Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Hadi Kusuma
Abstrak :
Fenomena rewetting pada celah sempit persegi selama proses quenching berhubungan dengan manajemen termal ketika terjadinya suatu kecelakaan nuklir, baik kecelakaan karena kehilangan air pendingin maupun kecelakaan lain yang mengakibatkan lelehnya teras reaktor nuklir. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut di atas agar didapatkan pemahaman yang benar tentang keselamatan reaktor nuklir dari sisi pendinginan khususnya fenomena rewetting di celah sempit persegi selama proses quenching dan juga dapat berguna bagi perbaikan desain reaktor generasi selanjutnya. Penelitian difokuskan pada penentuan suhu, waktu, dan kecepatan rewetting di celah sempit persegi berukuran 1 mm dengan 3 variasi suhu awal pelat persegi dan 3 variasi laju aliran air pendingin. Eksperimen dilakukan dengan menginjeksikan air pada laju aliran 0,1-0,3 liter/detik pada suhu air pendingin 85oC. Data transien suhu hasil pengukuran direkam melalui sistem akuisisi data. Data tersebut digunakan untuk mengetahui suhu transien pendinginan celah sempit persegi dan menentukan suhu, waktu, dan kecepatan rewetting dari proses quenching tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data eksperimen perubahan suhu dinding pelat panas selama proses quenching pada celah sempit persegi, memahami fenomena rewetting pada proses quenching pada celah sempit persegi, dan mempelajari pengaruh suhu awal pelat panas dan laju alir air pendingin terhadap rewetting. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada suhu 205°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 201,38-205°C, waktu rewetting terjadi pada 0 detik dan kecepatan rerata rewetting pada 0 meter/detik. Pada suhu 400°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 358,66-387,5°C, waktu rewetting terjadi pada 2,73-44,48 detik, dan kecepatan rewetting pada 0,0094-0,1037 meter/detik. Pada suhu 600°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 426,63-480,55°C, waktu rewetting terjadi pada 34,77-88,23 detik, dan kecepatan rerata rewetting pada 0,0025-0,0072 meter/detik. Dari penelitian ini menunjukkan suhu terjadinya rewetting akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu permukaan pelat panas persegi. Pada suhu permukaan pelat panas persegi yang sama, semakin besar debit aliran air pendingin yang dilewatkan melalui celah sempit maka waktu dan kecepatan rewetting yang dibutuhkan untuk mendinginkan permukaan pelat persegi tersebut akan semakin cepat. Meningkatnya suhu pelat panas persegi bagian tengah pada suatu debit aliran yang sama akan menyebabkan semakin lamanya waktu yang dibutuhkan oleh air pendingin untuk melakukan rewetting. Dapat diperkirakan bahwa gelembung uap yang terbentuk akibat pemanasan pelat persegi tersebut bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya counter current yang menghambat laju aliran air pendingin untuk melakukan pendinginan celah sempit persegi.
Rewetting phenomena on a rectangular narrow gap during quenching process is related to thermal management when the occurrence of a nuclear accident due to loss of coolant accident or other kind of accidents resulting in core melted. In order to address the problem, it is crucial to conduct research to get a better understanding of nuclear safety reactor regarding to cooling especially in rewetting phenomena in a rectangular narrow gap during quenching process. The influence of the initial temperature of the hot plate and cooling water flow rate of rewetting was also observed. The study focused on determining the temperature, time, and velocity of rewetting in 1 mm narrow gap with 3 variations of the initial temperature of hot plates and 3 variations of the cooling water flow rate. Experiments were carried out by injecting water into the hot plate whose temperature ranging from 205 to 600°C at a flow rate 0.1-0.3 liters/sec to 85°C cooling water temperature. Data of transient temperature measurements were recorded using a data acquisition system in order to record the temperature, time, and velocity of rewetting during the quenching process. This study aims to understand the phenomenon of rewetting during the quenching process and to study the influence of the initial temperature of the hot plate and cooling water flow rate of rewetting on a rectangular narrow gap. The results shows that at 205°C with a flow rate 0.1-0.3 l/s, rewetting temperature range 201.38 - 205°C, rewetting time occurred at 0 second, and average rewetting velocity is 0 m/s. At 400°C with flow rates 0 - 0.3 l/s, rewetting temperature is 358.66 ? 387.5°C, the rewetting time is 2.73 ? 44.48 seconds, and average rewetting velocity is 0.0094 - 0.1037 m/s. At 600°C with flow rates from 0.1- 0.3 l/s, rewetting temperature range from 426.63 to 480.55°C, the rewetting time from 34.77 ? 88.23 seconds, and the average rewetting velocity from 0.0025 -0.0072 m/s. The results indicates that rewetting temperature will increase with rising temperature of rectangular hot plate. At the same temperature of hot plate, the greater flow rate of cooling water passed through a rectangular narrow gap the faster the resulted time and velocity of rewetting will be. Increasing the temperature of the hot plate on the center plate in a similar flow rate will cause the length of time required by the cooling water for rewetting. It is estimated that the amount of gas formed by heating a rectangular plate moved up and resulted a counter current that inhibits the cooling water flow rate in the cooling of rectangular hot plate.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Hermawan Putranto
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini didasari oleh tujuan kami untuk memahami terlahirnya eksiton di dalam suatu semikonduktor. Eksiton adalah quasipartikel yang mendeskripsikan keadaan terikat antara sebuah elektron dan sebuah hole. Eksiton memiliki peranan yang penting dalam teknologi berbasis semikonduktor, seperti photovoltaics, laser, dan sebagainya. Skripsi ini tidak semata-mata bertujuan untuk mendiskusikan tentang kemunculan eksiton, namun mengeksplorasi efek-efek korelasi. Interaksi-interaksi ini memodifikasi spektrum satu partikel dan spektrum dua partikel dari semikonduktor. Kami melakukan penelitian ini secara teoritik dengan cara menggunakan metode GW dan BSE yang diimplementasikan pada metode Density Functional Theory (DFT). Pemahaman dari efek-efek korelasi ini sangat penting karena hal ini akan berperan dalam membuat interaksi tarik-menarik efektif di antara elektron dan hole yang akan mengikat mereka dan mengubah mereka menjadi eksiton. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perhitungan numerik dari semikonduktor celah lebar dan celah sempit. Hasil utama dari perhitungan ini adalah grafik dari kerapatan keadaan (Density of States), struktur pita (Band Structure), fungsi dielektrik, dan konduktivitas optis.
ABSTRAK
This study is motivated by our aim to understand the formation of exciton in semiconductor. Exciton are quasi-particles that describe the bound state between an electron and a hole. The role of exciton are very important in semiconductor-based technologies, such as photovoltaic, lasers, and so on. This thesis is not purposed to discuss the formation of exciton itself, rather it explores the correlation effects . These interactions generate the correlations effects that modify the single-particle spectra and the two-particle spectra of semiconductor. We do this study theoretically by employing the GW and BSE method that implemented on Density Functional Theory Method. The understanding of this correlation effects are very important because they will act as an important role in inducing the effective attractive interactions between electrons and holes that bind them into exciton. The main aim of this research is to did numerical calculation from wide band gap and narrow band gap semiconductors. The main results of these calculations are graph of density of states (DOS), band structure, dielectric function, and optical conductiv
2016
S63656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Reynaldo Hendrawan
Abstrak :
Pembakaran membara adalah pembakaran yang bersifat perlahan dan tanpa adanya nyala api. Penelitian mengenai pembakaran membara sudah cukup banyak dilakukan baik dalam keadaan normal maupun microgravity. Dari penelitian yang sudah dilakukan biasanya diperhatikan pola fingering atau perambatannya karena perambatan merupakan salah satu hal penting dalam pembakaran ini. Dalam penelitian ini, perambatan juga diperhatikan terutama untuk luas perambatan dan kecepatan rambat dari pembakaran yang terjadi pada Kertas Filter Whatman#42 dengan diberi variasi pada aliran udara yang mengalir pada ruang pembakaran alat uji yang berkisar antara 1 hingga 10 Liter Per Menit (LPM). Adaptasi dari penelitian yang sudah ada dilakukan serta menambahkan beberapa inovasi agar didapatkan hasil yang berbeda. Data hasil penelitian berupa luas pembakaran dan kecepatan rambat yang diolah berdasarkan rekaman video selama proses pembakaran berlangsung dan dari masing ? masing kecepatan aliran udara. Hasil dari penelitian ini adalah semakin menurunnya luas pembakaran seiring meningkatnya kecepatan aliran udara. Sehingga trennya adalah kecepatan aliran udara 1 LPM memiliki luas pembakaran yang paling besar dan kecepatan aliran udara 10 LPM memiliki luas pembakaran yang paling kecil.
Theres already some research about smoldering combustion either in normal condition or microgravity, meanwhile smoldering combustion itself is a slow, low temperature and flameless form of combustion. The previous research usually focused on fingering pattern and the propagation because it?s one of the most important thing in this kind of combustion. In this research, propagation also important especially area of propagation and spread rate of the combustion on Filter Paper Whatman#42 with different variations of gas flow starts from 1 LPM to 10 LPM and to achieve better outputs, there must be some innovations for this research. The data of this research are : area of propagation and spread rate which can be develop from video recording of propagation phenomenon inside combustion chamber. The final result of this research is that when the gas flow is higher than the area of propagation are getting smaller, so 1 LPM gas flow will have the biggest area of propagation while the 10 LPM gas flow will have the smallest area of propagation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Lutfi Ramadhan
Abstrak :
Pembakaran dan kebakaran merupakan dua aspek yang saling terkait, dimana untuk meninjau terjadinya kebakaran dan melakukan investigasi terhadap terjadinya kebakaran tersebut, harus meninjau lebih dalam tentang fenomena pembakaran untuk mengetahui mengapa kebakaran terjadi dan cara mencegahnya. Salah satu jenis pembakaran adalah pembakaran membara (smoldering) yang cenderung lambat, memiliki temperatur rendah, dan tidak mengeluarkan lidah api. Namun, penelitian yang beruhubungan dengan pembakaran smoldering masih sedikit dibandingkan pembakaran menyala. Dalam penelitian ini, memperlihatkan pengaruh dari variasi kecepatan aliran udara terhadap luasan area terbakar dan spread rate dari kertas yang terbakar. Sampel yang digunakan adalah kertas saring Whatman #42 dan dimasukkan ke dalam ruang bakar berupa celah sempit dengan jarak 1.2 cm. Sumber pemanas yang digunakan berupa titik di tengah kertas dengan daya sebesar 200 Watt. Penelitian dilakukan dengan variasi kecepatan aliran udara dari 1 ? 10 Liter/menit. Data hasil pengukuran berupa kecepatan rambat, total area terbakar, dan fraksi kertas yang terbakar akan didapatkan. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa aliran udara yang paling optimal dalam pembakaran kertas adalah pada 0.04 m/s (4 LPM) dan 0.05 m/s (5 LPM) dengan luas area terbakar 43.661 cm2 dan 44.24 cm2. Tidak jauh berbeda dengan luas yang terbakar, kecepatan rambat dari pembakaran juga tertinggi pada aliran 4 dan 5 LPM. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar aliran udara tidak mempengaruhi semakin besar juga area terbakar. Tren untuk luasan area terbakar memiliki kenaikan dari aliran 0.01 m/s (1 LPM) hingga 0.05 m/s (5 LPM), lalu turun kembali pada 0.06 m/s (6 LPM) hingga 0.1 m/s (10 LPM). Karakteristik material mampu bakar kertas ini diharapkan dapat mendukung pengembangan proteksi kebakaran di Indonesia kedepannya.
Combustion and fire are two aspects that relate to each other, as to observe how fire happens and to investigate why it happens, we need to dive deeper to fire phenomenon to know why fire happens and how to prevent fire. One of combustion type is smoldering, that happens slower than regular combustion, has lower temperature, and has no flame. Unfortunately, researches regarding smoldering are fewer than those about flaming. In this research, it shows effects of air flow rate variation to the size of burned area and spread rate of burned paper. The sample used in this research is Whatman #42 filter paper, put inside a combustion chamber, which is a narrow slit of 1,2 cm. Heater used is a spot in the center of the paper with 200 Watt power. The study is done by varying the air flow velocity of 1-10 liters/minute. Measurement data such as velocity, total burned area, and a fraction of sample burned will be obtained. This study found that the most optimal air flow in the combustion of the paper is 0.04 m/s (4 LPM) and 0.05 m/s (5 LPM). This proves that the greater the air flow will not affect the size of the burned area. Trends for the size of the area burned increases from 0.01 m/s (1 LPM) to 0.05 m/s (5 LPM), and then will decrease from 0.06 m/s (6 LPM) to 0.1 m/s (10 LPM). The paper properties such as flammability is expected to be able to support the development of fire protection in Indonesia in the future.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riki
Abstrak :
Penggunaan kertas memiliki potensi kebakaran yang cukup tinggi, karena kertas termasuk material selulosa yang mudah terbakar. Walaupun kertas dengan ketebalan tertentu cukup sulit untuk mulai menyala, namun kertas dengan ketebalan yang minim sangat mudah menyala dan dapat merambat dengan cepat dan sulit untuk dipadamkan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh kecepatan aliran udara pada pembakaran kertas dengan sumber penyalaan berupa garis dalam ruang pembakaran berupa celah sempit vertical. Sampel yang digunakan adalah kertas filter Whatman. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu pada kecepatan aliran 0.01 m/s hingga 0.05 m/s perambatan nyala api menuju ke bawah, kecepatan aliran 0.06 m/s perambatan cenderung seimbang, kecepatan aliran 0.07 m/s dan 0.08 m/s perambatan nyala api cenderung menuju ke atas, kecepatan aliran sebesar 0.09 m/s dan 0.10 m/s tidak sanggup untuk mempertahankan penyalaan atau unsustain. Selain itu dapat disimpulkan bahwa semakin cepat aliran udara yang dihembuskan maka semakin kecil area perambatan dan terakhir kecepatan rambat pembakaran setiap variasi aliran memiliki tren yang fluktuatif.
Paper has a high fire hazard level, due to the fact that it?s a flammable cellulose material. Although thick paper tend to be more difficult to ignite, a relatively thin paper can be ignited more easily, and the flame could spread rapidly and hard to be extinguished. Therefore, an experiment about the influence of air velocity to the spread of burning paper with a middle line ignition source in a vertical narrow gap burning chamber was conducted. In this experiment, an analysis regarding the propagation of burned area, represented in a burned fraction area graph, area propagation graph, and spread rate graph, was conducted. The sample used is Whatman Filter Paper. The results showed that for air flow of 0.01 m/s to 0.05 m/s the spread of the flame propagated downwards, for airflow velocity of 0.06 m/s the spread of the flame tend to be balanced, and for airflow velocity of 0.07 m/s and 0.08 m/s the spread of the flame propagated upwards, while airflow of 0.09 m/s and 0.10 m/s were unable to sustain the growth of the fire. In can also be observed that the faster the airflow velocity, the smaller the propagated burned area, and spread rate velocity for different variants of flow tend to fluctuate.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library