Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The bureaucracy which is considered qualified will indicate its human resource's capacity and professionalism,particulary for many civil servants who hold the current positions
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muchlis Agung
"ABSTRAK
Dalam rangka merealisasikan cita-cita nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tabun 1945 antara lain upaya negara untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa maka dilakukan pembangunan sumber daya manusia Indonesia agar menjadi suatu bangsa yang maju dan mampu menjadi bangsa yang mandiri melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi yang dilandasi oleh sikap mental kejuangan yang tinggi bagi kepentingan nasional yang menjadi kunci utama dari keberhasilan itu. Menyadari akan hal tersebut maka pemerintah bersama aparatnya bertekad untuk meningkatkan kualitas bangsa melalui pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas utama dalam Pembangunan Jangka Panjang II sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1993. ABRI sebagai bagian dari masyarakat, bangsa maupun negera Indonesia bertekad untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah tersebut melalui upaya pendayagunaan segenap prajurit dan PNS dalam kesatuan jajaran ABRI sehingga terwujud Postur ABRI yang Profesional, Efektif, Efisien dan Modern. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila masing-masing unsur personil yang terdiri dari prajurit dan PNS ABRI di kesatuan-kesatuan ABRI terutama di lingkungan kerja Seskoad mampu bekerja sama dan berprestasi secara optimal dan seimbang. Yang menjadi masalah pokok bahwa telah terjadi ketidakseimbangan prestasi kerja antara prajurit dengan PNS sehingga timbal kesenjangan kinerja atau performance gap yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang kurang sehat. Dari hasil penelitian di Seskoad yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara diperoleh hash yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif kuat sebesar 0,84 antara sikap dan perilaku prajurit ABRI dengan kinerja PNS."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of civil service reform orgent agenda in Indonesia for shortly been done is reform of civil servant candidates (CPNS) procuremen,remembering that it is the most deep critical thing in the entiraly of civil service management process
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Medelina Kusharwanti
"Peraturan perundangan yang mengatur tentang rekrutmen dan seleksi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ternyata belum mampu menjamin penegakan sistem merit dalam pelaksanaan rekrutmen dan seleksi PNS. Akibatnya pelaksanaan rekrutmen dan seleksi sampai saat ini terus menuai kritik karena kurang mengedepankan prinsip netralitas, persamaan, keadilan, dan kompetensi. Padahal pelaksanaan rekrutmen dan seleksi berdasar sistem merit merupakan langkah mendasar untuk memperbaiki kualitas PNS. Pertanyaannya adalah, bagaimana reformasi kebijakan rekrutmen dan seleksi dilaksanakan agar kualitas PNS dapat ditingkatkan.
Disertasi ini berisi paparan tentang analisis kebijakan di bidang rekrutmen dan seleksi PNS. Analisis kebijakan digunakan untuk menemukan akar permasalahan dan penyebab lemahnya penegakan sistem merit. Berdasarkan pemahaman atas permasalahan dan hambatan yang ada, diusulkan reformasi kebijakan di bidang rekrutmen dan seleksi untuk lima belas tahun kedepan. Untuk merancang reformasi kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS disertasi ini menggunakan pendekatan scenario planning . Scenario planning dipakai untuk mengetahui lingkungan kebijakan yang mungkin muncul di masa depan karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan politik (driving factors). Dengan menggunakan pendekatan analisis kebijakan dan scenario planning, reformasi kebijakan yang diusulkan tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan rekrutmen dan seleksi PNS yang muncul pada saat ini tetapi juga relevan untuk menjawab tantangan dan kondisi lingkungan kebijakan di masa depan. viii Untuk mencapai tujuan di atas maka penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mendeskripsikan dan melakukan analisis terhadap proses kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS yang ada di Indonesia. Tahap kedua adalah membangun skenario. Pada tahap ini dilakukan kelompok diskusi terfokus atau Focus Discussion Group (FGD) dengan para pakar. Tahap ketiga adalah merumuskan langkah-langkah reformasi kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS sesuai dengan skenario yang ada.
Hasil penelitian tahap pertama adalah bahwa proses kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS dihadapkan pada kuatnya campur tangan politik yang memunculkan persoalan rendahnya komitmen elit dalam menegakkan sistem merit, inkonsistensi kebijakan, kekaburan pembagian kewenangan antar lembaga yang terlibat, serta kurangnya sinkronisasi antara kebijakan makro dan mikro.
Hasil penelitian tahap kedua, berdasarkan diskusi para Pakar tentang faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpastian lingkungan kebijakan masa depan, dibangun empat skenario yaitu Meritokrasi, skenario Dalam Tekanan, skenario Tanpa Harapan dan skenario Berpeluang. Dari keempat skenario tersebut, skenario yang dipilih sebagai skenario 2008 ? 2023 adalah skenario Meritokrasi dan skenario Tanpa Harapan.
Pada tahap ketiga, berdasarkan dua skenario yang dipilih maka ditentukan langkah-langkah reformasi proses kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS. Pada skenario Meritokrasi yang memiliki dukungan politik kuat maka langkah reformasi yang membutuhkan keterbukaan politik seperti peningkatan transparansi dan akuntabilitas, pengurangan KKN, dan pembangunan netralitas pegawai dapat dilakukan. Gagasan untuk memiliki jajaran pegawai dengan standar kualitas yang tinggi degan menggunakan integrated system juga dapat direalisasikan. Kondisi ekonomi sosial yang baik dalam skenario Meritokrasi juga memungkinkan dilakukannya langkah perbaikan yang memerlukan dukungan keuangan seperti perencanaan pengadaan pegawai untuk lima tahun kedepan dan penggunaan teknologi. Pada skenario Tanpa Harapan, keadaan yang digambarkan sangat buruk akibat dukungan politik yang lemah dan kondisi sosial ekonomi yang tidak berkembang sehingga langkah reformasi bagi kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS menjadi sangat terbatas. Reformasi kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS harus dimulai dengan membangun kesepakatan elit untuk menegakkan sistem merit dalam rekrutmen dan seleksi PNS, menggalang dukungan politik (political support), di samping mempertegas kemauan politik atau political will dari para elit dan stakeholder. Kondisi ekonomi dan sosial yang terpuruk tidak memungkinkan bagi dilaksanakannya tindakan yang memerlukan biaya tinggi seperti pemanfaatan teknologi. Reformasi yang dilaksanakan hanya dapat diarahkan pada peningkatan effisiensi serta efektivitas kemampuan lembaga pelaksana. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa, reformasi kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS yang ada mecakup elemen-elemen yang sangat luas namun cukup rinci. Selanjutnya, karena rekrutmen dan seleksi PNS hanya merupakan sebuah subsistem dalam sistem kepegawaian nasional, maka reformasi ix kebijakan rekrutmen dan seleksi PNS hanya akan menjadi optimal jika disertai dengan reformasi pada subsistem yang lain. Implikasi teoritis penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan analisis kebijakan dan scenario planning secara bersama-sama menjadi pendekatan yang efektif untuk merancang reformasi kebijakan yang memiliki perspektif jangka panjang dan bersifat strategis.

Government regulations concerning the recruitment and selection of civil servants (Pegawai Negeri Sipil/PNS) have not yet guaranteed the enforcement of a merit-system in the conduct of recruitment and selection of PNS. As a consequence, the recruitment and selection processes have drawn criticism because these processes are lacked in upholding the principles of neutrality, equality, justice, and competency. The conduct of recruitment and selection based on merit-system is a fundamental step to improve the quality of PNS. The question is how the reform of policies on recruitment and selection could be conducted in order to improve the quality of PNS.
This dissertation contains policy analyses on the recruitment and selection of PNS. Policy analysis is utilized to observe the root problems and causes of weak enforcement in a merit-system. Based on the understanding of problems and obstacles, it recommends a policy reform agenda on recruitment and selection for the next fifteen years.
To devise this reform agenda, this dissertation utilizes scenario planning approach. This approach is used to identify policy environment that may arise in the future because of the social, economic, and political changes (driving factors). By using approaches of policy analysis and scenario planning, policy reform agenda proposed in this dissertation will not only solve the current problems with the recruitment and selection of PNS, but will also be relevant to answer challenges and conditions of policy environment in the future. To reach that objective, this study was conducted into three stages. The first stage was to describe and conduct analyses on policy processes of recruitment and selection in Indonesia.
The result from the first stage study revealed that the policy process of recruitment and selection of PNS was confronted with strong political intervention that have caused the emergence of the elite?s low commitment in upholding the merit-system. In addition, there were policies inconsistency, unclear division of authority among relevant institutions, and lacked of synchronization between macro and micro policies.
The result of the second stage study, revealed that based from the discussion with experts, it identified factors that have caused uncertainties on the policy environment in the future, it developed four scenarios: Meritocracy scenario (Meritokrasi), Under Pressure scenario (Dalam Tekanan), Without Hope scenario (Tanpa Harapan), and Possible Success scenario (Berpeluang). From these scenarios, the scenarios that were selected for 2008-2023 are Meritocracy scenario and Without Hope scenario.
On the third stage, based from the two selected scenarios, the steps towards reforming the PNS?s recruitment and selection policy were determined. In the Meritocracy scenario that gains strong political support, some reform agendas that require political openness like improving transparency and accountability, combating KKN (corruption, collusion, and nepotism), and developing civil servants? neutrality can be conducted. The idea to have a rankand-file of the bureaucracy with high quality standard through the implementation of integrated system can be also materialized. Good socio-economic condition in the Meritocracy scenario also make it possible to conduct the improvement of the civil servants? quality that requires financial support, for example through a better planning for the hiring of new civil servants for the next five years and the using of technology. On the Without Hope scenario, a bad condition is depicted as a result from the weak political support and the stagnant socio-economic condition so that the reform agendas on the recruitment and selection policy of PNS were quite limited. Policy reform of the PNS? recruitment and selection policy should start with the development of agreement among elites to uphold the merit-system, the mobilization of political support, and also strengthening the political will of elites and other stakeholders. Declining socio-economic condition will not make it possible for the implementation of the action plans that require high financial cost, like the use of technology. Reforms conducted can only aimed at improving the efficiency and effectiveness of the capacity of the implementing agency. The conclusion from this study is that policy reforms of the recruitment and selection of PNS include a wide range and detailed elements. Furthermore, because the recruitment and selection of PNS is only a subsystem within the national employment system, policy reforms of the recruitment and selection of PNS can only be optimal if they are accompanied with the reforms on other subsystems. Theoretical implication from this study shows that the use of both approaches of policy analysis and scenario planning becomes an effective approach to plan policy reform that has long term and strategic perspectives."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D887
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"PNS described having a low level of professionalism, service capability that is not optimal, low
levels of reliability, assurance, tangibility, empathy and responsiveness, do not have this level of
integrity as government ofiicials so as not to have an emotional tie to the agency force and duties,
authority abuse height (KKN), a low level of well-being and is not associated with education level,
performance, productivity and discipline. These conditions have an impact on the performance of
low PNS in discharging its duties and obligations in serving the community. One of the causes of
poor performance in delivering public services PNS is weak PNS management itself, which began in
the planning up to the cessation of PNS findings indicate the need for changes in management
aspects of civil servants in the district should be formulated in a clear and decisive in the
formulation of the law regulating the civil servants in the district and institutional framework that
functionally perform management activities / management of state oflicials."
JWK 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Nuh Ghazali Djadjuli
"Latar belakang: Riskesdas Indonesia tahun 2018, prevalensi hipertensi pada pegawai pemerintah sebesar 36.91% dan prevalensi obesitas pegawai pemerintah sebesar 33.7%%. Prevalensi ini di atas prevalensi nasional, hipertensi 34.1% dan obesitas 21.8%. Tujuan penelitian ini untuk melihat prevalensi obesitas dan hipertensi pada Aparatur Sipil Negara Pemerintah (ASN) Kota Depok tahun 2018, hubungan antara obesitas dan hipertensi serta rekomendasi pencegahan serta pengendalian di kemudian hari. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Analisis bivariat antara hipertensi dan faktor yang berkaitan dilakukan menggunakan Chi square test and dilanjutkan analisis multivariat menggunakan model regresi Cox. Hasil: Dari 659 ASN, 53.11% menderita obesitas, 27.47%-56.30% menderita hipertensi. Dalam model regresi Cox akhir, ASN dengan obesitas memiliki resiko 1.65-2.11 kali lebih tinggi menderita hipertensi daripada ASN dengan status gizi normal setelah dikontrol variabel obesitas sentral, jenis kelamin dan hiperglikemia. Diskusi: Obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada ASN Pemerintah Kota Depok dan faktor lain yang berpengaruh adalah obesitas sentral, jenis kelamin pria dan hiperglikemia. pola hidup sehat, gizi seimbang, aktivitas fisik, pemeriksaan berat badan, lingkar pinggang dan gula darah secara berkala diperlukan untuk mengendalikan hipertensi. Rekomendasi ini perlu ditindaklanjut oleh Pemerintah Kota Depok dan ASN.

Indonesian Riskesdas in 2018, prevalence of hypertension in civil servant was 36.91% and prevalence of obesity in civil servant was 33.7 %%. This prevalence was above the national prevalence of hypertension, 34.1% and obesity, 21.8%. The purpose of this study was to determine the prevalence of obesity and hypertension in Civil Servant of Depok Government in 2018, association between obesity and hypertension and to provide a recommendation for prevention and control in the future. Methods: This study used cross sectional design. Bivariate analysis between hypertension and its potential factor were done using Chi square test and further multivariate analysis was performed using Cox regression model. Results: Among 659 civil servant, 53.11% had obesity, 27.47%-56.30% had hypertension. In final Cox regression model, civil servant with obesity had a risk of 1.44-2.11 times higher in hypertension than civil servant with normal nutritional status after being controlled by central obesity variable, sex and hyperglicemia. Discussion: Obesity is a risk factor for the incidence of hypertension in civil servant of Depok Government and the other factors that influence ware central obesity, man and hyperglicemia.  A healthy lifestyle, balanced nutrition, physical activity, periodic blood pressure checks, waist circumference and blood sugar are needed to maintain ideal weight and blood pressure. This recommendation needs to be followed up by Depok Government and civil servant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Honorata Ratnawati Dwi Putranti
"ABSTRAK
Medical treatment and nutrition improvement may extend the life of human beings. This brings out a wider working opportunity to be productive. Therefore, ASN (Aparatur Sipil Negara) performance prior to near retirement should be better. Prior to retirement will always be a burden and it is not a productive moment. Knowing this phase deeply will lead to making a policy of retirement for ASN in dealing with their retirement. Their performance at this phase sometimes causes them to get less attention by superior or their peers; they think of ASN at this phase to be less productive and just waiting for the retirement to come. The aim of this research was to find a management model for the civil servant in approaching the retirement (near-retirement phase). The retirement period experienced by each person after the end of his/her working period is expected to be comfortable. The research utilizes a case study design with a qualitative approach. The interview was conducted in-depth (in-depth interview) in which the informants were the civil servants in the Regional Secretariat of Pemalang District. The data credibility was carried out by using data triangulation. The findings of this research indicated that the internal social relationship of male employees toward retirement was more active than female employees. Moreover, male employees cared more about health factors than female employees. Male employees took more time before retirement whereas female employees were more relaxed. In addition, they need social supports on the eve of retirements such as financial preparation, role adjustment, and retirement activities. Family and colleague's supports were the most important supports needed before retirement."
Jakarta: Research and Development Agency Ministry of Home Affairs, 2018
351 JBP 10:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erdin Tahir
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang penerapan pemberhentian tidak dengan hormat pegawai negeri sipil dalam perspektif pengadilan tata usaha negara. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan data, kemudian data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pemberhentian tidak dengan hormat diatur dalam Pasal 87 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian tidak dengan hormat, dapat melakukan upaya administratif terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Dalam perspektif PTUN penerapan Pasal 87 ayat (4) UU ASN oleh pejabat tata usaha negara justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebagaimana penerapan pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN yang diberlakukan secara surut (retroaktif) terhadap PNS yang dihukum pidana penjara kejahatan jabatan yakni karena melakukan tindak pidana korupsi. Kemudian penerapan Pasal 87 ayat (4) huruf d UU ASN, dalam perspektif PTUN ketentuan ini mengandung arti kumulatif, artinya kedua syarat harus terpenuhi yaitu mendapatkan hukuman pidana paling singkat dua tahun penjara dan pidana tersebut dilakukan dengan berencana. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka terhadap PNS yang bersangkutan tidak dapat diberlakukan ketentuan pasal 87 ayat (4) huruf d UU ASN, sementara untuk pidana yang dilakukan dengan berencana hanya dapat ditafsirkan oleh majelis hakim pidana dalam putusannya dan tidak bisa ditafsirkan oleh pejabat lain, tak terkecuali hakim peradilan administrasi.

ABSTRACT
This thesis studied about the practice of dishonourable dismissal to civil servant from the perspective of state administrative court. This is a research of normative laws using bibliography study and interview in its data aggregation, where the gathered data are analysed using qualitative approach. Dishonourable dismissal is regulated in article 87 section 4 of Law number 5 of 2014 about State Civil Apparatus. Civil servant who believes their self-interest is harmed by the issuing of dishonourable dismissal decision can offer administrative effort first before submitting a lawsuit in State Administrative Court which consist of an objection and an administrative appeal. In the perspective of State Administrative Court, the practice of article 87 section 4 of The State Civil Administration Law by the state administration official in fact cause legal uncertainty. As in the implementation of article 87 section 4 subsection b of The State Civil Administration Law applied in retroactive to civil servant with criminal charge in crime of official occupation, namely the crime of corruption. Then in the implementation of article 87 section 4 subsection d in The State Civil Administration Law, in the perspective of State Administrative Court, this regulation contains cumulative meaning, in the significance that the two conditions have to be completed, namely one has to get criminal charge with minimum imprisonment of 2 years and the crime has to be a premeditated crime. If one of those requirements is not completed, then the regulation in article 47 section 4 subsection d can not be implemented to the civil servant in concern, while the charge for premeditated crime can only be interpreted by the criminal court panel in their verdict and can not be interpreted by any other officials, with no exception to administrative court judge."
2020
T54824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Octaviani
"Pasal 7 ayat (3) huruf a PP 10/1983 mengatur bahwa Izin untuk bercerai tidak
dapat diberikan oleh Pejabat apabila bertentangan dengan ajaran agama yang
dianut oleh PNS yang bersangkutan. Sebagaimana disabdakan oleh Tuhan
Yesus dalam Injil Markus 10: 6-9, bahwa “apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia”, maka kepada setiap orang yang telah
menikah berdasarkan ajaran agama Katolik, tidak dapat dilakukan perceraian.
Berdasarkan ketetuan tersebut, maka akibat yang seharusnya terjadi terhadap
PNS beragama Katolik adalah tidak dapat dilakukannya perceraian.
Berdasarkan penelitian normatif-empiris yang Penulis lakukan dan analisa
terhadap 5 putusan terkait, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a PP 10/1983 telah tidak efektif diterapkan karena tidak pernah
dijadikan sebagai dasar hukum dalam memecahkan masalah perceraian yang
melibatkan PNS beragama Katolik sebagai Penggugat atau Tergugat di
dalamnya. Hal ini karena Majelis Hakim lebih mengedepankan syarat
perceraian dalam Pasal 19 PP 9/1975 jo. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan.

Article 7 Paragraph (3) (a) of Government Regulation Number 10 of 1983
regulates that permission to divorce cannot be granted by the official if it is
against the religious teaching of the relevant civil servant. As stated by Jesus
in the Gospel of Mark 10: 6-9, “what God has united cannot be divorced by
humans”, then anyone who has been married under the Canonic Law cannot
be divorced. The consequence of these provisions is that Catholic Civil
Servants cannot divorce their spouse. Based on normative-empirical research
that the Author conducted and the analysis of 5 related court decisions, it can
be concluded that the provision in Art. 7 Par. (3) (a) of GR 10/1983 has not
been effectively applied because it was never used as a legal basis in solving
divorce proceedings involving Catholic Civil Servants. This is because the
Panel of Judges prioritizes the terms of divorce in Art 19 GR 9/1975 juncto
Art 39 Par. (2) Marriage Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Herwin Jaya Putra
"Dalam Rencana Strategis Pembangunan DKI Jakarta Tahun 1998-2002, Visi Pembangunan DKI Jakarta adalah membangun Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia serta dihuni oleh masyarakat yang berkehidupan sejahtera. Dan untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkanlah beberapa misi pembangunan, dimana salah satunya adalah membangun citra aparatur pemerintah yang mampu menjawab tuntutan reformasi melalui peningkatan kualitas aparatur.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 57 sampel pegawai golongan III dan IV di lingkungan Sekretariat Walikotamadya Jakarta Barat, maka dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan klnerja pegawai adalah kemampuan, motivasi, disiplin kerja, kompensasi, kondisi lingkungan kerja, kualitas hubungan kerja serta sistem kerja. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan mengunakan model regresi terbukti bahwa faktor-faktor yang diduga berpengaruh tersebut diterima secara signifikan.
Selanjutnya dari hasil penelitian disarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja pegawai di Lingkungan Sekretariat Walikotamadya Jakarta Barat agar dilakukan secara konsepsional, sistimastis, terencana dan terprogram berdasarkan urutan prioritas yaitu sebagai berikut :
(1) Motivasi (X2). melalui peningkatan peran pimpinan dalam memberikan keteladanan dan pembinaan pegawai melalui pengamalan budaya kerja sehingga dapat memotivasi pegawai dan memacu keinginan akan peningkatan kinerja.
(2) Perlunya peningkatan Disiplin Kerja (X3), melalui pelaksanaan program reward and punishment yang dilakukan secara seimbang, teratur dan berkesinambungan.
(3) Kemampuan (X1), peningkatan kemampuan pegawai dilakukan dengan mengadakan berbagai pelaksanaan Program Diklat terpadu antara Perencanaan Diklat dengan Perencanaan Karier dan perlunya penekanan pada Diklat Fungsional yang berhubungan langsung dengan tugas-tugas yang dihadapi dan melakukan evaluasi secara berkala akan program-program pengembangan pegawai sehingga kinerja pegawai dapat terus ditingkatkan.
(4) Kompensasi (X4), perlunya peningkatan insentif bagi pegawai melalui program pengembangan jabatan fungsional guna meningkatkan keahlian dan meningkatkan kesejahteraan pegawai.
(5) Kualitas Hubungan Kerja (X6), perlunya peran pimpinan dalam menciptakan suatu hubungan kerja yang harmonis, akrab dan saling menghormati sehingga menunjang peningkatan kinerja pegawai.
(6) Terciptanya Kondisi Lingkungan Kerja (X5), yang kondusif bagi karyawan agar dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik melalui penyediaan peralatan kantor, penciptaan lingkungan kerja yang sehat dan bersih serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung lainnya.
(7) Sistem Kerja (X7), melalui penekanan pada prosedur kerja yang jelas dan tata kerja yang baku agar tercipta suatu sistem kerja yang komprehensif bagi setiap pegawai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>