Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Produksi androgen yang berlebihan menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit wanita berupa hirsutisme dan akne. Pemberian hormon antiandrogen seperti siproteron asetat dapat menghilangkan dampak kelebihan androgen terhadap kulit. Kerontokan rambut juga dapat disebabkan oleh hormon androgen yang tinggi dan kadar estrogen yang rendah. Pemberian hormon antiandrogen dan pemberian hormon estrogen dapat mengurangi kerontokan rambut. Virilisasi yang meliputi pertumbuhan rambut lebat, pembesaran klitoris, perubahan suara, hipertrofi otot dan hipoplasia payudara juga disebabkan oleh hiperandrogenemia dan pemberian antiandrogen dapat menghilangkan dampak virilisasi. Sebaliknya, kekurangan hormon androgen berkaitan dengan timbulnya selulit, sedangkan testosteron topikal dapat menghilangkan selulit. Disimpulkan bahwa abnormalitas kulit dan atau kerontokan rambut berhubungan dengan pemberian hormon androgen pada wanita. Pengobatan dengan hormon antiandrogen dapat mengurangi atau menyembuhkan kelainan tersebut. (Med J Indones 2004; 13: 258-63)
Excessive androgen production may cause changes in female skin, such as hirsutism and acne. The administration of antiadrogenic hormone such as cyproteron acetate, may eliminate the hyperandrogenic effect on the skin. Hairloss may also caused either by hyperandrogenemia or by low estrogen level. The administration of either antiandrogen or estrogen may reduce hairloss. Virilization, which includes excessive growth of hair and clitoris enlargement, deepened voice, muscle hypertrophy and mammary hypoplasia are also associated with hyperandrogenemia. Antiandrogen treatment could eliminate these impacts of virilization. In contrast, cellulite was supected to be due to androgen deficiency, and the use of topical testosterone could eliminate it. It is concluded that skin and/or hairloss are associated with hormonal changes in women. The treatment with antiandrogenic hormones may reduce or cure these abnormalities. (Med J Indones 2004; 13: 258-63)
Medical Journal Of Indonesia, 13 (4) October December 2004: 258-263, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-258
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Anggraeni
Abstrak :
Aminofilin merupakan salah satu derivat metilxantin yang dapat digunakan sebagai antiselulit pada sediaan topikal. Untuk membandingkan perbedaan jumlah aminofilin yang terpenetrasi pada sediaan topikal dibuat tiga sediaan yaitu dalam bentuk krim, gel, dan salep kemudian penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Uji penetrasi dilakukan selama 8 jam dengan 11 kali pengambilan sampel dan masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 272,5 nm. Jumlah aminofilin yang terpenetrasi sebanyak 3779,51 ± 25,96 μg/cm2 untuk sediaan gel, 2104,13 ± 17,00 μg/cm2 untuk sediaan krim, dan 518,24 ± 21,22 μg/cm2 untuk sediaan salep. Persentase jumlah aminofilin yang terpenetrasi dari sediaan gel adalah 26,25 ± 0,18%, dari sediaan krim 14,62 ± 0,12%, dan dari sediaan salep 3,60 ± 0,15%. Kecepatan penetrasi aminofilin yang paling besar diperoleh dari sediaan gel, kemudian krim, dan terakhir salep, yaitu masing-masing sebesar 472,44 ± 3,24 μgcm-2jam-1, 263,02 ± 2,13 μgcm-2jam-1, dan 64,78 ± 2,65 μgcm-2jam-1. ......Aminophyllin is one of the methylxanthine derivate used as an anticellulite in a topical dosage form. To measure the diffusion of aminophyllin from topical dossage form, three kinds of preparation were made as cream, gel, and ointment, and then the penetration through skin were examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. The test was done for 8 hours with 11 times samples withdrawn, and the absorption of each sample was measured by spectrophotometer UV-Vis at wavelength 272.5 nm. The diffusion of aminophyllin measured from gel preparation was 3779.51 ± 25.96 μg/cm2, from cream preparation was 2104.13 ± 17.00 μg/cm2, and from ointment preparation was 518.24 ± 21.22 μg/cm2. The percentage of diffused aminophyllin from gel preparation was 26.25 ± 0.18%, from cream preparation was 14.62 ± 0.12%, and from ointment preparation was 3.60 ± 0.15%. The highest flux of aminophyllin was from gel 472.44 ± 3.24 μgcm-2hour-1, followed by cream 263.02 ± 2.13 μgcm-2hour-1, and the last one was from ointment 64.78 ± 2.65 μgcm-2hour-1.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library