Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desdiani
"Latar belakang. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang menerapkan kerja gilir bagi karyawannya untuk meningkatkan produktifitas. Kerja gilir ini berdampak pada gangguan irama sirkadian yang menyebabkan gangguan pencernaan. Di pabrik semen ini, gangguan pencernaan ditemukan pada pekerja gilir yang berotasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui prevalensi gangguan pencernaan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencernaan
Metode penelitian. Berupa studi comparative cross sectional (perbandingan potong lintang) melalui perbandingan prevalensi gangguan pencernaan antara kelompok pekerja gilir dengan pekerja non gilir. Jumlah sampel pada kelompok kerja gilir dan kelompok non gilir masing masing 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dari populasi yang memenuhi persyaratan kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner, pemeriksaan fisik, rekam medis pekerja dan data dari bagian kepegawaian.
Hasil penelitian. Didapatkan gangguan pencernaan pada pekerja gilir dengan pola rotasi dan prevalensi gangguan pencernaan sebesar 11% dengan CI 95% 4,9% - 17.1%. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan gangguan pencernaan adalah riwayat penyakit seperti ginjal, hepatitis, tukak lambung dan batu empedu dengan p= 0,001 OR=14,635 CI 95% 2,909 - 73,626. Dan faktor yang juga berpengaruh terhadap timbulnya gangguan pencernaan adalah jumlah hari kerja dalam seminggu dengan p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663 , Variabel penelitian seperti usia pekerja, tingkat pendidikan,jumlah jam kerja dalam sehari, masa kerja, stres, pola makan, kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga pada kedua kelompok kerja tidal( ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan: Dari penelitian ini tidak terbukti bahwa kerja gilir yang berotasi mengakibatkan gangguan pencernaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor jumlah hari kerja dalam seminggu dan riwayat penyakit bermakna dalam mempengaruhi timbulnya gangguan pencernaan (p< 0,05 ).
Oleh karena itu untuk mencegah dan mengurangi gangguan pencernaan, perlu dilakukan antisipasi dan pengertian yang dalam baik dari pihak manajemen, pekerja maupun dokter perusahaan.

The Influence Shift Work To Digestive Disorder At Male Worker Part Of Production At Cement Factory PT " X" In Citeureup BogorBack ground Cement factory represent one of the industry applying shift work to its employees to increase productivity. This shift work affect at rhythm trouble of circadian causing digestive disorder. In this cement factory, digestive disorder found at shift worker which is rotation. Therefore this study conduct to identify the prevalence of digestive disorder and other factors related to digestive disorder.
Research method Comparative cross sectional (transversal crosscut comparison) passing comparison of digestive disorder prevalence among group shy worker with non shift worker. Amount of sample at shift worker team and non shy worker team of everyone 100 persons. Intake of sample conducted at random modestly from population fulling conditions of inclusion criteria. Research data obtained from interview with questionnaire, physical examination, medical record and employee data
Result of research. Digestive disorder at shift worker with rotation pattern and the prevalence digestive disorder is II % with CI 95% 4,9 - 17,1%. The most influence factor related to digestive disorder is historical of disease with p = 0,001 OR=14, 635 CI 95% 2,909 - 73,626. And factor having an effect to incidence digestive disorder is amount of workday within a week with p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663. Research variable like worker age, education level, the amount of workhour within a day, year of job, sires, pattern eat, habit smoke, habit of disease history and sport at both working team have equivalent so that not be found by difference having a meaning.
Conclusion. This research didn't proven that rotating shift work caused to digestive disorder and statistically significant relation between amount of workday within a week and historical of disease with digestive disorder (p < 0,05).Therefore to prevent and lessen digestive disorder, a coordination need to conducted between management, company doctor and also worker to improve this matter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Sofrina
"Latar Belakang dan Tujuan
Berbagai masalah kesehatan telah diketahui sebagai dampak dari kerja gilir dan stres kerja. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang menerapkan kerja gilir bagi karyawannya untuk meningkatkan produktivitas. Di pabrik semen keluhan camas dan tegang ditemukan pada pekerja gilir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerja gilir dengan stres kerja dan faktor-faktor lain yang juga dapat mernpengaruhi stres kerja.
Metode
Penelitian menggunakan disain potong melintang dengan analisis perbandingan internal. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosiodemografi responden, karakteristik lingkungan kerja dan pengukuran stres kerja dengan kuesioner survai diagnosis stres.
Hasil
Dari 160 orang responden yang terdiri dari 80 orang pekerja gilir dan 80 orang bukan pekerja gilir didapatkan prevalensi stres kerja sebesar 73,25% pada pekerja gilir dan 52,5% pada bukan pekerja gilir. Terdapat hubungan yang bermakna antara kerja gilir dan stres kerja (p= 0,01; OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Konflik peran merupakan stresor kerja yang dominan (p=0,025; OR 27,8). Bising kerja secara bermakna berhubungan dengan timbulnya stres kerja pada pekerja gilir(p-0.04; OR 2,3)
Kesimpulan
Kerja gilir berhubungan bermakna dengan timbulnya stres kerja (OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Prevalensi stres kerja pada pekerja gilir lebih tinggi daripada bukan pekerja gilir. Konflik peran merupakan sires kerja dominan (OR 27,8). Rising kerja berhubungan bermakna dengan stres kerja (OR 2,3).

Analysis of the Relationship Between Shift Work and Job Stress Among Male Worker At Cement Factory "X" in West JavaBackground and Objectives
Various health problems have been known as the impact of shift work and job stress. Cement factory represent one of the industry applying shift work to its employees to increase productivity. In this cement factory, anxiety and tense complaints found at shift workers_ Therefore, the objectives of this study is to identify the relationship between shift work and job stress, and other factors that can also influence job stress.
Methods
This study used a cross sectional design with internal comparative. The data collected were respondent's characteristic of sociodemography, work environment's characteristic, measurement of job stress by using survey diagnostic stress questionnaire.
Results
Among the 160 respondents, consisting at 80 shift workers and 80 non shift workers, revealed that the prevalence of job stress is 73,8% at shift workers and 52,5% at non shift workers. There is a significant correlation between shift work and job stress (p),001; OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Role conflict is a dominant job stressor (p-0,025; OR 27,8). Working noise is the work environment's characteristic that has a significant relationship to job stress at shift workers (p=0,04; OR 2,3),
Conclusion
Shift work was relation to the occurence of job stress (OR 2,5; 95% CI 1,3-4,9). Shift work's prevalence of job stress is higher than non shift work's. Role conflict is a dominant job stressor (OR 27,8). Working noise has a significant relationship to job stress (OR 2,3).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareta Maria Sintorini
"Dampak negatif pembangunan antara lain adalah menurunnya kualitas lingkungan, sampai kepada menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibat berbagai bentuk pencemaran. Kegiatan industri yang diduga banyak mencemari lingkungan udara adalah industri semen, salah satunya ada di Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah melihat bagaimana hubungan kadar PM10 (Partikulat Melayang 10p m) dalam debu udara ambien sekitar pabrik semen di Kecamatan Cileungsi tersebut dengan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang ada pada penduduk sekitarnya.
Penelitian ini menggunakan rancangan "cross sectional". Pengukuran kadar PM10 udara ambien dilakukan di 4 titik arah dispersi pencemaran debu, kearah Barat sesuai arah angin dominan didaerah tersebut. Disekitar titik pengukuran udara dilakukan juga pengambilan sampel penelitian secara acak sebanyak 120 responden. Analisis statistik yang digunakan adalah regresi liner dan logistik pada paket program SPSS.
Hasil pengukuran yang diperoleh, kadar PM10 dilokasi penelitian adalah antara 93,06 -195,21 µg/m3. Sedangkan batas yang ditetapkan NAAQS di Amerika (Indonesia belum mempunyai) adalah 150 µg/m3. Tetapi kadar yang terukur tersebut sudah dalam rentang kadar rata-rata tahunan yang ditetapkan WHO untuk menaikan prevalensi penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa yaitu 150 - 225 µg/m3 TSP atau 99 - 148,5 µg/m.3 partikulat melayang 10 µm (PM10). Terdapat hubungan linier antara kadar PM10 dengan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada penduduk sekitar pabrik. Jika pajanan PK a sebesar 70 µg/m3 maka prevalensi kejadian gejala penyakit saluran pernapasan yang dapat diprediksi adalah 10,37%. Dari model regresi logistik didapat bahwa seseorang yang tinggal disekitar pabrik semen mempunyai kemungkinan untuk menderita gejala penyakit saluran pemapasan sebesar 66,49% dengan sudah dikontrol oleh lama tinggal, jenis pekerjaan, masa kerja, merokok dan kepadatan penghuni rumah.
Dapat disimpulkan bahwa kadar PMIa didalam debu udara ambien dapat menaikkan kejadian gejala penyakit saluran pernapasan pada penduduk. Saran bagi pihak pencemar adalah dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas alat-alat pengendalian debu mereka, disamping peningkatan upaya pengendalian debu pada sumber pencemarnya.

The Causality Between the Particulate Matter (PM10) Content in Ambient Air-Dust and Acute Respiratory Infection Symptoms. A case Study was Conducted at Cement Factory X Located at Cileungsi-Bogor and Residents Living around itThe decrease of environmental quality is one of several development program negative impacts. Such a decrease consequently, leads a decrease of public health condition in a community. Cement industry is thought to be one of the greatest industrial activities contributing to the environmental pollution. The study which was carried out at the industrial area of Cileungsi-Bogor, West Java, was aimed at finding out causality between the PMI0 (Particulate Matter less than 10µm) content in ambient air-dust and acute respiratory infection symptoms of people living around the factory.
The study used a cross sectional design. The measurement of the particulate matter was carried out in west as a four-dot direction of dust polluting dispersion with the dominant wind direction in the area. Sampling was carried out at random, i.e. 120 respondent living around the designated. Linier and logistic regression was applied in the statistic analysis.
The result of measurement shows that the content of PMIC was 93,06 - 195,21 pglm3, whereas the limit decided by the US NAAQS is 150 pglm3. The content measured of annually produced particulate matter by WHO is increase the prevalence of the adult pharyngeal disease. There was tinier causality between the PMIC content and the acute respiratory infection symptoms to the resident living around the factory area. If the number content indicated 70 gglm3, thus the predictable prevalence of the disease symptom is 10,37%. Seen from the logistic regression model, it was found that a person living around factory has the possibility of pharyngeal disease (66,49%). This finding was corrected for various confounding factors such as length of stay, occupation, length of occupation, smoking habit, and numbers of person staying in the house.
It was concluded that the PM10 content in the ambient air-dust could increase the acute respiratory infection symptoms of the community. It is recommended that the factory should be equipped with dust control machine, i.e. electrostatic precipitator, and that efforts of controlling the source of dust pollution, should be improved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library