Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Ghifari Ibrahim
Abstrak :

Salah satu permasalahan bagi generasi milenial adalah seputar kebutuhan dan keterbatasan dalam memiliki hunian. Berdasarkan data dari “Indonesia Millennial Report 2019,” 64,9% generasi milenial masih belum mampu untuk membeli hunian sendiri. Apalagi hunian yang berada di lokasi strategis atau dekat dengan daerah Transit Oriented Development (TOD) cenderung lebih mahal dan tidak sesuai dengan budget generasi muda jaman sekarang. Maka milenial cenderung sulit membeli serta memenuhi kebutuhan tempat huniannya. Berlatar belakang kondisi tersebut, konsep co-living atau konsep rumah tinggal sudah mulai marak dikembangkan sebagai solusi untuk kaum milenial. Konsep ini cocok untuk kaum milenial yang sedang memerlukan hunian karena harganya yang lebih terjangkau. Apalagi co-living dapat diterapkan di hunian seperti rumah atau apartemen yang ditempati bukan oleh satu keluarga, melainkan oleh beberapa penghuni yang masing-masing menempati satu kamar.

Membangun kota yang berkelanjutan adalah kunci untuk memiliki masa depan yang lebih baik, terutama karena sebagian besar penduduk sudah tinggal di pusat kota. Co-living memiliki posisi yang baik untuk hal ini, Co-living dapat menciptakan ruang hidup inspirasional yang mendorong rasa kebersamaan dan interaksi sosial di dalam bangunan dan pengembangan kota. Co living dapat menjadi hunian bagi komunitas yang dapat membentuk interaksi antar sesama penghuni, sehingga menciptakan hubungan yang lebih akrab antara sesama penghuni dan lingkungannya. ......One of the problems for millennials is the need and limitations of owning a home. Based on data from the "Indonesia Millennial Report 2019," 64.9% of millennials still cannot afford to buy their own housing. Moreover, housing in strategic locations or close to the Transit Oriented Development (TOD) area tends to be more expensive and does not fit the budget of today's young generation. So millennials tend to find it difficult to buy and fulfill their housing needs. Against this background, the concept of co-living has begun to be developed as a solution for millennials. This concept is suitable for millennials who are in need of housing because the price is more affordable. Moreover, co-living can be applied in residences such as houses or apartments that are occupied not by one family, but by several residents who each occupy one room.

Building a sustainable city is key to having a better future, especially since most of the population already lives in the city center. Co-living is well positioned for this, it can create inspirational living spaces that encourage a sense of community and social interaction within buildings and urban developments. Co-living can be a residential community that can form interactions between residents, thus creating a more intimate relationship between residents and their environment.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani Charra Analita Utami
Abstrak :
Dengan semakin banyaknya orang yang tinggal di daerah perkotaan, ada kebutuhan yang meningkat untuk memiliki kota yang berkelanjutan. Sharing economy muncul dalam satu dekade terakhir, membawa dampak di perkotaan dan dipromosikan sebagai cara untuk mencapai kota yang berkelanjutan. Dengan berbagi sumber daya yang tidak digunakan di kota, model ekonomi baru ini dianggap dapat menopang ekonomi, masyarakat, dan lingkungan kota. Studi sebelumnya secara normatif telah membahas hubungan antara keberlanjutan dan sharing economy secara keseluruhan. Namun, studi empiris tentang keberlanjutan yang berasal dari bentuk-bentuk tertentu dari sharing economy, khususnya space sharing, masih terbatas. Selain itu, meski studi kuantitatif yang menghubungkan beberapa bentuk ekonomi berbagi dengan keberlanjutan ada, seperti di bidang space sharing jarang ditemukan. Mengisi kekosongan dalam penelitian, penelitian ini ingin mempelajari dampak sharing economy pada keberlanjutan melalui studi kasus coliving yang memanfaatkan apartemen kosong di Jakarta. Studi ini akan mengidentifikasi secara nilai-nilai berkelanjutan yang timbul dari coliving melalui wawancara mendalam dengan penyewa dan operator. Studi ini juga akan mencoba memahami sejauh mana keberlanjutan dari coliving dianggap bernilai.
With a growing number of people living in urban areas, there's an increasing need to have sustainable cities. The sharing economy has emerged in the past decade, making impacts in cities while being promoted as a way to achieve sustainable cities. By sharing a city's idle resources, the new economic model is deemed to sustain a city's economy, community, and environment. Past studies have normatively discussed the linkage between sustainability and the sharing economy as a whole. However, empirical studies on sustainability coming from certain forms of the sharing economy, particularly space sharing, are still limited. Moreover, while quantitative studies linking some forms of sharing economy with sustainability exist, such in the field of space sharing is also scarce. Filling the gaps in research, this study would like to study the impact of sharing economy on sustainability through the case of coliving that utilizes vacant apartments in Jakarta. This study will identify the sustainable values arising from coliving through in-depth interviews with tenants and operators. This study will also try to understand the extent to which the sustainability of coliving is valued.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library