Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nugraheni Retnaningsih
"The purpose of research is to figure out the strategy most effective business partnerships that can be
developed at the Village Unit Cooperatives (VUC) Musuk with PT. So Good Food, in Boyolali. The initial steps
are: (1) Identify internal and external factors partnerships between cooperatives Musuk system with PT. So Good
Food, then (2) to analyze SWOT strategic business partnerships between cooperatives Musuk with PT. SGF. The
analytical tool used in this study consisted of External Factor Evaluation (EFE Matrix), Internal Factor
Evaluation (IFE Matrix), Internal External Matrix (Matrix IE), SWOT matrix, and QSP matrix. SWOT matrix to
develop several alternative strategies between cooperatives Musuk partnership with PT. SGF, is to maximize the
benefits and opportunities, and minimize the weaknesses and threats. QSP matrix is used to determine the priority
of the strategy, by evaluating and selecting the best strategy in accordance with the internal and external
environment. IFE matrix analysis results showed a total score of 3.178 indicates that the partnership is the strong
internal position. EFE matrix analysis results showed a total score of 3.073 indicates that the partnership that
exists between VUC Musuk with PT. SGF has a good response to the opportunities that exist. QSPM calculation
results show the value of 6.761 means that the priority of the strategy adopted for the implementation of VUC
Musuk partnership with PT. SGF is to maintain the commitment and loyalty of farmers by fulfilling the basic needs
of dairy farming and attractive price incentives so that the most effective partnership strategy is expected to be
established partnership sustainable and mutually beneficial.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui strategi kemitraan yang paling efektif antara Koperasi Unit
Desa (KUD) Musuk dengan PT. So Good Food, di Kabupaten Boyolali. Langkah awal yang dilakukan adalah (1)
Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal sistem kemitraan antara KUD Musuk dengan PT. So Good Food,
kemudian (2) Menganalisis SWOT strategi kemitraan usaha antara KUD Musuk dengan PT. SGF. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Eksternal Factor Evaluation (Matrik EFE), Internal Factor
Evaluation (Matrik IFE), Matrik Internal Eksternal (Matrik IE), Matrik SWOT, dan Matriks QSP. Matrik SWOT
untuk menentukan beberapa alternatif strategi kemitraan antara KUD Musuk dengan PT. SGF, yaitu dengan
memaksimalkan keunggulan dan peluang, dan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks QSP digunakan
untuk menentukan prioritas strategi, yaitu dengan mengevaluasi dan memilih strategi terbaik yang paling efektif
yang sesuai dengan lingkungan internal dan eksternal. Hasil analisis matriks IFE menunjukkan total skor 3,178
mengindikasikan bahwa kemitraan tersebut berada pada posisi internal yang kuat. Hasil analisis matriks EFE
menunjukkan total skor 3,073 mengindikasikan bahwa kemitraan yang terjalin antara KUD Musuk dengan PT.
SGF mempunyai respon yang bagus terhadap peluang yang ada. Hasil perhitungan QSPMmenunjukkan nilai 6,761
ini berarti bahwa prioritas strategi yang diterapkan untuk melaksanakan kemitraan antara KUD Musuk dengan PT.
SGF adalah dengan menjaga komitmen dan loyalitas peternak melalui pemenuhan kebutuhan dasar budidaya sapi
perah dan insentif harga yang menarik. sehingga dengan strategi kemitraan yang paling efektif tersebut diharapkan
dapat terjalin kerjasama kemitraan yang berkelanjutan dan saling menguntungkan."
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Fakultas Pertanian, 2016
630 AGRIN 20:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Hary Prakoso
"Permasalahan faktual public value creation dalam praktik kewirausahaan sosial dapat ditelusuri dengan menggunakan kerangka Moore?s strategic triangle. Pada permasalahan konseptual public value (Erridge, 2005) yang perlu dieksplorasi adalah (1) sulitnya mendefinisikan dan mengukur suatu nilai publik, (2) nilai-nilai di dalam sektor publik yang bersifat bersaing, (3) adanya penekanan yang kuat pada partisipasi tetapi sulit dicapai. (4) berpotensi menjadi tautological argument dimana nilai publik hanya bisa dicapai melalui capaian tujuan-tujuan sosial ekonomi, dan (5) konsep yang belum dikembangkan lebih jauh oleh pemerintah dan akademisi. Sementara dalam kewirausahaan sosial ditemukan masih sedikitnya penelitian yang menggunakan data empiris, perlunya mengeksplorasi pengukuran kesuksesaan, serta disiplin lain yang memperkuat konsep kewirausahaan sosial (Cukier, W., Trenholm, S., & Gekas, G., 2011).
Memperhatikan kedua jenis permasalahan tersebut, tujuan utama penelitian ini adalah mengeksplorasi varian strategic triangle dari Moore (1995) dalam praktik kewirausahaan sosial. Penelitian ini menggunakan studi kasus Ponpes Agribisnis Al Ittifaq di Bandung Jawa Barat, dipilih karena memenuhi karakteristik konsep kewirausahaan sosial (Dees, 1999) yang menghasilkan values atau outcomes yang diciptakan oleh hybrid voluntary sector melalui misi dan program. Soft Systems Methodology (SSM) digunakan untuk mengeksplorasi public value scorecard (Moore, 2002) dan memberikan pemecahan masalah yang mengacu pada kaidah Checkland (1990).
Penelitian ini memiliki simpulan yaitu dalam rangka menciptakan nilai publik yang berlegitimasi dan berkelanjutan secara politik, layak secara operasional dan administratif, dan bernilai secara substansi, PPAI secara praktik telah menggunakan varian-varian pada ketiga komponen strategic triangle dengan bobot kontribusi yang berbeda. Setiap varian mampu dilaksanakan oleh PPAI karena organisasi ini dipimpin seorang kyai yang memiliki kepemimpinan paternalistik dan kharismatik, serta didukung varianvarian utama lainnya sebagai perbaikan (improvement) dari public value scorecard. Varian-varian perbaikan itu adalah (1) jejaring kerjasama (collaborative network) untuk lingkungan otoritas, (2) kultivasi nilai-nilai agama dan budaya lokal untuk kapabilitas operasional, dan (3) strategi bisnis kemitraan dan hubungan patron klien untuk proposisi nilai publik.

The factual problems on public value creation in social entrepreneurship practice can be traced by exploring Moore?s strategic triangle. In conceptual problems on public value are related to (1) difficulty to define and measure a public value, (2) the contested values in public sector, (3) there is a strong emphasis on participation that is uneasy to be attained, (4) it potentially become tautological argument in which public value are merely attained through social economic goals, and (5) the unclear concept is not yet developed by government and academician (Erridge, 2005). And then, in social entrepreneurship, it is found that the least number of research using empirical data, the need exploration for measurement and achievement, and other disciplines to strengthen the concept of social entrepreneurship (Cukier, W., Trenholm, S., & Gekas, G., 2011).
Considering two kinds of problems above, the main purpose of this research is to explore the variant of the Moore?s strategic triangle (1995) in social entrepreneurship practice. This research utilizes Al Ittifaq's Islamic Boarding School for Agribusiness (PPAI) located in Bandung West Java as single case study. It is selected because PPAI as a hybrid voluntary sector has conformed with some characteristics of social entrepreneurship concept (Dees, 1999), which generates values and outcomes through its mission and programs. Soft Systems Methodology (SSM) is utilized to explore the public value scorecard (Moore, 2002) and also contribute to the problem solving interest which refers to Checkland concept (1990).
The concluding remarks of this research are in creating public value which legimate and politically sustainable, operationally and administratively feasible, and substantively valuable, PPAI practicallyimplemented variants of the strategic triangle with different weight of contribution and function. Then, every variant can be carried out by PPAI because it is led by the religious civic leader (kyai) who employs paternalistic and charismatic leadership, and supported by other prime variants which are the improvement of public value scorecard. Of those the improved variants are as follow: (1)collaborative network for authorizing environment, (2) cultivation of religious and local wisdom values for operational capability, and (3) business partnershipstrategy and patron client relationship for public value proposition."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2189
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Iwan Riswandi
"Analisis pada studi kasus ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sistem hirarki keputusan pada kemitraan antara badan usaha milik negara (BUMN Perseroan), swasta besar, swasta kecil, dan koperasi dalam bisnis ketenagalistrikan di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan terhadap studi kasus menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).
Kemitraan antar badan usaha merupakan suatu kebutuhan. Keberadaan mitra bisnis merupakan bagian penting dari strategi perusahaan, terutama penekanan pada efisiensi (pengurangan biaya), di samping untuk perluasan usaha, mengurangi persaingan, dan kelangsungan usaha. Kemitraan antar badan usaha akan berkesinambungan apabila mempertimbangkan kebutuhan Industrial secara vertikal atau horizontal pada alur bisnis perusahaan. Karakteristik organisasi, faktor dan tujuan kemitraan yang berbeda dari masing-masing badan usaha merupakan penentu dalam pemilihan pola kemitraan.
Bisnis ketenagalistrikan di Indonesia dipacu untuk meningkatkan efisiensi. Kemampuan PT. PLN dalam mengusahakan standardisasi peralatan kelistrikan, prosedur dan teknis pelayanan dengan didukung pembangunan pembangkitan-pembangkitan listrik yang baru yang lebih efisien, meningkatkan jaring transmisi interkoneksi, dan distribusi sampai ke pelosok pedesaan (listrik pedesaan). Untuk mengurangi biaya PT. PLN melakukan kemitraan dengan berbagai pihak; pembangkitan swasta (independent power producer,IPP), industri peralatan kelistrikan, dan usaha-usaha pendukung dalam konstruksi dan instalasi.
Kasus kemitraan PT. PLN dan PT. Terang Kita mencerminkan suatu kebutuhan industri secara vertikal. PT. Terang Kita sebagai produsen kabel listrik dengan mutu produk standar (SPLN, Si!, dan ISO 9000) membutuhkan kepastian pasar (pemasokan kabel listrik, 0.4367) sehingga kelangsungan usaha (0.4327), efisiensi usaha (0.2395) dan standardisasi (0.2395) dapat dicapai. Di pihak lain, PT. PLN membutuhkan kabel listrik untuk pembangkitan, transmisi, dan distribusi yang memenuhi persyaratan mutu dan teknis (SPLN), tepat waktu (just in time), dan harga yang memadai sehingga efisiensi (0.5013) dan standarisasi (0.2903) merupakan tujuan utama. Untuk dapat memelihara mekanisme di atas, alternatif pola subsidiary, sub kontrak industri, atau joint venture dapat meningkatkan efisiensi dalam pengadaan kabel listrik.
Kasus kemitraan PT. PLN (Cabang Bogor) dengan Fa. Pancar Teknik (instalatir) dan Koperasi Warga AKLI "Kilat" Bogor mencerminkan kebutuhan industri secara horizontal. Energi listrik yang dimiliki oleh PT. PLN cukup tersedia, akan tetapi PT. PLN mempunyai keterbatasan untuk dapat memenuhi permintaan penyambungan dan instalasi listrik yang semakin besar dan menyebar. Sementara Fa. Pancar Teknik sebagai kontraktor listrik (instalatir) dan Koperasi Warga AKLI "Kilat" yang menyediakan sebagian kebutuhan material khususnya untuk sambungan rumah (SR) dan instalasi rumah (IR). Melalui kemitraan, ketiga badan usaha tersebut dapat berusaha untuk melayani kebutuhan listrik bagi konsumen secara bersamaan. Faktor distribusi energi listrik merupakan faktor utama (0.4367) terjadinya kemitraan, faktor ini pula besar pengaruhnya terhadap penentuan tujuan dan pola kemitraan yang terjadi antara PT. PLN (Cabang Bogor) dengan Fa. Pancar Teknik dan Koperasi Warga AKLI "Kilat" Bogor.
Fa. Pancar Teknik dan Koperasi Warga AKLI "Kilat" memiliki hambatan, terutama dalam permodalan usaha, keahlian, dan kapasitas teknis. Bagi kedua badan usaha tersebut kemitraan dalam pemasangan instalasi listrik bertujuan untuk menjaga kelangsungan usaha (tujuan utama), sementara bagi PT. PLN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi (0.3597) dan pembakuan prosedur dan teknis instalasi (0.3239). Di samping itu PT. PLN juga mengemban misi pembangunan untuk melakukan pemerataan kesempatan berusaha (0.3403) dan pembinaan usaha kecil (0.2029). Alternatif pola kemitraan yang dapat diterapkan adalah dengan pola sub kontrak industri, subsidiary, joint operational, Bapak-Anak Angkat, atau dengan pola penyertaan modal."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library