Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanif Hamdani
"Konsep Nearly Zero Energy Building merupakan salah satu aspek kunci dalam menghadapi tantangan lingkungan global saat ini. Gedung X yang berlokasi di Jakarta Selatan selama tahun 2022 konsumsi energinya termasuk dalam kategori agak boros sehingga masih perlu dilakukan implementasi Nearly Zero Energy Building. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran langsung konsumsi energi untuk tiap klasifikasi peralatan listrik, kemudian dipilih alteranif investasi untuk pengemahatan konsumsi energinya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh potensi penghematan dan produksi energi pada Gedung X yang dapat diterapkan. Terdapat empat alternatif strategi yaitu Penggantian Cooling Tower dan Pompa CWP, instalasi BAS, Penggantian LED Dim Light, Instalasi Panel Surya, semuanya mengahasilkan NPV yang positif kecuali Instalasi Panel Surya. Alternatif instalasi panel surya memakan biaya investasi yang paling mahal dan menghasilkan NPV yang negatif, seluruh kombinasi investasi yang melibatkan instalasi panel surya akan menghasilkan NPV yang negatif, sehinga penerapan NZEB dengan investasi panel surya disimpulkan tidak layak di Gedung X. Selanjutnya Kombinasi penggantian cooling tower & pompa CWP, Instlasi BAS, dan Penggantian LED Dim Light menghasilkan nilai paling baguns dibanding skenario lain yaitu pengembalian NPV Rp 437,853,822, penurunan IKE sebesar 11.76 menjadi “efisien’ dan penurunan emisi karbon sebesar 1,172,648 (kg CO2/kWh).

The Nearly Zero Energy Building concept is one of the key aspects in facing current global environmental challenges. Building Data collection is carried out by directly measuring energy consumption for each classification of electrical equipment, then investment alternatives are selected to reduce energy consumption. This research aims to obtain the potential for energy savings and production in Building X that can be implemented. There are four alternative strategies, namely Cooling Tower and CWP Pump Replacement, BAS installation, LED Dim Light Replacement, Solar Panel Installation, all of which produce a positive NPV except Solar Panel Installation. The alternative of installing solar panels requires the most expensive investment costs and produces a negative NPV, all investment combinations involving solar panel installation will produce a negative NPV, so that the implementation of NZEB with solar panel investment is concluded to be unfeasible in Building X. Furthermore, the combination of replacing the cooling tower & CWP pump, BAS installation, and LED dim light replacement produced the best value compared to other scenarios, namely NPV return of IDR 437,853,822, IKE reduction of 11.76 to "efficient" and reduction of carbon emissions of 1,172,648 (kg CO2/kWh)."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellias Wijaya
"Kondisi lahan gambut di Kalimantan Tengah saat ini sudah rusak paska dibukanya proyek lahan gambut sejuta hektar. Salah satu upaya restorasi rawa gambut yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum adalah pembuatan tanggul untuk mengendalikan aliran air dan muka air tanah. Rencana pembuatan tanggul di Desa Sei Ahas, Kalimantan Tengah ternyata menghadapi hambatan-hambatan sosial yang erat kaitannya dengan tingkat kesiapan masyarakat. Mengingat pentingnya peranan tanggul dalam mendukung restorasi ekosistem rawa gambut, maka perlu dikaji aspek-aspek apa yang menghambat kesiapan masyarakat dalam menerima dan memanfaatkan tanggul. Penelitian ini dilakukan di Desa Sei Ahas tahun 2013 dengan pendekatan penelitian integratif. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, survei, observasi lapangan dan studi literatur. Tingkat kesiapan masyarakat termasuk dalam kategori preplanning. Faktor-faktor yang menghambat kesiapan masyarakat Sei Ahas adalah kekhawatiran terganggunya mata pencaharian penduduk, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap emisi karbon dan kebakaran gambut, persepsi yang salah terhadap fungsi dan mekanisme tanggul, dan kurang harmonisnya jaringan sosial di masyarakat."
Jakarta: Puslitbang Sosial Budaya Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembanga Kementrian Pekerjaan Umum, 2009
352 JSEPU 5 (3) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widayati
"[ABSTRAK
Persoalan kerusakan lingkungan semakin meningkat dengan terjadinya penurunan luas lahan hutan ke non hutan. Cadangan luas hutan yang semakin terbatas menimbulkan permasalahan dari sisi suplai dan berimplikasi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagai gambaran, pada tahun 2005 sebesar 62,8% emisi GRK Indonesia dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Emisi karbon dari perubahan lahan hutan memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu wilayah. Salah satu model yang sering digunakan untuk menganalisis hubungan indikator kerusakan lingkungan dan indikator ekonomi di suatu wilayah adalah Environmental Kuznets Curve (EKC). Secara umum di 7 (tujuh) wilayah terjadi penurunan emisi karbon dari perubahan penutup lahan pada periode 1997-2013. Wilayah Sumatera adalah wilayah dengan emisi karbon/tahun tertinggi yaitu 148,08 juta ton CO2, selanjutnya wilayah Kalimantan 130,51 juta ton CO2, wilayah Papua sebesar 66,34 juta ton CO2, dan wilayah Sulawesi sebesar 62,97 juta ton CO2. Sedangkan 3 (tiga) wilayah lainnya yaitu wilayah Maluku sebesar 16,21 juta ton CO2, wilayah Jawa sebesar 9,13 juta ton CO2, dan wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5,44 juta ton CO2. Hasil estimasi data panel, hubungan emisi karbon per kapita dari perubahan penutup lahan dan PDRB per kapita di Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua digambarkan dengan bentuk kurva U yang berarti bahwa emisi karbon per kapita akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, sedangkan wilayah Jawa dan Maluku digambarkan dengan bentuk kurva U terbalik sesuai dengan hipotesis EKC yang berarti bahwa setelah mencapai titik balik emisi karbon per kapita akan terus menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita.

ABSTRACT
The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita., The issues of environmental damage increases with changing of forest land to non-forest. Reserve forest area is more limited caused supply side problems and the implications of this is increased of Green House Gas (GHG emissions). As an illustration, in 2005, 62,8% Indonesia's GHG emissions resulting from land-use change and forestry (Ministry of Environment, 2010). Carbon emissions from changes in forest land are closely related to the economy of a region (GDP). One model that is commonly used to analyze the relationship between indicators of environmental damage and economic in a region is the Environmental Kuznets Curve (EKC). Generally in 7 (seven) region, carbon emissions from changes in land cover in the period 1997-2013 is decreased. Sumatra region is the region with carbon emissions/year is 148,08 million tonnes of CO2, Kalimantan 130,51 million tonnes of CO2, Papua is 66,34 million tonnes of CO2, and Sulawesi region is 62,97 million tonnes of CO2. While the 3 (three) other areas, namely the Moluccas with a value of 16,21 million tons CO2, Java is 9,13 million tonnes of CO2, and Bali and Nusa Tenggara region is 5,44 million tons of CO2. Relationship between emissions of carbon per capita from land cover change and GDP per capita in Sumatra, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, and Papua described by U curve shape which means that the carbon emissions per capita will continue to increase along with the increase in income per capita, while Java and Maluku depicted the shape of an inverted U curve according to the EKC hypothesis, which means that after reaching a turning point in carbon emissions per capita will continue to decrease with the increase of income per capita.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diksi Harmonik Rahman
"Perencanaan kota yang baik diperlukan untuk pembangunan kota yang berkelanjutan dan rendah emisi karbon. Di Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan urban sprawl. Sementara itu, urban sprawl berdampak negatif terhadap sosial ekonomi, kesehatan, dan lingkungan. Studi ini berfokus pada bagaimana urban sprawl mempengaruhi emisi karbon di Indonesia dari tahun 2010-2018. Dengan menggunakan model two-way fixed effect pada kota-kota di Indonesia, disimpulkan bahwa urban sprawl berkorelasi positif dengan emisi karbon. Studi ini juga menggunakan faktor transmisi yang menghubungkan urban sprawl dengan emisi karbon, yaitu kendaraan pribadi dan perilaku pembakaran sampah. Hasilnya menunjukkan bahwa urban sprawl dapat memperburuk emisi karbon melalui kepemilikan kendaraan pribadi dan perilaku pembakaran sampah.

Good urban planning is necessary for sustainable and low carbon emissions urban development. In Indonesia, a high level of urbanization causes urban sprawl. Meanwhile, urban sprawl has negatively impacted socioeconomic, health, and the environment. This study focuses on how urban sprawl affected carbon emissions in Indonesia from 2010-2018. Using a two-way fixed effect model on cities in Indonesia, it is concluded that urban sprawl positively correlated with carbon emissions. This study also employs the transmission factors that connect urban sprawl to carbon emissions, i.e. private vehicle and open burning behavior. The results show that urban sprawl can aggravate carbon emissions through private vehicle possession and open burning behavior."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Zulfa Nafisah
"Festival musik merupakan salah satu implementasi ruang temporal karena kehadirannya sangat terikat pada aspek waktu. Ruang ini hadir sebagai salah satu cara untuk membentuk interaksi sosial dan perwujudan dari program tertentu di tengah kegiatan sehari-hari masyarakat. Festival musik hadir dengan berbagai konsep dan pengalaman ruang yang kompleks sehingga membutuhkan berbagai peralatan dengan spesifikasi yang tinggi dalam perwujudannya. Penyelenggaraan festival musik melibatkan berbagai aktivitas dalam satu ruang yang sama seperti kegiatan transportasi, penyediaan energi, sanitasi, serta pembangunan konstruksi ruang. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan karena limbah dan emisi karbon yang dihasilkan jumlahnya cukup besar sehingga berkontribusi sebagai penyebab kenaikan suhu global. Maka dari itu, perlu usaha mitigasi dan edukasi terkait dengan dekarbonisasi sebagai sebuah konsep untuk mengurangi angka emisi. Skripsi ini membahas bagaimana strategi dekarbonisasi dapat diterapkan dalam festival musik sehingga dalam penyelenggaraannya memiliki dampak emisi karbon yang seminimal mungkin. Implementasi strategi dekarbonisasi dalam festival musik dapat dieksplorasi lebih jauh sehingga dapat menyampaikan pesan keberlanjutan kepada masyarakat luas.

Music festivals represent a form of temporal space because their existence is closely tied to aspects of time. This space emerges as a way to facilitate social interactions and as an embodiment of specific programs within the daily activities of society. Music festivals present various complex concepts and spatial experiences, requiring high-specification equipment for their realization. The organization of music festivals involves multiple activities within the same space, such as transportation, energy provision, sanitation, and construction. These activities have detrimental environmental impacts due to the significant amount of waste and carbon emissions they generate, contributing to global temperature rise. Therefore, mitigation efforts and education on decarbonization are necessary as a concept to reduce emission levels. This thesis discusses how decarbonization strategies can be applied to music festivals to minimize their carbon emission impacts. The implementation of decarbonization strategies in music festivals can be further explored to effectively convey sustainability messages to the broader public."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putriska Razani
"Indonesia, sebagai negara penghasil karbon terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tantangan mendesak dalam menekan emisi gas rumah kaca yang terus meningkat, yang utamanya disebabkan oleh ketergantungan pada batu bara. Dengan proyeksi lonjakan permintaan energi, yang sebagian besar dipenuhi oleh batu bara, kontribusi negara ini terhadap emisi global diperkirakan akan meningkat. Di tengah meningkatnya suhu global dan krisis terkait iklim, transisi ke energi terbarukan menjadi suatu keharusan. Namun, meskipun potensi sumber energi terbarukan, termasuk Hidrogen Hijau, sangat besar, hambatan-hambatan signifikan menghalangi adopsi yang luas. Studi ini mengeksplorasi strategi untuk Pertamina NRE dalam mengarungi kompleksitas pengembangan bisnis Hidrogen Hijau di Indonesia. Melalui penelitian yang komprehensif, tujuannya adalah menawarkan rekomendasi untuk mempercepat pengembangan Hidrogen Hijau, sehingga memajukan komitmen Indonesia untuk mencapai Emisi Bersih Netto pada tahun 2060. Tantangan-tantangan kunci seperti ambiguitas regulasi, biaya produksi tinggi, dan keterbatasan infrastruktur diidentifikasi. Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan pendekatan yang multifaset, termasuk kebijakan yang ditargetkan, inovasi teknologi, dan investasi dalam infrastruktur. Dengan menelaah lanskap strategis dan memodelkan kompleksitas pengembangan Hidrogen Hijau, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang dapat dijalankan bagi Pertamina NRE. Strategi yang efektif sangat penting tidak hanya untuk mengoptimalkan produksi dan profitabilitas tetapi juga untuk memajukan pertumbuhan yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tujuan Net Zero Emission.

Indonesia, as the largest carbon emitter in Southeast Asia, faces a pressing challenge in curbing its escalating greenhouse gas emissions, primarily fueled by coal reliance. With a projected surge in energy demand, predominantly met by coal, the nation's contribution to global emissions is set to rise. Amidst rising global temperatures and climate-related crises, transitioning to renewable energy becomes imperative. However, despite the potential of renewable energy sources, including Green Hydrogen, significant hurdles hinder its widespread adoption. This study explores strategies for Pertamina NRE in navigating the complexities of developing the Green Hydrogen business in Indonesia. Through comprehensive research, the aim is to offer recommendations to accelerate Green Hydrogen development, thereby advancing Indonesia's commitment to achieving Net Zero Emission by 2060. Key challenges such as regulatory ambiguity, high production costs, and infrastructure limitations are identified. Addressing these challenges requires a multifaceted approach, including targeted policies, technological innovations, and investment in infrastructure. By examining the strategic landscape and modeling the complexities of Green Hydrogen development, this research seeks to provide actionable insights for Pertamina NRE. Effective strategies are crucial not only for optimizing production and profitability but also for fostering sustainable growth and contributing significantly to Indonesia's Net Zero Emission goals."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davny Shalima Widiarni
"Kondisi iklim saat ini sudah menjadi permasalahan yang serius dan setiap umat manusia sudah mulai menyadari keadaan tersebut. Banyak upaya telah dilakukan ketika konstruksi dan pengembangan berlangsung. Hal ini juga terjadi di Perpustakaan Fremantle yang baru, dimana keberlanjutan dan nol emisi menjadi tujuan utama dalam merancang gedung ini. Kehadiran perpustakaan baru Fremantle bertujuan untuk menciptakan ruang bagi manusia untuk berinteraksi satu sama lain dan memungkinkan mereka berinteraksi dengan konteks sekitar sehubungan dengan situs yang memungkinkan mereka melakukan aktivitas. Laporan akhir ini akan membahas strategi dan pendekatan untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Memaksimalkan sumber dan energi berbasis lokal diharapkan menjadi langkah pertama untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan selama dan setelah konstruksi. Beberapa pertimbangan dan revisi desain telah dilakukan dalam menyelesaikan proyek ini untuk memastikan bahwa gedung ini akan bekerja secara efisien dengan tetap selaras dengan maksud inti mengapa gedung ini perlu dibangun.

The current climate condition has become a serious issue, and every human being has started to become aware of this situation. Much effort has been made when construction and development took place. This also happened in the new Fremantle Library, where sustainability and zero emission were the core intentions when designing this building. The presence of the new Fremantle library aims to create space for humans to interact with each other and enable them to interact with the surrounding context with respect to the site that allows them to do their activities. This final report will discuss the strategy and approach to achieving those values. Maximising locally based sources and energies is hoped to be the first step to lessening the carbon footprint produced during and after construction. Several considerations and design revisions have been done in completing this project to ensure that this building will work efficiently while still aligning with the core intention of why this building is necessary to be built. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prangin Angin, Fadhil Waficandra
"Tanaman adalah makhluk hidup yang dapat menyerap karbon pada suatu daerah melalui proses fotosintesis, sehingga keberadaannya diperlukan untuk menyerap emisi karbon. Mengestimasi nilai biomassa merupakan indikator penting karena memberikan prasyarat dasar mengenai estimasi kepadatan dan penyimpanan karbon dalam wilayah tersebut. Ketidak seimbangan antara emisi karbon dengan stok karbon akan terjadi apabila kegiatan manusia yang menghasilkan emisi karbon lebih tinggi dibandingkan dengan stok karbon pada daerah tersebut. Faktor yang memengaruhi tingkat emisi karbon pada daerah tersebut adalah tingkat kepadatan populasi, persentase wilayah urban, dan kepadatan jalan. Nilai karbon didapatkan dari model dengan perhitungan model menggunakan regresi linear. Sementara untuk mengetahui nilai biomassa diperlukan data diameter setinggi dada pada jenis jenis pohon perkotaan. Citra satelit untuk kemudian diolah menjadi data NDVI serta citra yang digunakan adalah Sentinel 2-A. Nilai Estimasi stok karbon dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan persamaan allometrik yang dapat menentukan nilai biomassa permukaan, setelah mendapatkan nilai biomassa permukaan dilakukan persamaan regresi terhadap nilai NDVI. Perhitungan antara nilai emisi karbon dengan nilai stok karbon kemudian dihitung selisihnya untuk mendapatkan wilayah yang kelebihan penyimpanan karbon atau kekurangan penyimpanan karbon. Hasil dari penelitian ini adalah komposisi antara karbon yang mampu disimpan oleh tanaman pada wilayah Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan dengan emisi karbon yang terdapat di Kecamatan Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan.

The Plant is an living creatures that can absorbs carbons on open air with their capability to photosynthesis, therefore its existence are surely needed to absorbs carbon emissions. Estimating biomass was one of the important indicator because it is an basic requirements about estimating the density of carbons storage on that region. The imbalance between carbon emissions and carbon stocks will happen if the human activity that produce carbon emissions were higher than carbon stocks on that region. Driving factors that interfere the size of carbon emissions on some regions are populations density, road density, and urban percentages. Carbons value were collected by model with calculations using linear regressions. In the other hand to determine biomass value required diameter breast height on tree species on the city. Satellite imagery is also required to produce NDVI data, satellite imagery that were used on this study was Sentinel 2-A. Estimations value of carbon stocks can be obtained by using allometric equation which can determine aboveground biomass, after obtaining the aboveground biomass the next step is making linear regressions against NDVI value. Calculations between carbon emissions value and carbon stocks value were calculated the difference for obtaining which region that had more carbon stocks and which region that hasn’t. the result of this study were composisions between carbons that can be absorbs by the plant in Kuta,North Kuta, and South Kuta District with the carbon emissions that happened on Kuta, North Kuta and South Kuta District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Rizky Wibowo
"Secara teoritis, carbon pricing – yang umumnya terdiri dari pajak karbon dan sistem perdagangan emisi – adalah kebijakan yang efektif dalam mengurangi emisi. Akan tetapi, terdapat isu apakah carbon pricing  berhasil menurunkan emisi dalam prakteknya. Isu lainnya adalah carbon pricing menyebabkan penurunan pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan memperburuk ketimpangan pendapatan. Menggunakan regresi data panel fixed effect dan menjadikan negara G20 sebagai studi kasus, studi ini menunjukkan bahwa pengimplementasian pajak karbon dan sistem perdagangan emisi secara bersamaan mengakibatkan penurunan emisi, tetapi disaat yang bersamaan menyebabkan penurunan PDB dan memperburuk distribusi pendapatan. Membedakan dan membandingkan dampak pajak karbon dan sistem perdagangan emisi secara terpisah, studi ini menemukan bahwa tidak pajak karbon maupun sistem perdagangan emisi memberikan dampak yang menguntungkan pada emisi, PDB, dan ketimpangan pendapatan secara bersamaan. Meskipun penurunan emisi dari pajak karbon lebih rendah daripada sistem perdagangan emisi dan telah terbukti bahwa pajak karbon menyebabkan penurunan PDB, akan tetapi pengimplementasian pajak karbon menurunkan ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, sistem perdagangan emisi yang penurunan emisinya lebih besar dibandingkan dengan pajak karbon justru malah meningkatkan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian, pengimplementasian carbon pricing memberikan tantangan bagi pengambil kebijakan untuk bagaimana dampak negatif dari pengimplementasian carbon pricing dapat diminimalisir.

Theoretically, carbon pricing – which in general consists of carbon tax and Emissions Trading System (ETS) – is an effective policy in reducing emissions. However, there is an issue whether in practice carbon pricing has been successful in reducing emissions. Another issue is carbon pricing would induce a decrease in GDP and worsen income inequality. Using fixed effect panel data regression and utilized G20 countries as the case study, this study revealed that the implementation of carbon tax and ETS simultaneously has been effective in reducing emissions, while at the same time induced decrease in GDP and worsening income inequality. Differentiating and comparing the impact of carbon tax and ETS separately, this study found neither carbon tax nor ETS provide favorable outcomes on emissions, GDP, and income inequality simultaneously. Although the emissions reduction from carbon tax is lower than the ETS and it is proven that carbon tax implementation reduces GDP, but the implementation decreases income inequality. In contrast, ETS which provide larger emissions reduction compared to the carbon tax result in higher income inequality. Thus, the carbon pricing implementation leaves policymakers the challenges on how to reduce the adverse impact due to the implementation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Az Zahra Sashe Azhar
"Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia.

With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>