Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahbubin Nashiri
Abstrak :
Berbagai aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pemukiman, industri dan perdagangan, kegiatan transportasi maupun pariwisata secara signifikan telah memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan secara keseluruhan. Namun perkembangan ini sekaligus memberikan dampak terhadap kelestarian dan daya dukung lingkungan serta perubahan ekonomi dan sosial di wilayah/kawasan ini yang jika tidak ditangani dengan tepat pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Banyaknya kepentingan stakeholders di wilayah laut dan perairan cenderung menimbulkan tumpang tindih kegiatan, seperti pelayaran, perikanan, pertambangan, telekomunikasi, wisata bahari, konservasi dan lainnya. Akibatnya masalah konflik pemanfaatan ruang di kelautan dan pesisir kepulauan dapat terjadi pada konteks lokal dan regional maupun nasional dan internasional. Konflik yang terjadi dalam pemanfaatan ruang misalnya antar kegiatan nelayan tradisionalmodern, kegiatan industri-budidaya perikanan, penambangan pasir iaut, wisata-konservasi, kabel telekomunikasi, pipa bawah laut dan pelayaran serta wisata tirta (suatu kawasan yang penyediaan jasa rekreasinya dilakukan di perairan laut dan pantai). Kondisi tersebut telah menjadikan Kota Batam pada saat sekdrang menjadi kurang tertib, kurang tertata, semrawut dan rawan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban, rusaknya tata ruang, serta terancamnya kawasan-kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan tangkapan air (catchments area), kawasan hijau (green belt area) can kawasan budidaya lainnya terutama yang disebdbkao oleh karena berkembangnya rumah-rumah bermasalah yang dikenal dengan rumaih-rumah liar, aktifitas usaha informal yang kurang tertata dan terbina dengan baik, cukup banyaknya gelandangan, pengemis, tuna karya dan tuna wisma yang berkeliaran, berkembangnya kegiatan-kegiatan prostitusi yang telah menjadikan hal tersebut sebagai primadona bagi sebagian besar wisatawan yang berasal dari negara tetangga untuk datang ke Batam, serta semakin tingginya angka kriminalitas dan pelanggaran hukum. Pluralitas budaya yang ada dalam masyarakat Kota Batam telah pula ikut mewarnai dinamika interaksi sosial dan memberikan beban berat permasalahan kota menjadi semakin kompleks. Dengan perturbuhan ekonomi yang tinggi di satu sisi telah menjadikan keberadaan Batam menjadi sangat penting oleh karena peranannya sebagai salah satu mesin pertumbuhan bagi perekonomian nasional, namun disisi lain keberhasilan tersebut telah menimbulkan kesenjangan dengan sebagian besar daerah yang berada di sekitarnya (hinterland). Kesenjangan tersebut terlihat dari tidak adanya akses kegiatan ekonomi di daerah hinterland ke Pulau Batam dan tidak berkembangnya aktifitas masyarakat yang berada di daerah hinte.rland, perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang cukup tajam, yang disebabkan oleh karena perbedaan dalam penyediaan fasilitas pelayanan sosiai dan pelayanan umum. Pembangunan Pulau Batarn sebagai daerah industri selama ini juga cenderung mengabaikan dampak ekologis bagi Iingkungan. Fakta menunjukkan bahwa 74,07% dari total investasi ditanamkan pada sektor industri dan ironisnya sebagian besar investasi yang dibenamkan pada industri menengah dan besar manufaktur. Meningkatnya sektor industri ini telah menyumbangkan porsi dampak kerusakan ekologi yang ditimbulkan dari perambahan hutan, kegiatan penambangan illegal, lalu lintas kapal di perairan yang semakin padat dan polusi/erriulsi gas yang semakin meningkat. Di sisi lain, keberadaan Pulau Batam sebagai kawasan industri, yang semula diharapkan dapat mendorong aktifitas industri hilir dan kezerkaita:i dengan bahan baku lokal, tidak terealisir, Karelia sebagian besar industri yang berkembang di Pulau Batam bersifat "foot loose" sehingga hanya memberi nilai tambah yang sangat kecil, khususnya di bidang tenaga kerja yang murah. Kedudukan Pulau Batam sebagai bounded area, juga tidak memberikan nilai tambah pada sistem perdagangan lokal, karena semua lalu lintas perdagangan masih harus rnelewati Singapura, dengan diikungan armada pelayaran luar negeri. Di bidang pengernbangan pariwisata, ternyata yang berkembang hanya arus wisatawan dari penduduk Singapura ke Batam dengan volume spending sangat kecil serta waktu tinggal maksimum dua hari.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adenira Hargianintya
Abstrak :

Wilayah pesisir permukiman nelayan Muara Angke, Jakarta Utara merupakan wilayah yang berpotensi mengalami krisis air bersih. Hal ini dikarenakan terbatasnya jaringan air bersih perpipaan, disertai dengan kualitas air tanah yang buruk akibat telah terintrusi air laut. Dalam situasi ini, air hujan dapat menjadi alternatif sumber air bersih untuk pemenuhan kebutuhan air rumah tangga di wilayah tersebut. Namun, penerapan Sistem Pemanen Air Hujan (SPAH) di permukiman nelayan Muara Angke belum menjadi prioritas. Karenanya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan dan pasokan air bersih saat ini, menganalisis potensi air hujan, merancang SPAH yang sesuai, dan menganalisis modal sosial serta partisipasi dalam pembangunan SPAH. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara, pengadaan Forum Group Discussion, dan sosialisasi pada penduduk setempat. Analisis pada penelitian ini dengan metode analisis matematis, deskriptif, dan multidimensional scaling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggunakan 3 sumber air, yaitu air jerigen, air tanah, dan air galon untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya pengeluaran penduduk untuk membeli air memiliki porsi yang tinggi, yaitu sebesar 23% dari penghasilan penduduk per bulan. Volume air hujan dapat memenuhi 56% dari total kebutuhan air 2 KK untuk keperluan mandi-kakus-wudhu, dan dapat memenuhi 40% dari total kebutuhan 20 orang penduduk untuk keperluan wudhu. Kualitas air hujan memenuhi standar baku mutu air bersih Permenkes No. 32 tahun 2017. Rancangan SPAH yang sesuai adalah sistem tipe komunal (Tangki 8000 L) dan dibangun di fasilitas umum Mushola RT 10 RW 22. Rancangan ini dapat menghemat 19% (Rp 117.495) dari rata-rata biaya pembelian air 2 KK per bulan dan dapat menghemat 36% (Rp 736.833) dari biaya pembelian air mushola per bulan. Nilai BCR dari proyek ini adalah 2.40 > 1. Pembangunan SPAH komunal dapat memicu bekerjanya modal sosial struktural untuk mengelola air secara terorganisir dan keberlanjutan SPAH sangat bergantung pada partisipasi masyarakat.

 


The fisheries settlement of Muara Angke, North Jakarta is an area that has the potential to experience a water scarcity due to limited piped water network and accompanied by poor groundwater quality. In this situation, rainwater can be an alternative water source to fulfill water needs in this area. However, the implementation of Rainwater Harvesting (RWH) in Muara Angke has not been a priority. Therefore, the purpose of this study is to analyze the current water needs and supply of clean water, analyze the potential of rainwater, design an appropriate RWH, and analyze social capital and participation in RWH development. Data collection in this study was carried out by distributing questionnaires, interviewing, conducting Forum Group Discussion, and Socialization to residents. The analysis in this study are with mathematical analysis method, descriptive, and multidimensional scaling. The result showed that the population used 3 types of water source, namely tank water, groundwater, and gallon water. The expenditure to buy water has a high portion, which is 23% of the population’s income per month. The volume of rainwater can meet 56% of the total water needs two households for bathing, toilet, ablution, and can reach 40% of the overall needs of 20 residents for the needs of ablution. Rainwater quality meets clean water quality standards of Minister of Health Regulation No. 32 year 2017. The appropriate RWH design is a communal type system (Tank 8000 L) and was built in public facilities of Mushola RT 10 RW 22. The model can save 19% (IDR 117.495) from the average cost of purchasing two household water per month and can save 36% (IDR 736.833) of the water cost in Mushola per month. The BCR value of this project is 2.40 > 1. The construction of communal RWH can trigger the operation of structural social capital to manage water in an organized manner, and the sustainability of RWH is highly dependent on community participation.

 

2019
T55363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Oktaviani
Abstrak :
Tujuan tesis ini dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kuantitatif dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian dilaksanakan dengan cara menyebar kuesioner kepada para “expert” sebanyak 12 responden yang terdiri dari pelaksana kebijakan, pemerhati kebijakan dan dianggap paling tahu permasalahan kegiatan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun.

Fokus penelitian ini adalah memberikan penilaian pada bobot stakeholder dan kriteria proyek yang telah disusun secara sistematis dalam suatu hirarkis melalui skala perbandingan. Stakeholder yang menjadi pemerhati pelaksanaan pengembangan kawasan pesisir terdiri dari : DPRD, LSM, Asosiasi Kelompok Nelayan, Media Massa dan Dosen, Kriteria evaluasi dalam pengembangan kawasan pesisir yaitu : Efektifitas, Efisiensi dan Responsivitas dengan Objek kriteria untuk melihat evaluasi terdiri dari : Input, Output dan Benefits. Adapun proyek yang menjadi fokus dalam pelaksanaan pengembangan kawasan pesisir adalah : Coastal Road, Pemukiman Nelayan Sei. Ayam, dan Pengembangan Kawasan Mangrove.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Karimun lebih menonjol pada sisi stakeholder Media Massa, hal tersebut ditunjukan dengan bobot prioritas tertinggi dalam analisis (0,236) dibandingkan dengan 4 stakeholder lainnya. Secara umum pada setiap stakeholder kebijakan, kriteri efektifitas merupakan kriteria yang paling penting dalam pelaksanaan kebijakan. Objek kriteria pada kriteria evaluasi yang paling penting dan mendapatkan bobot tertinggi yaitu benefits dengan bobot (0,559). Hasil sintesa hirarki dan analisis keseluruhan menunjukan bahwa rekomendasi alternatif proyek yang disarankan di masa yang akan datang adalah pelaksanaan proyek Coastal Road dengan bobot tertinggi sebanyak 0,529. ...... The aim of this thesis to evaluate the development of coastal policy in the Karimun Regency. This research was conducted by quantitative methods approach Analytical Hierarchy Process (AHP). The research was conducted by way of questionnaires to spread the "expert" as many as 12 respondents consisting of policy implementation, and policy observers deemed most problems of coastal development activities in Karimun Regency.

This research focused an assess project focus and criteria which sistematically arranged in a hierarchy with pairwise comparison. Stakeholders become observers of the implementation of coastal development consists of: Parliament, NGOs, Association of Fishermen Group, Mass Media and Lecturers, the evaluation criteria in the development of coastal areas, namely: effectiveness, efficiency and responsiveness of the attractions to see evaluation criteria consists of: Input, Output and Benefits. The project was the focus in the implementation of the development of coastal areas are: Coastal Road, Settlement Fishermen Sei. Chicken and Mangrove Area Development.

The results showed that the policy of coastal development in the District Karimun more prevalent in the mass media stakeholders, it is indicated by the weight of the highest priorities in the analysis (0.236) compared with 4 other stakeholders. In general, at each stakeholder policy, kriteri effectiveness is the most important criterion in the implementation of the policy. Attractions on the criteria most important evaluation criteria and get the benefits with the highest weight is the weight (0.559). The synthesis and analysis of the overall hierarchy shows that the recommended project alternative recommendations in the days to come is the implementation of the Coastal Road project with the highest weight as much as 0.529.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T33193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Layosibana Akhirun
Abstrak :
Kendari sebagai daerah otonom dituntut harus mampu memenuhi kebutuhan air bersihnya sendiri. Dalam kewajiban pemenuhan air bersih untuk masyarakat melimpahkan tanggung jawab tersebut kepada PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). PDAM Kota Kendari sebagai penyedia air bersih tidak mampu mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Kota Kendari, Tahun 2021 Cakupan layanan air bersih yang dibuat Pemerintah Kota Kendari melalui sistem perpipaan dan sistem non perpipaan hanya 35,80 %. Selain itu target dari Sustainable Development Goals (SDG’s) bahwa pada tahun 2030 diharapkan akan mencapai akses air minum yang merata dan adil yang serta terjangkau bagi semua orang. Air bersih sangat erat kaitanya dengan kondisi stunting di suatu daerah. Bila pada masyarakat mengalami kekurangan air atau kualitas airnya buruk akan menjadi sebab terjadinya stunting. Tujuan penelitian yaitu menganalisis karakteristik pemenuhan air bersih, serta pengaruh kualitas fisik air bersih terhadap kondisi stunting juga menganalisis kerangka kebijakan pemerintah Kota Kendari terhadap pemenuhan air bersih pada masyarakat kumuh di kawasan pesisir Kota Kendari. Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan (mixed methods) antara kuantitatif dan kualitatif dengan memakai analisis deksriptif, tabulasi silang dan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukan Pemerintah Kota Kendari hanya mampu menjangkau 63,9 % dan mencukupi 54,6 % kebutuhan air bersih sesuai standar 60 liter/hari/orang pada masyarakat kumuh pesisir Kota Kendari. Seluruh masyarakat kumuh di kawasan pesisir Kota Kendari termasuk dalam kategori mahal dalam proses memenuhi air bersihnya. Daerah yang sumber air minum utamanya dari sumur gali, dan sumur bor memiliki lebih banyak balita pendek dan balita kurus dibanding jenis sumber air lainnya. Kerangka kebijakan pemerintah Kota Kendari dalam memenuhi air bersih masyarakat kumuh memiliki kerangka alur yang sebagai berikut : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) atau Rencana Pembangunan Daerah (RPD dan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM). ......Kendari as an autonomous region is required to be able to fulfill its own clean water needs. In the obligation to fulfill clean water for the community, delegate the responsibility to PDAM (Local Water Company). PDAM Kendari City as a provider of clean water is not able to meet the community's clean water needs. In the Kendari City Regional Development Plan (RPD), in 2021 the coverage of clean water services made by the Kendari City Government through the piping system and non-piping system is only 35.80%. In addition, the target of the Sustainable Development Goals (SDG's) is that by 2030 it is expected to achieve equitable and fair access to drinking water that is affordable for everyone. Clean water is closely related to stunting conditions in an area. If the community experiences water shortages or poor water quality, it will be the cause of stunting. The purpose of this study is to analyze the characteristics of clean water supply, as well as the effect of physical quality of clean water on stunting conditions, as well as to analyze the policy framework of the Kendari City government towards the fulfillment of clean water in slum communities in the coastal area of Kendari City. This study uses a combined approach (mixed methods) between quantitative and qualitative by using descriptive analysis, cross tabulation and policy analysis. The results showed that the Kendari City Government was only able to reach 63.9% and fulfill 54.6% of the clean water needs according to the standard of 60 liters/day/person in the coastal slum communities of Kendari City. All slum communities in the coastal area of Kendari City are included in the expensive category in the process of meeting their clean water. Areas where the main source of drinking water comes from dug wells and drilled wells have more stunted and underweight children than other types of water sources. The Kendari City government's policy framework in meeting clean water for slum communities has the following flow framework: Regional Long-Term Development Plan (RPJP), Regional Medium-Term Development Plan (RPJMD) or Regional Development Plan (RPD and Master Plan for Drinking Water Supply System (RISPAM).
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ibnu Riza
Abstrak :
Batang Regency as the northern coastal area of Java islandexperiences a problem of land use management that has not been optimal so that there is a need for analysis of land use development in the coastal area of Batang Regency. The purpose of this study is to examine the direction of land use development in coastal areas of Batang Regency with spatial analysis. This research method implementsquantitative approach while the analytical techniqueis spatial analysis. Spatial analysis is performed to identify land use of thecoastal area in Batang Regency. The study scope of coastal areasis based on administrative subdistricts located along the coast of Batang Regency. This research utilizes Spot satellite image year 2015 with the map of regionalspatial pattern plan of Batang Regency in 20112031. The spatial analysis result of land use developmentinBatang Regency’s coastal area includes the suitable category of 18.130,65 (56,32%) while the unsuitable category is 14.059,44 (43,68%). Batang Sub-district’s suitable category is 1.214,03 ha, while the unsuitable category is 2.220,51 ha. Kandeman Sub-district’s suitable category is 1.565.02 ha, while the unsuitable category is 2.610,65 ha. TulisSub-district’ssuitablecategory is 2.452,98 ha, while the unsuitable category is 2.055,80 ha. Subah Sub-district’ssuitablecategory is 5.381,89 ha, while the unsuitable category is 2.970,28 ha. Banyuputih Sub-district’s suitable category is 2.314,61 ha, while the unsuitable category is 2.127,89 ha. Gringsing Subdistrict’s suitablecategory is 5.202,12 ha, while the unsuitable categoryis 2.074,31 ha.The conclusion of land use planning development for Batang and Kandeman Sub-districts is that there are still a lot of lands designated for residential development. Subah Sub-district is for fisheries development while Tulis, Banyuputih, and Gringsing Sub-districts are for industrial development.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2020
330 BAP 3:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yustaf Hilmi
Abstrak :
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai pantai yang sangat panjang dengan segala potensi yang melingkupinya. Dalam perspektif ketahanan nasional pantai merupakan garis pertahanan darat yang terdepan dalam menghadapi segala macam invasi dari luar. Penduduk pesisir yang mendiami pantai-pantai yang ada mempunyai potensi, baik potensi pendukung maupun penghambat dalam membina keamanan lingkungan yang akhirnya mewujudkan ketahanan nasional. Potensi pendukung yang ada pada masyarakat pesisir adalah potensi kelembagaan masyarakat yang ada baik formal maupun informal, baik kelembagaan profesi maupun kelembagaan sosial biasa dan lain-lain yang mendukung upaya pembinaan keamanan lingkungan. Potensi penghambat adalah berbagai persaingan dan konflik baik di tingkat keluarga maupun masyarakat yang dapat memicu goyahnya keamanan lingkungan. Ketrampilan dan keahlian nelayan di Muara Angke, dilihat secara perorangan dan kelompok. Secara perorangan, profil seorang nelayan masih berkutat pada rendahnya tingkat pendidikan formal yang ditempuh. Akibatnya, eksplorasi sumber daya kelautan masih dilakukan secara subsisten, dan menjadikan keluarga sebagai basis produksi. Secara kelompok, organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada tidak mampu mewadahi aspirasi nelayan, dan memperbaiki posisi tawar yang lebih tinggi untuk memperoleh akses ke berbagai sumber, baik permodalan, maupun kekuasaan. Masyarakat nelayan di Muara Angke mengembangkan berbagai lembaga sosial berdasarkan kepentingan yang dimiliki dengan mendasarkan pada profesi, kesukuan dan keagamaan. Kelembagaan sosial yang berdasarkan atas profesi berfungsi mewadahi para nelayan yang mempunyai kesamaan komoditi yang dieksplorasi dan alat-alat yang digunakan. Kelembagaan sosial berdasarkan. kesukuan berfungsi mewadahi para nelayan yang mempunyai kesamaan asal muasal dan melestarikan berbagai tradisi yang berasal dari daerahnya, seperti nadran atau pesta laut. Menghadapi berbagai tantangan, sebagian besar nelayan di Muara Angke memiliki posisi yang kurang menguntungkan. Posisi tawar ini mengakibatkan mereka melakukan berbagai adaptasi, dengan menghindari permasalahan atau dengan mencari berbagai alternatif dan melakukan berbagai kompromi. Contohnya, nelayan yang belum mampu atau bisa mendapatkan perumahan, berusaha mendekatkan domisilinya kelokasi produksi dengan membuat rumah/gubuk liar.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri
Abstrak :
Kondisi geologis wilayah pesisir Kota Bandar Lampung yang merupakan kawasan rawan tsunami, dengan pertumbuhan penduduk yang semakin berkembang, maka lahan terbangun akan semakin berkembang pula. Hal ini dapat meningkatkan risiko terhadap bencana tsunami sebagai bencana yang sulit diprediksi kedatangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model dinamika spasial untuk wilayah rawan tsunami di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung menggunakan metode Cellular Automata-Markov Chains (CA-MC). Metode CA-MC digunakan untuk memprediksi perkembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung tahun 2041 sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung tahun 2021-2041 berdasarkan faktor penggerak yang diberikan kepada model, yaitu kemiringan lereng, jarak dari garis pantai, dan jarak dari jalan. Hasil pemodelan akan di-overlay menggunakan wilayah rawan tsunami berdasarkan perhitungan matematis yang dikembangkan Berryman (2006). Hasilnya menunjukkan bahwa lahan terbangun terdampak tsunami pada tahun 2022 – 2041 di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan luasan lahan terbangun terdampak tsunami pada RTRW lebih besar dibandingkan hasil pemodelan tahun 2041. ......The geological conditions of the coastal area of Bandar Lampung City, which is a tsunami-prone region, coupled with the growing population, will lead to the expansion of built-up land. This can increase the risk of tsunamis as they are difficult to predict. This research aims to analyze a spatial dynamics model for tsunami-prone areas in the coastal region of Bandar Lampung City using the Cellular Automata-Markov Chains (CA-MC) method. The CA-MC method is used to predict land use development in the coastal area of Bandar Lampung City in 2041, based on the driving factors given to the model, which are slope, distance from the coastline, and distance from roads. The modeling results will be overlaid with tsunami-prone areas based on mathematical calculations developed by Berryman (2006). The results show that the built-up land affected by tsunamis in the coastal area of Bandar Lampung City will significantly increase from 2022 to 2041, and the extent of built-up land affected by tsunamis in the Regional Spatial Plan (RTRW) is even larger than the modeling results for 2041.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tree farming such as coconut, cocoa, cocoa, coffee, rubber and rambutan was dominant in the west coast of Aceh prior to tsunami. The farming is not only important for sustainable livelihood, but also for superior environmental protection...
630 IJAS 10:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudibjo
Abstrak :
ABSTRAK Hal yang mendasari penelitian ini bahwa secara holistik, pertambahan penduduk dan aktivitas manusia telah mendorong menurunnya kualitas lingkungan. Laju pertambahan penduduk merupakan masalah pokok dalam perkembangan permukiman yang menuntut peningkatan kebutuhan akan tersedianya air bersih sebagai sumber kehidupan. Sedangkan perumahan ataupun bangunan sebagai sarana untuk berlindung atau melakukan kegiatan lain. Di samping itu perilaku masyarakat juga ikut menentukan terhadap kualitas lingkungan. Perkembangan permukiman menunjukkan bahwa antara luasan bangunan dan liputan bangunan (building coverage) sebagai permukiman tidak sebanding dengan kemampuan ketersediaan air bersih dalam mensuplai akan kebutuhan yang diperlukan. Sejauh ini kawasan pariwisata pantai Pangandaran dalam perkembangannya mempunyai potensi untuk dapat menarik wisatawan dan pertambahan penduduk. Daya tarik lingkungan pantai kawasan pariwisata ini cenderung dieksploitasi secara berlebihan (over exploited) bila tidak dikendalikan secara terencana dan hati-hati. Indikasi adanya eksploitasi lingkungan secara tidak terencana terlihat dengan banyaknya pembangunan sarana akomodasi pariwisata. Implikasi dari kenyataan tersebut merupakan perlakuan terhadap keseimbangan ekologis tata air menjadi tidak terkontrol. Oleh karena itu, perkembangan permukiman daerah Pangandaran merupakan konsekuensi logis dari pembangunan. Perkembangan permukiman kawasan Pangandaran akan cenderung mengarah kepada skala kota sebagai tantangan dan permasalahan pembangunan. Dari uraian tersebut timbul suatu permasalahan, khususnya berkaitan dengan informasi tentang daya dukung air tanah serta penataan permukiman di samping kondisi perilaku masyarakatnya. Oleh karena itu diperlukan suatu penilaian terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Selanjutnya mengkonversikan ' kuantitas air tanah terhadap kebutuhan ruang dari jumlah penduduk, dan bagaimana hubungannya kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat. Tujuan penelitian adalah: 1) untuk mengetahui daya dukung dalam hal kuantitas dan kualitas air tanah; 2) untuk mengukur kebutuhan ruang, dalam hal ini jumlah luas bangunan berdasarkan kuantitas air tanah; 3) untuk mengidentifikasi perilaku masyarakat dalam pelestarian lingkungan air tanah. Jenis data yang diperlukan adalah data fisik dan data sosial. Data fisik untuk kuantitas air tanah dilakukan dengan uji pemompaan atau pemulihan Theis (Theis Recovery) dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorded (AWLR) dan pengeboran dengan Auger Hole. vntuk kualitas air tanah dilakukan analisis laboratorium. Data sosial dilakukan dengan random sampling. Besarnya sampel adalah sebesar 225 responden. Adapun populasi diambil dari proporsi 3 (tiga) registrasi desa yang merupakan kawasan pariwisata yaitu Desa Pangandaran, Desa Pananjung, dan Desa Babakan. Dalam analisis data sosial, untuk melihat adanya korelasi antara kondisi air tanah dengan perilaku masyarakat digunakan metode regresi berganda. Kesimpulan umum hasil penelitian ini adalah; kawasan pariwisata Pangandaran saat ini masih terjaga kondisi lingkungan air tanahnya, walaupun tingkat kesadaran masyarakatnya terhadap lingkungan relatif masih rendah. Namun demikian pada tahun mendatang ± 2018 perlu diantisipasi kondisi air tanahnya, dengan memperhatikan tingkat kedatangan wisatawan dan pertumbuhan penduduk yang mungkin terjadi. Secara parsial dapat disimpulkan bahwa: 1) Kawasan pariwisata pantai Pangandaran menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe A. Dengan kata lain, daerah penelitian tidak pernah terjadi periode bulan kering; 2) Klasifikasi nilai infiltrasi 80,4 mm/jam, menurut Richard dan Cossens > 53 mm/jam (tingkat infiltrasi sangat tinggi) daerah penelitian merupakan daerah umpan (recharge area) yang sangat baik; 3) Umpan air tanah yang berasal dari air hujan sebesar 4.304.995 m3/tahun. Selain dari air hujan, air tanah daerah penelitian berasal dari daerah di atasnya; 4) Pengukuran air tanah dengan metode pemulihan Theis (Theis Recovery Method) dan metode lobang pengeboran (Auger Hole Method) menghasilkan debit air tanah maksimum sebesar 57.693,40 m3/hari, sedangkan debit optimum sebesar 40.385,38 m3/hari. Adapun setiap Ha adalah sebesar 32,7 m3/hari; 5) Debit air tanah selama' kurun waktu 12 tahun terjadi penurunan setiap Ha sebesar 0,13 m3/hari; 6) Mengambil sampel wawancara dari penduduk sebesar 225 orang dapat dihasilkan pemakaian air per orang sebesar 115,65 1/hari. Adapun terhadap pengunjung dengan sampel sejumlah 25 orang atau 20% dari pengunjung rata-rata yang menginap per hari adalah sebesar 109,57 1/hari; 7) Berdasarkan debit air tanah optimal dan pemakaian air orang per hari dapat dihasilkan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sebesar 349.112 orang; 8) Kualitas air tanah secara umum memenuhi syarat sebagai air minum. Masuknya air laut ke daratan (water intrusion) pada daerah penelitian dengan menggunakan metode Ghyben-Herzberg sampai saat ini belum terjadi. Semakin jauh dari pantai, semakin dalam posisi garis singgung antara air tanah tawar dengan air tanah asin (interface). Pada jarak 500 m dari pantai kedalaman interface berkisar 10 m, sehingga dapat dipastikan untuk tidak mengambil air tanah melebihi kedalaman 10 m pada jarak tersebut; 9) Dengan pengguna air tanah pada lokasi penelitian sejumlah 349.112 orang, dibutuhkan ruang untuk bangunan maksimum sebesar 29.674.520 m2. Sedang dengan liputan bangunan {Building Coverage) sebesar 40% di dapat jumlah lantai sejumlah 4 (empat) lantai dengan koefisien lantai bangunan (Floor Area Ratio/ FAR) sebesar 0,4 untuk bangunan perumahan permukiman dan 0,63 untuk bangunan hotel; 10) Perilaku masyarakat kawasan pariwisata Pangandaran dapat memperburuk kuantitas dan kualitas air tanah, dengan kata lain perkembangan permukiman di kawasan tersebut mampu mempengaruhi air tanah; 11) Sebagian besar kepedulian masyarakat di kawasan pariwisata Pangandaran terhadap lingkungan "relatif rendah". Hal ini terbukti bahwa hanya sebanyak 38% yang membuang sampah ditempat sampah sedang sisanya dengan cara lain. Adapun untuk limbah cair hanya 30% yang membuat septic tank dengan peresapan sedang sisanya dengan cara lain.
ABSTRACT The basis of this research is that holistically the population increase and human activities have caused deterioration of the environment quality. The rate of population increase is a major problem in settlement development, which demand an increase in water availability as a means for protection and performing other activities. Besides, the community behavior also determines the environment quality. The settlement development indicates that it is not balanced between building area and building coverage with ability to provide to clean water in order to supply the needs. So, far, the tourism area of Pangandaran beach in its development has a potential to attract tourists and population increase. The tourism beach area attractiveness tend to be overexploited if it' is not controlled with a well planned and coutious activities. The indication that there is environment exploitation can be seen in various tourism accommodation facilities development. The implication of the fact is a treatment of water system ecological equilibrium which is not control. Therefore, the settlement development in Pangandaran area is a logical consequence of the development. The Pangandaran area settlement development tends toward a city scale as a challenge and development problem. From the above description there is one problem, especially those related with information regarding the ground water support capability and settlement arrangement, beside the community behavior condition. Therefore, an appraisal of quality and quantity of ground water is needed. Then how to convert the ground water quality to demand for space due to population increase, what is the relationship between ground water condition and the community behavior. The purpose of the research is 1) to recognize the support capability in terms of quantity and quality of, ground water; 2) to measure the demand for space, in this case the building area based on the ground water; 3) to identify the community behavior in conservation of the ground water environment. The type of data needed is physical data and social data. In order to obtain the physical data for the ground water quantity, a Theis Recovery pumping test is performed by using AWLR (Automatic Water Level Recorder) and boring with Auger Hole. In order to obtain the ground water quality a laboratories analysis is performed. 'The social data is obtained by random sampling. The number of sample is estimated around 225 respondents. While the population is taken proportionately from 3 registration villages which include in the tourism area that is Pangandaran, Pananjung and Babakan. In analysis of the social data in order to see the corelationship between the ground water condition and the community behavior we use a multiple regression method. The general conclusion of the research is that : the ground water environment condition of Pangandaran tourism area currently is still well maintained, even though the community awareness toward the environment is still relatively low. However, in the next 2018 the ground water condition should be anticipated, by considering the tourists flow and the possible population increase. Partially it can be concluded that: 1) The Tourism area of Pangandaran beach according to Schmidt and Ferguson includes in type A area. In other words, in the research area never happened a dry month period; 2) The infiltration value classification is 80.4 mm/hour, according to Richard and Cossens > 53 mm/hour (the infiltration rate is very high). The researched area is a very good recharge area. 3)' The recharge area which results from rainfall which is 4,304,995 m3/year. Beside the rainfall, the ground water of the researched area results from the above area; 4) The ground water measurement with Theis Recovery Method and Auger Hole Method produce the ground water discharge of maximum 57,693.40 m3/day, and so the optimum water discharge is 40,385.38 m3/day. While each hectare of the maximum water discharge is 32.7 m3/day; 5) The ground water discharge during the 12 years period decrease 0.13 m3/day for each Ha; 6) Having taken interview samples from 225 population the water consumption is 115.65 1/day. While sampling on 25 visitors or 20% of the average visitors that stay overnight, the water consumption is 109.57 1/day; 7) Based on optimum the ground water discharge and individual daily water consumption, the supporting capability is 349,112 people; 8) The ground water quality in general satisfies as drink water. The water intrusion from the sea in the researched area by using the Ghyben-Herzberg method until now has not occurred. The farther from the coast area, the deeper the position of the tangential point between the fresh ground water and the salt ground water (interface). At a distance of 500 m from the coast area, the interface is about 10 in, that it can be certain that it is not allowed to take the ground water at a distance greater than 10m; 9) With the supporting capability of 349,112 people, the space building needed is 29,674,520 m2. With Building Coverage 40% we found out the stories is 4 with Floor Area Ratio of 0.4 for housing building and 0.63 for hotel building; 10) The behavior of the community in the Pangandaran tourism area can deteriorate the quantity and quality of the ground water; 11) The concern of the people in the Pangandaran tourism area toward the environment is "relatively low". This turns out that only 38% of the people that pitch the garbage in its place while the rest pitch in other place. While for liquid waste is only 30% which make the septic tank including infiltration while the rest pitch in other ways. Pages : xxiii Introduction, 141 Contents, 29 Tables, 9 Figures, 56 Appendics.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnani
Abstrak :
Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai sikius nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, sehingga ekosistem mangrove dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai. Beberapa tahun belakangan inl luasan hutan mangrove di Pulau Muna semakin berkurang, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tambak disamping eksploitasi kayu mangrove untuk berbagai peruntukan. Kekayaan alam yang terkandung di wilayah pesisir telah dimanfaatkan secara intensif memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Karena pada dasarnya tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memelihara dan meningkatkan kondisi sumberdaya alam yang menjadi pendukung kehidupan bagi masyarakat. Tetapi karena sifat sumberdaya ini yang open access, maka eksploitasi sumberdaya lebih banyak memberikan keuntungan kepada individu yang memiliki modal. Masyarakat nelayan di Kabupaten Muna adalah masyarakat nelayan dengan pendapatan yang relatif rendah, yang hidupnya sangat tergantung dari pemanfaatan sumberdaya di sekitamya. Belakangan, pekerjaan nelayan ini tidak lagi memberikan jaminan bagi kelangsungan hidup mereka secara layak karena dominasi pemodal tersebut. Alih fungsi yang dilakukan secara berlebihan disebabkan karena tidak adanya nilai fungsional yang memadai terhadap sumberdaya, sehingga nilai total sumberdaya menjadi berkurang. Nilai fungsional ini dapat berupa barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh sumberdaya. Selanjutnya, karena nilai-nilai fungsional sumberdaya seperti halnya ekosistem mangrove, tidak mempunyai harga pasar yang dikembangkan maka konsekuensinya nilai total sumberdaya tersebut kurang dihargai. Upaya pengelolaan pesisir yang terpadu memerlukan kerjasama berbagai stakeholder mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi hasil perogram yang didasarkan pada suatu prinsip berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu alat (tool) yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan segenap kebijakan secara tepat dan tidak memerlukan waktu yang lama. Alat yang dimaksud adalah Decision Support System. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan ekologi ekosistem mangrove di Pulau Muna Barat Laut? 2. Bagaimana manfaat ekologi, ekonomi dan sosial yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove? 3. Bagaimana mengarahkan pemanfaatan ekosistem mangrove ke arah pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan? Tujuan utama penelitian ini membangun suatu Decision Support System berdasarkan pemanfaatan sumberdaya mangrove yang sekarang berlangsung di Pulau Muna. Selanjutnya diharapkan akan diperoleh suatu model kebijakan yang dapat memanfaatkan sumberdaya mangrove secara berkelanjutan. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang menggambarkan pole pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove dan dampaknya terhadap ketersediaan sumberdaya mangrove. Pendekatan yang dilakukan adalah gabungan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian ex post facto dan survey. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah digunakan pendekatan secara deskriptif berdasarkan output simulasi model. Pendekatan analisis ini dilakukan untuk melihat kecenderungan pola pemanfaatan sumberdaya mangrove yang ada di lokasi penelitian serta memprediksi trend yang dapat dihasilkan selama tahun simulasi yaitu 50 tahun (1997-2047). DSS pada dasarnya adalah alat yang membantu pengambil keputusan dalam menetapkan keputusan, dalam hal ini yang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat pada daerah pesisir. Sistem ini menggunakan komputer sebagai motor penggeraknya dan memiliki sifat interaktif. DSS terdiri atas tiga bagian, yaitu subsistem data, model, dan dialog. Subsistem data memuat data yang diperoleh, balk data primer maupun data sekunder. Subsistem model, memodelkan data yang berasal dari subsistem data. Pendekatan model dilakukan untuk melihat interdependensi antara ekonomi, ekologi dan sosial pada suatu bentuk pengelolaan sumberdaya ekosistem mangrove. Permodelan ini menggunakan software Powersim, untuk merancang hubungan causal loop antar komponen dalam sistem yang ditelaah. Berdasarkan kondisi eksisting wilayah penelitian, maka dibuat hubungan sebab akibat variabelvariabel penyusun sistem. Selanjutnya adalah subsistem dialog adalah user interface yang memungkinkan pengguna dapat memanfaatkan informasi dari sistem yang dibangun. Berdasarkan simulasi model pemanfaatan sumberdaya mangrove, ditetapkan kebijakan dengan skenario: Menambah luasan mangrove dengan penanaman kembali lahan terbuka dan pengurangan sebagian tambak maupun penurunan tingkat pengambilan kayu mangrove. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Keadaan ekologi ekosistem mangrove di Pulau Muna Barat Laut masih baik. 2. Manfaat ekologi dari pemanfaatan ekosistem mangrove dapat diketahui berdasarkan hasil simulasi, jika pola pemanfaatan dipertahankan seperti saat ini, maka nilai ekologi akan menurun dengan berjalannya waktu. Manfaat sosial ekonomi yang diperoleh dengan pola pemanfaatan yang dijalankan saat ini, nilai ekonomi yang diperoleh sangat dominan namun ada tahun dimana manfaat ekonomi yang diperoleh adalah negatif. Untuk mengarahkan pemanfaatan ekosistem mangrove ke arah pengelolaan pantai yang berkelanjutan dapat diakomodir dengan membangun suatu Decision Support System dalam pengelolaan sumberdaya mangrove. DSS yang dibangun berdasarkan model simulasi dapat memberikan arahan kebijakan yang memungkinkan dilakukannya pemanfaatan yang berkelanjutan dan dapat membawa manfaat ekologi, ekonomi, dan social untuk jangka panjang.
Mangrove ecosystem is characterized as a region having fast nutrition cycles and high productivity. Mangrove ecosystem is considered as nutrition source for continuities of energy that much aquatic biota need. In the recent years, the width of mangrove forest in Muna Island was decreased, because of mangrove conversion to be fishpond, besides woods exploitation for many kinds of allocation. Natural resources abundant in coastal area, which have been used intensively, contribute to the community prosperity. Basically, the aim of coastal resources management is to increase community prosperity and protect natural resources, which support human living. Because of its characteristics as open access resources, the exploitation of natural resources is only beneficial for individual having capital. Fisherman in Muna Island is community with relatively low income, their life depends on resources around them. Lately, their income as fisherman doesn't guarantee their living any more because the domination of capitalist. Conservation which is done excessively due to improper functional value added to natural resources, cause total value of natural resources decreases. This functional value may be in the form of goods and environmental services. Furthermore, because functional values of resources as well as mangrove ecosystem do not have market price, the consequence is total values of resources become worth less. An integrated effort of coastal management needs cooperation with many stakeholders from the process of planning, implementation, and evaluation program, which is based on sustainable principle. There for, It needs a tool to help decision makers to determine brief and concise policy. This tool is Decision Support System. According to explanation above, the problem or research are formulated as follows: 1. How is the condition of mangrove ecological ecosystem in North West of Muna Island? 2. How is the benefit of ecological, social, and economics acquired resources of mangrove ecosystem? 3. How to direct utilization of mangrove ecosystem toward sustainable resources management? The aim of this research is to build the Decision Support System based on utilization mangrove resource existing in Muna Island. Furthermore the result is expected to find policy model that can utilize mangrove resource in sustainable way. This is descriptive research, which describes utilization mangrove ecosystem resources pattern and its impact on stock resources. This research also uses combination between qualitative and quantitative approach. Ex post facto and survey method are used in this research. The data is primer and secondary data. The analysis approach to solve the problem is descriptive approach, based on the output of simulation model. This analysis is done to get to know the tendency the mangrove resources utilization pattern in the location of research and predict resulted trend for 50 years simulation (1997-2047). Basically, DSS is a tool to help decision maker to determine decision in connection with the problems in coastal zone. This system uses computer as a main power, which has interactive character. It consists of three parts: data subsystem, model subsystem and dialog subsystem. Data subsystem accommodates primer and secondary data. Model subsystem models from data subsystem. Model approach is made to know interdependency among economic, ecologic and social on mangrove ecosystem resources management forms. This case we use Powersim software, to design causal loop among components on this system. Based on location of existing research are make variable system arrangement that build the system. The step is next, dialog subsystem which is user interface to use information from the system. Based on mangrove resources simulation model, policy is determined as follow: Adding the width of mangrove area by replanting or rehabilitating open area and decreasing part of fishpond and also declining exploitation of mangrove woods. The results of this research are: 1. Ecology of mangrove ecosystem in North West Muna is still in good condition. 2. Ecological benefit from using mangrove ecosystem resources can be seen from simulation model result. If exploitation pattern remains constant, ecological value will be decreasing over time. Social and economic benefit, acquired through this kind of exploitation pattern, makes the economical is value dominant, but there are years where economic benefit is negative. 3. To direct utilization of mangrove ecosystem toward sustainable coastal-zoned management, can use DSS on mangrove resources management. DSS is build based on simulation model that can direct policy to the possibility of sustainable exploitation, and also give added value ecologically, socially and economically for long term.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>