governance is uneven. The efforts to build collaboration in spatial planning in Depok City can be done by: (1) Conducting regular and ongoing face-to-face dialogue for each stakeholder represented in policy formulation; (2) Building trust between stakeholders with the transparency of the parties concerned, interdependency behaviors so that none not neglected, and also professionalism of the stakeholders themselves; (3) Establish a commitment to the collaboration process with the existence of inter-stakeholders, mutual ownership and interdependence, mutual trust and mutual interest with stakeholders; (4) Political support becomes very important to strengthen stakeholders and government budgets in achieving common goals (5) Community support by involving and empowering the community becomes the core of building collaboration;  (6) The adequacy of resources becomes a crucial object, because without sufficient resources, building collaboration is difficult to implement.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsanudin
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai praktek collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di Kota Bandung. Pemerintah telah melaksanakan banyak program top-down dalam penanggulangan kemiskinan, tetapi target angka kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 tidak tercapai di setiap tahunnya. Kota Bandung melakukan pendekatan berbeda dalam percepatan penanggulangan kemiskinan melalui inovasi family for family secara bottom-up di mana berbagai pihak non pemerintah terlibat dalam pendanaan, penyediaan sumber daya dan pelaksanaan program. Penelitian ini bertujuan menjelaskan collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di kota Bandung. Basis teori yang digunakan adalah collaborative innovation dari Sørensen dan Torfing (2010; 2016; 2017). Peneliti menggunakan pendekatan postpositivism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat aktor-aktor yang berperan, interactive arenas, dan metagovernance dalam collaborative innovation pada penanggulangan kemiskinan di Kota Bandung. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara collaborative innovation yang diterapkan dalam program inovasi penanggulangan kemiskinan tersebut dengan model collaborative innovation yang dikemukakan oleh Sørensen dan Torfing. Terakhir, penulis memberikan rekomendasi yang relevan dengan hasil penelitian ini.
This thesis discusses the practice of collaborative innovation in poverty reduction in Bandung city. The government has implemented many top-down programs for reducing poverty, but the poverty reduction target in 2015-2019 RPJMN is not achieved every year. Bandung city uses different approach in accelerating poverty reduction through a bottom-up way by Family for Family innovation in which various non-government actors are involved in funding, provisioning resources and implementating innovation. This thesis aims to explain collaborative innovation approach in poverty reduction in Bandung city. The base theory which is used in this research is collaborative innovation by Sørensen and Torfing (2010; 2016; 2017). Researchers uses postpositivism approach. The results show that there are actors who play a role, interactive arenas, and metagovernance in collaborative innovation in poverty reduction in Bandung city. However, there are differences between the collaborative innovation applied in poverty reduction innovation program in Bandung city and the collaborative innovation model proposed by Sørensen and Torfing. Finally, the authors provide recommendations that are relevant to the results of this thesis.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Lestari
Abstrak :
Hilirisasi Industri merupakan langkah maju agar hasil penelitian dan pengembangan dapat termanfaatkan oleh industri dan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi seluruh stakeholder yang terlibat yaitu akademisi, bisnis dan pemerintah. Tesis ini berkontribusi dalam memahami bagaimana collaborative governance dapat mendorong hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan di Kemenristekdikti dan untuk memahami bagaimana pola kolaborasi antar stakeholder dalam upaya mendorong hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan dengan berdasarkan konsep collaborative govarnance. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan post positivism, serta pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan kolaborasi antara stakeholder dapat mendorong hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan di Kemenristekdikti. Pola kerjasama dalam melakukan penelitian dan pengembangan, peneliti/perekayasa harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan pasar bukan hanya kebutuhan bidang keilmuannya saja, karena dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat maka produk inovasi yang dihasilkan akan disambut dengan baik oleh industri.
Commercialization is a step forward for the product of research and development can be utilized by industry and society. To achieve this, coordination and collaboration were needed of all stakeholders involved which are academia, business and government. This thesis contributes to understanding how collaborative governance can encorage the commercialization of research and development outcomes at Kemenristekdikti and to understand how the pattern of collaboration among stakeholders in an effort to encourage comercialization of research and development products based on the concept of collaborative governance. This study used a qualitative research method, approach with post positivism, data collection using in depth interview. The results of the analysis show that collaboration between stakeholders can encourage commercialization of research and development products in Kemenristekdikti. The pattern of cooperation in conducting research and development, researchers engineers not only looking toward the needs of the field of science alone but also the needs of society and the market, because taking into account the needs of the community then the product innovation produced will be approved by the industry.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
T47862
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmat Fadholi
Abstrak :
Simpati dan dukungan publik terhadap gugatan Santi Warastuti terhadap UU 35 tahun 2009 untuk melegalkan ganja medis menjadikan BNN sebagai sasaran kemarahan publik dunia maya. Kemarahan netizen ini disebabkan sikap tegas BNN menolak wacana legalisasi medis  ini karena ganja masuk dalam golongan 1 UU narkotika.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan isu legalisasi ganja medis melalui konsep collaborative governance para pemangku kepentingan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis naratif. Pengambilan data dilakukan dengan melalui analisis dokumen dan wawancara kepada Pakar Hukum Narkotika. Hasil penelitian ini menemukan pengelolaan isu legalisasi ganja medis belum mengaplikasikan konsep collaborative governance. Analisis penelitian menemukan, adanya ketimpangan kekuasaan antara pemangku kepentingan, tidak adanya kepemimpinan fasilitatif dan desain kelembagaan kolaborasi yang belum memasukkan aktor non-negara. ......Public sympathy and support for Santi Warastuti's lawsuit against Law 35 of 2009 to legalize marijuana made BNN the target of cyber public anger. The anger of netizens is due to BNN's firm stance in rejecting this legalization discourse because marijuana is included in group 1 of the narcotics law.  This study aims to analyze the management of medical marijuana legalization issues through the concept of collaborative governance of stakeholders in Indonesia. This research uses a qualitative approach with narrative analysis. Data collection was carried out through document analysis and interviews with narcotics law experts. The results of this study found that the management of the issue of legalization of medical marijuana has not applied the concept of collaborative governance.  The research analysis found that there are power imbalances between stakeholders, the absence of facilitative leadership and collaborative institutional design that has not included non-state actors.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veni Robiatal Adawiyah
Abstrak :
Pandemi Covid-19 berdampak besar pada perekonomian Indonesia. UMKM sebagai sebagai penopang ekonomi terbesar dihadapkan pada permaslaahan yang semakin kompleks. Dalam upaya menangani permasalahan tersebut Kementerian Parwisata dan Ekonomi Kreatif membuat sebuah kebijakan dalam bentuk program yang bernama Program Beli Kreatif Lokal. Program tersebut diimpelemntasikan pertama kali di wilayah Jabodetabek sebagai salah satu wilayah terdampak besar di masa pandemi covid-19. Dalam mengelola program tersebut pemerintah melibatkan aktor non state seperti marketplace untuk mengelola program dan UMKM sebagai kelompok sasaran. Hasil dari program tersebut menunjukan adanya kemenangan-kemenangan kecil yang didapatkan oleh para pemangku kepentingan. Penelitian ini ingin mengetahui lebih jauh mengapa keberhasilan program tersebut dapat terjadi menggunakan analisi teori Collaborative Governance. Adapun metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan post postpositivsim. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan gambaran keberhasilan program didapatkan dengan terpenuhinya unsur-unsur proses dan faktor-faktor yang mempengarhui Collaborative Governance Ansell dan Gash. Penelitian ini memberikan sebuah pembelajaran bahwa Collaborative Governance dapat berhasil pada kasus yang diimplementasikan di Indonesia pada masa pandemi covid-19 dengan dominasi kebijakan pemerintah dan disepakati para pemangku kepentingan lainnya. Hal ini sedikit berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh Collaborative Governance Ansell dan Gash yang mensyaratkan seluruh pengambilan keputusan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. ......The Covid-19 pandemic has a significant influence on the economy of Indonesia. However, MSMEs, as the biggest support for the economy, are confronted with increasingly complex problems. In an effort to deal with these problems, the Ministry of Tourism and Creative Economy implemented a policy known as Local Creative Purchase Program. The initiative was first launched in the Jabodetabek area, which was one of the most severely affected places during the COVID-19 pandemic. In managing the program, the government involves non-state actors such as the marketplace to manage the program and MSMEs as the target group. The results of the program show that there are small victories obtained by the stakeholders. This study wants to find out more about why the success of the program can occur using the analysis of Collaborative Governance theory. The method in this study uses a post-postpositive-sim approach. Data collection techniques were used through in-depth interviews and literature study. The results of this study demonstrate an example of the success of the program obtained by the fulfillment of the elements of the process and the factors that influence Collaborative Governance Ansell and Gash. In addition, the findings of this study provide a lesson that Collaborative Governance can be successful in cases implemented in Indonesia during the COVID-19 pandemic with the dominance of government policies and agreed upon by other stakeholders. This is slightly different from the theory expressed by Collaborative Governance Ansell and Gash which requires all decision-making involves all stakeholders.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Dwi Utari
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai praktik kolaborasi dalam Program 1.000 Kios untuk UMKM di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat melalui model collaborative governance. UMKM di Kota Depok memiliki potensi yang besar untuk mendukung perkembangan Kota Depok itu sendiri. Pasalnya, pada tahun 2017, UMKM di Kota Depok dapat menyumbang sebesar 60% dari total PDRB yang dihasilkan Kota Depok. Meskipun demikian, permasalahan tak lantas menghindar dari sektor UMKM di Kota Depok. Saat ini, pemerintah sangat menyoroti permasalahan UMKM di bidang pemasaran. Oleh karenanya, melalui program Depok Sahabat UMKM, pemerintah Kota Depok menyelenggarakan Program 1.000 Kios untuk UMKM yang bertujuan untuk mendukung pelaku UMKM dalam bidang sarana dan prasarana serta pemasaran. Program ini ditekankan pada pelaksanaan kolaborasi dengan pihak non pemerintah. Di mana, untuk pemenuhan target kios di tahun 2017 hingga awal tahun 2018, pemerintah Kota Depok bekerjasama dengan 10 toko modern di Kota Depok. Dengan pelaksanaan program tersebut, terlihat adanya praktik collaborative governance, di mana konsep tersebut merupakan suatu tata kelola pemerintahan kolaboratif yang melibatkan pihak non publik dalam mengelola ataupun memecahkan suatu permasalahan publik dengan cara-cara khusus (Ansell dan Gash, 2008). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi Program 1.000 Kios untuk UMKM melalui pendekatan Collaborative Governance. Penelitian ini menggunaan pendekatan post-positivist dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat proses collaborative governance dalam Program 1.000 Kios untuk UMKM. Namun, terdapat perbedaan antara praktik kolaborasi pada Program 1.000 Kios untuk UMKM dengan model collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell dan Gash (2008). ......This thesis discusses the implementation of 1,000 Stalls for MSMEs Programme in Depok City, West Java Province through collaborative governance approach. MSMEs in Depok City have enormous potentials for supporting the development of the city. This is based on the fact that back in 2017, MSMEs in Depok City successfully made a contribution of 60 percent to the total GRDP of Depok City. Despite that, problems did not necessarily stand aside from this city’s MSME sector. At the present time, the government pays a considerable attention to the problems faced by MSMEs in the marketing sector. In West Java, the MSMEs in Depok City are falling behind those in other regions in terms of popularity. Thus, through the Depok Befriends MSMEs (Depok Sahabat UMKM) Programme, the Government of Depok City launched the 1,000 Stalls for MSMEs (1.000 Kios untuk UMKM) Programme, aimed at supporting MSMEs in facilities and infrastructure provision. This programme emphasizes collaboration with non-governmental stakeholders. To meet the number of stalls targeted for the period 2017–early 2018, the Government of Depok City cooperated with 10 modern stores in Depok City. The practice of collaborative governance is showing in the implementation of the 1,000 Stalls for MSMEs Programme, where non-governmental parties are engaged in managing or solving public issues in particular fashion (Ansell and Gash, 2008). The aim of this research is to analyse the collaborative practice in the 1,000 Stalls for MSMEs Programme viewed from the collaborative governance concept. This research used post-positivist approach and descriptive design. Research results show the presence of collaborative governance process in the 1,000 Stalls of MSMEs Programme in accordance with the model proposed by Ansell and Gash (2008).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>