Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Tri Umami
"ABSTRAK
Salah satu kasus yang di tangani oleh Unit PPA Polres Jakarta Pusat adalah aksi bullyingterhadap anak dibawah umur di salah satu pusat berbelanjaan di Jakarta oleh beberapaanak teman sekolahnya. Dalam menangani kasus tersebut pihak kepolisian berdasarkanUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sertaPeraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi DanPenanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Dua Belas Tahun menerapkan restorativejustice dengan melaksanakan diversi untuk pelaku anak yang berusia 12 tahun keatasdan pengambilan keputusan untuk anak yang berusia 12 tahun kebawah. Dalampertemuan yang dihadiri oleh pihak korban dan pelaku anak beserta keluarga,pendamping kemasyarakatan, penasehat hukum, Psikologi Divisi Pelayanan danPemulihan P2TP2A Jakarta dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKSHandayani dicapailah kesepakatan yang salah satunya menempatkan ke sembilan anaktersebut dalam pendidikan atau pelatihan dilembaga pendidikan/LPKS selama 3 bulan.Namun pada kenyataan nya hasil pengambilan keputusan dan diversi tersebut tidaksesuai dengan pelaksanaanya, hal ini dikarenakan anak-anak yang seharusnya menjalanipendidikan dan pelatihan selama 3 tiga bulan sudah dikeluarkan dari LPKS sebelumjangka waktunya berakhir. Dengan kejadian tersebut tentunya membawa dampak negatifbaik bagi Kepolisian, lembaga terkait P2TP2A untuk melakukan pembinaan dankonseling maupun bagi diri si anak. Berkenaan dengan penyidik kepolisian dalammenerapkan konsep diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat dikajipermasalahan mengenai bagaimana tugas dan wewenang kepolisian serta lembaga lainterkait implementasi pengambilan keputusan dan diversi dan hambatan-hambatan yangdihadapi penyidik Kepolisian dan lembaga terkait serta solusi bagi Kepolisian danlembaga terkait implementasi pengambilan keputusan dan diversi pada masa depan.Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normative yang didukung denganpenelitian lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara denganinformasn, analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metodepengumpulan data primer dan sekunder.

ABSTRACT
One of cases handled by the PPA Unit of Central Jakarta Police was bullying takingplace at one of shopping centers in Jakarta by some students to minors.In handling thecase, the Police, based on Law Number 11 Year 2012 on Child Criminal Justice Systemand Government Regulation No. 65 of 2015 on Guidelines for the Implementation ofDiversion and Handling of Children Not Yet Aged 12 Twelve Years,appliedrestorative justice by implementing diversion for Children in Conflict with theLawwho were aged 12 and above and decision making for children aged 12 and under.Ina meeting attended by victims and children as criminal actors with their families,community counselors, legal counsels, Psychological Service and Recovery Division ofP2TP2A Jakarta and Social Welfare Institution LPKS Handayani , an agreement wasreached which one of them placed the nine children in education or training ineducational institution LPKS for 3 months.But in reality, the results of decision makingand diversion were not in accordance with the implementation, this was because childrenwho should undergo education and training for 3 three months had been excluded fromthe LPKS before the end of the term set. Such incident, certainly, had a negative impacton both the Police, related institution P2TP2A conducting coaching and counseling,and on the children themselves.With regard to police investigators in applying theconcept of diversion to children in conflict with the law, it is possible to examine theissue of how the duties and authorities of the police and other institutions related to theimplementation of decision making and the diversion as well as obstacles faced byPolice investigators and related institutions and solutions for Police and relatedinstitutions in the implementation of decision making and diversion in the future. Thisstudy used normative juridical research supported by field research conducted byconducting interviews with informants, while data analysis used was a qualitativeanalysis with primary and secondary data collection methods."
2017
T49092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Gea
"Penyelesaian perkara pidana anak melalui mekanisme sistem peradilan pidana bukan cara terbaik untuk memperbaiki prilaku anak nakal, karena membawa dampak yang sangat buruk bagi anak, seperti dialami oleh 10 Anak Bandara dan Deli, mereka mengalami penderitaan akibat panjangnya proses hukum. Penegak hukum tidak menggunakan kewenangan diskresi untuk mendiversi kasus anak berhadapan dengan hukum. Indonesia telah menandatangani Beijing Rules namun belum ada aturan tegas dan jelas mengenai diversi. Diversi yang diatur tegas dan jelas dalam RUU Sistem Peradilan Pidana Anak harus disahkan dan diimplementasikan, sebagai Alternatif penyelesaian terbaik bagi kasus anak berhadapan dengan hukum.

Handling problems child in conflict with law through Criminal Justice System is not the best way to correct them, because it gives bad effect, like ten boys of Airport and Deli, They had been suffering because the long process of law.Legal enforcement do not use the authority possessed discretion to divert case of Child in conflict with law. Indonesia had signed the Beijing Rules conventions, but there is no firm and clear regulation about diversion in Indonesia. President and House Representative, must agree the Plan Act about Juvenile Justice Court System which regulate diversion firm and clear, so that it can be implemented by legal enforcement as the best alternative to handling problem through children in conflict with law."
2011
S408
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Nugroho
"ABSTRAK
Restorative justice atau keadilan restoratif adalah sebuah teori yang menekankan pada memulihkan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Memulihkan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses-proses kooperatif yang mencakup semua pihak yang berkepentingan. Penyelesaian tindak pidana anak yang berkonflik dengan hukum dengan menggunakan konsep diversi melalui pendekatan keadilan restorative justice yaitu penyelesaian yang melibatkan semua pihak dan secara bersama-sama mengatasi perkara dan mencari solusi yang terbaik terhadap perkara yang dihadapi anak dengan demikian perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang lebih mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan, analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Sehubungan dengan hal tersebut dalam penelitian ini akan menggambarkan bagaimana pelaksanaan diversi pada Polres Jakarta Selatan dan Polres Metro Jakarta Pusat yang ditangani di unit PPA. Mengingat kewajiban bagi penyidik untuk mengedepankan proses diversi dalam kasus pidana dimana pelakunya adalah anak. Hal yang berbeda ditemukan pada penanganan kasus pelaku anak di wilayah hukum Polres Metro Selatan, dimana kasus anak yang berhadapan dengan hukum sebagai pelaku anak tidak sebanyak Polres Metro Jakarta Pusat. Hal ini disebabkan banyak kasus tindak pidana yang pelakunya anak ditangani oleh bukan unit PPA. Kondisi tersebut kemudian diatasi dengan adanya koordinasi antara penyidik perkara anak yang tidak di unit PPA dengan penyidik yang ada di unit PPA selama perkara anak tersebut diperiksa. Penyidik dari unit lain akan mendapatkan arahan khusus dari penyidik anak yang ada di unit PPA tentang bagaimana memperlakukan anak dalam penyidikan dan bantuan dalam upaya diversi.

ABSTRACT
Restorative Justice is a theory that emphasizes recovering damages caused by criminal acts. This recovery requires cooperative processes that involve all related parties. The settlements of criminal acts committed by children in conflict with the law are performed by using the concept of diversion through the restorative justice approach, which involves all parties to jointly resolve the cases and searches for the best solutions by prioritizing the protection of children in conflict with the law. This study used normative juridical research supported by field research by conducting interviews with informants. The data obtained were analyzed qualitatively using primary and secondary data collection methods. In connection with this matter, this study would illustrate the implementation of diversion concept in the South Jakarta Resort Police and the Central Jakarta Metro Resort Police handled by the PPA unit, bearing in mind that investigators are required to prioritize the process of diversion in criminal cases where the perpetrators are children. Unlike the cases whose perpetrators are children in the jurisdiction of the South Jakarta Metro Police, the number of cases in which children in conflict with the law are the perpetrators is not as many as in Central Jakarta Metro Police. This is due to many criminal cases where the perpetrators are children are handled by non-PPA units. This condition is then overcome by establish coordination between children case investigators who are from the PPA unit and those from the PPA unit during examination. Investigators from other units get special directions from those from the PPA unit on how to treat children in investigations and how to do diversion efforts."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Kajian Ilmu Kepolisian, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Santi Wiranti Rendang
"Anak sebagai generasi muda memiliki peran strategis yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan dan disadari oleh masyarakat internasional dengan munculnya konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Bertitik tolak dari masalah kepentingan anak maka berkembang konsep keadilan restoratif dan konsep diversi yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan kasus anak. Konsep diversi merupakan alternatif penanganan anak yang berhadapan dengan hukum agar anak tidak masuk kedalam proses peradilan sehingga akan menimbulkan stigma buruk terhadap anak. Berkenaan dengan penyidik kepolisian dalam menerapkan konsep diversi terhadap anak yang berhuhadapan dengan hukum dapat dikaji permasalahan mengenai bagaimana penerapan konsep Diversi yang dilakukan oleh jaksa terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam Undang-Undang SPPA serta faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi penyidik dalam penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum dengan menerapkan diversi. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan, analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder.

Children as young generation has strategic role that guarantees the sustainability of the existence of the nation in the future and knows exist by the international community with the appearance of a convention which is emphasizing the position of a child as hukan beings who should get the protection of their rights. Dotted refuse from a problem child interest and developed the concept of restorative justice and diversion is an alternative concept of handling children in conflict with the law so that children does not go through the judicial process that will cause a bad stigma to the child. With regard to the role of the police investigation in applyiong the concept of diversion against children conflict with the law can be assessed on how the application of diversion concept conducted by a police investigation against children in conflict with the law in Indonesia and the application of diversion concept is carried out by a police investigation against children in conflict with the law matters by applying diversion. This research using research judicial normative supported by field research conducted by way of doing an interview with an informer, analysis of data used is data qualitative analysis by the method of primary and secondary."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Noor Ilahi
"ABSTRAK
Tesis ini berangkat dari fenomena peningkatan jumlah Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) di Indonesia. Adanya peningkatan jumlah ABH tersebut juga terlihat melalui maraknya pemberitaan atas ABH di berbagai media di Indonesia, yang justru menstigmatisasi kelompok ABH. Tesis ini menggunakan pendekatan penelitian metode campuran, dengan metode kualitatif sebagai metode primer dan metode kuantitatif sebagai metode sekunder. Metode kuantitatif digunakan di awal penelitian sebagai pengantar yang menggambarkan stigmatisasi media atas ABH melalui analisis isi terhadap 5 media online dan 2 stasiun televisi. Ada pun metode kualitatif digunakan
sebagai metode utama untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai dampak dari stigmatisasi media atas ABH terhadap proses rehabilitasi dan reintegrasi ABH. Strategi penelitian yang dipakai dalam metode kualitatif adalah dengan studi kasus terhadap ABH dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan di Bengkulu Tahun 2016, yang dibedah dengan menggunakan konsep felt dan enacted stigma dari Scambler dan Hopkins (1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media belum menjalani perannya sebagai lembaga masyarakat yang memenuhi hak dan memberikan perlindungan bagi anak dengan stigmatisasi yang masih dilakukannya terhadap ABH. Dampak dari stigmatisasi media atas ABH tersebut, berdasarkan hasil penelitian, merugikan kepentingan terbaik bagi ABH di masa depan.

ABSTRACT
This thesis based on the phenomenon of increasing the number of Children in Conflict with Law (ABH) in Indonesia. The increase in the number of ABH is also seen through the rise of news on ABH in various media in Indonesia, which actually stigmatize the ABH group. This thesis uses a mixed method research approach, with qualitative method as primary method and quantitative method as secondary method. Quantitative methods were used at the beginning of the study as an introduction, describing media stigmatization of ABH through content analysis of 5 online media and 2 television stations. There are also qualitative methods used as the main method to answer research questions about the impact of media stigmatization on ABH on the rehabilitation and
reintegration process of ABH. The research strategy used in qualitative methods is with case studies of ABH in the case of rape and killing in Bengkulu 2016, which was explained using the felt and enacted stigma concepts of Scambler and Hopkins (1986). The results show that the media has not yet fulfilled its role as a community institution that fulfills the rights and provides protection for children with the stigmatization that they still do against ABH. The impact of media stigmatization on ABH, on the basis of research results, harms the best interests of ABH in the future."
2018
T51292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarwin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penanganan-penanganan kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak melalui sistem peradilan pidana anak atau penyelesaian kasus yang diselenggarakan secara formal. Masih terdapat banyak permasalahan mengenai penanganan anak di setiap tingkat peradilan pidana terutama terkait perlindungan anak dan hak-haknya pada proses peradilan pidana dan tidak dijalankan sebagaimana mestinya upaya penyelesaian kasus melalui mekanisme diversi yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, akibatnya ada begitu banyak anak yang
ditahan dan dipenjara bahkan hingga kasus-kasus tindak pidana yang ringan. Dalam tesis ini penulis menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi dokumen hukum berupa undang-undang, pandangan ahli hukum, putusan-putusan pengadilan, dan dokumen-dokumen lain yang terkait yang bertujuan untuk menjabarkan dan menganalisis mengenai penanganan anak yang berkonflik dengan hukum dan bagaimana pengaturan dan implementasi konsep diversi di Indonesia saat ini. Dari hasil analisis, penulis menemukan masih terdapat begitu banyak permasalahan terkait penyelesaian kasus anak secara formal, yakni masih belum adanya beberapa aturan pelaksana yang diamanatkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terutama
mengenai ketentuan pelaksanaan pidana non pemenjaraan, masih kurangnya sarana dan prasarana terkait pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan masih belum baiknya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pelaksana undang-undang ini. Selain itu permasalahan lainnya yakni tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baik saat anak diproses di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Diantaranya masih seringnya penahanan dilakukan terhadap anak meski undang-undang
mengamanatkan penahanan hanyalah sebagai upaya terakhir, jumlah lama penahanan yang tidak sesuai ketentuan, belum efektifnya pendampingan kepada anak baik itu oleh Balai Pemasyarakatan, Advokat, Pekerja Sosial, dan lain sebagainya, tuntutan jaksa dan putusan hakim yang berorientasi pemenjaraan, dan laporan peneliti kemasyarakatan yang belum maksimal dilakukan. Kemudian masih ditemukannya banyak kasus pidana anak yang tidak diselesaikan melalui diversi meski telah memenuhi syarat untuk dilakukan diversi.

ABSTRACT
This research discusses the handling of criminal cases committed by children through the juvenile criminal justice system or the settlement of cases that are held formally. There are still many problems regarding the handling of children at every level of criminal justice, especially related to the protection of children and their rights in the criminal justice process and are not carried out properly as an effort to resolve cases through a diversion mechanism that has been mandated in Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System, as a result there are so many children who are detained and imprisoned even to cases of minor criminal acts. In this research the author uses the normative juridical method, namely research conducted through the study of legal documents in the form of laws, views of legal experts, court decisions, and other related documents that aim to describe and analyze the handling of children in conflict with the law and how the regulation and implementation of the diversion concept in Indonesia today. From the results of the analysis, the authors found that there were still so many problems related to the formal settlement of child cases, namely that there were still no implementing regulations mandated by Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System, especially regarding the provisions of the implementation of non-imprisonment crimes, the lack of facilities and infrastructure related to the implementation of Law No. 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children, and the quality and quantity of human resources that implement this law are still not good. Besides that, another problem is the non-compliance with the provisions in Law
No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System both when children are processed at the police, prosecutors, and court levels. Among them the frequent detention of children is carried out even though the law mandates that detention is only a last resort, the length of detention that is not in accordance with the provisions, ineffective assistance to the child either by the Penitentiary, Advocates, Social Workers, etc., prosecutors' demands and decisions imprisonment-oriented judges, and social research reports that have not been
maximally carried out. Then still found many child criminal cases that are not resolved through diversion even though it has met the requirements for diversion."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glorya Eryana Turnip
"Undang-Undang (UU) Perlindungan anak menyebutkan anak yang berkonflik dengan hukum memiliki hak untuk dilindungi identitasnya dari publik. Tujuan hak ini untuk melindungi harkat dan martabat anak sehingga anak dapat kembali ke masyarakat tanpa stigmatiasi negatif pasca menjalani sanksi pidananya. Namun, di era yang serba digital saat ini, pelanggaran hak atas perlindungan identitas dapat dengan mudah terjadi bukan hanya oleh media namun juga masyarakat secara umum. Hingga saat ini UU Pers belum mengatur mengenai kewajiban pers untuk melindungi identitas anak dalam pemberitaannya sehingga pelanggaran rentan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya ketentuan dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mengkecualikan sidang tertutup untuk umum saat pembacaan putusan. Ketentuan tersebut memberikan akses kepada publik untuk menghadiri persidangan tersebut. Meski UU SPPA telah melarang publikasi identitas anak yang berkonflik dengan hukum, penyimpangan masih kerap terjadi dalam praktiknya. Akibatnya, anak yang identitasnya terpublikasi menerima label buruk dari masyarakat seperti yang terjadi pada perkara anak Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 4/Pid.sus-Anak/2023/PN.Jkt.Sel. Hal ini berbeda dengan negara lain, misalnya Jerman dan Kanada, yang lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam memberikan perlindungan bagi anak dalam masalah ini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif untuk menelaah perbandingan publikasi identitas anak terutama dalam sidang putusan anak antara Indonesia, Jerman, dan Kanada. Penelitian ini menemukan bahwa jika dibandingkan dengan Jerman dan Kanada, Indonesia memilki kelemahan dalam batasan pers membuat pemberitaan mengenai anak yang berkonflik dengan hukum dan isi sidang putusannya, Kelemahan tersebut berperan dalam mengakibatkan terjadinya penyimpangan praktik publikasi identitas dan isi putusan perkara pidana anak. Pelanggaran ini yang melanggar hak atas perlidnungan identitas anak dan menciderai tujuan dari sistem peradilan pidana anak itu sendiri. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut serta revisi UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, maupun UU SPPA itu sendiri.

The Law on Child Protection states that children in conflict with the law have the right to have their identity protected from the public. The purpose of this right is to protect the dignity of children so that children can return to society without negative stigmatization after serving their criminal sanctions. However, in today's digital era, violations of the right to identity protection can easily occur not only by the media but also the general public. Until now, the Press Law has not regulated the obligation of the press to protect children's identities in its reporting so that violations are prone to occur. In addition, there is a provision in the Juvenile Criminal Justice System Law ("SPPA Law") that excludes closed trials for the public when reading a decision. This provision provides access to the public to attend the trial. Although the SPPA Law prohibits the publication of the identity of children in conflict with the law, irregularities still occur in practice. As a result, children whose identities are published receive a bad label from the community, as happened in the South Jakarta District Court Case No. 4/Pid.sus- Anak/2023/PN.Jkt.Sel. This is different from other countries, such as Germany and Canada, which provide more protection and legal certainty in providing protection for children in this matter. This research uses the juridical-normative method to examine the comparison of the publication of children's identities, especially in juvenile court proceedings between Indonesia, Germany and Canada. This study found that when compared to Germany and Canada, Indonesia has weaknesses in the restrictions on the press to make news about children in conflict with the law and the contents of the verdict hearing, these weaknesses play a role in causing irregularities in the practice of publishing the identity and content of the verdict of juvenile criminal cases. This violation violates the right to protection of children's identity and undermines the objectives of the juvenile criminal justice system itself. To resolve this problem, further review and revision of the Press Law, Journalistic Code of Ethics, and the SPPA Law itself is required."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library