Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bona Maruli Tua
Abstrak :
ABSTRACT
Dalam proses pembuatan pakan ternak dibutuhkan ikan kering dengan kadar air berkisar antara 6-10%. Proses penurunan kadar air ini Iebih dikenal dengan istilah pengeringan. Pengeringan yang dilakukan secara tradisonal yaitu dengan penjemuran bahan di bawah terik sinar matahari sangat bergantung kepada kondisi cuaca yang seiaiu berubah-ubah dan rentannya proses pengeringan tersebut terhadap gangguan-gangguan lain seperli burung, ayam atau hewan lain yang dapat mengurangi kuantitas bahan yang dikeringkan. Lagi pula, pengeringan secara tradisonal sangat dibatasi dengan areal yang tersedia. Sehingga kapasitas pengeringannya pun tergantung kepada lahan yang tersedia. Pembahasan yang dilakukan adalah merancang dan menghitung proses pengeringan ditinjau dari perpindahan panas energi dan perpindahan massa (uap air). Dengan mengambil asumsi perancangan terhadap beberapa kondisi yang periu untuk ditentukan. Dengan rincian di atas, hasil dari skripsi ini diperoleh spesifikasi alat pengering ikan hasil rancangan awal dengan kapasitas yang ditentukan dan data-data mengenai kebutuhan kalor, jenis dan besar kipas dan motor pada alat pengering tipe rak, untuk melakukan penelitian dan pengembangan selanjutnya.
1999
S37022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indriati
Abstrak :
ABSTRAK
Keadaan perekonomian masyarakat yang terus terbelenggu dengan naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak), perlu dicarikan solusi untuk mencari alternatif pengganti minyak tanah. Telah banyak sumber energy yang dikembangkan mulai dari berbasis teknologi tinggi hingga sederhana, namun nilai jualnya masjh relatif mahal. Ada satu sumber energi alternatif yang belum tersentuh yaitu limbah minyak berupa lumpur minyak atau sering disebut sludge oil. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan sludge oil menjadi briket sebagai bahan bakar alternatif yang relatif mur.eh sehingga dapat dijadikan alternatif pengolahan limbah sludge oil. Dibuat tiga tipe percobaan briket dengan penambahan filler seperti jerami, serbuk gergaji dan arang dengan mencari hasil dan kondisi optimum. Parameter uji dilakukan secara fisika dan kimia. Parameter fisika adalah pencetakan, waktu pengeringan, tekstur, uji kekerasan, uji nyala, uji lelehan, uji jelaga dan untuk parameter kimia adalah kadar air, kadar abu, kandungan energi, kandungan logam berat (Cd, Cr, Cu, Hg, Pb), kandungan SOx dan NOx. Dari hasil penelitian didapatkan formulasi optimum, untuk brikeLsludge oil+ jerami optimum pada perbandingan komposisi sludge oil : jerami (3: 1 ); suhu pemanasan T 300°C; waktu pemanasan 90 men it, briket sludge oil + serbuk gergaji optimum pada perbandingan komposisi sl~dge oil : serbuk gergaji (3: 1 ); suhu pemanasan T 250°C; waktu pemanasan 150 men it dan briket sludge oil T arang optimum pada perbandingan komposisi (1: 1 ); suhu pemanasan T 250°C, waktu pemanasan 120 menit. Secara keseluruhan tipe briket yang paling baik adalah briket sludge oil+ arang. Selain dari bentuk fisiknya yang keras dan - . pad at, hasil parameter uji kimianya juga menghasilkan data analisa yang paling baik. Briket ini memiliki kandungan energi paling tinggi sebesar 4000 kkal/kg, kadar logam berat yang paling rendah bila dibandingkan dari kedua tipe briket yang lainnya, l
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyani
Abstrak :
Salah satu pemanfaatan briket batubara yaitu sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga. Akan tetapi penggunaan briket batubara kurang optimal karena lamanya waktu penyalaan sehingga kurang praktis untuk digunakan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungan air yang banyak terkandung dalam batubara. Salah satu Proses yang digunakan untuk mengurangi kadar air dalam batubara yaitu dengan proses upgraded brown coal (UBC). Penelitian ini menggunakan batubara jenis lignit yang mempunyai kandungan air 25% dan menggunakan minyak goreng bekas (jelantah) yang tujuannya untuk membuat kondisi pori batubara bersifat hidrofob, yang akan mudah mengusir air. Parameter yang divariasikan dalam proses UBC adalah temperatur pemanasan dan rasio massa batubara terhadap minyak goreng. Variabel terikat pada UBC adalah temperatur pemanasan yang divariasikan adalah 150⁰C, 200⁰C, dan 250⁰C, dan rasio antara batubara dengan minyak goreng yang dipakai yaitu 1:1, 1:2 dan 1:3. Sedangkan variabel bebasnya yaitu waktu penyalaan dan temperatur pembakaran. Proses penyalaan dan pembakaran briket batubara dilakukan dalam furnace dimana temperatur dinding furnace dijaga konstan pada 300⁰C dan kecepatan aliran udara 0,2 m/s. Dari hasil pengujian kadar air, dihasilkan bahwa pada rasio 1:1 pada proses UBC dengan temperatur pemanasan 150⁰C, 200⁰C dan 250⁰C masih terdapat kandungan air dengan persentase 3,84%, 3,70% dan 3,7%, sedangkan dengan rasio 1:2 dan 1:3 menunjukkan persentase kandungan air mendekati 0%. Hasil pengujian pembakaran pada rasio 1:1 menunjukkan temperatur pembakaran yang lebih rendah dibandingkan pada rasio 1:2. Hal ini dikarena masih adanya kandungan air pada 1:1 sehingga panas yang dipasok digunakan terlebih dahulu untuk menguapkan kandungan air nya, sedangkan pada rasio 1:3 temperatur maksimum yang dicapai lebih rendah dibandingkan 1:1 dan 1:2 karena pada rasio 1:3 diperkirakan sebagian kandungan volatile matter yang menguap dan/atau terlarut dalam jelantah pada proses UBC. ......One of the utilizations for the coal briquette is used as a fuel for household needs. But the use of coal briquette is not optimal because duration of time of it to be ignited. Therefore it is not practical to be used. One of the causing factor is the moisture content inside the coal. One of the processes to decrease the moisture content inside the coal is by using upgraded brown coal (UBC) process. This research uses lignite coal whose it moisture content is 25% and this research uses cooking oil which aim to create conditions of coal pore is hydrophobic, which would easily repel water. The varied parameter on the UBC process are heating temperature and the ratio of coal and cooking oil. The dependent variable of UBC is varied heating temperatures are 150⁰C, 200⁰C, and 250⁰C and the ratios of the coal with cooking oil are 1:1, 1:2 and 1:3. While the independent variables of time of ignition and combustion temperature. The coal briquette ignition process is conducted inside furnace which the furnace wall temperature is kept constant at 300⁰C and the velocity of air flow is 0.2 m/s. From the result of moisture content test, it is found that on the ratio of 1:1 for the heating temperatures of UBC process is 150⁰C, 200⁰C and 250⁰C that there is still moisture content with percentage of 3.84%, 3.70% and 3.7%, while the ratio of 1:1 shows that the moisture content close to 0%. The combustion test result on ratio 1:1 shows lower temperature combustion compared to ratio 1:2. This is because that there is still some moisture content on ratio 1:1. Therefore, the heat supplied is used first to vaporized its moisture content, while on ratio 1:3 the maximum temperature is lower than on the ratio 1:1 and 1:2 because on the ratio 1:3, there is a possibility that there is a volatile matter content that vaporizes first on the UBC process.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S675
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Cupola double tuyer (CDT) kilin could Increase the efficieny of metal pounting process by using CDT coke ratio can be increasel up to 1:14 (1 kg iron:14 kg forme coke)......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yesay Setiawan
Abstrak :
Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat besar, sekitar 6,759 juta ton. Kebanyakan berada di daerah Sumatera Utara (39,64%), Kalimantan Timur (30,65%) dan Kalimantan Selatan (27,64%). Semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi, membuat orang mencari sumber - sumber alternatif yang lain, diantaranya adalah batubara, khususnya batubara yang diproduksi menjadi briket batubara. Penggunaannya diperkirakan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2010, menunjukan prospek pemanfaatan briket batubara semakin besar. Briket batubara banyak digunakan pada perternakan ayam sebagai pemanas (65%), rumah tangga dan warung makan untuk pemasakan (12%), pengeringan tembakau dan karet (7%), untuk pembakaran bata, genting dan kapur (8%) dan lain ? lain (8%). Salah satu kendala yang timbul saat pembakaran briket batubara ialah tingginya emisi Karbonmonoksida (CO) yang dihasilkan yaitu sekitar 100 - 700 ppm, masih sangat jauh diatas nilai ambang batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 25 ppm. Pada kadar CO tertentu, paparan gas ini dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan efek negatif pada kesehatan manusia, bahkan dapat menyebabkan koma dan kematian. Suatu metode perbaikan atau modifikasi kompor briket batubara yaitu menggunakan metode downjet dan updraft diterapkan guna mengurangi kadar CO yang dihasilkan. Untuk memaksimalkan konversi CO menjadi CO2 adalah dengan menciptakan resirkulasi fluida didaerah chimmey (zona diatas permukaan briket batubara), yaitu dengan menggunakan metode downjet didaerah chimmey. Adanya resirkulasi atau vortex, memungkinkan fluida hasil pembakaran tertahan lebih lama dalam aliran resirkulasi sehingga memperlama waktu tinggal (resident time) di daerah chimmey untuk kontak dengan oksigen dari downjet. Sehingga semakin banyak gas CO dan hidrokarbon bereaksi dengan O2 membentuk gas CO2. Aliran updraft digunakan agar suplay oksigen untuk proses pembakaran briket batubara terpenuhi. Data yang diambil adalah temperature pembakaran, emisi CO, kecepatan aliran downjet dan updraft percobaan yang dilakukan dengan memvariasikan kecepatan downjet 0,335 m/s , 0,423 m/s dan 0,490 m/s dengan kecepatan updraft selama percobaan tetap yaitu sebesar 0,7 m/s. pada percobaan ini kondisi optimal yang dapat mencapai konsentrasi CO terendah adalah kecepatan downjet 0,423 m/s (55 Hz) dan kecepatan updraft 0,7 m/s pada ketinggian chimney 20 cm. Penurunan konsentrasi CO sampai 659 ppm
Indonesia has large reserves of coal, i.e. 6,759 million tons. Most of the reserves are in di South Sumatra (39.64%), East Kalimantan (30.65%) and South Kalimantan (27.64%). Briquettes produced in 2006 were 1,054,000 tons (Setiawan, 1996). Statistical data of 2005 published by Ministry of Energy and Mineral resources shows that most of them is used for heating in poultry industry (65%), for cooking in households and small restaurants (12%), for drying tobacco leaves and rubber (7%), and for manufactures of bricks and combustion of limestone (8%) (DESM, 2005). Their use is predicted to increase twice in 2010 (DESM, 2005). Current coal briquette stoves have high CO emission, which could reach 100 to 700 ppm and can have adverse health effects to human. This range of CO emission value is well above the threshold value of CO emission (25 ppm) stipulated by Minister of Manpower and Transmigration Indonesia. A method used to maximise the conversion of CO and hydrocarbons to CO2 is by introducing a downjet in the chimney (a zone above the briquette bed). The downjet impacts on the coal face and its momentum is reduced as a result of the impact. The impact causes the jet to flow back upwards. This flow and flow from gas produced by combustion initiated from the upper layers of the briquette bed, which may contain CO and unburned hydrocarbons, are entrained into the downjet. The impact, backflow and entrainment occur repeatedly so that a vortex is created in the chimney. Hypothesis of the research is the existence of the vortex retains the combustion gas for some time in the vortex so that the gas has longer residence time to contact with oxygen which subsequently lowers the contents of CO and hydrocarbons. which allows more conversion of CO and hydrocarbons to CO2 and is expected to reduce the emission of CO and hydrocarbons in the flue gas. Data that is taken on this experiment is temperature, CO consentration in ppm and velocity of downjet. This experiment undergoes with variation of velocity of downjet at 0,335 m/s, 0,423 m/s and 0,490 m/s with the velocity of updraft during experimental is fix 0,7 m/s. The optimal condition for this experimental achieved when consentration of CO gas had the lowest values is at velocity of downjet 0,423 m/s (55 Hz) and velocity of updraft 0,7 m/s at height of chimney 20 cm. When the concentration of CO emission is 659 ppm.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Hartawan
Abstrak :
ABSTRACT
Kerimbunan di ibukota didukung dengan lahan hijau yang terdiri dari penanaman pohon, mulai dari area perumahan, hingga perkantoran. Sampah daun yang dimiliki pohon pada area tersebut menjadi salah satu kontribusi besar pada sampah organik. Pada umumnya, pengolahan sampah organik tersebut menggunakan metode pembakaran akibat tidak dapat terdekomposisi ke tanah. Hasil pembakaran sampah organik tersebut dapat menjadi sebuah energi terbarukan. Besar energi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk rumah tangga. Adapun kompor biomassa sebagai kompor alternatif pengguna bahan bakar selain gas. Hasil pembakaran kompor biomassa merupakan pembakaran yang bersih karena campuran bahan bakar dan udara yang menghasilkan pembakaran sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan potensi energi terbarukan menggunakan daun. Pembakaran yang terjadi pada daun memiliki karakteristik yang berbeda terhadap intensitas udara dengan bentuk olahan briket. Efisiensi bahan bakar dapat diketahui dengan menggunakan metode water boiling test dan pengukuran mass loss rate. Hasil metode water boiling test dengan olahan briket menunjukkan bahan bakar dapat mendidihkan air pada waktu singkat dan membutuhkan pengisian ulang jika digunakan untuk memasak. Efisiensi termal pada saat masuk pada fase cold start adalah 42 dan hot start pada 46. Bentuk olahan briket menghasilkan pembakaran yang lebih lama namun lebih sukar untuk dinyalakan.
ABSTRACT
The capital of Indonesia is kept cool and shady by green areas consisting of trees, from residential areas to offices. Fallen leaves produce by these trees contributes to a large amount of organic waste. Generally, the vast majority of the people incinerate these waste as they cannot decomposed quick enough on the ground. The burning of these leaf litters can open up a potential renewable energy. Although the scale of energy than can be use is suited as fuel for household needs. Biomass cooking stoves are developed to accommodate the daily use for cooking as an alternative to gas powered stoves. The flame that is produced by the cooking biomass cooking stove is smokeless due to the great supply of air mixing with the fuel generates a good clean burn. This research intends to explore and developed the potential of dry leaves form as briquettes as a renewable energy. Burning leaves have different characteristics to the intensity of air going through the combustion chamber with the fuel form of briquettes. The Efficiency of the fuel can be measured using the water boiling test method and mass loss rate. Results from the water boiling test with the leaf briquettes can bring water to a boil but for standard time of cooking, refuelling in the middle of cooking is needed. The thermal efficiency during the cold phase is 42 and during the hot phase is 46 . Although the forming of leaves into briquettes prolong the time of burning and perfect for refuelling, the briquettes are quite hard to ignite.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Muliana
Abstrak :
Kebutuhan energi saat ini terus meningkat, baik dalam industri atau skala kecilnya (rumah tangga). Semakin berkurangnya ketersediaan akan sumber bahan bakar fosil khususnya bahan bakar minyak membuat para pengguna mencari sumber bahan bakar alternatif, salah satunya yaitu bahan bakar padat briket batubara yang memiliki ketersediaan cukup banyak dibandingkan bahan bakar minyak. Tetapi, penggunaan batubara sebagai bahan bakar memiliki masalah dalam hal emisi gas dibandingkan dengan kompor yang berbahan bakar minyak atau gas. Rasio karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) dari kompor briket batubara memiliki orde yang lebih tinggi sebesar dua kalinya dari rasio CO/CO2 pada kompor lainnya. Hal tersebut menjadi perhatian untuk memperoleh emisi CO yang rendah dari kompor briket batubara. Pada penelitian ini, dilakukan metoda yang menggunakan downjet dimana laju alir udara yang keluar dari nozzle yang mengarah langsung ke bawah menuju unggun briket mempengaruhi pembentukkan polutan CO yang dihasilkan dari pembakaran briket batubara dengan variasi ketinggian downjet. Downjet sebagai penyuplai udara, diharapkan dapat meningkatkan konversi CO menjadi CO2. Aliran udara dari downjet, membuat resirkulasi aliran dimana kontak gas CO dengan oksigen (O2) menjadi lebih lama. Untuk meminimalisir terjadinya pendinginan, aliran udara tersebut dialirkan ke dalam ruang bakar kompor, sehingga aliran downjet memiliki suhu lebih tinggi dari suhu ambient. Variasi ketinggian downjet (10 cm, 15 cm, dan 20 cm) memberikan konsentrasi gas CO yang berbeda-beda. Dari hasil penelitian, diperoleh emisi CO terendah pada ketinggian downjet 20 cm. Pengaruh back pressure dari ekspansi gas hasil pembakaran lebih dominan pada ketinggian downjet terdalam, meskipun terdapat aliran udara lainnya yaitu dari blower bawah. Adanya backpressure ini membuat waktu tinggal gas buang menjadi lebih lama dan memberikan waktu reaksi yang lebih lama bagi konversi CO menjadi CO2.
The requirement for energy keep increasing, both in industry and in smaller scale (households). The decrease of fossil fuel source (especially oil) leads to searching for alternative fuels, one of which is coal briquette whose reserves. But usage of coal as fuel has a problem relating to gas emission other stoves using different fuels, the ratio of carbon monoxide (CO) to carbon dioxide (CO2) from coal briquette stoves is in the order of two higher than that in to other stoves. Therefore, the emission of CO in coal briquette stoves is paid more attention to be reduced. This research applies a method using downjet where air flow exiting from nozzle influence the formation of pollutant CO yielded from burning of coal briquette with various downjet height. The nozzle is directed downward above the briquette bed. The downjet as air supplier is expected increase the conversion of CO to CO2. Air current from downjet makes recirculation of flow where gaseous contact between CO and oxygen ( O2) becomes longer. To minimize the cooling process, the air was preheated in the stove`s combustion chamber, so the flow from downjet has higher temperature than ambient temperature. Various downjet height (10 cm, 15 cm, and 20 cm) gives different concentrations of CO. It was obtained that lower CO emission was measured at stove with higher downjet nozzle. The lowest CO emission was found in the stove with downjet height of 20 cm. The effect of back pressure this occurs as a result of larger back pressure in the stove with higher downjet nozzle, which resist the flow from updraft blower. Thus, the hot air within the briquette bed stays longer and allows more conversion of CO to CO2.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Sumarni
Abstrak :
Penggunaan kompor briket batubara saat ini memiliki kelemahan diantaranya emisi CO yang tinggi, lamanya waktu penyalaan, dan ketidakpraktisan dalam pemadaman. Permasalahan pertama membutuhkan penanganan khusus karena emisi CO yang mencapai lebih dari 100 ppm tidak sehat bagi pengguna kompor briket batubara apabila terpapar dalam waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan emisi CO yang rendah dengan menggunakan hood. Hood yang berada di atas kompor briket bersama dengan blower pada bagian bawah kompor akan menciptakan vortex dibawah hood dan memperpanjang waktu tinggal sehingga dapat membentuk CO2 dari sisa CO pada flue gas. Parameter yang divariasikan adalah kecepatan superfisial udara, kedalaman chimney dan diameter lubang hood. Kecepatan superfisial yang divariasikan adalah 0.6, 1.2 and 1.8 m/sec, jenis hood yang digunakan adalah open hood dan blind hood dengan diameter lubang 6 cm, dan kedalaman chimney yang digunakan adalah 15 cm. Penelitian ini memberikan kesimpulan pada kedalaman chimney optimum 15 cm dan kompor dengan blind hood lebih baik dalam menghasilkan emisi CO yang rendah.
The utilisation of coal briquette stove undergoes some constraints such as high CO emission, long ignition time, and unpractical extinguishment. The first constraint requires urgent treatment because high emission which reaches more than 100 ppm for long exposure is not healthy for the coal briquette stove users. This experiment aimed to produce low CO emissions by using the hood. Hood in the briquette stove with a blower at the bottom of the stove will create a vortex beneath the hood and extend the residence time to form CO2 from from the remaining CO in the flue gas. On this research, the values of superficial velocity and chimney depth were varied. The superficial velocity is varied at 0.6, 1.2 and 1.8 m/sec, and using blind hood and open hood, while the chimney depth 15 cm from the top of the stove. The research gives conclusions that the optimum chimney depth is 15 cm and the stove with blind hood is preferable to produce low CO emission.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51816
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Edy Pramono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Bregas Dwi Hatmojo
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah dan tersebar di seluruh kepulauan. Pemanfaatan potensi sumber daya alam tersebut belum sepenuhnya diperankan dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak di sektor rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi potensi dari serasah daun sebagai sumber energi domestik yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Secara khusus, konfigurasi penelitian skala laboratorium dilakukan dengan menggunakan serasah daun spesies Artocarpus champaden, L., Nephelium lappaceum, L., dan Mangifera indica, L. Di Indonesia spesies ini dikenal sebagai pohon Cempedak, pohon Rambutan, dan pohon Mangga yang menghasilkan gugur daun sepanjang tahun. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam menangani serasah adalah mengumpulkan dari halaman atau atap pekarangan rumah kemudian dibakar untuk mengurangi jumlah serasah sebagai pengotor. Penelitian eksperimental dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu pembuatan briket dari serasah daun yang ditambahkan dengan minyak kanola dan pasta tepung jagung sebagai material pengikat dan bertujuan untuk meningkatkan kandungan energi ketika dilakukan proses pembakaran yang diproduksi secara manual dengan sedikit bantuan alat mekanis. Analsis termal termasuk nilai kalor, proksimat dan ultimat dilakukan dengan metode dan peralatan standar. Penelitian menggunakan kompor biomassa dengan volume ruang bakar sekitar 660 cm3. Sebuah kipas elektrik dipasang ke kompor untuk mengalirkan udara. Metode Water Boiling Test dilakukan untuk mengukur karakteristik pembakaran dan efisiensi kompor. Ditemukan bahwa briket (100 gram) dari semua jenis daun yang diuji dapat merebus air 1000 ml dalam waktu 7 menit. Secara umum, kinerja pembakaran sampel briket dapat dikaitkan dengan analisis proksimat dan ultimat, sehingga dengan membandingkan kinerja menggunakan Water Boiling Test menunjukkan bahwa perbedaan kinerja menggunakan berbagai jenis serasah daun tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa serasah daun memiliki potensi sebagai sumber energi yang dapat diandalkan untuk memasak di rumah tangga di daerah pedesaan.
ABSTRACT
Indonesia has abundant natural resources spread throughout the islands. The utilization of these natural potentials has not been fully played and developed to meet daily needs such as for cooking. The purpose of this study is to explore the potential of leaf litter as a domestic source of energy for cooking. In particular, a set of laboratory scaled experiment was conducted by using leaf litter of the species Artocarpus champaden, L., Nephelium lappaceum, L., and Mangifera indica, L. In Indonesia these species are known as Cempedak, Rambutan, and Mangga trees which produce fallen leaf throughout the years. A way of reducing the leaf litter problems by local people is by collecting it from the garden and roof, then burn it to reduce the volume. The experimental work was carried out through some steps. The leaf litter was transformed to biomass briquettes fuel in order to increase energy content for combustion by adding Canola Oil and Starch as a binder. The briquettes were produced manually with minimum mechanical works. Thermal analysis, including calorific value, proximate and ultimate analysis, was performed by standard method and equipment. The experiment was carried out by using a biomass stove with a fuel chamber volume of approximately 660 cm3. A fan was attached to the stove to supply an updraft forced vortex flow of air. Water Boiling Test method was performed to measure the burning characteristic and stove efficiency. It was found that the briquettes (100 grams) from all leaf type tested can boil the water of 1000 ml within 7 minutes. In general, the burning performance of the briquettes were related to proximate and ultimate analysis of the samples. Nevertheless, by comparing the performance using Water Boiling Test suggested that the discrepancies of the performance using different types of leaf litter were not significant. This work showed that leaf litter has the potential as a reliable energy source for cooking in household at rural areas.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>