Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peranginangin, Hizkia
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktik kartel kedelai impor yang dilakukan oleh beberapa perusahaan importir di Indonesia. Dugaan ini timbul setelah adanya tata niaga impor kedelai oleh Kementerian Perdagangan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/PER/8/2013. Berdasarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan, terlihat adanya pembagian kuota impor yang tidak proposional dimana terdapat tiga importir yang memiliki jatah impor melebihi 66 persen dari total kuota impor yang memberikan peluang sangat besar untuk dapat dilakukannya kartel yang melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Terlebih lagi dugaan ini diperkuat dengan adanya kelangkaan komoditas kedelai di pasar yang mengakibatkan melambungnya harga kedelai di Indonesia sekaligus tercatat sebagai harga kedelai termahal yang pernah ada. Namun pembuktian terjadinya praktik kartel bukanlah perkara yang mudah. Dituntut peran KPPU yang optimal dalam menjalankan fungsinya untuk membuktikan apakah benar terjadi kartel atau tidak.

This thesis analyzes the alleged of cartel practices of imported soybeans by some importer companies in Indonesia. These allegations arose after the Trade Ministry made a new trade system of imported soybeans by promulgating the regulation of the Minister of Trade No. 45/M-DAG/PER/8/2013. Based on a letter of approval to import, the division of the import quota to each importers is not propotional, where there were three importers who have more than 66 percent quota of the total import quota. That gives enormous opportunities to be able to do the cartels that violate the provisions of article 11 of Regulation Number 5 Year 1999. Moreover, these allegations were reinforced by the scarcity of soybeans commodity in the market that led to soaring price of soybean in Indonesia and also listed as the most expensive ever. But proving the cartel practices is not an easy matter. Optimal KPPU's role demands in carrying out its functions to prove whether or not the cartel does occur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Nadya
"Industri perbankan sangat berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Agar pembangunan dalam suatu negara dapat terus berjalan, maka kredit yang difasilitasi oleh bank sebagai salah satu sarana terpenting dalam penyaluran modal bagi usaha negara dan swasta, harus tetap dijaga kestabilannya. Tingkat kestabilan kredit di Indonesia dapat dilihat melalui besaran suku bunga kredit. Selain itu, persaingan antar bank umum juga memiliki pengaruh terhadap kestabilan suku bunga kredit di Indonesia. Kenaikan tingkat suku bunga kredit yang terlalu tinggi dapat menghambat pembangunan negara dan menjadi beban pada roda perekonomian negara maupun masyarakat sebagai pelaku usaha yang melakukan investasi. Keberadaan persaingan dalam industri perbankan di Indonesia pada umumnya akan menciptakan persaingan diantara para pelaku usaha yang akhirnya akan menguntungkan masyarakat melalui persaingan harga. Namun mulai pertengahan tahun 2011 ditemukan indikasi oleh KPPU bahwa terdapat bank umum besar baik negeri maupun swasta melakukan persaingan usaha tidak sehat melalui kartel. Dimana melalui kartel tersebut suku bunga bank menjadi tinggi dan memiliki besaran yang serupa. Besaran bunga bank yang dirasa terlampau tinggi tersebut kemudian dikhawatirkan dapat menghambat iklim investasi, khususnya pada sektor UMKM. Indikasi ini terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2013. Melalui penelitian ini dilakukan analisa terhadap indikasi perjanjian kartel tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Diharapkan melalui penelitian ini pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Virda Ekaningrum
"Tesis ini membahas tentang afkir dini induk ayam yang dilakukan dua belas pelaku usaha ayam ras pedaging. Melalui Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2016, KPPU menyatakan bahwa dua belas pelaku usaha melakukan kartel ayam. Akan tetapi dalam bandingnya, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1/Pdt.Sus-KPPU/2017/Pn Jkt.Brt menyatakan bahwa dua belas pelaku usaha tidak terbukti melanggar ketentuan pasal 11 UU No. 5 tahun 1999, begitupun dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 444 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 yang menyatakan menguatkan putusan PN Jakarta barat. Putusan banding dan kasasi menyatakan bahwa dua belas pelaku usaha tidak terbukti melakukan kartel karena tidak terpenuhinya unsur perjanjian, karena mereka melakukan afkir dini induk ayam dilakukan atas instruksi Kementerian Pertanian. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa objek perkara, yaitu kesepakatan tanggal 14 September 2015 merupakan perjanjian, karena adanya voting, serta sebelum dibuat kesepakatan ditanyakan terlebih dahulu apakah pelaku usaha setuju/tidak, serta diadakan perundingan mengenai persentase afkir dini induk ayam. Hal ini menunjukkan adanya penawaran dan penerimaan, sebagaimana merupakan unsur kesepakatan dan mengikatkan diri dalam perjanjian. Selanjutnya, dalam perkara ini lebih tepat menggunakan state action doctrine, yaitu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah (atau yang diberikan kewenangan) dari atau mewakili pemerintah akan dikecualikan dari ketentuan undang-undang persaingan. Akan tetapi, baik dalam putusan KPPU, PN Jakbar, dan Kasasi tidak menggunakan state action doctrine dalam putusannya maupun pertimbangannya.

This thesis discusses afkir dini Parent Stock agreement by twelve broiler businesses. Through KPPU Decision Number 02 / KPPU-I / 2016, KPPU stated that twelve business actors carried out chicken cartels. However, in its appeal, the Decision of the West Jakarta District Court Number 1 / Pdt.Sus-KPPU / 2017 / PN Jkt.Brt stated that twelve business actors were not proven to violate the provisions of article 11 of Law No. 5 of 1999, as well as in the Supreme Court Cassation Decision Number 444 K / Pdt.Sus-KPPU / 2018 which confirms the decision of the West Jakarta District Court. Appeals and cassation decisions state that twelve business actors have not been proven to have carried out a cartel because the agreement element was not fulfilled, because they carried out afkir dini parent stock based on the instructions of the Ministry of Agriculture. Based on above problems, this research using normative judicial method The results showed that the object of the case, namely the agreement dated September 14, 2015, was an agreement, because of voting, and before the agreement was made, it was asked first whether the business actor agreed / did not, and negotiations were held regarding the percentage of early hatchlings. This indicates the existence of an offer and acceptance, as an element of agreement and binding in an agreement. Furthermore, in this case it is more appropriate to use the state action doctrine, namely actions or actions taken by the government (or given authority) from or representing the government will be excluded from the provisions of the competition law. However, both in the decisions of the KPPU, West Jakarta District Court and Cassation the doctrine state action is not used in its decisions or considerations."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depari, Raymond Adytia
"Hukum persaingan usaha melindungi persaingan dan proses persaingan yang sehat dengan mencegah dan memberikan sanksi terhadap tindakan-tindakan yang anti persaingan. Kartel sangat merugikan perekonomian karena para pelaku usaha anggota kartel akan setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga, seperti pembatasan jumlah produksi yang akan menyebabkan inefisiensi alokasi. Skripsi ini membahas dugaan praktek kartel dan penetapan harga yang dilakukan oleh enam perusahaan ban di Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa keenam perusahaan melakukan kesepakatan penetapan harga dan mengontrol produksi dan penjualan ban dalam periode 2009 sampai 2012. Keenam perusahaan tersebut dituduh melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. Dalam putusannya, KPPU menyatakan bahwa keenam perusahaan tersebut terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11, yakni penetapan harga dan kartel. Alhasil, KPPU menghukum enam perusahaan ban tersebut untuk membayar denda sebesar 25 milyar rupiah. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tujuan menganalisis putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014 berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010.

The Business Competition Law protects competition and the healthy competition process by preventing and giving sanctions to the anti-competition acts. Cartels are very detrimental to the economy because the business doers as the cartel members will agree to do activities having impact on price control, such as the limitation of production amount which will cause allocation ineffeciency. This thesis analyzes the presumption of cartel practices and price fixing agreement by the six tire manufacturers in Indonesia. Business Competition Supervisory Commision (KPPU) said that the companies are suspected to have made deals in price fixing and controlling tire production and sales from 2009 until 2012. They were alleged for breaching article 5(1) and article 11 Law Number 5/1999. However on its final decision, KPPU decided that the six companies have breached article 5(1) and article 11, concerning price fixing and cartel. As a result to this breach, the KPPU punished the six companies to pay fine in the amount of IDR 25 billion. In process of writing this thesis, writer is using legal research method to analyzing KPPU decision Number 08/KPPU-I/2014 based on the Law Number 5/1999 and Comission Regulation Number 4/2010.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ratu Kusuma Hakim
"Kartel merupakan jenis perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang anti terhadap persaingan. Proses pembuktian adanya dugaan praktik perjanjian kartel diantara para pelaku usaha menjadi suatu masalah bagi KPPU dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha tidak sehat, dan untuk menyimpulkan adanya perjanjian atau kesepakatan diperlukan adanya dukungan suatu bukti. Dalam perilaku kerja sama, bukti dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Direct Evidence dan Indirect Evidence Circumstantial Evidence . KPPU dipertanyakan dasar dalam menggunakan indirect evidence sebagai alat bukti. Tesis ini mengkaji dan membahas mengenai penggunaan indirect evidence khususnya bukti ekonomi dalam pembuktian perkara-perkara kartel dengan membandingkan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014, Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2016, dan Putusan KPPU 04/KPPU-I/2016. Penelitian ini adalah penulisan hukum yuridis normatif yang memusatkan perhatiannya pada kajian tentang peraturan perundang-undangan termasuk putusan pengadilan sebagai tolak acuan pembahasan. Hasil penelitian menyimpulkan indirect evidence khususnya bukti ekonomi dibutuhkan dalam pembuktian atas pelanggaran persaingan usaha, karena karakter perilaku di dunia usaha berbeda jenis maupun bentuknya. Dari ketiga putusan KPPU disebutkan di atas, bahwa terdapat dua 2 putusan yang dikuatkan oleh Pengadilan Negeri dan 1 satu putusan yang dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Negeri. Hal tersebut menjelaskan bahwa penggunaan indirect evidence khususnya bukti ekonomi mampu membantu KPPU dalam mengungkapkan terjadinya kartel. Penulis menyarankan untuk menempatkan pasal terkait indirect evidence sebagai lsquo;bukti tersendiri rsquo; dalam amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Cartel is a type of agreement by business actors who are anti of competition. The proofing process of the alleged practice of cartel agreement among business actors remains an issue for The Business Competition Supervisory Commission KPPU in solving unfair business competition cases, moreover, to conclude the existence of deal or agreement, the supporting evidence are needed. In cooperative behavior, the evidence can be divided into two types Direct Evidence and Indirect Evidence Circumstantial Evidence . The utilization of indirect evidence as an instrument of validation by KPPU is questionable. This thesis examines and discusses the use of indirect evidence, especially economic evidence in cartel cases by comparing KPPU Decision Number 08 KPPU I 2014, KPPU Decision Number 02 KPPU I 2016, and KPPU Decision Number 04 KPPU I 2016. This research is the writing of normative juridical law which focus its attention on the study of legislation including court decision as reference. The result of the research concludes that indirect evidence, especially economic evidence is needed in the verification of business competition violation, because the behavioral character in the world of business varies in types and forms. Of the three KPPU decisions mentioned, there are two 2 decisions enforced by the District Court and 1 one decision annulled by the District Court Judge. This explains that the use of indirect evidence, especially economic evidence, is able to assist KPPU in revealing the occurrence of cartel. The author suggests to put articles related to indirect evidence into ldquo separated evidence rdquo in the amendment of Act No. 5 of 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Novita Budiarti
"Dalam pemenuhan unsur Pasal 11 UU No. 5/1999 yang mengatur tentang kartel,
putusan KPPU Nomor 09/KPPU/I/2018 tentang kartel garam industri aneka pangan
menyatakan tidak terbukti adanya perbuatan kartel dikarenakan unsur
mempengaruhi harga dan dapat terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat tidak terpenuhi. Namun pada putusan kartel garam ini, Majelis
Komisi tidak mempertimbangkan tentang keuntungan berlebih yang didapat oleh
para terlapor yang dihitung berdasarkan margin keuntungan dari nilai harga beli
garam dengan nilai harga jual. Selain itu, Majelis Komisi menilai dampak adanya
kartel akan terjadi ketika terdapat kenaikan harga yang signifikan. Di sisi lain,
kenaikan harga signifikan ini tidak disebutkan sebagai tolok ukur untuk meloloskan
unsur terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dalam
perkara kartel ban dan ayam. Dalam pembuktian unsur-unsur Pasal 11 ini, Majelis
Komisi dapat menggunakan bukti ekonomi diluar jangka waktu objek perkara
untuk melihat pergerakan perubahan harga dari sebelum dan sesudah kartel.

In fulfilling the elements of Article 11 Law Number 5/1999 which regulates cartels,
KPPU decision Number 09/KPPU/I/2018 concerning the cartel of salt for various
food industry states that there is no proof of the cartel behavior because the elements
of influencing prices and monopolistic practices and or unfair business competition
are not fulfilled. However, in the decision of the salt cartel, the Commission Council
did not consider the excess profits obtained by the reported parties based on the
profit margin from the value of the salt purchase price and the value of the selling
price. In addition, the Commission Council assesses that the impact of the cartel
will occur when there is a significant price increase. On the other hand, this
significant price increase is not mentioned as a benchmark to pass the elements of
monopolistic practices and or unfair business competition in the cases of the tire
and chicken cartels. In proving the elements of Article 11, the Commission Council
can use economic evidence outside the time period of the case object to see the
movement of price changes from before and after the cartel.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habiburrokhman
"Tantangan terbesar KPPU dalam menjalankan tugasnya adalah kian sulitnya melakukan pembuktian terhadap pelanggran hukum persaingan usaha. Kartel merupakan perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan persekongkolan tender yang dilarang berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun sulit untuk dibuktikan dengan alat bukti konvensional yang ada selama ini. Selain menggunakan bukti langsung, KPPU juga menggunakan indirect evidence dalam membuktikan kartel dan persekongkolan tender. Secara umum Indirect Evidence terdiri dari bukti komunikasi (Communication Evidence) dan Bukti Ekonomi (Economic Evidence).Tipe penelitian ini adalah penelitian normative, yang sumber utamanya adalah bahan hukum bukan fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Dalam perkara kartel minyak goreng, penggunaan indirect evidence oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung sedangkan dalam perkara Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan JAringan Air Bersih di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, penggunaan indirect evidence oleh KPPU dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 dan Yurisprudensi penggunaan indirect evidence dapat dilakukan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

The greatest challenge ever faced by KPPU in performing its duties is the increasing difficulty in proving a violation of the business competition law. Cartel, prohibited under Article 11 of Law No. 5 of 1999 and tender conspiracy, prohibited under Article 22 of Law No. 5 of 1999, are hard to prove using the existing conventional means of evidence. In addition to using direct evidence, KPPU also uses indirect evidence in proving the existence of cartel and tender conspiracy. In general, Indirect Evidence consists of Communication Evidence and Economic Evidence. This research was a normative research of which main sources were not social facts, as in a normative legal research, the studied materials are legal materials containing normative rules. In the case of cooking oil cartels, the Supreme Court rejected the use of indirect evidence by KPPU. Meanwhile, in the case of Conspiracy in Tender for Clean Water Network Works Package in the Subdistrict of Singkep, District of Lingga, Province of Riau Islands, the Supreme Court affirmed the use of indirect evidence. The reseach results indicate that, under Law No. 5 of 1999, KPPU Regulation No. 1 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2011 and Jurisprudence, the use of indirect evidence is allowable in Indonesia’s business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waruwu, Satria Saronikhamo
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan beberapa jenis larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha guna memastikan terciptanya persaingan usaha yang sehat. Salah satu ketentuan yang diatur ialah persoalan mengenai kartel yang diatur didalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menetaplam kartel sebagai salah satu perjanjian yang dilarang, yang proses pembuktiannya menggunakan pendekatan rule of reason. Sehingga untuk membuktikan kesalahan pelaku usaha terhadap dugaan pelanggaran terhadap Pasal 11 Undang-Undang 5/1999, Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus membutkikan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut bersifat unreasonable dan akibat yang ditimbulkan dari perjanjian tersebut bersifat mematikan atau menghilangkan persaingan antar pelaku usaha.Didalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha didalam beberapa kasus, majelis komisi hanya mendasarkan kesalahan pelaku usaha pada pembuktian terpenuhi atau atau tidaknya semua unsur didalam Pasal 11 Undang-Undang 5/1999. Artinya bahwa didalam beberapa kasus, majelis komisi mengesampingkan pengujian terhadap alasan-alasan/pertimbangan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut bersifat reaosonable restraint. Dari beberapa putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang memeriksa dan memutus persoalan praktek Kartel terlihat bahwa tidak semua kasus diperiksa dan diputuskan dengan menggunakan pendekatan rule of reason dan hal ini tidak mencermikan aspek kepastian hukum didalam penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.Tidak terwujudnya konsistensi dan kepastian hukum didalam beberapa kasus dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang mdash;Undanag 5/1999 salah satunya disebabkan karena terlalu semptinya cakupan perjanjian yang dartikan sebagai kartel. Sehingga diperlukan adanya revisi ketentuan Undang-Undnag 5/1999 guna menetapkan berbagai jenis tindakan yang secara teori dipandang sebagai bentuk kartel, kedalam satu pasal tertentu. Dengan demikian tidak muncul kerancuan mengenai bentuk tindakan yang dpandang sebagai kartel dan dan tidak muncul dualisme pendekatan dalam membuktikan praktek kartel di Indonesia.

ABSTRACT
Act 5 1999 on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition determine some kind of prohibition that should not be done by business actor to create the fair athmosphere of business competition. One of the regulation is about Cartel which is regulated in Article 11 Law No 05 1999. Article 11 No 05 1999 set Cartel as one of the banned agreement, however Rule of Reason approach is a method to prove it. So to prove business actor violation to Article 11 Law No. 05 1999, KPPU have to prove that the agreement between business actor is unreasonable and give a fatal impact to business competition.In some KPPU law enforcement case, council commision of KPPU based the violance of business actor to the complete proof or at least complete some instrument in Article 11 No. 05 1999. Means, in some case, council comission put testing of reasons that can be user as the basic agreement that as reasonable restraint. From some KPPU decision that eximaned Cartel show that not every case that eximined by Rule of Reason approachment and this is not mirrored the law enforcement aspect in Indonesian Business Competition Law.Inconsistence and legal uncertainty in some Articel 11 Law No. 05 1999 violance is caused by the small definition of the agreement as a Cartel agreement. This is why revision for Law No. 05 1999 is needed to give certainty to any action that is stated absolutely as a Cartel, in one certain Articel. As the result, it will not make any dualism of Cartel definition Indonesian Business Competition."
2017
T48117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama
"Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah untuk mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang kompetitif yaitu persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha. Salah satu larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah praktik kartel. Namun dalam pembuktiannya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengalami kesulitan menemukan bukti langsung, sehingga seringkali KPPU menggunakan bukti tidak langsung (indirect evidence) berupa bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Secara eksplisit, indirect evidence belum diatur secara tegas dalam pengaturan hukum pembuktian di Indonesia. Salah satu kasus kartel yang diselesaikan oleh KPPU dengan menggunakan indirect evidence adalah pada kasus kartel ban dengan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014 yang kemudian dikuatkan dalam putusan Pengadilan Negeri dan putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini menganalisis bagaimana penggunaan indirect evidence dalam penyelesaian sengketa kartel oleh KPPU dan pandangan Majelis Komisi KPPU, Hakim Pengadilan Negeri serta Hakim Mahkamah Agung terhadap penggunaan indirect evidence dalam putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka, yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Kedudukan indirect evidence dianggap hanya sebagai pendukung atau penguat terhadap bukti lain, sebagai alternatif apabila bukti langsung tidak dapat ditemukan. Penggunaan indirect evidence oleh KPPU dalam kasus kartel ban ini didasarkan atas bukti komunikasi berupa koordinasi/kesepakatan oleh beberapa perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dan bukti ekonomi melalui metode Harrington. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya mengakui bahwa indirect evidence adalah bukti yang sah dipergunakan dalam pembuktian kartel sepanjang tidak adanya bukti lain yang dapat melemahkan indirect evidence tersebut.

The objective of the establishment of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is to strive optimally the creation of competitive business competition that is fair business competition among business actors. One of the prohibitions of monopolistic practices and unfair business competition regulated in Law No. 5 of 1999 is the practice of cartels. However, in the proof, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) has difficulty finding direct evidence, so that KPPU often uses indirect evidence in the form of communication evidence and economic evidence. Explicitly, indirect evidence has not been explicitly regulated in the legal regulation of evidence in Indonesia. One of cartel cases resolved by KPPU by using indirect evidence is in the case of a tire cartel with KPPU Decision Number 08 / KPPU-I / 2014 which is then reinforced in the decision of the District Court and Supreme Court ruling. This research analyzes how the use of indirect evidence in cartel dispute settlement by KPPU and Commission KPPU Commission's opinion, District Court Judge and Supreme Court Judge against the use of indirect evidence in KPPU decision No. 08 / KPPU-I / 2014.
This research uses normative juridical approach with secondary data collection or library, then analyzed by qualitative method. The position of the indirect evidence shall be deemed merely as a support or reinforcement against other evidence, as an alternative if direct evidence can not be found. The use of indirect evidence by KPPU in the case of cartel ban is based on communication evidence in the form of coordination / agreement by some tire companies incorporated in Indonesian Ban Company Association (APBI) and economic evidence through Harrington method. The Supreme Court in its consideration acknowledges that indirect evidence is valid evidence to be used in."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Syuhada
"Kartel adalah salah satu bentuk Perjanjian yang dilarang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, karena merupakan bentuk praktik anti persaingan yang dapat merugikan sesama pelaku usaha, konsumen, maupun stablitas perekonomian di Indonesia. Hal-hal tersebut mendorong penulis untuk mengusulkan pemberlakuan leniency program sebagai salah satu cara pembuktian Direct Evidence untuk mengungkap praktik kartel dengan mudah dan cepat. Penelitian ini akan membahas pengaturan leniency program di 2 (dua) negara yaitu Uni Eropa dan Jepang sebagai rujukan dalam penerapannya dengan tetap berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia serta membahas potensi pemberlakuan leniency program di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Pemberlakuan leniency program dalam leniency policy di kedua negara (Uni Eropa dan Jepang) walaupun memiliki konsep yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki maksud efektifitas dan efisiensi sebagai tujuan dasar dalam penerapannya. Di Indonesia leniency program sempat diatur dalam Perkom No. 4 Tahun 2010 namun ketentuan mengenai leniency tersebut dicabut karena tidak ada landasan hukumnya walaupun potensi penerapannya sudah terlihat dengan adanya RUU anti monopoli dan persaingan usaha yang diatur dalam pasal 64 akan tetapi pembahasan tersebut belum sempat dilanjutkan sejak tahun 2017. Untuk itu perlu dilakukan amademen terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan hukum berlakunya leniency program sebagai salah satu solusi instrumen pembuktian praktik kartel di Indonesia, serta membuat leniency policy dalam bentuk guidelines atau Per-KPPU dalam hal pelaksanaan teknis pengimplementasian leniency program.

Cartel is one form of agreement prohibited in Law Number 5 Year 1999, because it is a form of anti-competitive practice that can harm fellow business actors, consumers, and economic stability in Indonesia. These matters encourage the author to propose the implementation of the leniency program as a way of proving Direct Evidence to reveal cartel practices easily and quickly. This research will discuss the regulation of leniency program in 2 (two) countries, namely the European Union and Japan as a reference in its application while still based on business competition law in Indonesia and discuss the potential for the implementation of leniency program in Indonesia. This research is a normative legal research that uses qualitative analysis. The implementation of leniency program in leniency policy in both countries (European Union and Japan) although has different concepts but still has the intention of effectiveness and efficiency as the basic goal in its application. In Indonesia, the leniency program was regulated in Perkom No. 4 of 2010, but the provisions regarding leniency were revoked because there was no legal basis, although the potential for its application has been seen with the anti-monopoly and business competition bill regulated in article 64, but the discussion has not been continued since 2017. For this reason, it is necessary to amend Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition as the legal basis for the enactment of the leniency program as one of the instrument solutions to prove cartel practices in Indonesia, as well as to make a leniency policy in the form of guidelines or Per-KPPU in terms of technical implementation of the leniency program."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>