Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Pramesti Shinta Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Penulisan dilakukan dengan cara menganalisa data-data yang dikumpulkan dari buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan masalah. Data-data mengenai kakuatan Choshu berdasar pada buku The Restoration Movement in Choshu (Pergerakan Resstarasi di Choshu). Pemberontakan awal mereka berawal dari kekalahan mereka dalam perang Sekigahara yang mengakibatkan dipersempitnya wilayah mereka oleh pemerintahan Tokugawa Bakufu. Sebagai akibat dari penyempitan wilayah tersebut, kekuatan ekonomi dan militer mereka pun melemah sehingga semakin sulit bagi para pemimpin Choshu untuk melakukan perlawanan terhadap Tokugawa Bakufu. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, mereka melaksanakan reformasi yang tujuannya untuk memperbaiki nasib petani yang merupakan tulang punggung dari kesejahteraan seluruh rakyat han. Reformasi ini berhasil mengembalikan kekuatan dan persatuan di Choshu yang memungkinkan mereka untuk melakukan perlawanan terhadap Tokugawa Bakufu yang pada saat itu telah bergabung dengan pihak barat untuk melenyapkan perlawanan dari han-han yang menentangnya, dengan menyerang kapal-kapal pihak barat yang melewati selat Shimonoseki yang akan melakukan perundingan dengan pemerintah Bakufu. Namun demikian, kemenangan ini tidak berlangsung lama karena kemudian pihak barat mengirimkan pasukannya untuk menggempur pasukan Choshu
1996
S13542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Rizaldi
Abstrak :
Posisi bakufu yang secara politik sedang tidak stabil, menjadi kesempatan bagi Choshu yang antipati pada bakufu untuk menjatuhkan bakufu. Untuk meraih simpati kekaisaran yang dianggap disusupi oleh Satsuma dan Aizu, Choshu mengirim pasukan ke Kyoto untuk melawan kedua han tersebut. Hasil dari kejadian yang disebut Insiden Kinmon malah menghasilkan serangan hukuman untuk Choshu karena melakukan hal yang tidak patut, membidik istana dengan meriam. Bakufu memerintahkan tentara kekaisaran yang dipimpin oleh bangsawan asal Satsuma, Saigo Takamori untuk menetralisasi Choshu. Namun, Saigo hanya melakukan sejumlah perjanjian untuk mencegah peperangan dengan Choshu. Bakufu tidak puas dan menginginkan serangan hukuman kedua yang benar-benar menghancurkan Choshu. Kesamaan pandangan kedua han untuk terciptanya kehancuran bakufu yang dilihat oleh Satsuma dan Choshu membuat kedua han yang semula berperang menjadi satu dalam aliansi Satsuma-Choshu (Satchodomei). Hubungan yang membaik antara Satsuma dan Britania Raya memberikan keuntungan terhadap Choshu. Choshu melakukan modernisasi militer sehingga dapat mengalahkan tentara bakufu pada serangan hukuman kedua. Penelitian ini menjelaskan hubungan kerjasama yang dijalin Britania Raya dengan Satsuma dan Choshu, peranan Britania Raya dalam penguatan militer dan pasokan persenjataan militer Choshu serta dampaknya pada serangan hukuman kedua (Perang Bakufu-Choshu menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan Britania Raya dalam penguatan militer dan pasokan persenjataan militer Choshu dan dampaknya pada serangan hukuman kedua. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Britania Raya memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kemenangan.
The position of shogunate that is politically unstable, becomes an opportunity for the antipathy Choshu in order to overthrow shogunate. To gain sympathy for the Court which is infiltrated by Satsuma and Aizu, Choshu sent troops to Kyoto to fight the two Hans. The result of the incident called the Kinmon incident resulted in a punitive expedition for Choshu for doing inappropriate things, aiming at the castle with cannons. Shogunate ordered the imperial army led by Satsuma nobleman Saigo Takamori to neutralize Choshu. However, Saigo only did a number of agreements to prevent the war with Choshu. Shogunate was dissatisfied and wished a second punitive expedition that completely destroyed Choshu. The similarity of the view from the both of han to create the overthrow of shogunate seen by Satsuma and Choshu to make the both hans that originally fought each other to be as one in the Satsuma-Choshu Alliance (Satchodomei). The improved relationship between Satsuma and the Great Britain gives the benefit of Choshu. Choshu carried out military modernization in order to overpowered shogunate troops on the second punitive expedition. This study explains the cooperative relationship of the Great Britain with Satsuma and Choshu, the role of the Great Britain in military strengthening and the supply of Choshu military armament and its impact on the second punitive expedition (Bakufu-Choshu War) using qualitative research methods for the purpose of describing the role of the Great Britain in military strengthening and the supply of Choshu military weaponry and its impact on the second punitive expedition. The results of this study showed that the Great Britain had an indirect influence on Choshu's victory over Bakufu.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yerina Asnawi
Abstrak :
Adanya hubungan yang cukup erat antara Indonesia Jepang secara tidak langsung telah terjalin sejak negara Indonesia terjajah dari tahun 1942. Namun pengalaman semasa penjajahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia bukanlah suatu alasan untuk membuat kerenggangan hubungan yang terjalin dewasa ini. Kenyataan menunjukkan gejala yang sebaliknya. Kekaguman akan kemajuan dan keberhasilan Jepang, telah menjadi motivasi bagi negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Secara tidak langsung keberhasilan Jepang dianggap dapat menjadi motivasi menuju dunia moderen dan telah pula menjadi alasan bagi setiap negara untuk meningkatkan hubungan yang lebih erat lagi dengan bangsa tersebut. Sebetulnya bukan hanya Jepang yang dapat digolongkan negara yang berhasil membangun negerinya, melainkan Amerika dan Eropa pun menduduki peringkat nomor satu di dunia. Namun dalam kenyataan dewasa ini, dari negara-negara moderen tersebut di atas mulai tampak selisih yang cukup unik di antara mereka, terutama dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaannya. Jepang bukanlah merupakan suatu negara yang kaya akan sumber alamnya jika dibandingkan dengan Indonesia. Oleh karena itu patutlah kiranya kita bersyukur dianugerahi kekayaan sumber alam yang tinggi dan memiliki iklim yang tidak kejam. Dalam jalinan yang cenderung semakin erat ini antara Indonesia dan Jepang, para sarjana dan juga mahasiswa berusaha menemukan jalan untuk menyetahui faktok-faktor yang menyebabkan kemajuan Jepang tersebut yang kemudian akan dijadikan pegangan atau pun pola baru yang perlu diterapkan. Di dalam kita memahami suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya menyoroti segi ekonomi, politik, tehnik dan semacamnya yang merupakan perwujudan konkrit dari budaya material. Melainkan kita perlu memperhatikan serta mencoba menemukan apa dan bagaimana yang terdapat di balik perwujudan konkrit yang dapat kita saksikan sekarang ini. Atas dasar inilah penulis mencoba untuk meneliti kebudayaan Jepang yang dapat membantu menjelaskan atau menerangkan lebih jelas lagi tentang ciri kebudayaan Jepang. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menjabarkan ke-budayaan Jepang khususnya dalam bidang keagamaan yaitu sekitar pemujaan leluhur di Jepang, khususnya berkisar sekitar pemikiran 'Pemujaan Leluhur' menurut Takeda Chaoshu. Takeda Choshu adalah seorang ahli sejarah, tapi ia banyak menaruh perhatian pada bidang folklor dan agama Buddha. Ia juga mencoba mengamati masalah shinbutsu shuga (perpaduan antara agama Shinto dan Buddha) terutama di zaman Edo (abad 17-18). Setelah Perang Dunia ke-II, Takeda mengadakan penelitian agama Buddha di Cina. Beliau mempunyai premis bahwa agama Buddha di Cina sama dengan agama Buddha di Jepang. Namun ternyata dugaan itu meleset, karena agama Buddha di Cina memiliki bentuk yang lain. Sedangkan agama Buddha di Jepang menurutnya sangat erat kaitannya dengan pemujaan leluhur. Inilah yang merupakan motif baginya untuk mengadakan penelitian sosen suhai atau pemujaan leluhur di Jepang. Takeda beranggapan bahwa agama Buddha di Jepang adalah sosen sehaiteki atau bersifat pemujaan leluhur. Ada pun faktor yang menyebabkan terjadi kompleks ini, adalah struktur masyarakat Jepang yang sangat menunjang pembentukan sistim tersebut. Memang masalah pemujaan leluhur sudah banyak diteliti, terutama oleh kalangan ahli folklor, namun Takeda memperhatikannya dari sudut agama Buddha. Menurutnya dalam mempermasalahkan kebudayaan spi ritual Jepang tidak mungkin dapat dipisahkan dari faktor agama Buddha. Atas dasar pertimbangan ini penulis mengambil topik tentang pemujaan leluhur. Pemujaan leluhur merupakan salah satu tradisi keagamaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Jepang. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya kebiasaan memlliki butsudan (altar agama Buddha yang ada di rumah-rumah anak laki-laki tertua), adanya tradisi ziarah ke kubur-kubur keluarga ataupun ke kubur-kubur orang tertentu seperti obon dan higan.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S13911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library