Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devita Febriani Putri
Abstrak :
Filariasis limfatik adalah penyakit tular vektor yang disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timari. Fiiariasis ditargetkan untuk dieliminasi pada tahun 2020 oleh WHO dengan merekomendasikan pengobatan masal (MDA) dengan dosis tunggal kombinasi DEC 6 mg/kg berat badan + ALB 400 mg, selama 5 - 10 tahun. Teknik diagnostik yang digunakan adalah pemeriksaan mikroiilaria pada sediaan darah malam, namun teknik ini memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu digunakan metode diagnosis lain, serologi, untuk memantau program eliminasi filariasis. Diagnosis serologi dengan antigen rekombinan B.malayi Bml4, mendeteksi antibodi IgG4 antifilaria. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan penurunan prevalensi mikrofiiaria berdasarkan mikroskopis dengan penurunan respon antibodi IgG4 antifilaria berdasaxkan uji ELISA dengan antigen rekombinan Bml4 sebelum dan sesudah pengobatan masal, serta melihat sensitivitas dan spesitisitas antigen rekombinan Bml4 sebagai alat diagnosis baru untuk memantau pengobatan masal filariasis. Studi longitudinal dilakukan di daerah endemik filariasis B. timori di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Pengukuran kadar lgG4 anti tilaria menggunakan ELISA-Bml4 dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk dilihat sensitivitas dan spesiiisitasnya. Kemudian dilihat pola penurunan kadar IgG4nya terhadap teknik mikroskop selama pengobatan 5 tahun. Dari 51 sampel serum yang diperiksa, didapatkan hasil sensitifitas (94%) dan Nilai Duga Negatif (NDN) yang tinggi 88% (p=0.000). Dengan intervensi pcngobatan dapat menurunkan kadar IgG4 antifilaria yang bermakna pada kelompok Mf+ELISA+ (True positw dan Mf-ELISA+ (False Positf), sehingga uji diagnostik serologi menggunakan ELISA-Bm14 dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan program pemberantasan filariasis di Indonesia. ......Lymphatic iilariasis is a disease transmitted by mosquito vectors which is caused by 3 spesies of tilarial worms, Wuchereria bancrojli, Brugia maiayi, and Brugia limori. Filariasis has been targetted to be eliminated by WHO in the year of 2020 using mass drug treatment in population with combination drugs of DEC 6 mg/kg body weight plus Albendazole 400 mg for 5 - 10 years. Diagnostic tool used in the program is microscopic examination of night blood samples however there are some constraints. Ti1?I¢f0l?C, other diagnostic tools such as serological assay has to be used in monitoring the filariasis elimination program. Serological diagnosis using recombinant antigen B. malayi Bm14 has been developed to detect IgG4 antibody anti tilaria. The purpose of this study is to determine the decrease of iilariasis prevalence detected by two different diagnostic tools, microscopic examination for microfilariac and ELISA using Bml4 recombinant antigen for IgG4 antibody before and after mass treatment and the comparison between the two diagnostic tools in terms of Sensitivity and specificity. A longitudinal study is done in B. timori endemic area in Alor district, Nusa Tenggara Timur. Measurement of IgG4 anti filaria titer using ELISA-Bm] 4 is compared to microscopic examination to detect microfilariae in determining the infected persons. The decrease of IgG4 titer as well as microtilarial counts are also observed during 5 years mass treatment. A total of 51 sera samples was examined by microscopic and ELISA showing sensitivity is (94%) and negative predictive value is also high, 88% (p~#0.000). After intervention with mass treatment, the titer of IgG4 decreased significanlty in Mf+E,LISA+ (True Parity) group as well as Mf-ELISA-+ (False Parity) gmup. The result indicates that serological method, ELISA-Bml4, can be used to dctemiine the progress of the filariasis elimination program in Indonesia.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32355
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Hendrie
Abstrak :
Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat diberbagai negara tropis dan subtropis termasuk di Indonesia dengan perkiraan 6 juta orang terinfeksi filariasis (2004). Pada tahun 2000 WHO mendeklarasikan "The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by 2020" dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menyepakati kesepakatan tersebut. Strategi dari program tersebut adalah dengan pengobatan tahunan berbasis komunitas pada populasi yang berisiko menggunakan dietilkarbamazin (DEC) 6mg/kg berat badan dalam kombinasi dengan albendazol 400 mg. Oleh WHO dianjurkan untuk mengevaluasi program eliminasi karena anak-anak dengan serodiagnosis pada anak berusia 6-10 tahun untuk mengetahui apa transmisi masih berlangsung. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang penggunaan serodiagnosis, Brugia Rapid, dalam memantau keberhasilan program eliminasi filariasis setelah 5 tahun pengobatan kombinasi DEC-abendazol di daerah endemik filariasis timori, Pulau Alor dengan mengetahui prevalensi antibodi anti filaria IgG4 pada anak-anak sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder IgG4 dengan Brugia Rapid dari desain studi uji cross sectional pada Anak Sekolah Dasar setelah 5 tahun pengobatan. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan prevalensi IgG4 pada berbagai kelompok umur dengan nilai tertinggi pada usia 10 tahun (6,78%). Terdapat perbedaan bermakna pada prevalensi IgG4 pada anak usia < 10 tahun (1,41% - 2,63%) dibandingkan dengan anak usia > 10 tahun (6,78%). Perbedaan prevalensi juga diamati antara kelompok laki-laki (4,94%) dan perempuan (3,03%) meskipun perbedaan ini tidak bermakna. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa prevalensi IgG4 pada anak Sekolah Dasar tidak dipengaruhi jenis kelamin tapi dipengaruhi oleh umur. ......Filariasis is a disease caused by filarial worms and transmitted to humans through mosquito bites. The disease is still a public problem in tropical and subtropical countries including Indonesia where it is estimated that 6 million people were infected filariasis (2004). In 2000 WHO launched "The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by 2020" and Indonesia is one of the countries agreed in this agreement. The strategy of this program is an annual treatment of Diethylcarbamazine Citrate (DEC) 6mg/kg body weight in combination with 400 mg albendazol to risked population. To evaluate the success of the program, WHO recommended to use serodiagnosis in children aged 6-10 years. Therefore, this research is proposed to investigate furthur the use of serodiagnosis, Brugia rapid, in monitoring the success of the filariasis elimination program after five years treatment with a combination of DEC-Albendazole (2002-2007) in filariasis timori endemic area, Alor Island by determining the prevalence IgG4 anti-filaria antibody in primary school children. The research was conducted using secondary data of IgG4 detected by Brugia rapid from a cross sectional study in Primary School Children after 5 years treatment. The result showed that there was differences in the prevalence of various age groups with the highest prevalence at the age of 10 years (6,78%) . The differences of the prevalence between children < 10 years old (1, ...% - 2,..%) and children > 10 years old (6,78%) is significant. However, the difference of IgG4 prevalence between boys and girls is not significant. This study revealed that sex of the children did not influence the prevalence of IgG4 but it was influenced by age.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardra Christian Tana
Abstrak :
Filariasis masih merupakan kesehatan masyarakat di Indonesia. Program pemberantasan filariasis sudah dilakukan sejak tahun 2002 melalui pengobatan masal Diethylcarbamazine Citrate (DEC) 6mg/kg BB-Albendazol 400mg pada penduduk yang tinggal di daerah endemis filariasis. Adanya data prevalensi filariasis yang akurat sebelum dan sesudah pengobatan sangat diperlukan untuk mengetahui pengobatan dihentikan atau diteruskan. Oleh karena itu diperlukan teknik diagnostik yang sensitif untuk menghitung prevalensi filariasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas dan spesifitas teknik diagnosis filariasis Brugia Rapid terhadap teknik membran filtrasi. Penelitian dilakukan di desa Mainang, daerah endemis filariasis limfatik B. timori, di Pulau Alor, Kabupaten Alor, NTT. Daerah penelitian merupakan daerah endemis dengan prevalensi filariasis sebesar 27%. Pengumpulan sampel dilakukan oleh tim Parasitologi FKUI. Metode yang dilakukan adalah uji observasional. Dari hasil penelitan didapatkan sensitivitas dari pemeriksaan Brugia Rapid mencapai 95,4%, sedangkan spesifisitasnya hanya mencapai 25,67%. Sedangkan nilai duga positif dari uji tersebut adalah 30,96%, dan nilai duga negatifnya adalah 94,12%. ......Filariasis is a public health problem in Indonesia. Filariasis elimination program has been going since 2002 through mass treatment of Diethylcarbamazine Citrate (DEC) 6 mg/BW ? Albendazole 400 mg in civilian who lived in filarial endemic area. Presence of an accurate filarial prevalence data before and after treatment is needed to know whether the treatment is stopped or continued. Therefore a sensitive and specific diagnostic tool for detecting filarial is needed. The purpose of this research is to know the sensitivity and specificity of IgG4 immunological assay (Brugia Rapid) compared to conventional microscopic examination in detection of filariasis. This research is done in Mainang, Alor Island, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Research area is an Brugia timori endemic area with prevalence of 27%. Sample is collected by Parasitology Team FMUI. The method used in this research is observational study. From the study the sensitivity of Brugia Rapid in detecting filaria is 95,4%, and a specificity of 25,67%. The positive predictive value is 30,96% and the negative predictive value is 94,12%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mikhael Yosia
Abstrak :
Jakarta Selatan bukan merupakan daerah endemis filariasis namun pada tahun 2013 ditemukan delapan kasus baru filariasis sehingga perlu dilakukan pencegahan agar penyakit tersebut tidak meluas. Agar dapat melakukan pencegahan filariasis dengan baik, petugas puskesmas perlu penyuluhan mengenai filariasis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan kesehatan mengenai manifestasi klinis filariasis pada petugas puskesmas di Jakarta Selatan. Desain penelitian adalah pre-post study dengan pengambilan data pada 26 Juni 2013 di Kantor Walikota Jakarta Selatan. Semua petugas puskesmas yang hadir dijadikan subyek penelitian dan diminta mengisi kuesioner berisi enam pertanyaan mengenai manifestasi klinis filariasis sebelum dan sesudah penyuluhan. Data diproses dengan SPSS versi 20 dan diuji dengan marginal homogeneity. Terdapat 54 subyek, 24 (50%) laki-laki dan 24 (50%) perempuan. Pada pre-test, jumlah subyek dengan pengetahuan kurang 47 (87%), sedang 6 (11%) dan cukup 1 (1,9%). Setelah post-test, subyek dengan pengetahuan kurang 17 (31,5%), sedang 24 (44,4%) dan cukup 13 (24,1%). Ada perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan (p<0.001). Disimpulkan penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan petugas puskesmas mengenai manifestasi klinis filariasis. ......South Jakarta is not a filarias endemic area, however in 2013 there were eight new cases of filarisis being founded. In order for health care personnel to conduct prevention effectively, an education about filariasis needs to be given. The main purpose of this research was to find the effectiveness of health education in increasing the level of knowledge on filariasis clinical manifestations among primary health care workers in South Jakarta. The design of this research was pre-post study with data collection held on 26 June 2013. All attending health personnel during that day were taken as participants. Data collection is conducted via questionnaire with six questions regarding filarial clinical manifestations that wre given before and after health education. The data was then analyzed using SPSS version 20 for Macintosh and tested with marginal homogeneity. The result showed 54 participants, 24 (50%) male and 24 (50%) female. During the pre-test, there were 47 (87%) participants with poor knowledge, 6 (11%) with moderate knowledge and 1 (1.9%) with good knowledge. In post-test, there were 17 (31.5%) participants with poor knowledge, 24 (44%) with moderate knowledge and 13 (24.1%) with good knowledge. Marginal homogeneity test showed that there are significant difference in pre-test and post test. It can be concluded that health education is an effective ways to increase knowledge on filariasis clinical manifestations.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikeish R. Muralitharan
Abstrak :
Delapan kasus baru filariasis kronis telah ditemukan di Jakarta Selatan yang bukan merupakan daerah endemis. Untuk memotong rantai penularan, pemberian obat Diethylcarbamazine (DEC) dan albendazole tiap tahun selama lima tahun harus dilakukan. Oleh karena itu , pekerja kesehatan primer di Jakarta Selatan membutuhkan penyuluhan kesehatan untuk melakukan pencegahan filariasis dengan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penyuluhan kesehatan mengenai program minum obat massal pencegahan (POMP) filariasis pada petugas kesehatan primer di Jakarta Selatan. Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan metode pre -post studi. Pengumpulan data dilakukan di Jakarta Selatan pada 26 Juni 2013 dengan meminta semua pekerja perawatan kesehatan primer yang hadir untuk mengisi pre- dan post-tes kuesioner (n = 54). Kuesioner terdiri dari delapan pertanyaan mengenai POMP filariasis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum penyuluhan kesehatan, 83,3 % dari peserta memiliki pengetahuan yang buruk, 14,8 % memiliki pengetahuan rata-rata dan 1,9 % dari peserta memiliki pengetahuan yang baik mengenai POMP filariasis. Setelah penyuluhan kesehatan, 64,8 % dari peserta memiliki pengetahuan yang baik mengenai POMP filariasis, 27,8 % memiliki pengetahuan rata-rata dan hanya 7,4 % dari peserta memiliki pengetahuan yang kurang mengenai POMP filariasis (tes homogenitas marginal pre dan post tes < 0.001* ). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penyuluhan kesehatan efektif dalam meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan primer mengenai POMP filariasis. ......Eight new cases of chronic filariasis have been discovered in South Jakarta, a nonedemic area. To cut the chain of transmission, administration of diethylcarbamazine (DEC) and albendazole yearly for five years should be performed 1 . Therefore, primary health care workers in South Jakarta require health education to perform filariasis prevention correctly. This research aimed to study the effectiveness of health education on filariasis mass drug administration (MDA) among primary health care workers in South Jakarta. This study used experimental design with pre-post study method. Data collection was done in South Jakarta on the 26th of June 2013 by asking all the attending primary health care workers to fill pre- and post-test questionnaires (n=54). The questionnaire comprised of eight questions regarding filariasis MDA. The results showed that before health education, 83.3% of participants had poor knowledge, 14.8% had average knowledge and 1.9% of participants had good knowledge on filariasis MDA. Following health education, 64.8% of participants had good knowledge on filariasis, 27.8% had average knowledge and only 7.4% of participants had poor knowledge on filariasis MDA (marginal homogeneity of pre and post tests <0.001*). Hence, it was concluded that health education is effective in increasing the knowledge of primary health care workers on filariasis MDA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library