Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shofiyah Adila Farhana
Abstrak :
Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia telah mengakui bahwa dampak perubahan iklim dapat memicu potensi bencana yang dapat merugikan perekonomian, sosial, dan kesehatan di Indonesia hingga mencapai angka 544 triliun rupiah. Dengan mempertimbangkan bahwa dibutuhkan dana yang besar untuk pendanaan iklim dan adanya peningkatan target Indonesia terhadap dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon, pemerintah Indonesia memutuskan untuk merencanakan penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon secara simultan untuk satu sektor yang sama yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara melalui Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 16 Tahun 2022. Merujuk kepada doktrin dari Gunningham dan Sinclair, apabila akan diterapkan dua atau lebih kebijakan untuk satu target yang sama,  maka perlu untuk dilihat koherensi dan urutan dari penerapan kebijakan tersebut untuk melihat apakah tujuan utama dari diterapkannya dua atau lebih kebijakan dapat tercapai tanpa menciptakan smorgasbordism. Norwegia merupakan negara Eropa yang memiliki situasi mirip dengan Indonesia. Norwegia menerapkan kewajiban untuk sektor petroleum lepas pantai berpartisipasi di perdagangan karbon Uni Eropa melalui European Union Emision Trading System (EU ETS) dan membayar pajak karbon melalui Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Sayangnya, hingga saat ini, tidak ada data yang menunjukkan bahwa emisi karbon di sektor petroleum lepas pantai Norwegia berhasil menurun paska diterapkannya dua kebijakan instrumen ekonomi secara simultan. Alih-alih menurun, data menunjukkan bahwa hingga kini produksi petroleum lepas pantai tetap menjadi nomor urut pertama sumber emisi karbon di Norwegia. Berkaca dari Norwegia, apabila Indonesia ingin menerapkan pajak karbon dan perdagangan karbon untuk menurunkan emisi karbon di sektor PLTU Batubara, maka Indonesia perlu untuk mempertimbangkan bahwa 1) pajak karbon tidak dapat dikenakan sebagai ‘sanksi’ yang menimbulkan efek jera agar pelaku industri PLTU Batubara di Indonesia mau berpartisipasi di perdagangan karbon;  2) pemerintah perlu memastikan bahwa terdapat insentif yang cukup untuk menarik pelaku usaha ke perdagangan karbon, baik melalui sanksi denda atau sanksi sosial, tanpa mengandalkan pajak;  3) hasil pajak karbon benar-benar dialokasikan untuk proyek lingkungan hidup. ......By 2022, the Indonesian government has recognized that the impacts of climate change could trigger a potential catastrophic economic, social, and health cost in Indonesia of up to IDR 544 trillion. Considering the large amount of money needed for climate finance and Indonesia's increasing international targets to reduce carbon emissions, the Indonesian government decided to plan the simultaneous implementation of carbon tax and carbon trading for the same sector, namely Coal Fired Power Plant through Law No.7 of 2021 on Harmonization of Taxation Regulations and Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 16 of 2022. Referring to the doctrine of Gunningham and Sinclair, if two or more policies will be applied for the same target, it is necessary to look at the coherence and sequence of the application of these policies to see if the main objectives of the application of two or more policies can be achieved without creating smorgasbordism. Norway is a European country that has a similar situation to Indonesia. Norway has an obligation for the offshore petroleum sector to participate in EU carbon trading through the European Union Emission Trading System (EU ETS) and pay carbon tax through Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Unfortunately, to date, there is no data to suggest that carbon emissions in Norway's offshore petroleum sector have decreased following the simultaneous implementation of these two policy economic instruments. Instead of decreasing, data shows that until now offshore petroleum production remains the number one source of carbon emissions in Norway.  Reflecting on Norway, if Indonesia wants to implement carbon tax and carbon trading to reduce carbon emission in coal power plant sector, Indonesia needs to consider that 1) carbon tax cannot be imposed as a 'sanction' that creates deterrent effect so that coal power plant industry players in Indonesia want to participate in carbon trading; 2) the government needs to ensure that there are sufficient incentives to attract business actors to carbon trading, either through fines or social sanctions, without relying on taxes; 3) carbon tax proceeds are truly allocated for environmental projects.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rony Mamur Bishry
Abstrak :
This paper is an effort to measure non-use existence value of tropical forest based on Americans' willingness to pay since the forest provides amenities for sequestering carbon. This is an application of contingent valuation model for environmental amenity. Written questionnaire was given to students of Michigan State University who take introduction to forestry courses. The group is considered to be future elite group who has concern in forestry and environment. The finding shows the non-use existence value of tropical forest or Americans willingness to pay for protecting tropical forest is between US$ 10.8 to US$ 18 million per day or between $3.9 to $6.5 billion annually. The willingness to pay is much higher than the findings of Kramer and Mercer (1997) where on average U.S residents are willing to make one time payment of approximately $21-31 per household or between $2.2 to $3.3 billion nationally to protect an additional 5% of tropical forests. Billy Manoka (2000) has been lower value of one time payments amounting to $7.7 per household or $ 8 billion nationally. The findings can also be used as the benchmark for pricing at the future international carbon trading.
2002
JSAM-VIII-JanDes2002-46
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizaldy Yudhista Nurzirwan
Abstrak :
Pakar ekonomi mengungkapkan bahwa perubahan iklim merupakan kegagalan pasar terbesar yang terjadi di Dunia, pelaku bisnis bermula dari tahun 1800an tidak mengikutsertakan dampak dari kegiatan business-as-usual pada lingkungan. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya perubahan iklim adalah deforestasi hutan didorong oleh faktor ekonomi masyarakat yang masih melihat hutan sebagai sumber daya yang diambil secara langsung. Saat ini, banyak pihak yang sudah berusaha memberikan insentif kepada upaya pelestarian hutan yang disebut market-based initiatives (MBI), akan tetapi masih minimnya preferensi pelaku usaha pada MBI dikarenakan minimnya informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan paradigma pelaku bisnis konservasi baik itu pemerintah maupun swasta terhadap konsep konservasi berbasis pasar melalui perdagangan karbon. Peneliti menggunakan AHP dalam mengembangkan model preferensi untuk konservasi berbasis pasar karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga kriteria preferensi utama yang menjadi fokus dalam pengembangan model preferensi yaitu potensi pasar, tujuan bisnis, dan juga pengalaman bisnis sehingga pengembangan model preferensi harus menitikberatkan kepada ketiga kriteria tersebut ......Economic experts reveal that climate change is the biggest market failure that has occurred in the world, businesses dating back to the 1800s did not take into account the impact of business-as-usual activities on the environment. One of the factors driving climate change is deforestation driven by economic factors, people who still see forests as a resource that can be taken directly. Currently, many parties have tried to provide incentives for forest conservation efforts called market-based initiatives (MBI), but there is still a lack of preference for business actors in MBI due to a lack of information. This study aims to develop the paradigm of conservation business actors, both government and private, towards market-based conservation concepts through carbon trading. Researchers used AHP in developing a preference model for carbon market-based conservation. The results of the study show that there are three main preference criteria that are the focus of the development model preference, namely market potential, business objectives, and business experience so that the development model preference must focus on these three criteria.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asputia Damayanti
Abstrak :
Dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan manusia, lebih luas telah menjadi ancaman terhadap stabilitas ekonomi dunia. Perdagangan karbon hadir sebagai salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan antara dampak lingkungan dan perekonomian global. Tata laksana perdagangan karbon yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 sangat penting bagi Indonesia karena memberikan kontribusi dalam penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Perdagangan karbon dilaksanakan melalui mekanisme bursa karbon yang telah diluncurkan pada pertengahan 2023 lalu. Aktivitas bursa karbon hanya menunjukkan kinerjanya pada hari pertama peluncuran, setelah itu bursa karbon terus menunjukkan penurunan hingga stagnansi perdagangan akibat tidak tersedianya unit karbon. Berbasis regulated market, maka kinerja perdagangan karbon juga ditentukan oleh perangkat regulasi, khususnya tata laksana nilai ekonomi karbon pada tingkat Kementerian/Lembaga yang terkait dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon di Indonesia dan penguatan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan karbon. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif dan teknik analisis arketipe sistem drifting goals, hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon disebabkan adanya resistensi pelaku usaha dan konflik kepentingan antar Kementerian/Lembaga, sehingga terjadi penurunan target nasional. Untuk mendorong pencapaian target nasional, penguatan perlu dilakukan sebagai tindakan korektif yaitu dengan inovasi tata kelola soft steering dan peran dukungan legislatif. ......Climate change impact on the environment and humans has become a broader threat to world economic stability. Carbon trading act as an effort to maintain a balance between the environmental and global economy impacts. Implementation of carbon trading regulated through Presidential Regulation Number 98 of 2021 is crucial for Indonesia as it contributes to market-based mitigation of climate change at the global level towards sustainable economic recovery. Carbon trading is carried out through a carbon exchange mechanism which was launched in mid-2023. Carbon exchange activity only showed its performance on the first day of launch, and carbon exchange continued to show a decline until trading stagnated afterwards due to the unavailability of carbon units. Driven by regulated market, carbon trading performance is determined by regulatory instruments, especially the implementation of economic value of carbon in the Ministries/Institutions level as regulated in Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC). For such backgrounds, this research aims to analyze the dynamics of carbon trading policy implementation in Indonesia and what reinforcement can be done to encourage carbon trading performance. Through qualitative descriptive research methods and drifting goals system archetype analysis techniques, the results show that the dynamics of carbon trading policy implementation are caused by resistance from business actors and conflicts of interest between Ministries/Institutions, which resulting in declining national targets. To encourage the achievement of national targets, reinforcement needs to be carried out as a corrective action, through soft steering governance innovations and the role of legislative support.
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danielle Tracie Primadi
Abstrak :
Hari ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengimplementasikan perdagangan karbon guna mengatasi perubahan iklim. Perdagangan karbon ini sendiri masih menjadi hal yang sangat baru di Indonesia dimana Indonesia baru memiliki dua regulasi yang mengatur terkait pengimplementasian perdagangan karbon yakni Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2022. Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon menyatakan bahwa perdagangan karbon ini nantinya akan dapat dilakukan di bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi lebih lanjut terkait bagaimana perdagangan karbon akan dilaksanakan serta implementasinya, dengan mengacu pada penerapan perdagangan karbon di Cina. Hingga saat ini, Cina merupakan salah satu negara yang sukses menerapkan perdagangan karbonnya. Oleh karena itu, penulis menganggap Cina pantas untuk dijadikan acuan dalam hal implementasi perdagangan karbon. Melalui penelitian penulis telah mencapai kesimpulan bahwa terdapat beberapa isu yang harus diperjelas lebih lanjut dalam hal penerapan perdagangan karbon. Pertama, terkait karakteristik dari unit karbon itu sendiri. Kedua, terkait tempat akan dilaksanakannya perdagangan karbon. ......Today, Indonesia is one of the countries that will implement carbon trading in order to overcome climate change. Carbon trading itself is still a very new thing in Indonesia where Indonesia has only two regulations governing the implementation of carbon trading, namely Presidential Regulation Number 98 of 2021 and Ministerial Regulation Number 21 of 2022. Ministerial Regulation Number 21 of 2022 concerning Procedures for Implementing Values The Carbon Economy states that carbon trading will later be carried out on stock exchanges or trading operators that have obtained business licenses from the authorities that administer the regulatory and supervisory system. Thus, this paper aims to further elaborate on how carbon trading will be carried out and its implementation, with reference to the implementation of carbon trading in China. Until now, China is one of the countries that has successfully implemented carbon trading. Therefore, the authors consider China appropriate to be used as a reference in terms of implementing carbon trading. Through research the authors have reached the conclusion that there are several issues that must be further clarified in terms of implementing carbon trading. First, regarding the characteristics of the carbon unit itself. Second, related to where carbon trading will be carried out.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Az Zahra Sashe Azhar
Abstrak :
Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia. ......With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naifah Uzlah Istya Putri
Abstrak :
Peningkatan urgensi isu perubahan iklim dalam sistem internasional tidak terlepas dari peran aktor-aktor pasar, sehingga memunculkan solusi iklim berbasis pasar — terutama dalam bentuk perdagangan karbon. Negosiasi dalam Protokol Kyoto hingga Perjanjian Paris turut membahas konsep perdagangan karbon, dan realisasinya telah diimplementasikan dan direncanakan di berbagai yurisdiksi. Dengan melakukan penelusuran terhadap literatur berskala internasional yang telah melalui peer-review, tinjauan pustaka ini berupaya untuk memetakan dan menganalisis 52 literatur yang relevan dengan menggunakan metode taksonomi. Tulisan ini akan menjawab rumusan permasalahan utama, yakni bagaimana perkembangan perdagangan karbon dikaji dalam literatur dan kerangka pemikiran hubungan internasional? Hasil pemetaan literatur menunjukkan adanya konsensus mengenai diskursus iklim dan lingkungan, aspek ekonomi, posisi Uni Eropa, serta sikap skeptis terhadap integritas lingkungan dalam konteks perdagangan karbon. Sementara itu, terdapat perdebatan di antara para akademisi mengenai evaluasi perdagangan karbon sebagai kebijakan lingkungan, potensi linking, peran sektor swasta, dan posisi negara berkembang. Analisis penulis menghasilkan sebuah sintesis umum bahwa pembahasan tentang perdagangan karbon dalam hubungan internasional telah melebur dalam diskursus iklim, dengan kekhasan perdebatan tentang hubungan Utara-Selatan, aspek ekonomi dan pembangunan, serta peran aktor non-negara. Penulis juga menemukan adanya celah penelitian berdasarkan tema dan konteks waktu penulisan, tema yurisdiksi yang dibahas, dan paradigma pemikiran yang digunakan. ......The increasing urgency of the climate change in the international system is inseparable from the role of market actors, giving rise to market-based climate solutions — especially in the form of carbon trading. Negotiations in the Kyoto Protocol to the Paris Agreement have also incorporated the concept of carbon trading, and its realization has been implemented and planned in various jurisdictions. By conducting a search of peer- reviewed international literatures, this literature review seeks to map and analyze 52 relevant literatures using the taxonomic method. This paper will answer the formulation of the main problem, namely, how is the development of carbon trading studied in the literature and framework of international relations? The results of the literature mapping show that there is a consensus regarding the climate and environmental discourse, economic aspects, the position of the European Union, and skepticism about environmental integrity in the context of carbon trading. Meanwhile, debate among academics have revolved around the evaluation of carbon trading as an environmental policy, the potential of linking, the role of the private sector, and the position of developing countries. The author's analysis results in a general synthesis that discussions about carbon trading in international relations have merged into the climate discourse, with the particularity of debates on North-South relations, economic and development aspects, and the role of non-state actors. The author also finds that there are several research gaps based on the theme and context of writing, the jurisdictional themes that have been discussed, and the thought paradigms being used.
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library