Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tantry Fatimah Syam
Abstrak :
Penyakit Ginjal Kronik merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Penurunan fungsi ginjal menjadi penyakit ginjal kronik tahap akhir mengakibatkan pasien harus menjalani terapi penganti ginjal semur hidup. Terapi yang paling banyak digunakan saat ini adalah hemodialisis. Meskipun alat hemodialisis telah banyak dan canggih, namun ketahanan hidup pasien PGK masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah komorbiditas atau penyakit penyerta. Komorbiditas yang saat ini paling umum pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah diabetes mellitus. Desain penelitian ini menggunakan desain kohort restrospektif. Probabilitas ketahanan hidup 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus. Probabilitas ketahanan hidup 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun dan pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah dalah 69%, 55% 34%, dan 34% sedangkan komorbiditas bukan diabetes mellitus adalah 76%, 61%, 53% dan 51%. Secara bivariat, pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus memiliki risiko untuk meninggal 1.75 kali lebih cepat dibandingkan dengan pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus. Sementara itu dari analisis multivariat didapatkan variabel konfonder yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah akses vaskular.
Chronic kidney disease (CKD) is one of the no-communicable diseases which increase every years. The decline of kidney function will progress to End Stage Renal Disease (ESRD). The ESRD patients has to undurgo dialysis therapy during their lives. the most dialysis therapy is hemodialysis. Although the machine of hemodialysis are quiet a a lot and sophisticate, the survival of CKD patients is still low. One of the causes of low survival PGK patient on maintenance hemodialysis is the comorbid or present disease. Nowadays the most common comorbid for CKD patient with hemodialysis is diabetes mellitus. Research design is using Kohort Retrospective. The probability of survival of 3 months,6 months, 9 months and 1 year CKD patients on maintenance hemodialysis with comorbid diabetes mellitus is lower than patients without comorbidities of diabetes mellitus. The probability ofsurvival of 3 months, 6 months, 9 months, 1 year and CKD patients on maintenance with comorbid diabetes mellitus are 69%, 55% 34%, and 34% while one not comorbid diabetes mellitus are 76%, 61%, 53 % and 51%. In bivariate analysis,CKD patients on maintenance hemodialis with comorbid diabetes mellitus have a risk of dying 1.75 times faster than patients without comorbiddiabetes mellitus. Meanwhile obtained from multivariate analysis confonder variables that affect the low survival of CKD patients on maintenance in patients with comorbid diabetes mellitus is a vascular access.
2013
T35546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumentalia Sulistini
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan, status dukungan, jenis kelamin, frekuensi, jarak fasilitas, komplikasi, merokok, alkohol, riwayat penyakit, dan status nutrisi. Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik, lama menjalani hemodialisis, kadar hemoglobin, penghasilan dan pendidikan. Faktor dominan adalah penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik dan memberikan asuhan keperawatan holistik.
Abstract
This Research was aimed to explain the factor related to fatigue in pastients undergoing hemodialisis in RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. This Research was observasional analytic research. Technique sampel was non probability sampling Research result was no relation between level fatigue and job status, gender, support status, frequency, facility distance, complication, smoking habits and alcohol habits, disease history, nutrition status. There was relation between level fatigue and physical exercises, duration of hemodialisis and level of haemoglobin, education level and income. The dominant factor was income. Hemodialysis nurses are expected monitor fatique and give health education about physical practice and give holistic nursing care.
2010
T29401
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis, diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis (p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.
ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with 50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035), pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule (p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder
2015
S65712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis, diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis (p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.
ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with 50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035), pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule (p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Arinanda Dwi Putri
Abstrak :
Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Mahasiswa ilmu kesehatan yang sedang menempuh pendidikan saat ini, nantinya merupakan pemberi perawatan medis masa depan yang memberikan peran penting dalam pencegahan PGK di tingkat primer, sekunder, dan tersier pada pusat kesehatan. Sebagai calon tenaga professional dalam bidang kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien penyakit ginjal kronis, diharapkan memiliki pengetahuan yang mempuni untuk menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan dan sikap yang baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi pasien PGK..Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengetahuan dan sikap mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan mengenai penyakit ginjal kronis di Universitas Indonesia. Desain Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif cross-sectional dengan self-administered online questionnaire. Dari 1963 responden, 369 responden mengisi kuesioner. skor total pengetahuan memiliki nilai rata-rata 8,68 ± 2,706 dari 15 item pertanyaan (P-value 0,001). skor total sikap mahasiswa adalah 33,56 (± 2,958) dengan median 34. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara skor pengetahuan dengan variabel tahun angkatan yaitu p-value 0,001 (p < 0,05). Dan terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p < 0,05) antara skor pengetahuan dengan sumber informasi dari buku/artike/jurnal dan kongres/seminar. Nilai skor sikap terendah adalah 22 dan skor tertinggi adalah 41(P-value 0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara skor sikap dengan variabel jenis kelamin yaitu p-value 0,009. ......Chronic kidney disease is a major global health issue. Health science students who are currently pursuing education will be the future medical care providers and play an important role in preventing CKD at the primary, secondary, and tertiary level in health centers. As future professional health workers who directly face patients with chronic kidney disease, they are expected to have adequate knowledge to perform their duties as healthcare workers and have a good attitude according to their abilities in dealing with CKD patients. This study aimed to assess the knowledge and attitude of health science students towards chronic kidney disease at the University of Indonesia. The research design used in this study was a cross-sectional descriptive design using a self-administered online questionnaire. Of the 1963 respondents, 369 responded by filling out the questionnaire. The average total knowledge score was 8.68 ± 2.706 from 15 questions (p-value 0.001). The total attitude score of the students was 33.56 (± 2.958) with a median of 34. There was a significant statistical difference between the knowledge score and the year of enrollment with a p-value of 0.001 (p < 0.05). And there was a significant statistical difference (p < 0.05) between the knowledge score and the information source from books/articles/journals and congresses/seminars. The lowest attitude score was 22 and the highest was 41 (p-value 0.001). There was a significant statistical difference between the attitude score and the gender variable with a p-value of 0.009.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumentalia Sulistini
Abstrak :
Chronic Kidney Disease merupakan kumpulan sindrom klinik dengan penurunan fungsi ginjal progresif. Prevalensi fatigue tinggi pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan (p= 0,732; α= 0,05), status dukungan (p= 0,679; α= 0,05), jenis kelamin (p= 0,914; α= 0,05), frekuensi (p= 0,676; α= 0,05), jarak fasilitas (p= 0,149; α= 0,05), komplikasi (p= 0,062; α= 0,05), merokok (p= 0,062; α= 0,05), alkohol (p= 0,075; α= 0,05), riwayat penyakit (p= 0,42; α= 0,05), dan status nutrisi (p= 0,168; α= 0,05). Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik (p= 0,027; α= 0,05), lama menjalani hemodialisis (p= 0,019; α= 0,05), kadar hemoglobin (p= 0,029; α= 0,05), penghasilan (p= 0,07; α= 0,05), dan pendidikan (p= 0,040; α= 0.05). Faktor dominan adalah penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik dan memberikan asuhan keperawatan holistik.
Poltekkes Depkes Palembang Keperawatan Medikal Bedah ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2012
610 JKI 15:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imyadelna Ibma Nila Utama
Abstrak :
Latar belakang. Penyakit ginjal kronik-gangguan mineral tulang (PGK-GMT) adalah komplikasi dari penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular pada anak. Salah satu kelainan pada PGK-GMT adalah hiperfosfatemia dan gangguan otot skeletal. Sebuah studipada pasien dewasa didapatkan korelasi negatif antara kadar fosfat yang dengan kekuatan genggaman tangan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 di Indonesia dan faktor lain yang memengaruhi. Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan otot melalui pemeriksaan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5. Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang terhadap 72 anak PGK G3-G5 usia 6-18 tahun diRSCM dan pemilihan anak dilakukan secara consecutive sampling. Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan massa otot, lingkar lengan atas (LILA), serum fosfat, hemoglobin (Hb), neuropati, dan kekuatan genggaman tangan menggunakan dinamometer hidrolik tangan (JAMAR, Japan). Hasil. Median usia adalah 14 (11-16) tahun dengan lelaki 52/72 (72,2%). Penyebab terbanyak PGKadalah congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) 30/72 anak (41,7%) yang diikuti dengan glomerulonefritis 18/72 anak (25%). Median massa otot, LILA dan kekuatan genggaman tangan adalah 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm dan 8,65 (7,8-9,3) kg. Rerata kadar Hbdan fosfat adalah 10,45 (±1,72) g/dL dan 5,45 (± 1,92) mg/dL. Prevalens gangguan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 adalah 98,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kekuatan genggaman tangan dan kadar fosfat (r= -0,03; p= 0,42). Namun, didapatkan korelasi antara massa otot, LILA, dan kadar Hb terhadap kekuatan genggaman tangan yaitu (r = 0,70; p<0,01), (r = 0,68; p<0,01),dan (r = 0,44; p<0,01). Simpulan. Kekuatan genggaman tangan memiliki korelasi kuat dengan massa otot dan LILA serta memiliki korelasi cukup dengan kadar Hb. ......Background. Chronic kidney disease-bone mineral disorders (CKD-BMD) is a complication of chronic kidney disease (CKD) which may increase the risk of cardiovascular disease in children.Hyperphosphatemia and skeletal muscle disorder are one of the abnormalities in CKD-MBD. Study in adult population shows there are negative correlation between phosphate levels and hand grip strength.There has been no study for CKD G3-G5 in pediatric population regarding handgrip strength and other factors that correlate to it. Aim. To determine the factors that affect muscle strength through hand grip strength examination in children with CKD G3-G5 Methods. This is a cross-sectional study of 72 pediatric CKD G3-G5 aged 6-18 years old in RSCM.The subject was selected by consecutive sampling. The variables that we analyzed are muscle mass,mid-upper arm circumference (MUAC), serum phosphate, Hb, neuropathy, and hand grip strength usinghydraulic hand dynamometer (JAMAR, Japan). Results. The median age of the subjects was 14 (11-16) years old with 52/72 (72.2%) male. The most common causes of CKD are CAKUT with 30/72 subjects (41.7%) followed by glomerulonephritis with 18/72 subjects (25%). The median muscle mass, MUAC, and handgrip strength are 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm, and 8.65 (7.8-9.3) kg. Mean Hb level and phosphate level are 10.45 (±1.72) g/dL and 5.45 (±1.92) mg/dL. The prevalence of handgrip strength disorders in CKD G3-G5 is 98.6%. In this study, we found no correlation between handgrip strength and phosphate levels (r= -0.03; p= 0.42). However, we found positive correlation between muscle mass, MUAC, and Hb levels with handgrip strength (r= 0,70; p<0,01), (r = 0.68; p<0.01), and (r = 0.44; p<0.01). Conclusion. There is a correlation between muscle mass, MUAC, and Hb level with handgrip strength in pediatric CKD G3-G5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Diah Redyardani Sutantri
Abstrak :
Kesehatan merupakan hak setiap individu untuk mau dan mampu hidup sehat, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tentu saja menyumbang salah satu faktor keberhasilan dalam pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Pelayanan terapi pengganti ginjal (TPG) di Indonesia juga menghadapi tantangan dari segi pemerataan pelayanan. Permintaan pelayanan dialisis meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian Penyakit Ginjal Kronis. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 8 tahun 2022 mengatur agar pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium akhir mendapat terapi pengganti ginjal yang merata. Upaya pemerataan pelayanan dialisis ini salah satunya adalah dengan mulai memanfaatkan pelayanan CAPD maka RSUD Kota Bogor perlu melakukan persiapan pelayanan CAPD di instalasi hemodialisa. . Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesiapan dan upaya penyelenggaraan pelayanan CAPD di RSUD Kota Bogor. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitik yang digunakan untuk mengkaji lebih dalam mengenai persiapan dan kesiapan RSUD Kota Bogor dalam memberikan pelayanan CAPD. Sebagian besar instrumen penilaian kesiapan pelayanan CAPD di RSUD Kota Bogor berdasarkan PMK no.8 tahun 2022 telah terpenuhi, yaitu sebesasr 81%, namun masih perlu penyiapan sarana dan prasarana serta berkas SPO yang belum terpenuhi agar pelayanan CAPD dapat berjalan. Dengan terpenuhinya persyaratan tersebut maka RSUD Kota Bogor siap memberikan pelayanan CAPD. ......Health is the right of every individual to want and be able to live healthily, and utilize health services. The availability of health service facilities certainly contributes to one of the success factors in equitable distribution of health services in Indonesia. Kidney replacement therapy (TPG) services in Indonesia also face challenges in terms of equitable distribution of services. The demand for dialysis services is increasing along with the increasing incidence of Chronic Kidney Disease. The government through Minister of Health Regulation (PMK) No. 8 of 2022 stipulates that patients with end-stage chronic kidney disease receive kidney replacement therapy that is evenly distributed. One of the efforts to equalize dialysis services is by starting to utilize CAPD services, so the Bogor City Hospital needs to prepare for CAPD services at the hemodialysis installation. . The purpose of this study was to analyze the readiness and efforts to provide CAPD services at RSUD Kota Bogor. This type of research is a qualitative research with an analytic descriptive approach that is used to examine more deeply the preparation and readiness of Bogor City Hospital in providing CAPD services.

Most of the CAPD service readiness assessment instruments at Bogor City Hospital based on PMK no. 8 of 2022 have been fulfilled, which is 81%, but it is still necessary to prepare facilities and infrastructure as well as SPO files that have not been fulfilled so that CAPD services can run. With the fulfillment of these requirements, Bogor City Hospital is ready to provide CAPD services.

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swanty Chunnaedy
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan terminologi baru yang dikeluarkan oleh the National Kidney Foundation’s Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI) pada tahun 2002 untuk pasien yang mengalami kerusakan ginjal paling sedikit selama tiga bulan dengan atau tanpa penurunan LFG atau pasien yang memiliki LFG < 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Progresivitas PGK ditentukan oleh beberapa faktor risiko seperti hipertensi, proteinuria, anemia, genetik, ras, usia dan jenis kelamin. Terminologi PGK belum banyak digunakan di Indonesia, sehingga karakteristik dan kesintasan PGK stadium 3 dan 4 pada anak belum banyak diteliti. Tujuan: Mendapatkan karakteristik dan kesintasan PGK stadium 3 dan 4 pada anak yang berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Metode: Desain penelitian ini adalah kohort prospektif historikal yang diambil dari rekam medis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM sejak Januari 2004 hingga 30 November 2012, kemudian diamati luaran akhirnya sampai penelitian dinyatakan selesai. Kriteria pemilihan subjek meliputi usia 2-18 tahun dan memenuhi kriteria PGK stadium 3 dan 4 menurut NKF KDOQI. Data ditabulasi untuk melihat karakteristik subjek. Kesintasan dianalisis dengan menggunakan Kaplan Meier dengan event yang dinilai adalah PGK stadium 5 atau kematian. Hasil: Dalam kurun waktu 8 tahun ditemukan 50 rekam medis yang masuk dalam analisis, terdiri atas 36 subjek PGK stadium 3 dan 14 subjek PGK stadium 4. Median usia adalah 7,9 (2-15) tahun dengan jenis kelamin perempuan (58 %) sedikit lebih banyak dari pada lelaki (42 %). Etiologi terbanyak adalah glomerulonefritis (56 %) dengan sindrom nefrotik memiliki proporsi terbesar. Gambaran klinis yang ditemukan adalah hipertensi (42 %), gizi kurang (40 %), anemia (70 %), gangguan elektrolit (78 %), asidosis (34 %), proteinuria (72 %), perawakan pendek (56 %), osteodistrofi renal (2 %), dan kardiomiopati dilatasi (14 %). Median kesintasan keseluruhan adalah 57,13 bulan (IK 95 % 11,18 sampai 103,09). Simpulan: PGK stadium 3 dan 4 sedikit lebih banyak terjadi pada perempuan (58 %) dengan etiologi terbanyak adalah glomerulonefritis (56 %). Komplikasi PGK di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang paling sering adalah gangguan elektrolit (78 %), anemia (70 %), perawakan pendek (56 %), gizi kurang (46 %), dan hipertensi (42 %). Median kesintasan keseluruhan adalah 57,13 bulan (IK 95 % 11,18 sampai 103,09). ......Background: Chronic kidney disease (CKD) is a new terminology in 2002, defined by the National Kidney Foundation Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (NKF KDOQI) Group to classify any patient who has kidney damage lasting for at least 3 months with or without a decreased GFR or any patient who has a GFR of less than 60 mL/min per 1.73 m2 lasting for 3 months with or without kidney damage. The progression of established CKD is influenced by several risk factors, such as hypertension, proteinuria, anemia, genetic, race, age, and sex. In Indonesia, the term of CKD is not widely used so that its characteristic and renal survival remains sparse. Objective: To find the characteristic and renal survival of pediatric chronic kidney disease in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: A historical prospective cohort study was conducted from medical record in Department of Child Health CMH from January 2004 to November 2012. The outcome was followed up until the end of the study. The inclusion criteria were 2-18 years old children with chronic kidney disease stage 3 and 4 according to NKF KDOQI classification. Renal survival was analyzed by using Kaplan Meier survival function. The event was progression to CKD stage 5 or death. Results: A total of 50 medical records were included in the analysis. Of those, 36 patients had CKD stage 3 and 14 patients had CKD stage 4. The median age at admission was 7.9 (2 to 15) years and 58 % were female. The most common etiology was glomerulonephritis (56 %) where nephrotic syndrome was the most frequent cause. The common clinical manifestations were hypertension (42 %), malnourished (40 %), anemia (70 %), electrolyte disturbance (78 %), acidosis (34 %), proteinuria (72 %), short stature (56 %), renal osteodystrophy (2 %), and dilated cardiomyopathy (14 %). Overall renal survival was 57.13 months (CI 95 % 11.18 to 103.09). Conclusion: CKD stage 3 and 4 are more common in female (58 %) with glomerulonephritis (56 %) is the most common etiology. The most frequent complications are electrolyte disturbance (78 %), anemia (70 %), short stature (56 %), malnourished (46 %), and hypertension (42 %). Overall renal survival is 57.13 months (CI 95 % 11.18 to 103.09).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2103
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Putri Luciana
Abstrak :

Latar belakang:Penyebab utama kematian pasien penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit kardiovaskular. Stres oksidatif merupakan mediator dalam patogenesis sindrom kardiorenal. Terapi kombinasi penghambat reseptor angiotensin dan statin dapat dipertimbangkan dalam manajemen pasien PGK karena pendekatannya berbeda dalam menekan stres oksidatif.

Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek irbesartan dan simvastatin terhadap penurunan stres oksidatif melalui pengamatan kadar malondialdehid (MDA) jantung dan serum tikus PGK.

Metode:Penelitian ini menggunakan jantung dan serum tersimpan dari tikus jantan galur Sprague-Dawley yang telah diberikan perlakuan pada penelitian sebelumnya. Terdapat 3 kelompok yakni kontrol normal (sham; n=4), nefrektomi 5/6 (Nx; n=4), dan nefrektomi 5/6 + terapi irbesartan 20mg/kgBB/hari dan simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Nx + Ir-Si; n=4). Kadar MDA sampel jantung dan serum tersimpan diukur dengan metode TBARS. Data dianalisis dengan SPSS menggunakan uji One-Way Anova. Nilai p ≤0.05 dianggap bermakna secara statistik.

Hasil:Pemberian irbesartan 20mg/kgBB/hari dan simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu menyebabkan kadar MDA yang cenderung meningkat namun tidak bermakna pada organ jantung (p=0,069) dan serum (p=0,091) tikus PGK.

Simpulan:Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok tikus PGK yang diberi terapi kombinasi irbesartan dan simvastatin dengan kelompok tikus PGK tanpa terapi terhadap hasil rerata kadar MDA jantung dan serum tikus.


Background:Cardiovascular disease is the main cause of mortality in chronic kidney disease(CKD). Oxidative stress is one of the mediators in cardiorenal syndrome. Combined angiotensin-receptor blockers and statins can be considered in CKDmanagement. 

Purpose:This study aims to determine the effect of irbesartan-simvastatin on reducing oxidative stress by observing malondialdehyde (MDA)levels in the heart and serum of CKD rats model.

Methods:This study uses stored heart tissue and serum from male Sprague-Dawley rats, those had been given treatment in previous study. There are 3 groups which are normal control (sham; n=4), untreated 5/6 nephrectomy (Nx; n=4), and 5/6 nephrectomy + irbesartan 20mg/kgBW/day and simvastatin 10mg/kgBW/day (Nx + Ir-Si; n=4).MDAlevels were measured using TBARS methods. Data were analyzed with SPSSusing One-Way Anova test. p value ≤0.05 is considered statistically significant.

Results:Combined therapy of irbesartan 20mg/kgBW/day and simvastatin 10mg/kgBW/day for 4 weeks caused a tendency in malondialdehyde levels to increase but not statistically significant in heart (p=0.069) and serum (p=0.091)of CKD rats model.

Conclusion:There were no significant differences between group of CKD rats with combined therapy of irbesartan-simvastatin and group of CKD rats without therapy on the MDA levels in heart and serum.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>