Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mar Atul Mochtar
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini adalah referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa Brexit yang dilaksanakan pada 23 Juni 2016. Hasil referendum menunjukkan 52 rakyat Inggris menginginkan keluar dari Uni Eropa dan 48 menginginkan tetap sebagai anggota. Akibat dari hasil tersebut, sehari setelahnya David Cameron langsung mengajukan pengunduran diri sebagai Perdana Menteri Inggris. Hal yang kontras terlihat mengingat bahwa David Cameron adalah salah satu tokoh yang mengkampanyekan Inggris untuk tetap bersama Uni Eropa meskipun ia berasal dari Partai Konservatif yang terkenal dengan sikap euroskeptisme dan sejak lama tidak sejalan dengan Uni Eropa. Berdasarkan hal tersebut, memunculkan pertanyaan mengapa David Cameron mengkampanyekan Inggris untuk tetap bersama Uni Eropa. Teori actor-specific digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan level analisis individu. Teori ini menggunakan aspek psikologi yaitu motivasi, emosi dan representasi masalah dalam menemukan alasan dibalik pembentukan sebuah keputusan. Berdasarkan teori, Cameron memiliki motivasi untuk dapat diterima dan dikenal sebagai pemimpin adil yang dapat menjembatani hubungan Inggris dan Uni Eropa dan ingin mempertahankan dan memperbesar pengaruh Inggris sebagai negara yang besar. Dari segi emosi, Cameron mempunyai emosi yang tenang dan penuh percaya diri yang dipengaruhi oleh karakter diri dan lingkungan yang mendukungnya. David Cameron merepresentasikan masalahnya berdasarkan keyakinan-keyakinannya yang dalam terhadap Eropa. Berdasarkan penelitian ini, hal tersebut membuktikan bahwa aspek-aspek psikologis seorang pemimpin juga memberi pengaruh dalam ditetapkannya sebuah keputusan. ...... The background of this study is a referendum on the British exit from the European Union Brexit held on June 23, 2016. The results of the referendum showed 52 of British people wanted to get out of the EU and 48 wanted to remain as members. As a result, a day later David Cameron immediately proposed resignation as Prime Minister of England. The contrast seems to be that David Cameron is one of the figures who campaigned for England to stay with the EU even though he was from the Conservative Party which is famous for its euroscepticism and has long been inconsistent with the European Union. Based on this situation, raises a question why David Cameron campaigned for Britain to stay with the EU. The actor specific theory was used in this study using individual level analyzes. This theory uses the psychological aspect of motivation, emotion and problem representation in finding the reasons behind the formation of a decision. Based on his motivations, Cameron wants to be accepted and known as a fair leader who can bridge the UK and EU relations and want to maintain and enlarge the influence of Great Britain as a big country. From his emotions, Cameron has a calm and confident emotion that is influenced by the character of himself and the environment that supports him. The last, David Cameron represents his problems based on his deep beliefs on Europe. Based on this research, it proves that the psychological aspects of a leader also give influence in the establishment of a decision.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T49878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayuk Larasari
Abstrak :

Penelitian ini adalah analisis terhadap akun Twitter dan Instagram Theresa May yang dijadikan sebagai kanal untuk mengkomunikasikan pendirian politiknya terkait hasil referendum British Exit (Brexit). Alotnya negosiasi hasil referendum terjadi di internal Parlemen Inggris. House of Commons tidak puas dengan rancangan perjanjian pemerintah Theresa May terkait Brexit. Brexit Deal Theresa May telah ditolak sebanyak tiga kali. Meskipun tawarannya telah ditolak, Theresa May tetap yakin bahwa dengan kepimimpinannya yang kuat dan stabil disertai serangkaian skenario yang telah disiapkan, Inggris dapat meninggalkan Uni Eropa dengan lancar. Untuk menyampaikan keyakinan dan optimismenya kepada seluruh pihak, Theresa May menggunakan media sosial Twitter dan Instagram. Di Twitter dan Instagram, Theresa May menciptakan citra personal (personal branding) untuk meyakinkan para pengguna Twitter dan Instagram bahwa dirinya mampu menyukseskan Brexit. Analisis ini menggunakan metode kualitatif dengan mengaplikasikan teori analisis konten Klaus Krippendorff  untuk melihat isi dari unggahan Theresa May pada akun Twitter dan Instagramnya. Unggahan Theresa May di Twitter dan Instagram juga akan dianalisis menggunakan teori personal branding McNally & Speak.  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Twitter dan Instagram efektif sebagai kanal untuk menyampaikan pandangan politik Theresa May. Aktifitas Theresa May di media sosial juga menunjukkan upaya personal branding yang kuat. Meskipun demikian, Theresa May akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya pada 24 Mei 2019.

 


This research is an analysis of Twitter and Instagram accounts of Theresa May which are used as a channel to communicate her political views regarding the results of the British Exit (Brexit) referendum. The tough negotiations on the results of the referendum took place internally at the British Parliament. The House of Commons was not satisfied with Theresa May's government's draft agreement regarding Brexit. Theresa May's Brexit Deal has been rejected three times. Although her offer has been rejected, Theresa May remains confident that with her strong and stable leadership along with a series of scenarios that have been prepared, the UK can leave the European Union orderly. To convey her belief and optimism to all parties, Theresa May use Twitter and Instagram. On Twitter and Instagram, Theresa May created her personal branding to convince Twitter and Instagram users that they were able to succeed in Brexit. This analysis uses a qualitative method by applying the content analysis theory of Klaus Krippendorff to view the contents of Theresa May's message on her Twitter and Instagram accounts. Theresa May’s existence on Twitter and Instagram is analyzed using McNally & Speak's personal branding theory. The results of this study indicates that Twitter and Instagram are effective platforms to convey Theresa May's political views. Theresa May's activity on social media also shows strong personal branding efforts. Nevertheless, Theresa May finally announced her resignation on May 24, 2019.

 

T54118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junaidi
Abstrak :
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dikenal sebagai Brexit (British Exit) melalui Referendum Brexit pada tanggal 23 Juni 2016 merupakan topik paling penting, kontroversial, dan sulit untuk dipahami dalam sejarah kontemporer Inggris karena banyaknya wacana dengan kompleksitas yang ada serta belum selesainya proses ini hingga saat ini. Pilihan untuk keluar dari Uni Eropa membawa dampak tidak hanya bagi Inggris tetapi juga bagi Uni Eropa dalam hal identitas nasional, masyarakat, ekonomi politik, perdagangan, posisi internasional, konstitusi, kedaulatan bangsa, sistem hukum, partai politik, serta nilai dan sikap terhadap hal-hal di atas. Brexit merupakan serangkaian proses yang saling terkait dan melibatkan banyak pihak di Inggris, Uni Eropa, dan dunia. Memahami Brexit berarti memahami sebuah negara yang sedang berada di persimpangan dan berada dalam ketidakpastian dan ketidakamanan. Disertasi ini meneliti bagaimana identitas nasional nasional Inggris dikonstruksi secara diskursif dalam pidato kampanye Brexit oleh empat politisi Inggris menjelang Referendum pada tahun 2016. Untuk menjawab masalah penelitian penulis menggunakan ancangan penelitian kualitatif dengan menerapkan analisis wacana kritis ancangan sejarah, konsep identitas, nasionalisme, komunitas imajiner dan artikulasi untuk menginterpretasi hasil analisis data dan memahami konstruksi diskursif identitas nasional Inggris pada bulan Januari–Juni 2016. Prosedur analisis wacana kritis ancangan sejarah Wodak yang menganalisis isi, strategi, dan realisasi linguistik pada korpus empat pidato politisi berpengaruh pada periode tersebut digunakan. Teks pidato yang dijadikan data adalah pidato yang disampaikan dalam periode Januari-Juni 2016. Periode ini dipilih karena pada masa itulah konstruksi identitas nasional secara intens terjadi dan diperdebatkan sehingga menghasilkan keputusan politik Brexit. Keempat politisi yang dipilih adalah tokoh-tokoh utama dalam kampanye Brexit dan mewakili dua kubu yang bertarung untuk memenangkan referendum. Mereka adalah PM Boris Johnson, Nigel Farage, PM David Cameron dan PM Theresa May.Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Brexit bukanlah sekadar tindakan politik semata, namun juga merupakan artikulasi ketakutan, harapan, identitas nasional, dan respons terhadap globalisasi di tingkat nasional dan personal. Dalam pidato mereka keempat politisi dari kubu The Leavers dan The Remainers menggunakan topik-topik tentang peran Inggris, latar belakang sejarah Inggris di Eropa dan sikap terhadap Uni Eropa. Mereka juga menggunakan strategi argumentasi dan diskursif. Dua politisi dari kubu The Leavers mengonstruksi Inggris sebagai bangsa yang sedang dikuasai Uni Eropa sedangkan dua politisi lainnya menganggap Inggris harus memainkan peran yang lebih luas di Uni Eropa agar organisasi supranasional ini berjalan sesuai dengan keinginan bangsa Inggris. Dalam menyampaikan argumen keempat politisi dalam pidato mereka menggunakan fitur-fitur linguistis tertentu seperti pronomina I, you, we, they untuk mengidentifikasi mereka baik sebagai pribadi maupun bagian dari pendengar pidato mereka. Dua politisi dari kubu The Leavers menggunakan nomina nama kota tempat lembaga-lembaga Uni Eropa berada untuk menunjukkan Eropa sebagai yang liyan. Penggunaan kata-kata seperti ini menunjukkan konstruksi identitas nasional keempat politisi dalam pidato-pidato yang diteliti. Secara gramatikal penggunaan tenses, majas, struktur kalimat, repetisi kalimat dan digunakan untuk menekankan pentingnya argumen mereka dan perbedaan mereka dalam menyampaikan argumen. Pidato-pidato juga menunjukkan adanya interdiskursivitas dengan wacana-wacana lain sesuai konteks pada bulan Januari-Juni 2016. Hal lain yang ditemukan dalam analisis adalah adanya pengaruh ideologi euroskeptisme dan nasionalisme pada keempat politisi seperti yang disampaikan dalam pidato-pidato mereka. Disertasi ini menyimpulkan bahwa identitas nasional Inggris dikonstruksi secara diskursif dalam keempat pidato menjelang Referendum 2016. ...... The leaving of the United Kingdom from the European Union on 23 June 2016 known as Brexit (British Exit) is the most important, controversial and complex topic in contemporary British history. This is due to the complexity and the unfinished process until now. The referendum to leave European Union affects not only the United Kingdom, but also European Union in terms of national identity, society, political economy, commerce, international affairs, constitution, souvreignity, legal system, political parties, values and attitudes towards those matters. Brexit is not a single process, rather it is a series of interconnected processes which involve many stakeholders in the UK, European Union and the world. Understanding Brexit means understanding a nation in transition and uncertainties as well as insecurities. This dissertation aims to examine how British national identity was constructed discursively in Brexit campaign speeches by four influential politicians prior to the Referendum in 2016. To answer the research problem the writer uses qualitative approach by employing discourse historical approach, identity, nationalism, imagined community, and articulation concepts to interpret data analysis and understand the discursive construction of British national identity between January to June 2016. Wodak’s discourse historical approach procedure by analysing the topics, strategies and linguistic realization in the corpus of four influential politician speeches at that period of time are employed. The data are speeches delivered in the period of January to June 2016. This period is chosen because in this period national identity construction is intensively constructed and debated to produce a political decision on Brexit.The four politicians represent two sides competing to win the referendum. They are PM Boris Johnson,Nigel Farage, PM David Cameron, and PM Theresa May.The research findings show that Brexit is far from just a political act, it is an articulation of fear, hope, national identity, and response to globalization at the national and personal level. In their speeches the four politicians from both sides use topics about the roles of the UK, historical background of the UK in Europe and its attitude towards European Union. They also use argumentation and discursive strategies. Two politicians from The Leavers construct British as a nation invaded by the European Union, while the other two politicians encourage British to take more active roles in the EU to ensure that this supranational organization functions as they should. In presenting their arguments the four politicians use certain pronouns like I, you, we, they to identify themselves either as themselves or as part of their audience. Two politicians from The Leavers use proper nouns for cities in which major EU organizations are located. The purpose of which is to represent the EU as the other. The use of words like those shows the construction of national identities of the four politicians in their speeches. Grammatically speaking, the use of tenses, figures of speeches, sentence structure, sentence repetition are employed to emphasize the importance of their arguments and their differences. The speeches also depict interdiscursivities with other discourses in line with the contexts in January-June 2016. The other finding shows that Euroscepticism and nationalism as ideologies can be found in the data. This dissertation concludes that British national identity is constructed discursively in the four speeches prior to Referendum 2016.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gibraltar Andibya Muhammad
Abstrak :
Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa (Brexit) menjadi salah satu kasus dari rentetan gelombang populisme global yang banyak dikaji oleh akademisi lintas disiplin, terutama ilmu sosial, politik dan budaya. Bila ditelaah melalui perspektif Ilmu Hubungan Internasional, Brexit menjadi salah satu studi kasus yang berhasil menunjukkan signifikansi berbagai bentuk wacana politik identitas dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Merujuk pada gambaran besar tersebut, penelitian ini bertujuan untuk meninjau literatur-literatur akademik yang membahas mengenai wacana politik identitas dalam Brexit. Adapun jenis literatur yang digunakan berupa berupa berupa artikel jurnal, buku dan bab dalam buku akademik. Tulisan ini adalah tinjauan literatur akademik yang menggunakan metode pengorganisasian taksonomi dengan cakupan 33 literatur akademik terakreditasi yang dikelompokkan ke dalam empat tema besar, yakni (1) Tinjauan Historis Hubungan Britania Raya dengan Eropa, (2) Aktor yang Berperan dalam Reproduksi Wacana Politik Identitas, (3) Ragam Bentuk Wacana Politik Identitas yang Muncul, dan (4) Interseksi Wacana Politik Identitas dengan Faktor Sosio-Ekonomi. Penulis menemukan bahwa faktor historis dan kejayaan masa lalu membuat independensi dan kepemimpinan yang kuat menjadi satu identitas yang berupaya dipertahankan dan Brexit merupakan upaya Britania Raya untuk dapat keluar dari tekanan Uni Eropa yang dianggap membahayakan dua hal tersebut. Pada akhirnya tulisan ini melahirkan sebuah kesimpulan, yakni ragam wacana politik identitas yang terus berkembang nantinya sangat didorong oleh kompleksitas domestik sebagai hasil dari interaksi antara aktor di tingkat elit dan di tingkat publik dalam menginterpretasikan tekanan di tingkat internasional. Kuatnya nuansa historis dalam mendorong praktik politik identitas dalam Brexit pada akhirnya membuat Brexit menjadi satu manifestasi tersendiri di mana faktor identitas mampu melampaui perhitungan rasional, terutama dalam aspek ekonomi. ......The exit of the United Kingdom from the European Union (Brexit) is one of the cases of a series of waves of global populism which has been widely studied by academics across disciplines, especially social, political and cultural sciences. When examined through the perspective of International Relations, Brexit is one of the case studies that successfully demonstrates the significance of various forms of identity political discourse in influencing a country's foreign policy. Referring to this big picture, this study aims to review academic literature that discusses the discourse of identity politics in Brexit. The type of literature used is in the form of journal articles, books and chapters in academic books. This paper is a review of academic literature that uses a taxonomic organization method covering 33 accredited academic literature which are grouped into four major themes, namely (1) Historical Review of the Relations between Great Britain and Europe, (2) Actors Playing a Role in the Reproduction of Identity Political Discourse, (3) Various Forms of Identity Political Discourse Appears, and (4) Intersection of Identity Political Discourse with Socio-Economic Factors. The author finds that historical factors and past glories have made the identity as a nation with independence and strong leadership is necessary to be maintained. Brexit is an attempt by the United Kingdom to get out of European Union pressure which is considered dangerous to these two elements. In the end, this paper gives birth to a conclusion, namely that the variety of identity politics discourse that continues to develop are strongly driven by domestic complexities as a result of interactions between actors at the elite level and at the public level in interpreting pressures at the international level. The strong historical overtones in encouraging the practice of identity politics in Brexit ultimately emphasize Brexit as a manifestation in which the identity factor was able to go beyond rational calculations, especially in the economic aspect.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edward
Abstrak :
Referendum Brexit mempengaruhi dan mengganggu perekonomian, misalnya membatasi pergerakan modal, membuat pasar Inggris kurang menarik, menciptakan kekacauan pada sistem rantai pasokan besar yang kompleks. Brexit juga mengubah lingkungan bisnis baik di Inggris dan juga Uni Eropa, terutama di jejaring sosial direksi di Inggris dan Uni Eropa. Kami melakukan penelitian untuk menganalisis dampak pengesahan referendum Brexit pada evolusi jaringan direksi yang saling terkait. Studi dilakukan pada analisis sistematis pada jaringan yang terukur dan variabel evolusi pada pembentukan tautan direksi di Inggris dan Uni Eropa dan pada sektor menggunakan basis data yang disediakan oleh BoardEX selama periode 2010-2020. Alat ukurnya meliputi jumlah edges, shortest path, jumlah afiliasi, cyclic closure bias, dan triadic closure bias. Kami membuat model perubahan struktural dalam jaringan dinamis dengan mengubah jaringan yang berkembang menjadi grafik statis pada rentang waktu yang berbeda. Kami menemukan bahwa pembentukan tautan di Inggris dipengaruhi secara negatif oleh referendum Brexit sementara dapat dikatakan bahwa referendum Brexit berdampak pada pembentukan UE. Selain itu, sektor layanan konsumen dan makanan & obat-obatan mengalami perubahan signifikan setelah. ......Brexit referendum is affecting and disrupting the economy, for example limit the capital movement, make UK market less attractive, create a chaos on large complex supply chain system. It changed business environment both in UK and EU as well, especially on social network of directors in UK and EU. We conduct a study to analyse the impact of the passage of Brexit referendum on the evolution board interlock network. The study carried out on a systematic analysis of network measures and evolution variable on the link formation of directors in UK and EU and within the sector using the dataset provided by BoardEX during 2010-2020 period. The measures include number of edges, shortest path length, number of mutual affiliations, cyclic closure bias and triadic closure bias. We model the structural changes in dynamic networks by converting an evolving network into static graphs at different snapshots. We found that link formation in UK affected negatively by the Brexit referendum while it is arguably that the Brexit referendum has an impact on EU formation. Additionally, consumer service and food & drug sector have a significant change after the referendum.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arwatrisi Ediani
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk meneliti rekam jejak Britania Raya dalam negosiasi undang-undang pertanian di Dewan Uni Eropa sebagai alasan keluarnya Britania Raya dari keanggotaan Uni Eropa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah, dan berfokus pada perundingan undang-undang pertanian UE pada 2009 hingga 2016. Data yang digunakan adalah data sekunder, seperti bahan hukum dari situs resmi European Union Publication Office (Kantor Publikasi Uni Eropa), serta buku dan artikel yang berkaitan dengan undang-undang pertanian dan Uni Eropa. Hasil analisis menunjukkan bahwa alasan utama penolakan Britania Raya dalam negosiasi undang-undang pertanian UE adalah adanya kenaikan anggaran untuk mendukung program-program pertanian UE. Selain itu, upaya UE untuk memperkuat Kebijakan Pertanian Bersama/Common Agricultural Policy (CAP) justru membuat Britania Raya merasa semakin dirugikan oleh keanggotaannya dan hal ini menjadi salah satu faktor pendorong keluarnya Britania Raya dari keanggotaan Uni Eropa. ......This article aims to examine the track record of the United Kingdom‟s negotiations regarding agricultural legislation in the Council of the European Union as the reason behind UK‟s withdrawal from the European Union. This qualitative research which uses historical approach focuses on negotiations for EU agricultural legislation from 2009 to 2016. The study makes use of secondary data including legal materials from the European Union Publications Office‟s official website, as well as relevant books and news articles. The analysis shows that the main reason for the opposition of the UK in the EU agricultural legislation negotiations is the concern over budget raises. Furthermore, this study indicates that the EU‟s attempts to strengthen the Common Agricultural Policy (CAP) made the UK feel disadvantaged by its membership, which was one of the driving forces behind the UK‟s withdrawal from the EU.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Wicaksono
Abstrak :
Penelitian tentang Brexit ini akan fokus pada pertahanan dan keamanan bagi Inggris dan Uni Eropa (UE). Peran Inggris Raya sangat besar di sektor pertahanan dan keamanan, selain Jerman dan Perancis. Namun, berdasarkan referendum 2016, Inggris Raya memilih keluar dari keanggotaannya di UE.  Metode penelitian akan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder yang diperoleh langsung dari website resmi UE dan data sekunder berupa kajian pustaka, website, journal militer dan wawancara dengan perusahaan-perusahan pendukung Alat Utama Sistem Senjata (alutsita). Kualitatif adalah sebuah metode yang fokus pada deep observation. Oleh sebab itu, penggunaannya dalam penelitian ini diharapkan mempu menghasilkan sebuah kajian terhadap fenomena dengan lebih komprehensif. Penelitian ini dianalisis menggunakan Teori Regional Security Complex (TRSC), milik Barry Buzan & Ole Waver dan Teori Security Dilemma (John H. Herz). TRSC ini digunakan untuk menganalisa potensi ancaman keamanan dan pertahanan di kawasan UE. Sedangkan, Teori Security Dilemma digunakan untuk menganalisis antisipasi Inggris dalam sektor pertahanan dan keamanan. Diharapkan dapat ditemukan maksud Inggris keluar dari UE dan antisipasinya dalam sektor pertahanan dan keamanan. Penelitian ini telah berhasil merangkum tindakan dan antisipasi pemerintah UK dalam menghadapi Brexit dan membuat gambaran umum Langkah-langkah UE tanpa Inggris. ......This research on Brexit will focus on defense and security for the UK and the European Union (EU). Great Britain has a very large role in the defense and security sector, in addition to Germany and France. However, based on the 2016 referendum, the UE opted out of membership in the EU. The research will use qualitative methods by using data primary and secunder sources obtained directly from the official website of the EU and secondary data in the form of literature reviews, as well as websites, military journals, and interviews with several companies supporting the Main Tools Weapon System. Qualitative is a method with a foucus on in-depth observation. Therefoe, the use of this reseach can result in a more comprehensvise study of a phenomenon, especially the observation of phenomena. This research was analyzed using Regional Security Complex Theory (Barry Buzan & Ole Waver) and Security Dilemma Theory (John H. Herz). Regional Security theory is used to analyze potential threats to the security and defense of the European Union. Meanwhile, the Security Dilemma Theory is used to analyze the UK’s anticipation in the defense and security sector. It is hoped that the UK’s intention to leave the EU can be found and its anticipation in the defense and security sector. This research has succeeded in summarizing the actions and anticipations of the UK government in the face of Brexit and creating an overview of the EU's steps without UK.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Erwin
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji dampak dari padatnya alur transportasi jalan raya berupa kemacetan parah dan antrian kendaraan yang sangat panjang. Solusi dari masalah ini adalah dengan mengatur panjang antrian secara dinamis pada tiap-tiap titik persimpangan secara seimbang. Model yang digunakan adalah model stokastik pada antrian kendaraan dengan tingkat kedatangan ditentukan berdasarkan distribusi Poisson dan pelayanan pada titik-titik persimpangan berdasarkan pada distribusi eksponensial. Demontrasi dari model antrian dinamis ditunjukkan dengan simulasi menggunakan SimEvents MATLAB-Simulink. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa mode antrian dinamis dapat meminimalisir dampak kepadatan kendaraan yang lebih teratur dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional.
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Ferakanita
Abstrak :
Tesis ini berfokus pada fenomena keluarnya Ingris dari Uni Eropa Brexit . Dalam fenomena ini terjadi persaingan diskursif antara Remain vs Leave. Penelitian ini menggunakan teori pemosisian dengan asumsi dasar bahwa diskursus adalah variabel utama yang disosialisasikan oleh agen sehingga menjadi sebuah realita sosial. Kemenangan diskursif ditentukan dalam tiga variabel kelayakan: Kelayakan Referensi, Kelayakan Sistemik dan Kelayakan Sosial. Penelitian ini menggunakan metode process tracing dan telaah wacana untuk melihat proses deepening Inggris ke Uni Eropa.. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persaingan diskursif ini dimenangkan oleh agen yaitu kelompok leave yang menginterpretasikan bahwa identias nasional Inggris tidak kompatibel dengan identitas Uni Eropa dan memunculkan kegagalan proses deepening pada integrasi Inggris dengan Uni Eropa. Meskipun secara kuantitatif diskursus kelompok remain lebih unggul sampai periode sebelum referendum variabel kelayakan referensi , namun pada akhirnya kelompok leave secara kelayakan sistemik lebih dapat mendistribusikan diskursusnya untuk menjangkau ke masyarakat. Dalam variabel kelayakan sosial, kelompok leave juga lebih unggul karena diskursusnya lebih dapat diterima di masyarakat. Penelitian ini menyumbang pada studi tentang regionalisme yang memberikan pemahaman bahwa dinamika yang terjadi dalam institusi regional tidak hanya bisa meluas expand , tetapi juga bisa menyusut shrink . Isu Brexit menjadi penting karena belum pernah ada negara mengambil sikap untuk keluar dari institusi maju seperti Uni Eropa. ......This thesis focuses on the phenomenon of Britain leaving the European Union Brexit. The phenomenon refers to the discursive competition between the two parties Remain vs. Leave. This research uses positioning theory with the basic assumption that discourse is the main variable which is socialized by agent and it transcends into a social reality. Discursive victory itself is determined in three eligibility indicators Referential Adequacy, Systematic Adequacy and Social Adequacy. This research applies process tracing and discourse analysis method to examine the deepening process of UK to the European Union. The result of this study indicates that the discursive competition won by the agent of the Leave group which interpreted UK national identity was not compatible with the EU identity and led to the failure of a deepening process on British integration to the EU. Quantitatively, based on the Referential Adequacy indicator, the discourse of the Remain group is higher than the Leave group especially in the final weekend before the referendum. However, based on Systematic Adequacy indicator, the Leave group is more successful in distributing its discourse to reach out to the people. Last, the Leave group is also winning because based on Social Adequacy indicator the discourse is more acceptable in society. This research contributes to the study of regionalism which provides an understanding that the dynamics within regional institutions not only can expand, but also shrink. The issue of brexit is important, because no country has ever taken the stance to get out of an advanced institution like the European Union.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Putra Ramadhani
Abstrak :
ABSTRAK
Banyak kekhawatiran bahwa keputusan tersebut akan membahayakan kegiatan bisnis global karena peraturan baru yang akan dihasilkan dari Brexit. Dari sudut pandang kapitalis, terutama industri penerbangan Inggris, Brexit berpotensi mengganggu operasi dan kelangsungan banyak maskapai dari Inggris. Perubahan regulasi penerbangan akan berdampak negatif pada sebagian besar maskapai penerbangan karena biaya yang harus dikeluarkan untuk beradaptasi dengan perubahan ini. Dampak potensial lainnya terhadap industri penerbangan berasal dari sektor keuangan. Mata uang Poundsterling yang melemah sebagai dampak dari Brexit juga dapat merugikan industri penerbangan di Inggris. Brexit kemungkinan besar akan mengganggu operasi banyak maskapai penerbangan yang beroperasi antara Inggris dan Uni Eropa. Pihak yang diprediksi akan paling terpengaruh adalah maskapai penerbangan bertarif rendah LCC sementara maskapai besar lainnya masih bisa beradaptasi dengan perubahan tersebut. Negosiasi antara maskapai penerbangan dan lembaga pemerintah harus dilakukan untuk menciptakan solusi dari fenomena Brexit ini.
ABSTRACT
The decision by The United Kingdom to leave the European Union EU has sparked many controversies globally. Many fears that the decision will harm global business activities due to the new regulations that will result from the exit. From the capitalist point of view, especially the British aviation industry, Brexit may potentially disrupt the operations and continuity of many airlines from the UK. The change in airline regulations will have a negative impact on most of the airlines due to the costs they have to incur to adapt to these changes. Other potential impact to the aviation industry comes from the financial sector. The weakening British Pounds that results from Brexit could also disadvantage the aviation industry. Brexit will most likely disrupt the operations of many airlines that operate between the UK and EU. The most affected airlines would be the low-cost carriers LCC while other bigger airlines could still adapt to the changes. Negotiations between the airlines and government institutions must take place in order to create a solution. Keywords:Brexit, aviation industry, capitalist, European Union, British Pounds, requlations, financial sector
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library