Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Layla Kautsarrani
"
Skripsi ini membahas tentang makna tradisi upacara minum teh di Jepang (Chanoyu) dan kaitannya terhadap fungsi ruang dan estetika. Upacara minum teh di Jepang mengalami perkembangan, berawal dari pengobatan sampai menjadi sebuah ritual upacara. Upacara minum teh Jepang merupakan salah satu budaya turun menurun yang masih aktif dilaksanakan hingga sekarang, dimana dalam masyarakat Jepang budaya kesenian dan keagamaan Budha berpengaruh di setiap aspek kehidupan masyarakat Jepang, maka dari itu upacara minum teh di Jepang menarik untuk di bahas. Tujuan dari penelitian adalah menjelaskan makna upacara minum teh Jepang dan kaitannya terhadap space (ruang) dengan penerapan Zen, Tao dan prinsip estetika Wabi-Sabi.
This thesis discusses the meaning of the tradition of the tea ceremony in Japan (Chanoyu) and its relation to space. The tea ceremony in Japan is developing, starting from medicine to becoming a ceremonial ritual. Japanese tea ceremony is one of the hereditary cultures that is still actively carried out until now, where in Japanese society Buddhist culture and religious culture influences in every aspect of Japanese people's life, therefore the tea ceremony in Japan is interesting to discuss. The purpose of this research is to explain the meaning of Japanese tea ceremony and its relation to space with the application of Zen, Tao and Wabi-Sabi aesthetic principles.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Firdha Amalia Nurdiwanti
"
ABSTRAKUpacara minum teh di Jepang di sebut sebagai Chanoyu. Chanoyu merupakan ritual tradisional yang menerapkan kedisiplinan, tujuan hidup dan cara berpikir. Teh bubuk hijau pekat yang di buat dan disuguhkan kepada tamu adalah pengaruh kuat dari Zen Buddha. Jepang menganut sistem Ie yang menempatkan wanita pada posisi kedua. Chanoyu menerapkan sistem Ie yang berbeda, pemimpin ritual bukan dilihat berdasarkan gender namun keahlian seeoarng dalam memahami dan mendalami pembuatan teh. Periode Meiji wanita diajarkan untuk menjadi wanita yang ideal yaitu ryosai kenbo. semenjak itu kurikulum sekolah khusus wanita di periode meiji menerapkan pelajaran moral kepada murid nya melalui Chanoyu. Setelah Perang Dunia ke II berakhir wanita tertarik kepada Chanoyu untuk melapaskan diri dari peran seorang Istri dan Ibu, untuk bersosialisasi di luar rumah. Wanita muda yang belum menikah mengikuti Chanoyu untuk melatih diri sebagai calon Istri dan Ibu yang baik. Mayoritas kaum Pria yang menduduki jumlah pemimpin ritual chanoyu kini berbading terbalik. Sejak saat itu peran wanita Jepang di dalam Upacara minum teh Jepang berubah.
ABSTRACTThe Japanese tea ceremony is called chanoyu. chanoyu is a traditional way to express a dicipline, way of life, and the way of thinking. Green thick powder tea that is make and serve to the guests actively strongly influenced by Zen Buddhism. Japan has a system Ie that put woman in a second position. Chanoyu has a different system of Ie, in this system the leader of Chanoyu is not seen by a gender but by how that person realling pursuing themselves into the skills and mastery in the tea ceremony. At the Meiji Period woman are teach as an ideal woman that is called ryosai kenbo. since then they put chanoyu into their curricullum especially for girl rsquo s school to teach them a moral lesson that adopted from chanoyu. After the world war II end woman are into Chanoyu because of to release a role from a mother and a wife, and to socialize outside the house. Young woman who are not yet married, get into the Chanoyu class to prepare themselves to become a good wife and good mother. Whereas the great majority of the chanoyu rsquo s leader, the resulted now overturned. Since that time Japanese woman roles in Japanese Tea Ceremony has changed."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library