Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boston : M. Nijhoff ; [Leiden] , 1992
343.097 LEO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Jannati
Abstrak :
Indonesia telah memberlakukan cabotage, suatu konsep atau asas yang melarang kapal asing ikut serta dalam pelayaran domestik di sepanjang perairan pesisir negara pantai, sejak tahun 2005 dan diperkuat dengan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, agar tercipta pelayaran nasional yang kuat. Pada saat pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sekarang Undang-Undang), muncul kembali perdebatan perlu atau tidaknya cabotage diatur dalam UU Cipta Kerja. Penelitian ini membahas alasan-alasan negara memberlakukan cabotage khususnya dalam bidang pelayaran; dan membandingkan kebijakan cabotage di Indonesia dengan kebijakan serupa di Amerika Serikat dan Malaysia. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statutory approach) dan perbandingan (comparative approach), hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat enam alasan negara memberlakukan cabotage yaitu alasan strategi, ekonomi, operasional, pemasaran, pendidikan, dan lingkungan. Keenam alasan ini akan dituangkan dalam kebijakan (policy) cabotage yang ketat (strict/protectionist cabotage) atau longgar (relaxed/liberal cabotage). Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pada awalnya baik Indonesia, Amerika Serikat maupun Malaysia memberlakukan kebijakan cabotage yang ketat (strict cabotage), walaupun kemudian Malaysia menghapuskan cabotage di beberapa negara bagiannya sejak tahun 2017; diikuti oleh Indonesia pada tahun 2020 dengan membuka kesempatan bagi kapal asing untuk ikut serta dalam pelayaran domestik sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Perubahan ini membuat Malaysia dan Indonesia termasuk ke dalam negara dengan kebijakan cabotage yang liberal, sedangkan Amerika Serikat masih tetap dengan kebijakan cabotage-nya yang ketat. ......Indonesia has enacted cabotage since 2005, a conception or principle that prohibits foreign vessels involved in the domestic shipping of a coastal state, then it was inserted in Law No. 17 of 2008 concerning Shipping. The inclusion of such provision in the Law aimed to create a strong national shipping. When government prepared the Job Creation Bill (now Job Creation Law), there was a debate as to whether the cabotage will still be governed in the Job Creation Law. This thesis discusses the rationale for the enactment of cabotage in a state particularly in its shipping sector; and cabotage policy in Indonesia by comparing it with the United States and Malaysia. By conducting a normative juridical method with statutory and comparative approaches, the thesis concludes that there are at least six reasons of a state to impose cabotage, namely strategic, economic, operational, marketing, educational, and environmental reasons. These six reasons will then be stated in cabotage policy or law as a strict or protectionist cabotage; or a relaxed or liberal cabotage. This thesis also concludes that initially, Indonesia, the United States and Malaysia imposed a strict cabotage policy, although later on in 2017, Malaysia decided to abolish cabotage in several of its states. It is followed then by Indonesia in 2020 by providing opportunities for foreign vessels to participate in the domestic shipping as regulated in the Job Creation Law. This policy change has made Malaysia and Indonesia are considered as states with relaxed/liberal cabotage policy, while the United States remains as strict cabotage policy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadi Bangun Wismantoro
Abstrak :
ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang kebijakan penghapusan pajak pertambahan nilai atas impor komponen kapal untuk meningkatkan daya saing bagi industri galangan kapal nasional. Pembahasan berdasarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan azas cabotage yang meningkatkan armada kapal nasional namun lebih condong ke arah import kapal ketimbang memproduksi kapal di dalam negeri, karena terdapat perbedaan harga produksi sangat jauh ketimbang mengimport langsung dari luar negeri. Setelah azas cabotage tahap pertama dilaksanakan maka tahap berikutnya adalah mendorong regulasi pemberian insentif yang sama dari pemerintah untuk industri galangan kapal nasional. Hasil penelitian ini memberikan gambaran terkait besarnya perputaran investasi ekonomi bila pembangunan dilakukan di galangan kapal nasional.


ABSTRACT

This thesis discusses the policy of removal of value added tax upon import of ship components to enhance the competitiveness of the national shipbuilding industry. Discussion upon the promulgation of the policy background the principle of cabotage that enhance national flotilla but more leaning towards import ships rather than producing boats in the country, because there is a difference in price of production very much rather than imported directly from overseas. After the first stage of the cabotage principles then the next stage is to encourage regulation of granting the same incentives from the Government to the national shipbuilding industry. The results of this research gives an overview concerning the magnitude of the turnaround in economic investment when construction is done at national shipyards.

2015
S59868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christo Yosafat
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24837
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Warsono
Abstrak :
Inpres no. 5 tahun 2005 mengenai asas cabotage menuntut galangan kapal nasional untuk dapat meningkatkan baik kapasitas produksi maupun reparasi kapal nasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola klaster industri perkapalan dalam rangka mendorong daya saing industri perkapalan nasional. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan studi literatur melalui seminar maupun buku terbitan Departemen Perindustrian, IPERINDO, dan pihak-pihak terkait lainnya. Klaster industri perkapalan ini diharapkan mampu meningkatkan produktifitas dan daya saing industri perkapalan nasional seperti yang telah dibuktikan oleh beberapa negara lain. ......Presidential Instruction no. 5 of 2005 concerning the cabotage principle requires a national shipyard to be able to increase both production and repair capacity of the national board. The purpose of this study to determine the pattern of the shipbuilding industry cluster in order to encourage the competitiveness of the national shipping industry. The method used is by using literature studies through seminars and books published by the Ministry of Industry, IPERINDO, and other relevant parties. Shipbuilding industry cluster is expected to increase the productivity and competitiveness of the national shipping industry as it has been demonstrated by several other countries.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1952
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Febriza Putri
Abstrak :
Asas cabotage di Indonesia merupakan kebijakan yang mengharuskan kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh warga negara Indonesia. Asas cabotage tersebut diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang mana pada ketentuan peralihannya mengatur bahwa kapal asing yang melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tidak dapat lagi melakukan kegiatannya mulai tanggal 7 Mei 2011. Ketentuan dalam Undang-Undang ini menimbulkan reaksi khususnya di kalangan pelaku usaha industri minyak dan gas bumi karena kapal-kapal penunjang kegiatan usaha minyak dan gas bumi lepas pantai sebagian besar masih berbendera asing pada saat itu. Untuk itu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan yang mengatur bahwa kapal asing yang melakukan kegiatan penunjang usaha minyak dan gas bumi masih tetap dapat beroperasi maksimal hingga akhir Desember 2015. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif hukum. Penulis melakukan analisis penerapan dan kedudukan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tersebut terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang secara substansi tidak sejalan atau bertentangan dengan asas hukum bahwa norma hukum yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi derajatnya (lex superior derogate legi inferiori). ......Indonesia's cabotage principle is a policy that requires domestic marine transportation activities conducted by national shipping companies to use Indonesian-flagged vessels and manned by Indonesian citizens. Cabotage principle is implemented in the Law No. 17 Year 2008 on the voyage, which is the provision of its transitional states that foreign vessels serving domestic marine transportation activities shall no longer perform its activities began on May 7, 2011. The provisions in this Act had a reaction especially among oil and gas businessmen because of the oil and gas offshore support vessels are still largely foreign-flagged at that time. Thus, Government issued Government Regulation No. 22 Year 2011 regarding Amendment to Government Regulation No. 20 Year 2010 on Water Transportation governing that foreign vessels conducting business activities in the field of oil and gas are still able to operate up until the end of December 2015. The research method is a normative legal research. Authors analyze the implementation and status of Government Regulation No. 22 Year 2011 against the Law No. 17 Year 2008 on the voyage which is substantially inconsistent or in conflict with the legal principle that lower legal norms degree must not conflict with the more high legal norms degree (lex superior derogate legi inferiori).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunissa Yuliandhini
Abstrak :
Indonesia dan Filipina merupakan bagian dari negara penggagas berdirinya organisasi Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN. Pada Januari 2007 di ASEAN Cebu Summit, para pemimpin ASEAN sepakat untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA di tahun 2015. Salah satu sarana utama dalam merealisasikan MEA adalah melalui arus bebas jasa yang bertujuan untuk menghilangkan batasan secara substansial bagi penyedia jasa ASEAN, di antaranya dalam jasa pelayaran. Akan tetapi, Indonesia dan Filipina menerapkan asas cabotage dalam kebijakan pelayarannya di mana hak istimewa dalam industri pelayaran dalam negeri diberikan kepada warga negaranya sendiri sehingga membatasi kepemilikan asing dalam industri tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh Indonesia dan Filipina terhadap realisasi MEA sehubungan dengan penerapan asas cabotage dalam peraturan perundang-undangan negaranya masing-masing. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini menjelaskan pendekatan yang dilakukan terkait kebijakan investasi asing dalam bidang pelayaran untuk melihat upaya realisasi MEA di Indonesia dan Filipina. Berdasarkan pembahasan kebijakan-kebijakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia dan Filipina telah melaksanakan komitmennya dalam AFAS, namun peraturan perundang-undangan pelayaran internal masing-masing negara tersebut masih membatasi pelaksanaan komitmennya secara lanjut. Oleh karena itu, harus dilakukan penyelarasan peraturan internal Indonesia dan Filipina sesuai dengan komitmennya masing-masing dalam AFAS. ...... Indonesia and Philippines are part of the founding of the Association of Southeast Asian Nations or ASEAN organizations. In January 2007 at the ASEAN Cebu Summit, ASEAN leaders agreed to establish in the ASEAN Economic Community Masyarakat Ekonomi ASEAN or MEA in 2015. One of the main tools in realizing MEA is through free flow of services which aimed at removing restrictions substantially for ASEAN service providers, including shipping service. However, Indonesia and Philippines apply cabotage principle in their shipping policies in which privileges in the domestic shipping industry are granted to their own citizens thereby limiting foreign ownership in the industry. Therefore, it is necessary to further examine the approach taken by Indonesia and Philippines towards the realization of MEA in connection with the application of cabotage principles in their law and regulations. Using normative juridical research methods, this paper describes the approach taken in terms of foreign investment policies in the field of shipping to see the efforts of realization of MEA in Indonesia and the Philippines. Based on the discussion of these policies, it can be concluded that Indonesia and Philippines have implemented their commitments in AFAS, but the internal shipping legislations of these countries still restrict the further implementation of their commitments. Hence, there shall be alignment of internal legislations of Indonesia and Philippine in accordance with their respective commitments in AFAS.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Josepha Jasin
Abstrak :
Karena kebutuhan mendesak akan bahan bakar gas yang semakin langka, maka dilakukan pengadaan Unit Regasifikasi dan Penyimpanan Gas Alam Cair Terapung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU). Dengan adanya FSRU, pasokan gas bumi dari tempat yang jauh dari sumber gas dapat dilakukan dalam bentuk pengiriman gas bumi cair (liquified natural gas/LNG). Sebelumnya, pasokan gas bumi hanya dilakukan dengan menggunakan jaringan pipa transmisi. FSRU masih merupakan teknologi yang baru dan keberadaannya di dunia baru 9 buah, digunakan oleh 7 negara, dan baru ada 4 operator FSRU di dunia. FSRU ke-9 akan berada di Indonesia dan Indonesia akan menjadi Negara ke-8 pengguna FSRU. Skripsi ini akan membahas pengadaan FSRU - Jawa Barat, FSRU pertama di Indonesia dan di Asia Tenggara, yang pengadaannya tidak melalui lelang umum, dalam hubungannya dengan penerapan Asas Cabotage,apakah menyalahi peraturan perundangan yang ada atau tidak. ......Due to the shortage of natural gas supply, Liquified Natural Gas Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) has been procured. FSRU makes distribution of natural gas from far away and overland natural gas sources can be happened. The natural gas converted to liquified natural gas (LNG) can be carried by LNG Carrier. Before, natural gas distribution only use pipeline transmission network. FSRU is a new technology. There are only 9 FSRUs in the world used by 8 countries, and there are only 4 FSRU's operators in the world. The 10th FSRU will be in Indonesia and Indonesia will be the 9th country using FSRU. This writing will mostly discuss West Java - FSRU, the first FSRU in Indonesia and South East Asia, which the procurement was not through open tender in relation to implementation of Cabotage Principle, was it in line with government regulation or not.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Jinoko
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai implementasi asas cabotage dalam hukum positif Indonesia terhadap kapal penunjang Migas (Migas) atau anjungan Migas yang beroperasi di wilayah lepas pantai yang termasuk dalam wilayah laut zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen dimana ketentuan hukum internasional berlaku, kesesuainnya dengan ketentuan WTO yaitu ketentuan General Agreement on Trade In Services (GATS) dan schedule of commitment Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang di dukung oleh penelitian empiris. Dengan rumusan pengertian kapal yang meliputi juga floating platforms di lepas pantai (dalam hal ini termasuk rig-rig, anjungan Migas lepas pantai) sepanjang berada dalam yuridiksi dan kedaulatan Indonesia yaitu berada di laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalaman maka asas cabotage berlaku terhadap kapal dan floating platforms tersebut. Sedangkan menurut hukum positif Iindonesia asas cabotage tidak berlaku di landas kontinen dan ZEE namun dalam pelaksanaannya berlaku karena dalam operasional tersebut harus melalui Pelabuhan, laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Implementasi asas cabotage belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena pemerintah masih memberikan dispensasi terhadap penggunaan kapal asing untuk usaha Migas lepas pantai melalui Permenhub No.46 Tahun 2019, namun peraturan ini secara substansi tidak sejalan atau bertentangan dengan asas hukum lex superior derogate legi inferiori. Pengaturan asas cabotage merupakan bagian dari prinsip yang diatur dalam GATS tentang domestic regulation, dan WTO tetap mengakui eksistensi kedaulatan negara anggotanya. Hasil penelitian menyarankan perlu menyempurnakan hukum positif Indonesia sebagai peraturan domestik untuk menyesuaikan dengan perkembangan liberalisasi jasa angkutan laut khususnya penggunaan kapal asing untuk menunjang usaha Migas lepas pantai di Indonesia dan memberikan kelonggaran bagi armada angkutan laut asing pada kegiatan Migas lepas pantai. ......This focus of this study is assesed implementation of the cabotage principle in Indonesian positive law to offshore oil and gas supporting vessels or oil and gas platforms operating in offshore areas that are included in the exclusive economic zone (EEZ) sea area or the continental shelf where international law provisions apply, the compliance with WTO provisions namely the provisions of the General Agreement on Trade in Services (GATS) and Indonesias schedule of commitment. This research applies a normative juridical approach which is supported by empirical research. With the formulation of the definition of a vessel which includes offshore floating platforms (in this case including rigs, offshore oil and gas platforms) as long as it is within the jurisdiction and sovereignty of Indonesia, which are in the territorial sea of Indonesia, archipelagic waters and inland waters, the cabotage principle applies to vessel and floating platforms. Meanwhile, according to positive Indonesian law the cabotage principle does not apply to vessel and floating platforms on the continental shelf and EEZ, but in practice the cabotage principle also applies because vessel and floating platforms in these operations must go through ports, territorial seas, archipelagic waters and inland waters. Implementation of the cabotage principle cannot yet be fully implemented because the government is still giving dispensation for the use of foreign vessel for offshore oil and gas business through Permenhub No.46 of 2019, but this regulation is substantially not in line with or against the legal principle of the lex superior derogate legi inferiori. Implementation of the cabotage principle is part of the principles that is regulated in GATS regarding domestic regulation, and the WTO continues to recognize the existence of the sovereignty of its member countries. The results suggest that it is necessary to improve Indonesias positive law as a domestic regulation to adjust to the development of liberalization of sea transportation services, especially the use of foreign vessels to support offshore oil and gas businesses in Indonesia and to provide leeway for foreign marine transportation fleets in offshore activities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Yulianti
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang adanya fenomena supply and demand yang tidak seimbang antara jumlah awak kapal dengan jumlah kapal yang beroperasional diperairan Indonesia. Dampak dari supply and demand yang tidak seimbang tersebut telah memposisikan para Pelaut pada posisi ?di atas angin?. Berdasarkan kondisi tersebut dibutuhkan sistem kompensasi yang dapat memberikan kepuasan kerja awak kapal dan dapat berimplikasi pada kinerja awak kapal. Dalam penulisan ini digunakan kerangka : Untuk mencapai tujuan perusahaan perlu didukung strategi kompensasi yang tepat untuk para awak kapal sehingga para awak kapal dapat loyal dan berdedikasi kepada perusahaan. Penelitian dilaksanakan di lingkup perusahaan melalui penyebaran kuesioner kepada para awak kapal. Analisis hasil terhadap 133 sampel dari populasi 893 awak kapal menunjukkan bahwa pemberdayaan dan kompensasi terbukti positif berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan meningkatkan kinerja awak kapal. Hasil penelitian menyarankan agar pemberdayaan dikaitkan dengan pengukuran prestasi awak kapal sehingga apabila diperdayakan maka akan mampu memberikan prestasi kerja yang diharapkan. Karena itu sebaiknya pemberdayaan dihubungkan dengan kompensasi awak kapal agar mereka lebih termotivasi untuk bekerja dengan rasa tanggung jawab pada perusahaan.
This thesis discusses the existence of supply and demand phenomena that is unbalanced between the numbers of ship crew with the number of operational vessels in Indonesian waters. The influence from supply and demand that remains un-balanced has put sailors in a ?above the wind? position. Based on the mentioned condition, a compensation system is needed to provide sailors with a sense of job satisfaction which has implications towards their work performance. The framework used in this research paper will be: to reach the company goal, a compensation system is needed to support the workforce and therefore gain their loyalty and dedication towards the company. The research conducted in the scope of the company through the dispersion of questionnaires to the ship crews. The analysis result from a sample of 133 deriving from a population of 893 sailors suggests that the empowerment and compensation proved to show a positive effect on the crew?s job satisfaction and work performance. The research results suggest that empowerment should be associated with crew performance measurement so that when empowered it will be able to give the expected performance. Therefore compensation should be linked to crew empowerment so that they are more motivated to work with a sense of responsibility to the company.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31541
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>