Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Suli Nurul Safitri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26257
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syadhillah Anzana Hazairin
Abstrak :
ABSTRACT
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membeli rumah, dengan Jaminan Hak Tanggungan di tanah dan bangunan yang dibeli. Namun, dalam jual beli rumah tanah dan bangunan masih dalam proses penyelesaian sertipikat serta pembangunan, sehingga belum dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Disetujui, bank tidak dapat memberikan fasilitas kredit kepada konsumen tersebut. Di sisi lain, pihak pengembang membutuhkan dana dari konsumen untuk melanjutkan proses pembangunan. Untuk mengatasi risiko kredit, pihak pengembang dan bank pun melakukan kerjasama mengenai pemberian jaminan pembelian kembali oleh pengembang. Akan tetapi, ketentuan tentang ketentuan garansi pembelian kembali sebagai Jaminan belum disetujui di Indonesia. Maka dari itu, skripsi ini membahas tentang kedudukan lembaga jaminan pembelian kembali ditinjau dari hukum Jaminan, yang disetujui dengan perjanjian jual beli rumah inden dengan fasilitas KPR antara PT. X, Y, dan Bank Z. Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga membeli kembali jaminan muncul karena adanya kebutuhan praktik penjaminan di lembaga perbankan untuk mengisi kekosongan hukum. Jaminan pembelian kembali lembaga tidak dapat dikonfirmasi menyetujui baik sebagai Jaminan kebendaan, atau Jaminan perorangan Diharapkan telah diakui dalam hukum Jaminan. Meskipun demikian, beli kembali jaminan diterima tetap sebagai alternatif lembaga penjaminan. Membeli kembali jaminan sebagai alternatif penjaminan.
ABSTRACT
Home Ownership Credit (KPR) is a credit facility that can be used by the community to buy a house, with a Mortgage Guarantee on the land and building purchased. However, in the sale and purchase of land and buildings the house is still in the process of completing the certificate and development, so it cannot be encumbered with Mortgage Rights. Approved, banks cannot provide credit facilities to these consumers. On the other hand, the developer requires funds from consumers to continue the development process. To overcome the credit risk, the developer and the bank also collaborated on providing repurchase guarantees by the developer. However, the provisions regarding the conditions of the repurchase guarantee as a Guarantee have not yet been approved in Indonesia. Therefore, this thesis discusses the position of repurchase guarantee institutions in terms of the Collateral law, which is agreed to with the indent sale and purchase agreement with KPR facilities between PT. X, Y, and Bank Z. The research method in this thesis is juridical-normative research, and uses library materials such as primary, secondary and tertiary legal materials. The results of the study showed that institutions to repurchase guarantees arose because of the need for guarantee practices in banking institutions to fill legal vacuum. Agency repurchase guarantees cannot be confirmed agree either as a material guarantee, or an individual guarantee Expected to be recognized in the Guaranteed law. Nevertheless, the repurchase guarantee is accepted as an alternative guarantee institution. Buy back guarantees as an alternative guarantee.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riansyah Putra
Abstrak :
Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) merupakan salah satu fasilitas kredit yang disediakan bank. Di dalam program KPA terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu konsumen (debitur), pengembang, dan bank sebagai kreditur. Didalam perjanjian kerjasama antara pengembang dengan bank, dimasukkan klausul buy back guarantee dari pengembang untuk menjamin terpenuhinya pembayaran hutang konsumen. Dari uraian tersebut, rumusan masalah yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perjanjian Buy back guarantee ditinjau dari hukum jaminan di Indonesia dan bagaimanakah penerapan kalusul Buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara bank dengan pengembang dalam rangka pembiayaan KPA. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif, Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan yang digolongkan kedalam Sumber Primer, Sumber Sekunder, dan Sumber Tertier. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa buy back guarantee belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang undangan di Indonesia, dengan terpenuhinya unsur-unsur penanggungan dalam Pasal 1820 KUHPerdata buy back guarantee dapat dikatakan sebagai perjanjian penanggungan. Namun, buy back guarantee kurang memberikan kepastian hukum bagi kreditur dikarenakan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial layaknya jaminan kebendaan. Dengan semikian saran yang dapat disampaikan adalah, Sebaiknya peraturan ataupun petunjuk tentang Buy Back Guarantee dibuat secara khusus, di mana hal ini diperlukan agar penerapan Buy Back Guarantee dapat terlaksana dengan baik.
Credit apartment ownership is one of credit facility provided by banks.In the program Credit apartment ownership three parties involved that consumers ( debtors ), developers, and bank as creditors. In continuation of the cooperation between the developer with a bank, a clause inserted it would buy back a guarantee from the developer to ensure their need for payment of a debt consumers. From the explanation is, the formulation problems discussed in the this is how setting commitment shares guarantee in terms of insurance law in indonesia and how the application of kalusul shares guarantee in agreement cooperation between bank and during to finance kpa. To answer these problems, the use writers the form of juridical research normative with research typologies descriptive in nature, the data used is taken from secondary data obtained from literature available were classified as into a source of primary, secondary sources, and source of tertier. Using the methodology the writers draw conclusions that shares guarantee not clearly regulated in legislation in indonesia, with the fulfillment in article 1820 kuhperdata shares guarantee could be described as a treaty. But, shares guarantee do not take legal certainty for creditors because not have power eksekutorial like insurance. Thus advice that can be conveyed is, regulation or a clue about should it would buy back a guarantee made specifically, in which this is necessary it would buy back a guarantee that the implementation of the come to fruition.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maskum
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong Pemerintah untuk melakukan rekapitalisasi perbankan melalui penerbitan Obligasi Negara. Realisasi penerbitan awal Obligasi Negara yang dilakukan pada tanggal 28 Mei 1999 sampai dengan 31 Oktober 2000 mencapai Rp.430.422 miliar. Jumlah pokok Obligasi Negara yang sangat besar tersebut telah menimbulkan beban tambahan pada anggaran Pemerintah baik untuk pembayaran kupon maupun pokok obligasi yang jatuh tempo antara tahun 2002 sampai dengan 2009. Untuk mengatasi masalah dalam pembayaran pokok Obligasi Negara tersebut terdapat beberapa program Pemerintah, yaitu program pertukaran/konversi dari seri FR menjadi seri VR, Asset-Bonds Swap (ABS), reprofiling, buy back, pelunasan dan penerbitan Obligasi Negara baru. Program tersebut ditempuh agar profil jatuh tempo Obligasi Negara lebih merata untuk setiap tahunnya dengan waktu yang lebih lama, sehingga dalam jangka panjang dapat menciptakan debt sustainability yang pada akhirnya akan meringankan beban anggaran Pemerintah. Dalam penulisan tesis ini akan diteliti pengaruh positif dan signifikan antara reprofiling, buy back, dan penerbitan Obligasi Negara baru terhadap pengelolaan Obligasi Negara dilihat dari sudut pandang pasar/ pelaku pasar. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah responder 33 orang pakar/pelaku pasar yang dianggap mampu dan memahami persoalan Obligasi Negara; terdiri dari 11orang Pejabat Bank Indonesia, 11 orang Pejabat Departemen Keuangan/Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) dan 11 prang pakar/pelaku pasar. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar kuesioner yang merujuk pada skala model Likert dan analisis dilakukan melalui analisis deskriptif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil kajian dan penelitian dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembayaran pokok dan kupon Obligasi Negara telah membebani anggaran Pemerintah karena jumlahnya yang cukup besar dan menumpuk pada periode tertentu. Untuk mengatasi agar beban kewajiban pembayaran pokok dan bunga Obligasi Negara tersebut tersebar lebib merata, telah diupayakan beberapa program yang dilakukan Pemerintah, yaitu program pertukaran/konversi dari seri FR menjadi seri VR, Asset-Bonds Swap (ABS), reprofiling, buy back, pelunasan dan penerbitan Obligasi Negara baru. 2. Kebijakan pengelolaan Obligasi Negara melalui program-program tersebut telah merubah profil jatuh tempo Obligasi Negara, yaitu yang semula berkisar antara Rp.25.547 miliar sampai dengan Rp.72.001 miliar dan berada pada periode tahun 2002 sampai dengan 2009 berubah menjadi berkisar antara Rp.4.963 miliar sampai dengan Rp.40.632 miliar dengan waktu yang lebih lama antara tahun 2003 sampai dengan 2020. 3. Pengelolaan Obligasi Negara melalui reprofiling, buy back dan penerbitan Obligasi Negara baru direspon positif oleh responden, yaitu dapat mengatasi masalah anggaran Pemerintah, mengurangi resiko gagal bayar utang, menyeimbangkan struktur jatuh tempo Obligasi Negara, mengurangi jumlah beban biaya kupon, mendorong kenaikan PDB, serta menciptakan stabilitas ekonomi dan debt' sustainability dimasa yang akan datang. 4. Hasil analisis kuantitatif dan uji hipotesis baik parsial maupun simultan menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan antara reprofiling, buy back dan penerbitan Obligasi Negara baru dengan pengelolaan Obligasi Negara. 5. Secara parsial dilihat dari nilai korelasi ternyata reprofiling mempunyai kekuatan hubungan paling tinggi dalam rangka pengelolaan Obligasi Negara dibandingkan dengan buy back dan penerbitan Obligasi Negara baru. Hal ini mengindikasikan bahwa responder meyakini alternatif kebijakan pengelolaan Obligasi Negara melalui reprofiling akan lebih baik dalam mengatasi masalah pengelolaan Obligasi Negara.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayudya Mentika Ryma
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai perjanjian buy back guarantee oleh developer dan pihak bank terhadap kredit kepemilikan rumah. Permasalahan meliputi hubungan hukum dan tanggung gugat pihak pengembang, bank, dan debitur/pembeli dalam perjanjian beli kembali (buy back guarantee) dan bentuk perlindungan hukum bagi pengembang untuk Memiliki kembali obyek Jaminan jika pengembang melaksanakan isi dari Perjanjian Beli Kembali (Buy Back Guarantee). Metode yang digunakan adalah melalui studi dokumen dan dibantu dengan wawancara dengan narasumber. Kemudian dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah hubungan antara Bank dengan debitor/pembeli yang melakukan pembelian unit rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dari Bank diatur dalam perjanjian kredit dengan jaminan dengan tanggung gugat Bank memberikan fasilitas KPR dan debitur wajib membayar angsuran, sedangkan hubungan hukum antara bank dengan developer diatur dalam perjanjian buy back guarantee, dimana antara bank dan pengembang telah membuat dan menandatangani perjanjanjian kerjasama yang mengatur bahwa pengembang bertanggungjawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin dalam hal debitor lalai, kemudian antara pengembang dengan debitor hubungan hukum yang timbul adalah melalui lembaga subrogasi. Saran penulis adalah agar Notaris dapat mensosialisasikan SEBI No. 15/40/DKMP dan juga memasukkan klausul kuasa jual dengan syarat tangguh dalam akta guna melindungi kepentingan Para Pihak.
In terms of providing housing and other property loans from developers, a buy back guarantee agreement is required between the developer and the lending bank. In practice, Debtors often rent houses that are used as collateral to third parties. This raises problems in the execution of vacancies and sales of houses submitted by the Developer. Based on this study, the authors conclude that the relationship between the Bank and the debtor / buyer who purchases a house unit with a House Ownership Credit facility from the Bank is regulated in a loan agreement with liability. The Bank provides mortgage facilities and the debtor is required to pay installments, while the legal relationship between banks with the developer regulated in a buy back guarantee agreement, where the bank and the developer have made and signed a cooperation agreement that stipulates that the developer is fully responsible and binds himself as a guarantor in the case of negligent debtors, then between the developer and the debtor the legal relationship arises through the institution subrogation. The suggestions for the Notary are to socialize SEBI No. 15/40 / DKMP and also to include the selling power clause in the deed to protect the interests of the Parties.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Juned Pardamean
Abstrak :
Berbagai produk pembiyaan yang ditawarkan bank dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat salah satunya adalah kredit kepemilikan rumah indent .Kredit kepemilikan rumah indent adalah pembiyaan kepemilikan rumah dengan sistim indent. Di dalam Sistim pembiyaan kepemilikan rumah indent yang diterapkan dalam Bank BTN menciptakan risiko-risiko yang dapat menimpa pihak bank sebagai penyedia fasilitas kredit bagi konsumen rumah indent tersebut. Hal ini disebabkan pihak bank tidak memiliki hak privillage (hak tanggungan) atas pembiyaan terhadap debitur KPR. Tinjauan saya terhadap fasilitas KPR indent ini adalah bagaimana caranya bank melindungi kepentingannya bilamana debitur KPR tersebut mengalami cidera janji yaitu dengan cara anatara lain; pertama adanya rekening escrow developer untuk menampung pencairan dana debitur yang tidak dapat ditarik secara keseluruhan dananya tersebut oleh pihak developer. Kedua, bilamana debitur mengalami wanprestasi terhadap bank maka, rekening escrow tersebut dapat di debet oleh pihak bank untuk melunasi debitur tersebut (buy back guaranteed). Ketiga, developer bertindak sebagai corporate guarantee atas pembiyaan yang dilakukan oleh pihak bank kepada debitur tersebut. Keempat, adanya ketentuaan pencairan secara bertahap atas rekening escrow tersebut oleh developer sesuai dengan perjanjian kerjasama tersebut. Kelima, buy back guaranteed berakhir bilamana pecahan sertifikat telah dilakukan jual beli kepada debitur dan sudah dibebani dengan hak tanggungan untuk kepentingan pihak bank. Akan tetapi seiring dengan penerapan buy back guaranteed untuk perlindungan hukum bagi bank, masih diperlukan penyempurnaan dalam hal pemanggilan debitur dalam penandatanganan akta jual beli. Dalam skripsi ini penulis melakukan dengan pendekatan analisa yuridis atas perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh developer dan pihak bank. Penulis meminta perjanjian kerja sama antara developer dengan bank terhadap pejabat bank terkait. ......One of the financing products offered by banks in fulfilling residential needs for the community is one of them is indent home ownership credit. Indent home ownership credit is the financing of home ownership with indent systems. In the system of indent home ownership financing applied in Bank BTN creates risks that can befall the bank as a provider of credit facilities for consumers of the indent house. This is because the bank does not have privillage rights for financing the KPR debtors. My review of this indent KPR facility is how the bank protects its interests if the KPR debtor is injured in a promise that is by other means; first is the existence of an escrow developer account to accommodate the disbursement of debtor funds that cannot be withdrawn as a whole by the developer. Second, if the debtor experiences defaults on the bank, the escrow account can be debited by the bank to pay off the debtor (buy back guaranteed). Third, the developer acts as a corporate guarantee for financing made by the bank to the debtor. Fourth, there is a gradual disbursement of the escrow account by the developer in accordance with the cooperation agreement. Fifth, buy back guaranteed ends when the certificate has been bought and sold to the debtor and has been burdened with mortgages for the benefit of the bank. However, along with the implementation of buy back guaranteed for legal protection for banks, improvements are still needed in terms of calling on debtors in the signing of a sale and purchase deed. In this thesis the author conducts a juridical analysis approach to the cooperation agreement carried out by the developer and the bank. The author conducted interviews with relevant bank officials.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Sukma Widjaja
Abstrak :
Setiap pihak yang berinvestasi dalam saham mengharapkan dividen dan atau capital gains. Perseroan dalam membagi dividen kepada pemegang sahamnya mempunyai dua cara yaitu secara tunai dan non tunai. Metode non tunai yang terkenal adalah share buy back. Perlakuan pajak atas penghasilan dari transaksi share buy back dapat dikenakan sebagai dividen atau capital gains. Perlakuan sebagai dividen atau capital gains menjadi rumit di lapangan karena adanya beberapa bentuk dan kondisi share buy back yang berbeda. Adanya beberapa bentuk dan kondisi share buy back yang berbeda perlu dipelajari dan dicermati secara baik oleh pembuat kebijakan perpajakan untuk merumuskan bagaimana seharusnya perlakuan perpajakan terhadap penghasilan dari transaksi share buy back yang diterima atau diperoleh pemegang saham. Kebijakan perpajakan diharapkan mengacu kepada hakekat ekonomi yang terjadi dalam setiap Janis transaksi share buy back Dengan demikian asas keadilan, netralitas dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dapat diterapkan dengan baik. Pokok permasalahan tesis ini adalah bagaimana penentuan obyek pajak atau penentuan dasar pengenaan pajak atas penghasilan dari transaksi share buy back yang diterima atau diperoleh pemegang saham. Penghasilan tersebut diperlakukan sebagai dividen ataukah sebagai capital gains. Setiap pembagian laba ditahan kepada pemegang saham arahnya menuju ke bentuk-bentuk distribusi dividen termasuk dengan cara share buy back. Untuk itu setiap pengenaan pajak harus didasarkan pada hakekat ekonomi atas transaksi yang sebenarnya. Sehingga tambahan kemampuan ekonomi yang dinikmati wajib pajak yang terlibat dalam transaksi dapat terukur dengan baik. Di dalam Undang-undang PPh disebutkan: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak (realized income), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income), yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form principle). Konsep tersebut akan dapat terwujud apabila asas keadilan horisontal dan keadilan vertikal diterapkan dalam tahap pembuatan peraturan sampai tahap implementasinya. Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian dokumen dan lapangan. Penelitian dokumen dilakukan dengan meneliti hasil karya ilmiah dan ketentuan perudang-undangan di bidang perpajakan, perseroan terbatas, pasar modal, termasuk peraturan pelaksanaannya serta prospektus Wajib Pajak terkait. Metode penelitian lapangan dilakukan melalui wawancara kepada analis sekuritas, konsultan pajak, pejabat Bapepam dan pejabat Ditjen Pajak. Sedangkan teknik penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa belum ada ketentuan Pajak Penghasilan yang mengatur secara lengkap, jelas dan menyeluruh tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan dari transaksi share buy back. Oleh karena itu disarankan agar segera dikaji secara seksama semua bentuk transaksi share buy back dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal dan Tax Treaties sehingga dapat dikeluarkan peraturan Pajak Penghasilan yang mengatur secara lengkap, jelas dan menyeluruh tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan dari transaksi share buy back. Pokok-pokok yang perlu diatur antara lain: menegaskan bahwa sumber dana share buy back dari laba ditahan merupakan pembagian dividen; dasar pengenaan dividen dari share buy back proporsional adalah atas seluruh pembayaran tetapi jika non proporsional atas selisih harga jual dan beli saja; pada saat menerima/memperoleh penghasilan share buy back tetap sebagai pemegang saham diperlakukan sebagai dividen tetapi jika bukan pemegang saham lagi penghasilan tersebut diperlakukan sebagai capital gains; kepemilikan saham secara efektif tidak berubah setelah share buy back merupakan dividen atas seluruh pembayaran tetapi jika berubah pengenaan dividen hanya atas selisih harga jual dan beli. Untuk mempertahankan prinsip keadilan dan netralitas sebaiknya tarif pajak atas dividen dari berbagai bentuk transaksi share buy back mengacu pada Pasal 23 UU PPh yaitu 15% dan memperhatikan realisasi penghasilan yang sesungguhnya. Atas penghasilan tersebut digabungkan dengan penghasilan lain (global income/global taxation) dan dikenakan satu macam tarif progressif yaitu tarif Pasal 17 UU PPh dengan memperhitungkan pajak yang telah dipotong sesuai definisi penghasilan yang diamanatkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veda Rachmawati
Abstrak :
ABSTRAK Perjanjian Kredit Kepemilikan Kios Pasar Parungpanjang dibuat antara Bank Jabar Cabang Bogor, Koperasi Pedagang Pasar Parung Panjang dan debitur sebagai anggota dari koperasi tersebut, guna pembelian kios atau los Pasar Parungpanjang yang dibangun oleh PT Bangun Bina Primasarana sebagai pengembang. Dalam Perjanjian Kredit tersebut Koperasi bertindak sebagai Penanggung yang menanggung utang debitur ketika debitur wanprestasi. Selain terikat dengan Perjanjian Kredit, antara Bank, Koperasi dan Debitur juga terikat dengan 'Kesepakatan Bersama' yang mengatur mengenai kewajiban para pihak, dimana dalam kewajiban pihak ketiga yaitu PT Bangun Bina Primasarana terdapat kewajiban untuk menyerahkan jaminan berupa Buy Back Guarantee atau jaminan beli-kembali yang diikat secara notariil, yang mengatur kewajiban pengembang untuk membeli kembali kios atau los tersebut apabila debitur menunggak angsuran minimal 3 (tiga) bulan berturut-turut serta dapat menjual kembali kios/los tersebut kepada pihak lain, dan menyediakan 25 % (dua puluh lima persen) Deposito Beku dari nilai kredit, di mama balk bunganya maupun pokoknya hanya dapat digunakan untuk menjamin kelancaran kredit. Dalam pemberian Kredit Pemilikan Kios ini ketika debitur dinyatakan telah wanprestasi, tindakan beli-kembali yang telah disepakati oleh Bank dengan pihak Pengembang harus dilaksanakan dan penanggungan oleh Koperasi hanya merupakan cadangan jika Perjanjian Beli kembali tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan hanya merupakan syarat yang diajukan oleh Bank bagi Koperasi Pedagang Pasar Parungpanjang dalam Perjanjian Kredit, agar pihak Koperasi ikut bertanggung jawab atas kelancaran pembayaran angsuran oleh debitur kepada Bank.
ABSTRACT Credit agreement of an ownership Parungpanjang market kiosk made by and between Jabar Bogor Bank, Koperasi of Parungpanjang market merchants, and Debtor as a member of the Koperasi, for buying a kiosk or a lot in Parungpanjang market which is build by Bangun Bina Primasarana Company as the developer. In the credit agreement, Koperasi of Parungpanjang market merchants acted as a guarantor that guarantees the full payment of the debtor's debt in case the debtor defaults. Besides the credit agreement with the Bank, Koperasi and debtor also legally binded by an "Agreement" that regulates the parties obligations, whereas in the third party obligations which is Bangun Bina Primasarana Company, there is an obligation to give as collateral in form of a notaries buy back guarantee clause, that stipulated developer's obligation to buy back the kiosk or the lot if the debtor had not paid the minimum payment 3 (three) months in a row and the right to sell the kiosk/lot to other parties, and to provide 25% (twenty five percent) from fixed deposit of the credit value, where the interest and the main deposit can only be used for the liquidity of the credit. When the debtor is stated default, the buy back which already agreed by the bank and the developer must be executed and guarantor obligation by Koperasi will only be applied when the effort of the collection and the effort of collateral take over to be sold or to be bought back by the developer were not successful. So it can be said that the guarantee by the Koperasi will only be a requirement stated by the Bank for Koperasi of Parungpanjang market merchants in the Credit Agreement, so that the Koperasi will also be held responsible for the liquidity of debtor payment to the Bank.
2007
T19562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarsih
Abstrak :
ABSTRAK
UntukUntuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitor untuk melunasi kewajibannya, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitor serta akan lebih terjamin lagi jika diperkuat dengan adanya penjamin (borgtoch). Dalam hal pemberian kredit pemilikan rumah dan properti lainnya dari developer disyaratkan adanya perjanjian buy back guarantee antara developer dengan Bank pemberi kredit. Pokok permasalahan penelitian, bagaimana klausula tentang buy back guarantee dari Developer dituangkan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan Develepor dalam rangka penyediaan fasilitas kredit indent serta buy back guarantee dari Developer dapat memberikan perlindungan bagi konsumen perumahan. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan sebagai sumber data. Hasil Penelitian Buy Back Guarantee, dalam perjanjian penjaminan dituangkan dalam perjanjia. Apabila Debitur tidak membayar angsuran kredit selama 6(enam) bulan berturut-turut karena suatu sebab apapun juga, atau developer tidak atau belum menyerahkan Dokumen Jaminan atas nama masing-masing Debitur , maka Developeer wajib mengambil alih seluruh hak-hak dan kewajiban Bank selaku Kreditur, baik secara subrogasi maupun dengan Novasi, dengan membayar lunas seluruh kewajiban Debitur yang terhutang kepada Bank, hutang pokok, bunga, biaya dan denda keterlambatan. Konsumen Perumahan terlindungi oleh adanya Buy Back Guarantee baik dalam klausul pada Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Developer maupun yang dibuat dalam perjanjian tersendiri sehingga konsumen perumahan dapat terhindar dari tuntutan pembayaran dari Bank. Konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan oleh Developer bagi kepentingan Konsumen dan sementara proses peradilan tersebut sampai pada suatu putusan yang mengikat (inkrah) konsumen dapat menghentikan pembayaran kepada Bank. Disampaikan saran, pelaksanaan Buy Back Guarantee oleh Developer terhadap bank pengikatan jaminan asset lainnya, dan bank pemberi kredit mensosialisasikan ketentuan dalam SEBI No. 15/40/DKMP yang terkait dengan ketentuan kredit properti baik kepada konsumen perumahan maupun developer.
ABSTRACT
To gain confidence in the ability of the debtor and the ability to repay their obligations, before providing credit, banks should conduct a careful assessment of the character, ability, capital, collateral and the debtor's business prospects and be more secure if reinforced by the guarantor (borgtoch). In the case of mortgages and other property of the developer required the existence of an agreement between the developer buy back guarantee to the lending bank. The issue of research, how about a buy back guarantee clause of Developer set forth in the agreement between the Bank and Develepor in the provision of credit facilities to indent and buy back guarantee of Developers can provide protection for residential consumers. Research using normative juridical approach to the study of literature as a source of data. Results Buy Back Guarantee, set forth in the underwriting agreement Testament. If the debtor does not pay the loan installments for 6 (six) consecutive months for any reason whatsoever, or developer does not guarantee or not submit documents on behalf of each Debtor, then Developeer shall take over all the rights and obligations of the Bank as Creditor , both subrogation and with Novation, the Debtor paid off all obligations owed to the Bank, in principal, interest, fees and late fees. Housing Consumers are protected by the presence of both the Buy Back Guarantee clause of the Cooperation Agreement between the Bank and the Developer as well as those made in a separate agreement that residential consumers can avoid the payment of bank charges. Consumers can file a lawsuit to court over breach of contract made by the Developer to the interests of consumers and while the judicial process to arrive at a decision that is binding consumers can stop payments to the Bank. Delivered suggestions, implementation Developers Buy Back Guarantee by the binding of a bank guarantee other assets, and the bank lender provisions of SEBI No. socialize. 15/40/DKMP associated with the provision of credit to the consumer residential properties and developers.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Joshua
Abstrak :
Penelitian ini mengembangkan model Vendor Managed Inventory untuk sistem rantai pasok dua eselon yang terdiri dari satu vendor dan dua pembeli dengan tipe kontrak buy-back terhadap pembeli 1 dan tipe kontrak revenue-sharing terhadap pembeli 2. Dampak penggunaan dua jenis kontrak secara bersamaan ini dianalisis dengan membandingkan model utama tersebut dengan model serupa yang menggunakan kontrak buy-back terhadap kedua pembeli model pembanding 1 dan model serupa yang menggunakan kontrak revenue-sharing terhadap kedua pembeli model pembanding 2 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kontrak buy-back dan revenue-sharing secara bersamaan mengubah nilai variabel kontrak pada setiap model pembanding untuk menghasilkan alokasi keuntungan tertentu dalam kondisi keuntungan sistem yang maksimal.
This study develops a Vendor Managed Inventory model for a two echelon supply chain system consisting of one vendor and two buyers with buy back contract with the first buyer and revenue sharing contract with the second buyer. The impacts of using two types of contracts simultaneously are analyzed by comparing the main model with a similar model using buy back contracts against both buyers comparative model 1 and a similar model using revenue sharing contracts to both buyers comparative model 2 . The result indicates that the use of buy back and revenue sharing contract simultaneously changes the value of contract variables on each comparative model to produce a certain profit allocation under the maximum system rsquo s profit condition.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>